Tag: Lili Romli

  • Momentum Lebaran 2025: Merajut persatuan di tengah polarisasi politik

    Momentum Lebaran 2025: Merajut persatuan di tengah polarisasi politik

    Mari jadikan Lebaran 2025 sebagai momentum untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang mungkin sempat terkoyak, demi Indonesia yang lebih harmonis, kuat, dan bersatu.

    Jakarta (ANTARA) – Lebaran selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Indonesia. Lebih dari sekadar perayaan keagamaan, Lebaran adalah ajang mempererat silaturahmi, berbagi kebahagiaan, dan menumbuhkan kembali semangat kebersamaan.

    Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan besar berupa polarisasi politik yang semakin tajam. Pemilu 2024 yang baru saja berlalu meninggalkan residu ketegangan, membuat perbedaan politik merasuk hingga ke ranah keluarga, komunitas, dan media sosial.

    Apakah Lebaran 2025 bisa menjadi momentum untuk merajut kembali persatuan? Bagaimana kita sebagai bangsa dapat bergerak maju tanpa harus mengorbankan kebebasan berpendapat dan semangat demokrasi?

    Ancaman bagi kohesi sosial

    Polarisasi politik di Indonesia bukan lagi sekadar perbedaan pendapat, tetapi telah berkembang menjadi sekat-sekat sosial yang menghambat komunikasi dan kerja sama antarwarga.

    Peneliti Senior Pusat Riset Politik BRIN Lili Romli mengatakan polarisasi politik menyebabkan masyarakat terbelah dalam blok masing-masing sehingga mengganggu kohesi sosial dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.

    Survei Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) pada Maret 2023 menunjukkan bahwa masyarakat terbagi dalam dua kelompok besar: 57 persen cenderung pro-pemerintah dan 43 persen menunjukkan sikap oposisi yang lebih konservatif.

    Adapun faktor-faktor utama yang memperparah polarisasi ini. Pertama, perbedaan pilihan politik dalam pemilu, khususnya dalam mendukung calon presiden tertentu.

    Kedua, dugaan keterlibatan penguasa dalam mendukung salah satu kandidat secara tidak netral. Ketiga, narasi yang dimainkan oleh media sosial, termasuk penggunaan buzzer dan kampanye hitam yang memperkeruh suasana.

    Tak hanya berdampak pada politik, polarisasi juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Tradisi diskusi sehat semakin sulit dilakukan karena setiap perbedaan pendapat dianggap sebagai ancaman.

    Momen bangun kembali jembatan persatuan

    Di tengah ketegangan politik yang masih terasa, Lebaran 2025 bisa menjadi momentum strategis untuk rekonsiliasi.

    Seperti yang diungkapkan Lili Romli, tradisi halalbihalal memiliki kekuatan untuk mencairkan suasana dan menjadi ajang rekonsiliasi, tidak hanya bagi masyarakat umum, tetapi juga bagi para elit politik.

    Lebaran bisa dimanfaatkan untuk membangun dialog yang sehat. Pasalnya, silaturahim saat Lebaran memungkinkan berbagai pihak duduk bersama dalam suasana yang lebih cair, membuka ruang diskusi yang lebih terbuka, dan menghilangkan sekat-sekat politik yang selama ini membatasi interaksi.

    Kemudian, menekan ego dan dendam politik. Pemilu sudah selesai, saatnya membuka lembaran baru. Para elit politik diharapkan lebih bijak dalam meredam ketegangan dan memberikan contoh bagi masyarakat bahwa kepentingan bangsa harus diutamakan di atas kepentingan kelompok.

    Selanjutnya, meningkatkan solidaritas sosial. Tradisi berbagi di hari Lebaran bisa menjadi sarana untuk menunjukkan bahwa kepedulian dan kebersamaan jauh lebih penting dibanding perbedaan pandangan politik.

    Peran nasionalisme jaga persatuan

    Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina menekankan bahwa semangat nasionalisme masih kuat di masyarakat.

    Fenomena kampanye daring seperti #KaburAjaDulu atau Indonesia Gelap justru menunjukkan betapa besarnya kepedulian publik terhadap arah kebijakan pemerintah.

    Namun, ia juga mengingatkan bahwa polarisasi sering kali terjadi karena kegagapan elit dalam merespons kritik publik. Ketika pemerintah kurang berempati dan lebih bersikap defensif terhadap aspirasi rakyat, ketegangan politik semakin meningkat.

    Oleh karena itu, diperlukan pola komunikasi yang lebih partisipatif dan dialogis antara pemerintah dan masyarakat.

    Beberapa langkah konkret yang bisa diambil untuk memperkuat semangat nasionalisme di tengah perbedaan politik, yakni meningkatkan keterbukaan pemerintah dalam merespons kritik agar tidak menimbulkan antipati dari masyarakat.

    Lalu, mendorong kesadaran masyarakat bahwa perbedaan politik bukanlah perpecahan tetapi bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Selanjutnya, menjadikan Lebaran sebagai momen untuk membangun narasi persatuan, baik melalui pidato kenegaraan, tokoh agama, maupun media sosial.

    Media sosial

    Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial menjadi faktor utama dalam memperkuat polarisasi di Indonesia. Sejak Pilpres 2014, Pilgub DKI 2017, hingga Pilpres 2019, penggunaan buzzer dan penyebaran hoaks telah memperparah jurang perbedaan di masyarakat.

    Caroline Paskarina menegaskan bahwa media sosial memiliki dua sisi, yaitu menjadi sarana edukasi dan demokrasi dan menciptakan perpecahan jika tidak digunakan dengan bijak.

    Untuk itu, literasi digital menjadi kunci utama dalam menangkal polarisasi di media sosial.

    Langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat untuk lebih bijak dalam bermedia sosial. Pertama, mengecek kebenaran informasi sebelum membagikannya guna mencegah penyebaran hoaks yang dapat memicu kebencian.

    Kedua, menghindari debat yang provokatif dan lebih mengutamakan diskusi berbasis data dan fakta. Ketiga,tidak terprovokasi oleh buzzer atau narasi yang memecah belah.

    Keempat, menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif dan nasionalisme, seperti semangat gotong royong dan persatuan.

    Bangun bangsa dengan semangat Lebaran

    Lebaran 2025 bisa menjadi titik balik untuk mengurangi ketegangan politik dan membangun kembali persatuan bangsa. Dengan semangat silaturahim, gotong royong, dan saling memaafkan, kita bisa memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan mengurangi dampak negatif polarisasi.

    Para elit politik perlu menunjukkan sikap rekonsiliatif, sementara masyarakat harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial agar tidak terjebak dalam narasi yang memecah belah.

    Mari jadikan Lebaran 2025 sebagai momentum untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang mungkin sempat terkoyak, demi Indonesia yang lebih harmonis, kuat, dan bersatu.

    Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hadiri Retret Kepala Daerah, Puan Maharani Sampaikan Pesan Megawati Ini untuk Prabowo

    Hadiri Retret Kepala Daerah, Puan Maharani Sampaikan Pesan Megawati Ini untuk Prabowo

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, mengunjungi retret kepala daerah di Magelang kemarin, 27 Februari 2025. Ia terlihat bersama dengan Presiden RI Pabowo Subianto beserta para mantan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi).

    Dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 28 Februari 2025, Puan mengatakan bahwa pertemuan dengan Presiden dan para mantan Presiden RI tersebut hanya silaturahmi.

    “Silaturahmi santai, berbicara berdiskusi,” ujarnya.

    Puan bersama dengan tiga pemimpin negara tersebut berkumpul di sebuah ruangan sebelum menghadiri upacara parade senja. Ia juga mengenakan seragam Komponen Cadangan (Komcad).

    Pesan Megawati untuk Prabowo

    Pertemuan tiga presiden dan Ketua DPR tersebut menjadi momen bagi Presiden Prabowo dan para pemimpin lainnya untuk menjalin silaturahmi secara santai serta bertukar gagasan demi pembangunan Indonesia.

    “Berkumpul dan bersilaturahmi tiga presiden dan ketua-ketua lembaga dalam situasi yang sangat santai bersama seluruh kepala daerah untuk bersama-sama nantinya bertukar pikiran dalam membangun bangsa dan negara,” ujarnya.

    Puan juga menyampaikan pesan ibunya, Megawati Soekarnoputri, untuk Presiden Prabowo. Megawati yang merupakan Presiden ke-5 RI tersebut diundang pula untuk menghadiri parade senja. Akan tetapi, ia dikonfirmasi tidak dapat hadir.

    “Semoga acaranya berjalan dengan baik dan lancar, bermanfaat bagi bangsa dan negara,” kata Puan menyampaikan pesan ibunya.

    PDIP Siap Masuk Pemerintahan?

    Sementara itu, menurut Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, kehadiran Puan dalam kegiatan retret tersebut mencerminkan perwakilan dari PDIP.

    “Saya kira hal yang baik dan bagus kehadiran Puan pada acara penutupan retret tersebut. Kehadirannya bukan hanya sebagai Ketua DPR saja, saya kira juga bisa menjadi representasi dari PDIP,” ujar Lili.

    Ia menyebut hal itu bisa meregakan ketegangan yang sempat muncul usai Megawati menginstruksikan agar pada kader PDIP yang terpilih sebagai kepala daerah menunda partisipasi mereka.

    Akan tetapi, Lili menyebut bahwa meskipun hubungan baik dengan Prabowo tetap dijaga dan kehadiran Puan dalam retret kepala daerah menjadi bagian dari dinamika politik, hal ini tidak serta-merta mengindikasikan bahwa PDIP akan bergabung dalam pemerintahan.

    “PDIP tetap menjadi mitra strategis yang mengontrol jalan pemerintahan agar mekanisme check and balances tetap berjalan,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • BRIN: Kehadiran Puan di retret kepala daerah representasikan PDIP

    BRIN: Kehadiran Puan di retret kepala daerah representasikan PDIP

    Kendati demikian, posisi PDIP berada di luar pemerintahan harus tetap dipertahankan. Adapun hubungan yang baik dengan Presiden RI Prabowo Subianto serta kehadiran Puan di dalam pembekalan/retret kepala daerah tidak harus bermuara pada bersatunya PDIP

    Jakarta (ANTARA) – Peneliti Senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menilai kehadiran Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Politik Puan Maharani dalam kegiatan pembekalan atau retret kepala daerah di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah (27/2), merupakan representasi dari partai berlambang banteng moncong putih.

    “Saya kira hal yang baik dan bagus kehadiran Puan pada acara penutupan retret tersebut. Kehadirannya bukan hanya sebagai Ketua DPR saja, saya kira juga bisa menjadi representasi dari PDIP,” kata Lili saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.

    Hal ini membuat ketegangan yang sempat muncul dari dampak instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri agar kepala daerah dari PDIP menunda ikut pembekalan atau retret sudah selesai dan tidak ada persoalan lagi.

    Kendati demikian, menurut Lili, publik berharap posisi PDIP berada di luar pemerintahan harus tetap dipertahankan. Adapun hubungan yang baik dengan Presiden RI Prabowo Subianto serta kehadiran Puan di dalam pembekalan/retret kepala daerah tidak harus bermuara pada bersatunya PDIP dalam pemerintahan.

    “PDIP tetap menjadi mitra strategis yang mengontrol jalan pemerintahan agar mekanisme check and balances tetap berjalan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani turut hadir dalam upacara parade senja dalam kegiatan Retret Kepala Daerah di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Kamis, yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto dan dihadiri Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Ke-7 Joko Widodo.

    Puan mengenakan seragam loreng Komponen Cadangan (Komcad) sama dengan yang dikenakan Prabowo, Jokowi, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), serta para peserta pembekalan/retret. Dia pun sempat bertemu dengan para tokoh politik bangsa itu di suatu ruangan.

    Setelah parade senja usai, Puan pun ikut menghadiri acara malam keakraban sekaligus farewell dinner bagi para kepala daerah.

    Pembekalan/retret kepala daerah gelombang pertama yang dimulai sejak Jumat (21/2), akan resmi ditutup setelah Presiden Prabowo memberikan pengarahan pada Jumat (28/2).

    “Saya ingin menyampaikan ucapan selamat kepada para gubernur, wali kota, dan bupati seluruh Indonesia yang telah dilantik oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 20 Februari 2025 untuk menjalankan tugas pengabdian membangun Indonesia di daerah,” kata Puan.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kepala daerah PDIP seharusnya tetap ikut retret di Magelang

    Kepala daerah PDIP seharusnya tetap ikut retret di Magelang

    Peneliti Senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli (ANTARA/Narda Margaretha Sinambela)

    Peneliti: Kepala daerah PDIP seharusnya tetap ikut retret di Magelang
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 22 Februari 2025 – 10:43 WIB

    Elshinta.com – Peneliti Senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyarankan kepada para kepala daerah dari PDI Perjuangan (PDIP) untuk tetap mengikuti kegiatan pembekalan atau retret di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.

    “Pilihan tentu tergantung para kepala daerah dari PDIP tersebut. Namun saya secara pribadi karena kegiatan retret tersebut bagian dari kegiatan pemerintahan, sebaiknya ikut,” kata Lili saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.

    Ia pun mengutip kalimat bijak mantan Presiden Amerika Serikat (AS) John F Kennedy. Perkataan itu yakni “Loyalty to my party ends when loyalty to my country begins” atau “Loyalitasku kepada partai berakhir ketika loyalitasku kepada negara mulai”.

    “Seperti semboyan John F Kennedy, kesetiaan pada partai berhenti ketika kesetiaan pada negara dimulai,” ujarnya.

    Di sisi lain, dia tak menutup kemungkinan bahwa surat instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada para kepala daerah yang diusung partainya untuk tidak mengikuti acara retret yang digelar pada 21–28 Februari 2024, tentu membuat kepala daerah dari PDIP menghadapi dilema.

    Pasalnya, sebagai bagian unsur pemerintahan, presiden adalah pemimpin tertinggi.

    Oleh karena itu, ketika ada arahan untuk mengikuti retret saat ini, maka sebagai kepala daerah yang merupakan unsur pemerintah harus mengikuti arahan tersebut meski memang tidak wajib.

    “Namun, ketika ada instruksi dari Ketua Umum PDIP agar tidak mengikuti retret, tentu ini dilema lantaran maju kena, mundur kena,” ujarnya.

    Menurutnya, apabila memaksakan diri untuk retret pasti dianggap tidak patuh dan bisa kena sanksi disiplin.

    “Kalau sanksi ringan atau sedang berupa peringatan keras, mungkin tidak apa-apa, tapi jika sanksi berat dipecat dari keanggotaan partai membuat mereka takut,” jelas Lili.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto di Magelang, Jumat (21/2), menyampaikan total kepala daerah yang harus mengikuti retret kali ini sebanyak 503 orang kepala daerah, namun yang datang sebanyak 456 kepala daerah. Artinya sebanyak 47 orang lain belum hadir.

    “Tadi beberapa datang telat. Kemudian dari yang datang tersebut, 19 orang kami berikan dengan tanda gelang merah artinya kondisi fisiknya memerlukan atensi, seperti pascaoperasi penyakit serius dan sebagainya, tetapi mereka bersemangat untuk hadir tentu kita izinkan,” kata Bima Arya.

    Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan para kepala daerah yang diusung partainya untuk tidak mengikuti acara pembekalan atau retret yang digelar pada 21–28 Februari 2024 di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.

    Hal itu termuat dalam surat resmi PDIP bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Kamis (20/2).

    Adapun instruksi tersebut muncul setelah mencermati dinamika politik nasional yang terjadi pada hari yang sama, khususnya setelah penahanan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Surat itu menyebut, “mengingat Pasal 28 Ayat 1 AD/ART PDIP bahwa Ketua Umum sebagai sentral kekuatan politik partai berwenang, bertugas, bertanggung jawab, dan bertindak baik ke dalam maupun ke luar atas nama partai dan untuk eksistensi partai, program dan kinerja partai, maka seluruh kebijakan dan instruksi partai langsung berada di bawah kendali Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan”.

    Dalam surat itu juga, Megawati menginstruksikan semua kepala daerah dari PDIP yang kini tengah dalam perjalanan ke Kabupaten Magelang agar segera berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut.

    “Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21–28 Februari 2025. Sekiranya telah dalam perjalanan menuju Kota Magelang untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum,” tulis Megawati dalam surat itu.

    Selain itu, Megawati juga memerintahkan ratusan kepala daerah PDIP untuk tetap aktif berkomunikasi dengan DPP PDIP untuk menunggu perkembangan berikutnya terkait perkembangan politik nasional.

    “Tetap berada dalam komunikasi aktif dan stand by commander call,” sambungnya.

    Sumber : Antara

  • Kepala daerah PDIP sebaiknya ikut retret karena kegiatan pemerintahan

    Kepala daerah PDIP sebaiknya ikut retret karena kegiatan pemerintahan

    Jakarta (ANTARA) – Peneliti Senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyarankan kepada para kepala daerah dari PDI Perjuangan (PDIP) untuk tetap mengikuti kegiatan pembekalan atau retret di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.

    “Pilihan tentu tergantung para kepala daerah dari PDIP tersebut. Namun saya secara pribadi karena kegiatan retret tersebut bagian dari kegiatan pemerintahan, sebaiknya ikut,” kata Lili saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.

    Ia pun mengutip kalimat bijak mantan Presiden Amerika Serikat (AS) John F Kennedy. Perkataan itu yakni “Loyalty to my party ends when loyalty to my country begins” atau “Loyalitasku kepada partai berakhir ketika loyalitasku kepada negara mulai”.

    “Seperti semboyan John F Kennedy, kesetiaan pada partai berhenti ketika kesetiaan pada negara dimulai,” ujarnya.

    Di sisi lain, dia tak menutup kemungkinan bahwa surat instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada para kepala daerah yang diusung partainya untuk tidak mengikuti acara retret yang digelar pada 21–28 Februari 2024, tentu membuat kepala daerah dari PDIP menghadapi dilema.

    Pasalnya, sebagai bagian unsur pemerintahan, presiden adalah pemimpin tertinggi.

    Oleh karena itu, ketika ada arahan untuk mengikuti retret saat ini, maka sebagai kepala daerah yang merupakan unsur pemerintah harus mengikuti arahan tersebut meski memang tidak wajib.

    “Namun, ketika ada instruksi dari Ketua Umum PDIP agar tidak mengikuti retret, tentu ini dilema lantaran maju kena, mundur kena,” ujarnya.

    Menurutnya, apabila memaksakan diri untuk retret pasti dianggap tidak patuh dan bisa kena sanksi disiplin.

    “Kalau sanksi ringan atau sedang berupa peringatan keras, mungkin tidak apa-apa, tapi jika sanksi berat dipecat dari keanggotaan partai membuat mereka takut,” jelas Lili.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto di Magelang, Jumat (21/2), menyampaikan total kepala daerah yang harus mengikuti retret kali ini sebanyak 503 orang kepala daerah, namun yang datang sebanyak 456 kepala daerah. Artinya sebanyak 47 orang lain belum hadir.

    “Tadi beberapa datang telat. Kemudian dari yang datang tersebut, 19 orang kami berikan dengan tanda gelang merah artinya kondisi fisiknya memerlukan atensi, seperti pascaoperasi penyakit serius dan sebagainya, tetapi mereka bersemangat untuk hadir tentu kita izinkan,” kata Bima Arya.

    Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan para kepala daerah yang diusung partainya untuk tidak mengikuti acara pembekalan atau retret yang digelar pada 21–28 Februari 2024 di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.

    Hal itu termuat dalam surat resmi PDIP bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Kamis (20/2).

    Adapun instruksi tersebut muncul setelah mencermati dinamika politik nasional yang terjadi pada hari yang sama, khususnya setelah penahanan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Surat itu menyebut, “mengingat Pasal 28 Ayat 1 AD/ART PDIP bahwa Ketua Umum sebagai sentral kekuatan politik partai berwenang, bertugas, bertanggung jawab, dan bertindak baik ke dalam maupun ke luar atas nama partai dan untuk eksistensi partai, program dan kinerja partai, maka seluruh kebijakan dan instruksi partai langsung berada di bawah kendali Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan”.

    Dalam surat itu juga, Megawati menginstruksikan semua kepala daerah dari PDIP yang kini tengah dalam perjalanan ke Kabupaten Magelang agar segera berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut.

    “Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21–28 Februari 2025. Sekiranya telah dalam perjalanan menuju Kota Magelang untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum,” tulis Megawati dalam surat itu.

    Selain itu, Megawati juga memerintahkan ratusan kepala daerah PDIP untuk tetap aktif berkomunikasi dengan DPP PDIP untuk menunggu perkembangan berikutnya terkait perkembangan politik nasional.

    “Tetap berada dalam komunikasi aktif dan stand by commander call,” sambungnya.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • ‘Raja Kecil’ yang Disinggung Prabowo Bukan Isapan Jempol, Harus Diberantas!

    ‘Raja Kecil’ yang Disinggung Prabowo Bukan Isapan Jempol, Harus Diberantas!

    GELORA.CO – Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli merespons pidato Presiden Prabowo Subianto yang menyebut ada sejumlah oknum birokrat yang merasa jadi ‘raja kecil’ mencoba melawan kebijakan efisiensi anggaran.

    Lili meyakini memang terdapat gerakan perlawanan dari para ‘raja kecil; tersebut, terhadap kebijakan pemerintah pusat.

    “Ketika Presiden menyampaikan di forum bahwa ada perlawanan dari bawah terkait efesiensi anggaran, pasti itu bukan isapan jempol, bukan suatu mengada-ada, tapi sesuatu yang real,” kata Lili kepada wartawan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Bagi Lili, ‘raja kecil’ yang dimaksud Prabowo harus ditumpas, bukan sebaliknya. Agar tidak menciptakan ‘raja kecil’ lainnya.  “Jangan sampai kemudian tidak ada action untuk menangani raja-raja kecil tersebut,” ujarnya.

    Sebelumnya, Prabowo menyentil oknum-oknum yang tidak menyetujui kebijakan efisiensi anggaran dan merasa kebal hukum menghadapi keputusan-keputusan yang diambil oleh dirinya saat memperjuangkan kemakmuran rakyat.

    Prabowo mengatakan dirinya tak masalah dengan pembangkangan tersebut, namun oknum itu harus berani berhadapan langsung dengan rakyat, terutama kalangan ibu-ibu yang disebutnya dengan emak-emak.

    “Kau boleh melawan Prabowo, tetapi nanti kau lawan emak-emak itu semua itu. Bandel, dablek!” kata Prabowo dalam sambutan pada pembukaan Kongres XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama di Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2025).

    Dia menceritakan langkah efisiensi di berbagai kementerian dan lembaga diambil agar pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperlukan dan berpotensi menjadi ladang korupsi bisa dihilangkan.

    Namun, pada praktiknya ada saja pihak-pihak yang kontra dengan keputusan tersebut dan bahkan merasa kebal dari keputusan yang diambil Prabowo itu sehingga mengabaikannya.

    “Ada, yang melawan saya, ada. Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi raja kecil, ada,” ujar Prabowo.

  • Catatan Pengamat di 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Catatan Pengamat di 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Bisnis.com, JAKARTA — Isu kabinet gemuk, beban warisan dari Joko Widodo (Jokowi), hingga aksi pangkas-pangkas anggaran menjadi tantangan bagi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu.

    Pengamat Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli misalnya, mengatakan bahwa masalah ketersediaan anggaran akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Prabowo dan Gibran akan merealisasikan program-programnya.

    “Kemudian, koordinasi di antara menteri, birokrasi yang tidak ramping, beban bayar utang yang besar, kemiskinan, pengangguran, dan kekuatan oligarki,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (28/1/2025).

    Lili menuturkan bahwa struktur dalam Kabinet Merah Putih dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran sangat gemuk dan tidak efisien. Hal itu berimbas kepada tidak efektifnya penuntasan sejumlah program masyarakat.

    Kasus kepailitan Sritex hingga polemik pagar laut tak bertuan di perairan Tangerang menjadi salah satu contoh ketidaksinkronan koordinasi antar Kementerian.  

    Sementara itu, Pengamat Politik Algoritma, Aditya Perdana memandang bahwa tantangan utama untuk Prabowo-Gibran adalah mengenai birokrasi yang belum bisa bergerak lincah.

    “Tantangannya tentu birokrasi yang lincah untuk ikut serta dalam gaya kepemimpinan Prabowo, yang tidak mudah diikuti oleh seluruh birokrasi,” katanya kepada Bisnis, Selasa (28/1/2025).

    Adapun, lengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menekankan bahwa pada 100 hari pertama Prabowo bekerja, sebagian besar dilalui hanya untuk sinkronisasi jabatan di kementerian, sehingga nyaris tidak bekerja secara praktis dan membuang waktu.

    Mengenai Tantangan, Dedi mengungkapkan bahwa hal-hal yang perlu dihadapi oleh Prabowo adalah soal sinergi antar kementerian, efisiensi anggaran, dan kinerja tim yang solid. Sejauh ini, dia merasa tim di Prabowo tidak mengesankan hal itu.

    Sementara itu, pengamat politik dan Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio mengaskan bahwa tantangan paling utama bagi Prabowo adalah berkaitan dengan anggaran.

    “Beberapa kali Pak Prabowo bicara tentang uang kan. Negara ini gak punya duit. Sampai terakhir dia bilang harus ada penghematan, karena tadi program-programnya kebanyakan spending-nya gitu,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (28/1/2025).

    Berbeda dengan pengamat lainnya, pengamat politik Adi Prayitno menilai koordinasi dan birokrasi antar lembaga telah berjalan cukup bagus. Hanya saja dia masih mencatat persoalan dari sisi anggaran.

    “Misalnya soal makan bergizi gratis anggarannya masih diupayakan dari berbagai sumber, termasuk program rumah 3 juta rakyat juga masih diupayakan anggarannya,” pungkasnya.

  • Trump Langsung Gerak Cepat, Mimpi Prabowo Terganjal ‘Warisan’ Jokowi?

    Trump Langsung Gerak Cepat, Mimpi Prabowo Terganjal ‘Warisan’ Jokowi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto memiliki perhatian yang besar terhadap kedaulatan warganya. Prabowo, misalnya, tidak terlalu bangga dengan status sebagai negara G20 kalau masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. 

    “Apakah kita sadar kalau kemiskinan di Indonesia masih terlalu besar?,” kata Prabowo saat berpidato dalam pelantikan presiden 20 Oktober 2024 lalu.

    Sementara itu, Trump, memiliki pandangan yang lebih ekstrem. Trump adalah antitesis dari politik AS yang selama ini didominasi oleh kalangan liberal. Dia menggambarkan pelantikannya sebagai momentum penting dalam sejarah. Hal ini sejalan dengan retorika kampanyenya yang berulangkali ingin mengembalikan kejayaan Amerika: Make America Great Again! 

    “Zaman keemasan Amerika dimulai sekarang. Mulai hari ini negara kita akan berkembang dan dihormati lagi di seluruh dunia.”

    Kendati memiliki fokus yang sama, Trump dan Prabowo  lahir dalam situasi politik yang berbeda. Trump adalah antitesis dari presiden AS sebelumnya, Joe Biden. Trump adalah politikus Partai Republik yang dikenal dengan ide-ide populis dan konservatif. Dia sering kali menyalahkan Biden dalam berbagai macam kesempatan. 

    Sementara itu, Prabowo Subianto yang berlatar belakang militer, terpilih sebagai presiden dalam proses politik yang cukup rumit. Isu perpecahan hungga pelanggaran konstitusi menggelinding cukup kuat pada Pilpres 2024.

    Adapun, Prabowo sendiri dulunya adalah oposisi pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi). Namun pada tahun 2019, Prabowo memutuskan untuk bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. 

    Menariknya, pada Pilpres 2024, Prabowo berkolaborasi dengan putra sulung Presiden ke 7 Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Mereka memenangkan kontestasi. Prabowo resmi dilantik sebagai Presiden ke 8 Republik Indonesia pada 20 Oktober 2024 dan dalam beberapa kesempatan mengakui sebagai bagian dari politik keberlanjutannya Jokowi, termasuk soal Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

    “Saya bertekad untuk melanjutkan, kalau bisa menyelesaikan.”

    Kebangkitan Populisme Trump

    Pelantikan Donald Trump menjadi titik balik politik AS. Perhatian besar Trump terhadap isu Amerika tercermin dari kebijakan-kebijakan populis yang memicu kontroversi. Suami Melanija Knavs alias Melania Trump itu telah secara terang-terangan menabrak semua konsesus global yang dinilai merugikan AS. Dia tidak segan mengenakan tarif tinggi dan mengeluarkan ancaman bagi negara manapun yang telah maupun berpotensi merugikan kepentingan AS. 

    Menariknya, gertakan Trump juga bukan isapan jempol semata. Pasalnya, tidak sampai sehari usai dilantik sebagai presiden menggantikan Joe Biden, Trump langsung mengeluarkan kebijakan yang bikin geleng-geleng kepala. Trump, misalnya, secara terbuka memulai menabuh genderang perang tarif. Kali ini bukan hanya China, tetapi tetangganya, Kanada yang diancam dengan tarif sebesar 25%.

    “Kami berpikir dalam hal tarif 25% terhadap Meksiko dan Kanada, karena mereka mengizinkan banyak orang. Saya pikir kami akan melakukannya pada tanggal 1 Februari,” ujar Trump. 

    Presiden AS Donald TrumpPerbesar

    Ancang-ancang perang tarif yang dilakukan Trump itu mengingatkan kepada peristiwa serupa 6 sampai 7 tahun lalu. Saat itu, Trump menjabat presiden untuk periode 1. Perang tarif terjadi antara China dan AS. Trump memberlakukan tarif tinggi terhadap produk China. China membalasnya. Hanya saja, korban dari perang dagang antara AS dan China, tidak hanya keduanya negara. Tetapi tatanan ekonomi dan global pada waktu itu.

    Terjadi relokasi industri besar-besaran. Perusahaan AS keluar China. Vietnam ketiban berkah. Di sisi lain, supply chain atau rantai pasok global juga terganggu. Kondisi itu memicu Bank Dunia maupun Dana Moneter International, memangkas proyeksi ekonomi pada tahun 2018-2019. Alhasil, banyak negara yang tumbuh di luar ekspektasi, Indonesia, misalnya, pada tahun itu hanya tumbuh di kisaran 5,17%.

    Selain potensi pecahnya trade war jilid 2, kebijakan lain Trump yang memutuskan keluar dari WHO dan menarik diri dari Paris Agreement juga memicu ketidakpastian mengenai konsesus yang telah dicapai sebelumnya. Suka tidak suka, AS adalah salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Komitmen AS dalam aksi kerja sama global untuk mengatasi perubahan iklim sangat diperlukan untuk membatasi kenaikan suhu di bawah 2 derajat celcius.

    Namun, penarikan diri AS dalam konsesus tersebut, memunculkan spekulasi mengenai masa depan upaya mengatasi perubahan iklim, termasuk langkah sejumlah negara yang sebelumnya telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon demi tujuan tersebut. “Amerika Serikat tidak akan menyabotase industri kami sendiri sementara China mencemari lingkungan tanpa hukuman,” jelas Trump

    Posisi Politik Prabowo

    Jika Trump leluasa merealisasikan ide-ide nekatnya, pilihan Prabowo untuk melanjutkan program pendahulunya berbuntut panjang. Apalagi, pendahulu Prabowo, Jokowi, menyisakan ruang fiskal yang masih sangat terbatas untuk membiayai program-program utama pemerintahan Prabowo seperti makan siang gratis.

    Sekadar catatan total outstanding utang pemerintah per November 2024 mencapai Rp8.680,13 trilun, kemungkinan angkanya bertambah pada akhir 2024. Sementara itu,proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2024 5% atau PDB nominal di posisi Rp21.932 triliun.

    Dengan posisi total utang dan PDB nominal tersebut, rasio utang pemerintah diperkirakan mencapai Rp39,5%. Sementara itu, warisan rasio pajak pemerintahan Jokowi ke Prabowo hanya di kisaran 10%.

    Tidak ayal dengan kapasitas fiskal yang sangat terbatas itu, riuh rendah konsolidasi politik, kenaikan PPN, polemik kepailitan Sritex, makan bergizi gratis hingga kebijakan ‘kencangkan ikat pinggang’ alias penghematan anggaran mewarnai 100 hari pertama pemerintah Prabowo-Gibran.

    Publik sejatinya menaruh ekspektasi cukup tinggi kepada pemerintahan Prabowo-Gibran. Apalagi, janji pasangan presiden dan wakil presiden yang didukung oleh mayoritas partai parlemen, kecuali PDI Perjuangan (PDIP), cukup ambisius. Mereka ingin mengerek pertumbuhan ekonomi di angka 8%.

    Presiden Prabowo SubiantoPerbesar

    Namun alih-alih ingin bergerak cepat mengejar target pertumbuhan 8%, 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran justru diliputi ketidakpastian. Proses konsolidasi politik belum tuntas. Di sisi lain, Prabowo juga dihadapkan pada kondisi yang serba dilematis. Kepailitan Sritex telah mengancam puluhan ribu buruh yang bekerja di perusahaan tersebut.

    Sementara itu, terbatasnya ruang fiskal, memaksa pemerintahan Prabowo Subianto untuk melakukan langkah penghematan dengan memangkas anggaran daerah. Total lebih dari Rp300 triliun, anggaran yang akan dihemat dari kebijakan Prabowo tersebut. “[Menginstruksikan] Efisiensi atas anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp306,69 triliun,” tertulis dalam Inpres 1/2025, dikutip pada Jumat (24/1/2025).

    Tentu ada konsekuensi di balik pemangkasan anggaran tersebut. Belum lagi masalah program makan bergizi gratis, komposisi kabinet yang gemuk, kebijakan warisan Jokowi seperti IKN dan berbagai pungutan baru, konflik antara Jokowi dan PDIP, hingga proses konsolidasi politik yang belum sepenuhnya usai masih menjadi beban bagi pemerintahan Prabowo.

    “Pemerintahan Prabowo jelas tidak efektif, selain penempatan tokoh di kabinet yang tidak sesuai kapasitas, bahkan mengesankan tidak punya etos kerja yang diperlukan negara,” kata pengamat politik Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah.

    Hal senada juga diugkapkan oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional alias BRIN, Lili Romli. Lili menyoroti komposisi kebinet gemuk Prabowo-Gibran. Dia menganggap bahwa kabinet gemuk membuat gerak pemerintahan Prabowo tidak efektif dan efisien. “Program dari pemerintahan sebelumnya yang menyedot anggaran besar perlu dievaluasi, [terutama] kebijakan yang tidak pro rakyat dan mengusik keadilan.”

    Sejauh ini koalisi pendukung Prabowo-Gibran, menguasai hampir 81% kursi parlemen. Pada Pilkada 2024 lalu, Koalisi pendukung pemerintahan Prabowo yang tergabung dalam KIM Plus, juga dipastikan menguasai seluruh daerah strategis. Di Jawa, mereka menguasai Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. KIM Plus juga memenangkan Pilkada di Sumatra Utara.

    Secara statistik, pemerintahan Prabowo cukup kuat, bahkan sangat kuat. Parlemen nyaris didominasi oleh partai pendukung pemerintahan. Apalagi kalau pertemuan Prabowo – Megawati terealisasi dan pada akhirnya PDIP juga ikut bergabung ke lingkaran kekuasaan. Posisi Prabowo semakin kuat. Dia tidak memiliki oposisi.

    Akan tetapi, kekuatan politik yang begitu besar tidak sepenuhnya menjamin program Prabowo berjalan mulus. Kesadaran dari civil society yang menguat dan seringkali membuat pemerintah harus terkadang harus menunda atau mengubah alur kebijakan.

    Rencana kenaikan PPN 12%, yang kemudian hanya dikenakan kepada barang mewah dan polemik proyek strategis nasional adalah contoh. Kebijakan ini lahir dari pemerintahan Jokowi dan eksesnya ditanggung oleh pemerintahan Prabowo.

    “Banyak warisan Jokowi yang menghambat. Prabowo sendiri terlihat belum terlihat berani untuk mengambil langkah untuk bebas dari intervensi Jokowi,” kata Deni.

  • Mengapa PDIP Melunak di Pemerintahan Prabowo? Beda Saat Era SBY yang Hobi Mengkritik

    Mengapa PDIP Melunak di Pemerintahan Prabowo? Beda Saat Era SBY yang Hobi Mengkritik

    GELORA.CO –  Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tampaknya menunjukkan sikap berbeda terhadap pemerintahan Prabowo Subianto.

    Dukungan mereka terhadap sejumlah kebijakan kerakyatan Prabowo menjadi sorotan.

    Mengapa PDIP memilih untuk mendukung program-program ini? Apa saja faktor yang mempengaruhi keputusan politik mereka?

    Menurut Pengamat Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Lili Romli, ada beberapa alasan di balik sikap PDIP yang lebih lunak terhadap pemerintahan Prabowo dibandingkan dengan sikap oposisi yang mereka tunjukkan saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    Salah satu alasan utama adalah hubungan yang kurang harmonis antara Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan SBY.

    “Ya nampaknya, PDIP sebagai oposisi tidak seperti masa SBY, yang galak dan selalu menentang kebijakan SBY, termasuk dalam hal kenaikan BBM. Sekarang bersikap lunak, bisa jadi karena beberapa faktor. Hubungan megawati dengan SBY tidak baik,” katanya saat dikonfirmasi, Senin 13 Januari 2024.

    Berbeda dengan itu, hubungan antara Megawati dan Prabowo Subianto cenderung lebih baik dan tidak ada masalah besar, bahkan keduanya pernah berkompetisi bersama dalam Pilpres.

    Hal ini membuka kemungkinan bagi PDIP untuk bekerja sama lebih erat dengan pemerintahan Prabowo.

    Selain itu, ada kesamaan program antara PDIP dan pemerintahan Prabowo, terutama dalam hal kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.

    “Sementara dengan prabowo cukup baik, tidak bermasalah dan pernah maju bersama dalam Pilpres.

    Kedua, ada irisan yang sama dalam program program yang dlakukan pemerintah dengan PDIP terkait  kerakyatan,” paparnya.

    PDIP sebagai partai yang mengusung ideologi wong cilik (rakyat kecil), tentu merasa bahwa mendukung kebijakan kerakyatan Prabowo akan menguntungkan mereka dalam jangka panjang.

    Jika PDIP terlalu keras dalam beroposisi, bisa saja mereka merugikan diri sendiri, karena kebijakan-kebijakan tersebut sejalan dengan visi mereka.

    “Jika pdip resisten bisa merugikannya sendiri sebagai parpol wong cilik,” jelasnya.

    Romli juga menyebutkan bahwa jika PDIP terlalu keras dalam menentang pemerintah, bisa berisiko mempengaruhi jalur politik mereka ke depan.

    Keputusan untuk tidak bersikap terlalu keras dalam oposisi mungkin juga didorong oleh pertimbangan politik jangka panjang, mengingat pentingnya menjaga stabilitas dan relevansi partai dalam kancah politik Indonesia.

    “Yang ketiga, jika keras dalam beroposisi dikhawatirkan akan brmasalah jalan politik PDIP ke depan,” tegasnya.

    Secara keseluruhan, meski PDIP tidak berada dalam koalisi pemerintah, dukungan mereka terhadap beberapa kebijakan Prabowo menunjukkan adanya hubungan yang lebih fleksibel dan adaptif, sesuai dengan dinamika politik yang terus berkembang.

  • Presidential Threshold Dihapus, Mayoritas Parpol Diyakini Siap Usung Capres Sendiri 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Januari 2025

    Presidential Threshold Dihapus, Mayoritas Parpol Diyakini Siap Usung Capres Sendiri Nasional 13 Januari 2025

    Presidential Threshold Dihapus, Mayoritas Parpol Diyakini Siap Usung Capres Sendiri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Peneliti Senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli meyakini mayoritas partai politik siap mencalonkan kandidatnya sendiri pada Pilpres mendatang, setelah tidak adanya
    presidential threshold
    .
    Di samping itu, partai politik pun kini memiliki keleluasaan yang lebih dalam mencari
    calon presiden
    dan wakil presiden yang akan diusungnya.
    “Saya kira para parpol tersebut sudah sangat siap, jika dari dalam parpol tidak ada, bisa mencalonkan dari kalangan non parpol. Cukup banyak calon-calon pemimpin terbaik untuk bangsa ini,” ujar Romli kepada
    Kompas.com
    , Senin (13/1/2025).
    Menurut Romli, penghapusan ambang batas pencalonan presiden menjadi angin segar bagi pesta demokrasi 5 tahunan di Indonesia. Sebab, ajang Pilpres akan lebih kompetitif dengan lebih banyak kandidat yang bersaing.
    Masyarakat pun bakal memiliki lebih banyak alternatif pilihan calon presiden dan wakil presiden untuk dipilih menjadi pemimpin negara.
    “Tanpa
    presidential threshold
    akan muncul beragam kandidat dan akan kompetitif. Rakyat sebagai pemilih akan mempunyai beberapa alternatif pilihan sehingga nanti yang terbaik yang akan muncul dan terpilih,” kata Romli.
    Meski begitu, lanjut Romli, tindak lanjut dari penghapusan ambang batas pencalonan presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berada di tangan pemerintah dan DPR.
    Sebab, diperlukan revisi Undang-Undang (UU) terkait Pemilu agar pelaksanaan Pilpres tanpa
    presidential threshold
    bisa diterapkan pada pesta demokrasi mendatang.
    “Sekarang bola ada pada pembuat UU, pemerintah dan DPR, yang notabene orang partai juga. Kita berharap akan melaksanakan putusan MK sebaik baiknya, tidak membelokkan dan atau mengabaikan,” ungkap Romli.
    “Acuan rekayasa konstitusional yang diberikan oleh MK menjadi acuan atau rujukan dalam merevisi UU pemilu,” sambungnya.
    Romli menambahkan bahwa pemerintah dan DPR harus benar-benar mematuhi putusan MK dalam merevisi UU demi perbaikan sistem Pemilu ke depan.
    “Revisi UU tersebut harus sesuai dengan putusan MK, kalau tidak bisa terulang lagi kejadian demo besar-besaran saat DPR menolak putusan MK tentang ambang batas pencalonan pilkada,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PPU-XXII/2025 pada Kamis, 2 Januari 2025.
    Dalam putusan tersebut, MK juga mempertimbangkan perpolitikan Indonesia yang cenderung mengarah pada pencalonan tunggal. Selain itu, ambang batas pencalonan juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran moral yang tidak bisa ditoleransi lantaran memangkas hak rakyat mendapat lebih banyak pilihan calon presiden.
    Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan norma hukum Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
    Pasal 222 UU Pemilu sebelumnya berbunyi, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.