Bisnis.com, JAKARTA – Dolar AS terpantau melemah setelah data inflasi produsen turun secara tak terduga pada Agustus. Kondisi tersebut semakin memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan kembali memangkas suku bunga pada akhir bulan ini.
Berdasarkan data Reuters pada Kamis (11/9/2025), indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, melemah tipis ke level 97,74. Sepanjang tahun berjalan, indeks ini sudah turun 10% akibat gejolak kebijakan perdagangan dan fiskal AS, serta kekhawatiran meningkat atas independensi bank sentral.
Terhadap yen, dolar melemah tipis ke posisi 147,31, sementara terhadap euro relatif datar di level US$1,1706. Sebelum rilis data, dolar sempat menguat moderat terhadap keduanya.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan indeks harga produsen (PPI) untuk permintaan akhir turun 0,1% secara bulanan, setelah pada Juli direvisi turun menjadi kenaikan 0,7%. Padahal, jajak pendapat Reuters memperkirakan kenaikan 0,3%. Secara tahunan, PPI naik 2,6% pada Agustus, di bawah ekspektasi kenaikan 3,3%.
“Peluang pemangkasan 50 basis poin memang meningkat, tetapi masih sangat kecil. Ekonomi melambat, namun tidak menunjukkan tanda-tanda resesi, bahkan bisa kembali menguat dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Karl Schamotta, Kepala Strategi Pasar Corpay di Toronto.
Dia melanjutkan tekanan inflasi tampak mereda, meski risikonya masih cenderung ke atas. Schamotta menyebut, bagi sebagian besar pelaku pasar, pemangkasan 25 basis poin tetap menjadi skenario paling masuk akal.
Mengacu pada alat CME FedWatch, pasar kini memperkirakan peluang 90% The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin bulan ini, dengan kemungkinan 10% untuk pemangkasan lebih agresif sebesar 50 basis poin. Angka ini sedikit berubah dari proyeksi Selasa malam yang masing-masing 93% dan 7%.
Setelah rilis data PPI, investor kini menantikan data inflasi konsumen (CPI) Agustus yang akan dirilis Kamis (11/9/2025). Survei Reuters memperkirakan CPI utama naik 0,3% secara bulanan dan 2,9% secara tahunan.
Di sisi geopolitik, ketegangan global turut membayangi pasar. Serangan udara Israel yang menargetkan pemimpin Hamas di Qatar pada Selasa, serta aksi Polandia menembak jatuh drone yang masuk wilayah udaranya saat Rusia menyerang Ukraina Barat pada Rabu, membuat investor tetap waspada.
Euro sempat menguat 0,3% terhadap zloty Polandia ke level 4,259, kenaikan harian terbesar sejak 11 Agustus.
Sementara itu, pasar nyaris tak bereaksi terhadap putusan pengadilan yang sementara memblokir langkah Presiden AS Donald Trump untuk memberhentikan Gubernur The Fed Lisa Cook. Kasus ini diperkirakan berlanjut hingga Mahkamah Agung AS.
Adapun data pada Selasa (9/9/2025) menunjukkan bahwa ekonomi AS kemungkinan menciptakan 911.000 lapangan kerja lebih sedikit sepanjang 12 bulan hingga Maret dibandingkan perkiraan sebelumnya, menandakan perlambatan pasar tenaga kerja sudah terjadi sebelum tarif impor agresif Trump diberlakukan.



/data/photo/2025/09/10/68c1156f8d2cc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/08/20/68a57694b4529.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/09/04/68b8ebd51c8a8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
