Tag: Listyo Sigit Prabowo

  • Daftar Hasil Sidang Kode Etik Kasus Pemerasan Penonton DWP: 3 Polisi Dipecat, 8 Lainnya Didemosi – Halaman all

    Daftar Hasil Sidang Kode Etik Kasus Pemerasan Penonton DWP: 3 Polisi Dipecat, 8 Lainnya Didemosi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polri masih terus melakukan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap belasan anggotanya yang melakukan pemerasan terhadap penonton di konser Djakarta Warehouse Project (DWP).

    Hingga saat ini, sudah 11 orang mendapatkan sanksi setelah menjalani sidang kode etik tersebut.

    “Iya sampai sekarang sudah 11 orang (disidang etik),” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Erdi Adrimulan Chaniago saat dikonfirmasi, Rabu (8/1/2025).

    Belasan anggota tersebut dijatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) hingga penurunan jabatan atau demosi.

    “Atas putusan tersebut, pelanggar menyatakan banding,” ungkapnya.

    Berikut daftar 11 polisi yang telah disidang etik:

    Mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dipecat tidak hormat. Dia bersalah karena membiarkan bawahannya melakukan pemerasan kepada korban. 
    Mantan Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia. Malvino dipecat karena mengamankan dan memeras penonton DWP.
    Mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful, dipecat karena mengamankan dan memeras penonton DWP.
    Mantan Kanit 5 Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol Dzul Fadlan, didemosi 8 tahun. Dia terbukti memeras korban.
    Mantan Panit 1 Unit 2 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Iptu Syaharuddin, didemosi 8 tahun. Dia terbukti memeras korban.
    Mantan Bhayangkara Administrasi Penyelia Bidang Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Iptu Sehatma Manik, didemosi 8 tahun. Dia terbukti memeras korban. 
    Mantan Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Brigadir Fahrudin Rizki Sucipto, didemosi 5 tahun. Dia terbukti memeras korban.
    Mantan Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom, didemosi 5 tahun. Dia terbukti memeras korban.
    Mantan Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Bripka Wahyu Tri Haryanto, didemosi 5 tahun. Dia terbukti memeras korban.
    Mantan Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Brigadir Dwi Wicaksono, didemosi 5 tahun. Dia terbukti memeras korban.
    Mantan Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Bripka Ready Pratama, didemosi 5 tahun. Dia terbukti memeras korban.

    Pemerasan Rp2,5 Miliar

    Adapun kasus ini bermula dari beredar informasi ada lebih 400 penonton DWP yang menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi dengan nilai mencapai 9 juta ringgit atau sekitar Rp32 miliar.

    Penyelenggara DWP Ismaya Live membuat pernyataan terkait kabar kejadian pemalakan dan pemerasan yang terjadi.

    “Kepada keluarga besar DWP kami yang luar biasa. Kami mendengar kekhawatiran Anda dan sangat menyesalkan tantangan dan frustrasi yang Anda alami,” tulis pernyataan resmi DWP di Instagram, Kamis (19/12/2024).

    DWP komitmen akan bekerja sama dengan pihak berwenang dan pemerintah guna menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.

    “Kami secara aktif bekerja sama dengan pihak berwenang dan badan pemerintah untuk menyelidiki secara menyeluruh apa yang terjadi dan untuk memastikan langkah-langkah konkret diterapkan untuk mencegah insiden semacam itu terjadi lagi di masa depan,” lanjutnya.

    Namun Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim meralat uang hasil pemerasan WN Malaysia oleh oknum Polisi di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

    Menurutnya dari hasil penyelidikan uang pemerasan yang dilakukan anggota Polri hanya sebesar Rp 2,5 miliar.

    Perlu saya luruskan juga bahwa barang bukti yang telah kita amankan jumlahnya Rp 2,5 miliar. Jadi jangan sampai nanti seperti pemberitaan sebelumnya yang angkanya cukup besar,” ucap Abdul Karim di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

    Menurutnya, angka yang selama ini beredar tidak sesuai dengan fakta dari hasil yang didapatkan. 

    “Kita melakukan investigasi ini ya selalu berkoordinasi dengan Kompolnas pihak eksternal. Jadi kita terbuka,” kata Kadiv Propam.

    Pun demikian jumlah korban dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan.

    Abdul Karim menyebut korban Warga Negara Malaysia dari penyelidikan dan identifikasi yang ditemukan sebanyak 45 orang. 

    “Jadi jangan sampai ada yang jumlahnya cukup spektakuler. Jadi kita luruskan bahwa korban yang sudah kita datakan secara scientific dan hasil penyelidikan,” jelasnya.

    Kadiv Propam menegaskan pimpinan Polri ini serius dalam penanganan apapun bentuknya terhadap terduga pelanggar yang dilakukan oleh anggota. 

    Sejauh ini sudah ada dua korban yang melakukan pelaporan atau pendumasan ke Mabes Polri.

    “Ya itu sudah kita terima di Divpropam Mabes Polri ini. Jadi ada dua orang pendumasnya. Tentunya pendumas ini kita jaga ya inisialnya.

  • Giliran Brigadir Dwi & Bripka Pratama Sidang Etik Kasus Pemerasan DWP

    Giliran Brigadir Dwi & Bripka Pratama Sidang Etik Kasus Pemerasan DWP

    Jakarta, CNN Indonesia

    Divisi Propam Polri kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran etik terhadap dua anggota Polda Metro Jaya yang melakukan pemerasan terhadap penonton DWP asal Malaysia.

    Kabag Penum Humas Polri Kombes Erdi A Chaniago menyebut sidang terhadap dua terduga pelanggar itu digelar secara tertutup di Gedung TNCC, Mabes Polri, pada Selasa (7/1).

    “Iya (hari ini) sidang ada dua orang terduga pelanggar,” ujarnya kepada wartawan.

    Dikonfirmasi terpisah, Komisioner Kompolnas Choirul Anam yang ikut dalam sidang etik menyebut sidang dilakukan terhadap Brigadir DW dan Bripka RP.

    Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, sosok pelanggar DW merujuk kepada Brigadir Dwi Wicaksono Bintara dan sosok RP merujuk Bripka Ready Pratama yang keduanya saat itu menjabat sebagai Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

    Pasca insiden pemerasan sendiri, keduanya bersama 32 orang terduga pelanggar lainnya juga telah dicopot dari jabatannya dan dimutasi ke Yanma Polda Metro Jaya dalam rangka pemeriksaan.

    Sebelumnya 9 dari 18 polisi yang diduga melakukan aksi pemerasan terhadap penonton DWP asal Malaysia telah menjalani sidang kode etik. Tiga diantaranya telah dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

    Ketiganya yakni eks Dirnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, eks Kasubdit 3 Ditnarkoba Polda Metro AKBP Malvino Edward Yusticia dan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro AKP Yudhy Triananta Syaeful.

    Selain itu, komisi etik juga telah menjatuhkan sanksi demosi delapan tahun kepada Kanit 4 Subdit 3 Ditnarkoba Kompol Dzul Fadlan, Panit 1 Unit 2 Subdit 3 Ditnarkoba Iptu Syaharuddin dan Bhayangkara Administrasi Penyelia Bidang Subdit 3 Ditnarkoba, Iptu Sehatma Manik.

    Sementara itu, untuk Bintara Ditnarkoba Brigadir Fahrudin Rizki Sucipto, Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom dan Bripka Wahyu Tri Haryanto dijatuhkan hukuman demosi selama lima tahun.

    Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim sebelumnya mengatakan total warga negara Malaysia yang menjadi korban dugaan pemerasan saat menonton DWP 2024 mencapai 45 orang.

    Abdul Karim mengatakan barang bukti dalam kasus dugaan pemerasan kepada WN Malaysia oleh 18 polisi tersebut mencapai Rp2,5 miliar. Ia menambahkan saat ini para pelaku juga telah menjalani penempatan khusus (Patsus) di Propam Polri.

    (tfq/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Daftar Hasil Sidang Kode Etik Kasus Pemerasan Penonton DWP: 3 Polisi Dipecat, 8 Lainnya Didemosi – Halaman all

    Dua Polisi Berpangkat Bripka dan Brigadir Terduga Pemeras di DWP Jalani Sidang Kode Etik Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polri kembali menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap anggota yang diduga melakukan pemerasan di Konser Djakarta Warehouse Project (DWP).

    Adapun sidang kode etik itu kembali digelar di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (7/1/2025).

    Dalam hal ini, terdapat dua anggota polisi yang akan ditentukan nasib karirnya melalui sidang tersebut.

    “Iya (hari ini) ada dua terduga pelanggar. Inisialnya Brigadir DW dan Bripka RP,” kata Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam saat dihubungi, Selasa.

    Dari catatan yang ada, Brigadir Dwi Wicaksono Bintara sendiri saat itu menjabat sebagai Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

    Jabatan yang sama juga diemban Bripka Ready Pratama, dia menjabat sebagai Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya saat peristiwa itu terjadi.

    Keduanya kini sudah dimutasi atas tindakan dugaan pemerasan menjadi Bintara Yanma Polda Metro Jaya.

    Dalam hal ini, sejumlah anggota sudah menjalani sidang kode etik mulai dari perwira menengah (pamen) hingga para perwira pertama (pama) dengan hasil pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dan demosi 5 sampai 8 tahun.

    Mereka yang dipecat yakni di antaranya mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya, Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak yang dinyatakan bersalah karena melakukan pembiaran terhadap anggotanya yang melakukan pemerasan.   

    Kemudian Mantan Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia dan AKP Yudhy Triananta Syaeful, mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya terlibat secara langsung dalam pemerasan.   

    Pemerasan Rp2,5 Miliar

    Adapun kasus ini bermula dari beredar informasi ada lebih 400 penonton DWP yang menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi dengan nilai mencapai 9 juta ringgit atau sekitar Rp32 miliar.

    Penyelenggara DWP Ismaya Live membuat pernyataan terkait kabar kejadian pemalakan dan pemerasan yang terjadi.

    “Kepada keluarga besar DWP kami yang luar biasa. Kami mendengar kekhawatiran Anda dan sangat menyesalkan tantangan dan frustrasi yang Anda alami,” tulis pernyataan resmi DWP di Instagram, Kamis (19/12/2024).

    DWP komitmen akan bekerja sama dengan pihak berwenang dan pemerintah guna menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.

    “Kami secara aktif bekerja sama dengan pihak berwenang dan badan pemerintah untuk menyelidiki secara menyeluruh apa yang terjadi dan untuk memastikan langkah-langkah konkret diterapkan untuk mencegah insiden semacam itu terjadi lagi di masa depan,” lanjutnya.

    Namun Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim meralat uang hasil pemerasan WN Malaysia oleh oknum Polisi di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

    Menurutnya dari hasil penyelidikan uang pemerasan yang dilakukan anggota Polri hanya sebesar Rp2,5 miliar.

    Perlu saya luruskan juga bahwa barang bukti yang telah kita amankan jumlahnya Rp 2,5 miliar. Jadi jangan sampai nanti seperti pemberitaan sebelumnya yang angkanya cukup besar,” ucap Abdul Karim di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

    Menurutnya, angka yang selama ini beredar tidak sesuai dengan fakta dari hasil yang didapatkan. 

    “Kita melakukan investigasi ini ya selalu berkoordinasi dengan Kompolnas pihak eksternal. Jadi kita terbuka,” kata Kadiv Propam.

    Pun demikian jumlah korban dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan.

    Abdul Karim menyebut korban Warga Negara Malaysia dari penyelidikan dan identifikasi yang ditemukan sebanyak 45 orang. 

    “Jadi jangan sampai ada yang jumlahnya cukup spektakuler. Jadi kita luruskan bahwa korban yang sudah kita datakan secara scientific dan hasil penyelidikan,” jelasnya.

    Kadiv Propam menegaskan pimpinan Polri ini serius dalam penanganan apapun bentuknya terhadap terduga pelanggar yang dilakukan oleh anggota. 

    Sejauh ini sudah ada dua korban yang melakukan pelaporan atau pendumasan ke Mabes Polri.

    “Ya itu sudah kita terima di Divpropam Mabes Polri ini. Jadi ada dua orang pendumasnya. Tentunya pendumas ini kita jaga ya inisialnya.

  • Menunggu Keberanian Propam Polri Tindak Istri Jenderal Polisi Bergaya Glamor

    Menunggu Keberanian Propam Polri Tindak Istri Jenderal Polisi Bergaya Glamor

    JAKARTA – Mabes Polri terbitkan Surat Telegram dengan nomor ST/30/XI/HUM.3.4/2019/DIVPROPAM yang berisi tentang aturan disiplin anggota Polri, kode etik profesi Polri dan kepemilikan barang mewah oleh pegawai negeri di Polri.

    Surat ini ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Sulistyo Sigit Prabowo pada 15 November 2019. Ada enam poin imbauan dalam surat itu, di antaranya adalah imbauan tidak menunjukkan, memakai, memamerkan barang mewah dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik bagi anggota Polri.

    Selain itu, ada juga imbauan yang melarang anggota Polri mengunggah foto atau video pada media sosial yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis. Sebab, hal ini dianggap bisa menimbulkan kecemburuan sosial.

    Kemudian, surat itu juga berisi imbauan agar pimpinan kasatwil, perwira dapat memberikan contoh perilaku dan sikap yang baik, tidak memperlihatkan gaya hidup yang hedonis terutama Bhayangkari dan keluarga besar Polri.

    Jika nantinya anggota kepolisian tak menjalankan imbauan itu, akan ada sanksi tegas yang bakal diberikan oleh Divisi Propam Polri. Hanya saja tak dijelaskan seperti apa sanksinya.

    Walau surat tersebut menyebut ada sanksi tegas bagi pelanggar, pertanyaan justru muncul dari Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Nate S Pane. Dia mengakui, imbauan yang baru saja dikeluarkan ini adalah hal positif.

    Namun, Nate sedikit skeptis dengan kinerja Propam Polri dalam melakukan pengawasan terkait surat telegram itu. Utamanya, keberanian Propam Polri dalam melakukan pengawasan terhadap istri maupun keluarga jenderal di lingkungan kepolisian. Apalagi, sanksi dari imbauan hidup sederhana tersebut masih belum jelas.

    “Jika TR (telegram) hidup sederhana tidak dipenuhi, apa sanksinya? Beranikah (Propam) menindak istri-istri jenderal yang kerap bergaya hidup glamor dengan barang branded berharga super mahal?” kata Nate kepada wartawan di Jakarta, Minggu, 17 November.

    Tak hanya skeptis soal keberanian Propam Polri, Nate juga sebenarnya bingung bagaimana bisa anggota Polri kemudian hidup bak selebriti dengan menggunakan barang serba branded dan memamerkannya di media sosial.

    Apalagi, Nate menganggap, masih banyak polisi yang gajinya di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Bekasi yang berkisar di angka Rp4 juta-an. Anggapan itu juga tak sepenuhnya salah. Sebab,  berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2019 disebutkan untuk golongan I Tamtama Bhayangkara Dua biasa menerima gaji dimulai dari Rp1.643.500 sampai Rp2.538.100.

    Untuk pangkat Bhayangkara Satu, biasanya menerima gaji berkisar Rp1.649.900 sampai Rp2.617.500. Selanjutnya Bhayangkara Kepala biasa menerima gaji berjumlah Rp1.747.900 dan tertinggi sebesar Rp2.699.400.

    Kemudian untuk jabatan Ajun Brigadir Polisi dua, bisa menerima gaji berkisar Rp1.802.600 sampai Rp 2.783.900. Lalu Ajun Brigadir polisi satu Rp1.858.900. Sementara itu untuk gaji Ajun Brigadir Polisi di antara Rp1.917.100 sampai Rp 2.960.700.

    Selanjutnya, untuk golongan Bintara Brigadir Polisi Dua Rp2.103.700 sampai Rp3.457.100. Kemudian Brigadir Polisi Satu biasanya menerima gaji sebesar Rp2.169.500 sampai Rp3.565.200.

    Sedangkan, pangkat Brigadir Polisi bisa menerima gaji dengan kisaran Rp2.237.400 sampai Rp3.676.700 dan gaji Brigadir Polisi Kepala sekitar Rp2.307.400 hingga Rp3.791.900. Untuk golongan Perwira Menengah gaji komisaris polisi dimulai dari Rp3.000.100 sampai Rp4.930.100. Terakhir, untuk golongan Perwira Tinggi Jenderal biasa menerima gaji dengan kisaran Rp5.328.200 sampai Rp5.930.800.

    Bukan hanya soal polisi yang bergaji tak berbeda dengan UMP Bekasi bisa bergaya hidup mewah, Nate menilai, edaran ini sebenarnya juga menunjukkan adanya keresahan di internal Polri karena gaya hidup abnormal yang tak sesuai gaji.

    “Ada rasa malu yang berkembang di lingkup internal Polri terhadap sorotan dan kecaman masyarakat terhadap gaya hidup sebagian besar polisi di negeri ini, sehingga untuk menyikapi hal itu Propam Polri perlu mengeluarkan TR gaya hidup sederhana,” ungkapnya.

    Sehingga, bukan hanya memberikan sanksi tegas secara jelas. Ke depan, IPW juga berharap, Propam Polri juga berani mengeluarkan data dan mengungkap siapa saja anggota Polri yang bergaya melebihi penghasilannya.

    “Sebab, dari pantauan IPW, cukup banyak anggota Polri, terutama para istri jenderal, yang suka pamer kekayaan dengan barang-barang branded yang supermahal,” tutupnya.

  • DPR Desak Kapolri Seret Polisi Pelaku Pemerasan DWP ke Jalur Pidana

    DPR Desak Kapolri Seret Polisi Pelaku Pemerasan DWP ke Jalur Pidana

    Jakarta, CNN Indonesia

    Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra mendesak Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo menyeret anggota kepolisian yang melakukan pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) ke jalur pidana.

    Tandra menilai bukti pelanggaran pidana yang dilakukan polisi pelaku pemerasan itu sudah jelas. Ia menegaskan upaya etik saja tidak cukup.

    “Maka kami menghimbau kepada Kapolri. Agar orang-orang ini jangan sampai hanya cukup dipecat. Tapi dibawa ke proses pidananya. Supaya mendapatkan hukuman yang setimpal,” kata Tandra kepada wartawan, Senin (6/1).

    Tandra menilai proses hukum terhadap anggota polisi pelaku pemerasan itu penting agar menunjukkan hukum berlaku tanpa pandang bulu.

    “Bukan masalah orang itu dihukum atau tidak bukan. Tapi kami itu ingin memastikan bahwa hukum itu ditegakkan. Semua orang itu harus tertib. Taat kepada hukum,” ujar dia.

    Di sisi lain, Tandra memuji langkah Polri menangani kasus-kasus besar seperti korupsi, pembunuhan, dan pelanggaran hukum lainnya.

    Ia mengklaim banyak kasus yang ditangani Polri secara responsif meski tidak sempat viral di masyarakat. Ia menilai langkah itu menimbulkan kepercayaan publik kepada Korps Bhayangkara.

    “Polri telah menekan berbagai kasus, seperti suap dan pembunuhan, dengan baik. Tindakannya cepat meskipun kasus-kasus tersebut tidak selalu viral. Ini langkah positif untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,” ujar Tandra.

    Sebelumnya 7 dari 18 polisi yang diduga melakukan aksi pemerasan terhadap penonton DWP asal Malaysia telah menjalani sidang kode etik. Tiga diantaranya telah dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

    Ketiganya yakni eks Dirnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, eks Kasubdit 3 Ditnarkoba Polda Metro AKBP Malvino Edward Yusticia dan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro AKP Yudhy Triananta Syaeful.

    Selain itu, komisi etik juga telah menjatuhkan sanksi demosi delapan tahun kepada Kanit 4 Subdit 3 Ditnarkoba Kompol Dzul Fadlan, Panit 1 Unit 2 Subdit 3 Ditnarkoba Iptu Syaharuddin dan Bhayangkara Administrasi Penyelia Bidang Subdit 3 Ditnarkoba, Iptu Sehatma Manik.

    Sementara itu, untuk Bintara Ditnarkoba Brigadir Fahrudin Rizki Sucipto dijatuhkan hukuman demosi selama lima tahun.

    (mab/fea)

    [Gambas:Video CNN]

  • Mengenal Sistem Pengurangan Poin Pelanggaran Lalu Lintas, Berlaku Tahun Ini

    Mengenal Sistem Pengurangan Poin Pelanggaran Lalu Lintas, Berlaku Tahun Ini

    Jakarta: Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengumumkan bahwa sistem pengurangan poin pelanggaran lalu lintas mulai diberlakukan pada tahun 2025.

    Penerapan sistem baru ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan berlalu lintas dan memberikan efek jera kepada para pelanggar lalu lintas.

    Mekanisme pengurangan poin lalu lintas

    Kepala Korlantas Polri, Irjen Aan Suhanan, menjelaskan bahwa sistem poin ini dikenal dengan nama Traffic Activity Report. Sistem ini menggunakan nilai kepatutan berkendara atau merit point system, yang akan mencatat perilaku pengendara berdasarkan pelanggaran lalu lintas dan keterlibatan dalam kecelakaan lalu lintas.

    “Ini nantinya akan menjadi data keselamatan terhadap perilaku masyarakat dalam berkendaraan atau berlalu lintas di jalan dengan parameternya adalah pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas,” katanya dalam keterangannya.

    Menurut Aan, setiap pemegang Surat Izin Mengemudi (SIM) akan memiliki 12 poin yang berlaku selama satu tahun. Poin-poin ini akan berkurang tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan pengendara, seperti berikut:

    Pelanggaran ringan: dikurangi 1 poin
    Pelanggaran sedang: dikurangi 3 poin
    Pelanggaran berat: dikurangi 5 poin
    Kecelakaan yang menyebabkan kematian: dikurangi 12 poin

     

    Konsekuensi SIM diblokir

    Jika poin dalam waktu satu tahun habis, maka SIM pengendara akan diblokir atau ditarik. Hal ini akan mempengaruhi proses perpanjangan SIM.

    Jika pengendara terlibat dalam tabrak lari, SIM bisa langsung dicabut dan bahkan bisa dicabut secara permanen.

    Selain itu, sistem ini juga akan terintegrasi dengan penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Artinya, catatan pelanggaran lalu lintas dan keterlibatan dalam kecelakaan akan tercatat dalam dokumen tersebut.

    Tercantum di Perpol Nomor 5 Tahun 2021 

    Sistem ini mengacu kepada Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penerbitan dan Penandaaan SIM yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal (POL) Listyo Sigit Prabowo pada 19 Februari 2021. Melalui Perpol ini, maka para pelanggar lalu lintas akan dikenakan poin dan bisa saja SIM dicabut apabila poin yang ada melebihi batas yang ditetapkan. 

    Poin ini akan diberikan setiap ada pelanggaran maupun kecelakaan lalu lintas, dan besarannya sesuai dengan penggolongan pelanggaran dan kecelakaan. Kemudian, poin tersebut akan dicatat secara elektronik dalam Sistem Informasi Pelanggar dan Kecelakaan Lalu Lintas (SIPKLL) pemilik SIM.

    Jakarta: Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengumumkan bahwa sistem pengurangan poin pelanggaran lalu lintas mulai diberlakukan pada tahun 2025.
     
    Penerapan sistem baru ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan berlalu lintas dan memberikan efek jera kepada para pelanggar lalu lintas.

    Mekanisme pengurangan poin lalu lintas

    Kepala Korlantas Polri, Irjen Aan Suhanan, menjelaskan bahwa sistem poin ini dikenal dengan nama Traffic Activity Report. Sistem ini menggunakan nilai kepatutan berkendara atau merit point system, yang akan mencatat perilaku pengendara berdasarkan pelanggaran lalu lintas dan keterlibatan dalam kecelakaan lalu lintas.

    “Ini nantinya akan menjadi data keselamatan terhadap perilaku masyarakat dalam berkendaraan atau berlalu lintas di jalan dengan parameternya adalah pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas,” katanya dalam keterangannya.

    Menurut Aan, setiap pemegang Surat Izin Mengemudi (SIM) akan memiliki 12 poin yang berlaku selama satu tahun. Poin-poin ini akan berkurang tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan pengendara, seperti berikut:

    Pelanggaran ringan: dikurangi 1 poin
    Pelanggaran sedang: dikurangi 3 poin
    Pelanggaran berat: dikurangi 5 poin
    Kecelakaan yang menyebabkan kematian: dikurangi 12 poin
     
     

    Konsekuensi SIM diblokir

    Jika poin dalam waktu satu tahun habis, maka SIM pengendara akan diblokir atau ditarik. Hal ini akan mempengaruhi proses perpanjangan SIM.
    Jika pengendara terlibat dalam tabrak lari, SIM bisa langsung dicabut dan bahkan bisa dicabut secara permanen.

    Selain itu, sistem ini juga akan terintegrasi dengan penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Artinya, catatan pelanggaran lalu lintas dan keterlibatan dalam kecelakaan akan tercatat dalam dokumen tersebut.

    Tercantum di Perpol Nomor 5 Tahun 2021 

    Sistem ini mengacu kepada Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penerbitan dan Penandaaan SIM yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal (POL) Listyo Sigit Prabowo pada 19 Februari 2021. Melalui Perpol ini, maka para pelanggar lalu lintas akan dikenakan poin dan bisa saja SIM dicabut apabila poin yang ada melebihi batas yang ditetapkan. 

    Poin ini akan diberikan setiap ada pelanggaran maupun kecelakaan lalu lintas, dan besarannya sesuai dengan penggolongan pelanggaran dan kecelakaan. Kemudian, poin tersebut akan dicatat secara elektronik dalam Sistem Informasi Pelanggar dan Kecelakaan Lalu Lintas (SIPKLL) pemilik SIM.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • Kasus Pemerasan Penonton DWP Coreng Muka Indonesia, DPR Dorong Polri Tindak Tegas Para Pelaku – Halaman all

    Kasus Pemerasan Penonton DWP Coreng Muka Indonesia, DPR Dorong Polri Tindak Tegas Para Pelaku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus pemerasan berkedok razia narkoba ilegal yang terjadi di acara Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 mencuri perhatian publik setelah melibatkan 18 anggota polisi.

    Belasan oknum polisi menggunakan modus ancaman terhadap penonton, terutama warga negara Malaysia, dengan tuduhan penyalahgunaan narkoba meskipun hasil tes menunjukkan negatif.

    Tindakan tersebut dilakukan untuk memperoleh uang tebusan, yang totalnya mencapai Rp 2,5 miliar dari 45 korban.

    Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo mengecam keras laku lancung para oknum tersebut.

    Ia meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit prabowo memberikan tindakan tegas dengan menyeret para pelaku ke meja peradilan umum pidana.

    “Diberi sanksi yang berat seberat-beratnya berupa apa? berupa pemberhentian dan kalau perlu diseret ke peradilan umum untuk dimintai tanggung jawabnya gitu, jangan ada kesan melindungi anggota dilakukan perbuatan tercela kita dorong itu,” katanya kepada wartawan, Senin (6/1/2025). 

    Politikus NasDem ini mengaku kecewa dengan tindak tanduk oknum Polda Metro Jaya yang mencoreng nama Indonesia di mata internasional khusunya dalam hubungan bilateral RI-Malaysia.

    “Kita dorong pimpinan Polri untuk mengambil langkah tegas iya terhadap siapapun oknum di anggota Polri yang melakukan pelanggaran pidana. Apalagi kasus ini mencoreng institusi Polri bukan hanya di mata nasional tapi sudah mata internasional iya, sehingga tindakan pelaku perbuatan anggota Polri yang pemerasan ini harus diberi sanksi yang sekeras kerasnya,” katanya.

    Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Yoyok Riyo Sudibyo berpandangan perbuatan tersebut hanya merupakan segelintir oknum saja.

    “Ini oknum sama dengan Malaysia juga pasti ada oknum-oknumnya. Dan secara gamblang Indonesia juga sudah memproses secara hukum dengan baik. Jadi Malaysia juga pasti mengerti,” katanya.

    Meski begitu, Rudianto acungan jempol kepada Polri yang tegas memecat anggotanya di kasus pemerasan pengunjung Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Rudianto menyebut hal inilah yang menjadi harapan publik.

    “Kita patut acungi jempol pimpinan Polri karena berani mengambil langkah tegas. Seperti inilah harusnya yang diharapkan publik, masyarakat di mana ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh alat negara kita, Polri, yang tugasnya mengayomi melindungi ya. Lantas kemudian dia melakukan kejahatan maka diharapkan masyarakat itu adalah langkah tegas menindak,” ucapnya.

    Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan pihak Kepolisian tidak serius menangani kasus pemerasan oleh oknum personelnya yang terjadi di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) jika berencana mengembalikan uang korban.

    “Rencana pengembalian uang hasil pemerasan Rp2,5 miliar oleh Polri kepada korban penonton DWP membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP),” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Sugeng menjelaskan bahwa menurut hukum uang yang disita tersebut adalah merupakan barang bukti hasil kejahatan.

    “Sehingga, kalau uang yang disita dikembalikan maka tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut,” katanya.

    Sugeng menambahkan, penegak hukum tahu bahwa barang bukti itu akan dibawa ke peradilan dan hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap warga negara Malaysia untuk menentukan apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan.

    “Polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp2,5 miliar tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil pemerasan,” katanya.

    Sebelumnya, majelis sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menggelar sidang etik pertama Selasa (31/12). Sidang etik itu dipantau langsung oleh Kompolnas.

    Hasil sidang etik itu, dua oknum polisi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat. Dua oknum polisi itu yakni mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dan mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful.

    “Terhadap terduga masing-masing 2 terduga pelanggar telah diberikan putusan Majelis Komisi sidang kode etik profesi Polri dijatuhi sanksi berupa Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PTDH),” kata Karo Penmas Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangan tertulis, Rabu (1/1/2025).

    Polri melanjutkan sidang etik terhadap mantan Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia (MEY). AKBP Malvino dinyatakan melakukan pelanggaran etik dugaan pemerasan pengunjung konser DWP.

    “Pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (2/1/2025).

    Proses sidang etik kasus ini masih terus berjalan. Ada potensi jumlah anggota yang dipecat akan bertambah.

  • IPW Kritisi Rencana Pengembalian Uang Hasil Pemerasan Rp2,5 Miliar di Kasus DWP – Halaman all

    IPW Kritisi Rencana Pengembalian Uang Hasil Pemerasan Rp2,5 Miliar di Kasus DWP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso mengkritisi rencana pengembalian uang hasil pemerasan Rp2,5 Miliar oleh Polri kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP).

    Menurutnya langkah itu membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP). 

    Pasalnya, kalau Institusi Polri merupakan penyidik seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan dan menurut hukum maka uang yang disita itu adalah merupakan barang bukti hasil kejahatan. 

    Sehingga kalau uang yang disita dikembalikan maka tidak ada barang bukti  yang bisa dijadikan penyidik menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut. 

    “Penegak hukum tahu, bahwa barang bukti itu akan dibawa ke peradilan dan nanti hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia untuk menentukan apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (6/1/2025).

    Polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp2,5 miliar tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan pemerasan.

    Kalau uang yang disita sebesar Rp 2,5 Miliar dari 45 korban pemerasan WN Malaysia tersebut jadi dikembalikan maka sama saja dengan meniadakan/menghilangkan barang bukti untuk proses hukum.

    “Tentunya menjadi tanda tanya masyarakat serta  akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan merosot,” imbuhnya.

    Sebab, pemerasan yang dilakukan oleh satuan kerja di reserse narkoba secara berjamaah itu tidak akan diproses secara hukum padahal sudah terlanjur ramai di media sosial, baik di tanah air maupun di luar negeri. 

    Dugaan tindak pidana pemerasan dalam jabatan dalam kasus DWP ini masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang tidak dapat diselesaikan dengan jalur Restorarive justice. 

    Hanya melalui proses pemeriksaan pidana maka dugaan pemerasan dalam jabatan ini bisa didalami modus,.motif serta aliran dana kepada pihak lain dan juga adanya potensi TPPU bisa muncul karena uang hasil pemerasan tersebut ditampung pada rekening tertentu milik pihak2 lain. 

    Oleh karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) menilai yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah ketegasan dan komitmen memberantas polisi-polisi nakal. 

    Hal ini sesuai yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan memberi perintah tegas kepada jajarannya agar tak segan memberi hukuman kepada anggota yang melanggar hukum.

    “Perlu tindakan tegas, jadi tolong tidak pakai lama, segera copot, PTDH, dan proses pidana. Segera lakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya. Saya minta tidak ada Kasatwil yang ragu, bila ragu, saya ambil alih,” kata Kapolri dalam arahannya kepada jajaran. (Tribunnews/Reynas Abdila)

  • 4
                    
                        Chuck Putranto, Eks Anak Buah Ferdy Sambo Dapat Jabatan Baru di Polda Metro Jaya
                        Megapolitan

    4 Chuck Putranto, Eks Anak Buah Ferdy Sambo Dapat Jabatan Baru di Polda Metro Jaya Megapolitan

    Chuck Putranto, Eks Anak Buah Ferdy Sambo Dapat Jabatan Baru di Polda Metro Jaya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP)
    Chuck Putranto
    , mantan anak buah eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, yang sempat terlibat kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, mendapatkan jabatan baru di Polda Metro Jaya.
    Chuck Putranto mendapatkan jabatan baru setelah menjalani demosi setahun pada 1 Agustus 2024.
    Pengangkatan jabatan ini diketahui berdasarkan Surat Telegram nomor ST/1/KEP/2025 tertanggal 2 Januari 2025.
    Dalam jabatan barunya, Chuck Putranto akan menjabat sebagai Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dia menggantikan AKBP Indra S Tarigan.
    Sedangkan, Kabagbinopsnal Ditbinmas Polda Metro Jaya yang sebelumnya dijabat Chuck Putranto kini diisi oleh Indra S Tarigan.
    Chuck Putranto merupakan satu dari tujuh anggota Polri yang terjerat kasus obstruction of justice perkara penembakan Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambo.
    Saat kasus ini bergulir, Chuck merupakan Sekretaris Pribadi (Spri) eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo
    Chuck dinyatakan terlibat dalam perintangan penyidikan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
    Menurut surat dakwaan jaksa, Chuck ikut terlibat dalam pengamanan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
    Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada Chuck Putranto dengan denda Rp10 juta subsider tiga bulan penjara.
    Selain itu, Chuck Putranto juga mendapatkan hukuman pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) dari kepolisian.
    Chuck Putranto terbukti melanggar kode etik kepolisian, karena menghalangi proses penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J.
    Meski begitu, hukuman PTDH dibatalkan setelah Chuck Putranto lakukan banding. Saat itu, dia hanya mendapatkan hukuman demosi setahun dan tetap menjadi anggota Polri.
    “Putusan banding yang bersangkutan tidak di-PTDH,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Kamis (29/6/2023).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mantan Bawahan Ferdy Sambo, Chuck Putranto Dapat Jabatan di Polda Metro Jaya, Naik Pangkat Jadi AKBP – Halaman all

    Mantan Bawahan Ferdy Sambo, Chuck Putranto Dapat Jabatan di Polda Metro Jaya, Naik Pangkat Jadi AKBP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapolda Metro Jaya kembali merotasi sejumlah anggotanya di awal tahun 2025. Salah satunya adalah mantan anak buah eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo yakni Chuck Putranto.

    Adapun perotasian itu tertuang dalam Surat Telegram Nomor ST/1/1/KEP/2025, yang dikeluarkan pada tanggal 2 Januari 2025.

    “Ya benar,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam keterangannya.

    Dalam surat telegram itu, Chuck kini menjabat sebagai Kabag Bin Opsnal Ditreskrimum Polda Metro Jaya setelah dirotasi dari Kabag Bin Opsnal Ditbinmas Polda Metro Jaya.

    Dia bertukar jabatan dengan AKBP Indra S Tarigan yang sebelumnya menjabat jabatan yang diisi oleh Chuck. Sedangkan Indra mengisi jabatan yang ditinggal Chuck. 

    Selain jabatan baru, pangkat Chuck juga naik satu tingkat lebih tinggi. Saat terjerat kasus pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo, Chuck masih berpangkat Komisaris Polisi (Kompol).

    Saat ini, Chuck sendiri sudah mendapat kenaikan pangkat menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).

    Untuk informasi, Chuck sendiri hampir dipecat atau sanksi pembehentian tidak dengan hormat (PTDH) atas kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

    Namun, dia melakukan banding dan hanya mendapat hukuman demosi selama satu tahun lamanya.

    Selain Chuck, nama polisi yang disanksi atas kasus Ferdy Sambo ini antara lain eks Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhu Herdi Susanto yang kini berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).

    Terdakwa kasus perintangan penyelidikan Chuck Putranto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023) (Tribunnews/Rahmat Fajar Nugraha)

    Selanjutnya, ada nama lain seperti Kombes Murbani Budi Pitono, AKBP Handik Zusen, hingga AKBP Ari Cahya yang juga kembali bertugas.

    Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan pemberian jabatan dan kenaikan pangkat itu merupakan kebijakan pimpinan melalui pertimbangan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri

    “Kebijakan pimpinan dalam memberikan reward atau punishment agar dilaksanakan lewat rapat Wanjakti, lewat rapat Wanjakti itu lah yang akan memutuskan seseorang mendapatkan reward atau punishment,” kata Sandi kepada wartawan di Auditorium Mutiara STIK-PTIK, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2024).

    Mantan Kapolrestabes Surabaya ini menyebut baik anggota yang berprestasi maupun yang bermasalah akan mendapat konsekuensinya masing-masing.

    Bagi anggota yang baik akan diberikan penghargaan atau reward, sedangkan yang bersalah akan diberikan sanksi etik.

    “Tetapi memberikan tindakan itu juga berdasarkan putusan dalam hal ini ditentukan Wanjakti,” jelas jenderal polisi bintang dua itu.