Tag: Lestari Moerdijat

  • Wakil Ketua MPR: Integritas wajib ditanamkan di lembaga pendidikan

    Wakil Ketua MPR: Integritas wajib ditanamkan di lembaga pendidikan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa nilai-nilai integritas wajib ditanamkan di setiap lembaga pendidikan guna membangun karakter anak bangsa.

    “Salah satu nilai-nilai untuk membangun karakter anak bangsa adalah integritas. Seharusnya, faktor penegakan integritas menjadi salah satu nilai penting yang harus ditanamkan dan dilaksanakan oleh setiap lembaga pendidikan,” kata Rerie, sapaan akrabnya, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Dikemukakan oleh Rerie bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja mengeluarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 pada satuan pendidikan.

    Salah satu temuannya adalah sebanyak 22,13 persen satuan pendidikan terindikasi melakukan kecurangan dalam akreditasi sekolah.

    Menurutnya, temuan soal adanya sejumlah lembaga pendidikan yang berbuat curang demi mendongkrak akreditasi sekolah harus segera ditindaklanjuti dengan langkah nyata untuk perbaikan kualitas.

    Maka dari itu, upaya untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan harus mendapatkan dukungan dari semua pihak, termasuk pemangku kebijakan di setiap lembaga pendidikan.

    Lembaga pendidikan sebagai institusi yang bertugas menanamkan nilai-nilai luhur, kata dia, harus dikelola berdasarkan nilai-nilai luhur, termasuk menegakkan integritas di dalamnya.

    Dirinya pun mendorong agar para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dapat konsisten meningkatkan kualitas lembaga pendidikan di tanah air.

    “Sehingga mampu mencetak generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia, berkarakter kuat, dan berdaya saing di masa depan,” uiarnya.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Butuh Dukungan semua Pihak untuk Wujudkan Cita-Cita RA Kartini

    Butuh Dukungan semua Pihak untuk Wujudkan Cita-Cita RA Kartini

    Medcom • 23 April 2025 19:27

    Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 

    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 

    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 

    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 

    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 

    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 

    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 

    (Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.”  Foto: Dok. Istimewa)

    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.

    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 

    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 

    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 

    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 

    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 

    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 

    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 

    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 

    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 

    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 

    Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara

    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 

    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 

    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 

    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 

    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 

    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 

    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 

    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 

    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 

    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 

    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 

    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 

    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 

    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 

    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 

    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 

    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan

    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 

    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 

    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 

    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 

    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 

    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 

    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 

    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 

    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 

    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 

    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 

    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 

    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 

    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 

    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 

    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 

    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 

    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 

    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 

    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.

    Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 
     
    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 
     
    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 
     
    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 
     
    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 
     
    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 
     
    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 
     

    (Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.”  Foto: Dok. Istimewa)
     
    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
     
    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 
     
    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 
     
    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 
     
    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 
     
    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 
     
    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 
     
    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 
     
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 
     
    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 
     
    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 
     
    Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara
     
    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 
     
    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 
     
    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 
     
    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 
     
    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 
     
    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 
     
    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 
     
    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 
     
    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 
     
    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 
     
    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 
     
    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 
     
    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 
     
    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 
     
    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 
     
    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 
     
    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 
     
    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan
     
    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 
     
    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 
     
    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 
     
    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 
     
    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 
     
    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 
     
    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 
     
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 
     
    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 
     
    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 
     
    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 
     
    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 
     
    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 
     
    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 
     
    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 
     
    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 
     
    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 
     
    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 
     
    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 
     
    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Peringati Hari Kartini 2025, 1.000 Perempuan & Gen Z Siap Pimpin Perubahan

    Peringati Hari Kartini 2025, 1.000 Perempuan & Gen Z Siap Pimpin Perubahan

    Jakarta: Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025.

    Gerakan ini diresmikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi serta dihadiri Istri Wakil Presiden RI Selvi Ananda Rakabuming Raka.

    “Kartini bukan sekadar simbol, tapi energi sosial yang menggerakkan bangsa. Kita ingin meneruskan cita-cita beliau agar perempuan Indonesia menjadi pribadi yang berdaya, mandiri, berpendidikan, dan memiliki mimpi tinggi serta mampu mewujudkannya,” ujar Selvi di hadapan ribuan peserta yang terhubung secara luring maupun daring dari seluruh dunia.

    Selvi pun menegaskan bahwa kekuatan perempuan dan Gen Z bukan hanya potensi demografi, tetapi fondasi utama masa depan Indonesia. Ia menyampaikan apresiasi mendalam atas inisiatif KOWANI yang mengangkat 1.000 jenis profesi perempuan dari 17 sektor strategis, mulai dari pendidikan, kesehatan, teknologi, maritim, hingga pertahanan.
     
    Transformasi nyata, bukan sekadar perayaan

    Sementara Menteri PPPA Arifah Choiri Fauzi menyebut Hari Kartini sebagai momentum reflektif untuk menyambung perjuangan perempuan Indonesia yang selama ini tertinggal dalam akses, partisipasi, dan pengambilan keputusan.

    “Kemajuan bangsa tidak akan pernah terwujud tanpa kemajuan perempuan. Kartini adalah simbol keberanian berpikir merdeka dan bertindak maju. Hari ini, terang itu hadir dalam sosok perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang profesi, yang memimpin dari garis depan,” tegas Menteri Arifah.

    Program “1000 Profesi Perempuan & Gen Z” hadir sebagai respons konkret terhadap dinamika zaman, di mana perempuan dan generasi muda dituntut adaptif dalam teknologi, kepemimpinan, dan solidaritas sosial. 

    Melalui format hybrid, kegiatan ini menjangkau lebih dari satu juta partisipan secara nasional dan internasional, termasuk diaspora dan pekerja migran Indonesia di 30 negara lebih.

    (Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025. Foto: Istimewa)
     
    Jejak 1000 profesi, dari guru PAUD hingga diplomat, dari petani hingga CTO

    Gerakan ini dirancang bukan hanya sebagai pameran profesi, tapi juga sebagai panggung inspirasi, edukasi, dan advokasi. Dengan mengusung tema “Habis Gelap Terbitlah Terang: Menciptakan Masa Depan Perempuan & Gen Z yang Lebih Cerah”, serta subtema “Mewujudkan ASTA CITA – Menyongsong 100 Tahun KOWANI 2028 Menuju Indonesia Emas 2045”, program ini membangun jembatan lintas generasi menuju transformasi sosial.

    Selvi Ananda pada kesempatan tersebut menyebut Gen Z sebagai “generasi harapan yang telah menjadi sumber inspirasi” lewat kreativitas, kepedulian sosial, dan pemanfaatan teknologi.

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perempuan Indonesia Harus Hadapi Tantangan yang Datang dengan Kekuatan Bersama

    “Mereka bukan hanya pewaris masa depan, tapi penciptanya. Program ini menjadi ruang belajar dan berjejaring yang nyata, lintas sektor, lintas wilayah, bahkan lintas negara,” katanya.

    Program ini mengklasifikasikan 1000 profesi ke dalam 17 zona strategis, seperti:

    – zona Pendidikan & Literasi Digital, menampilkan guru, dosen, content creator edukatif, hingga pengembang platform e-learning. 
    – Kemudian zona Teknologi & Digitalisasi, dengan profesi seperti software engineer, UI/UX designer, hingga CTO perempuan. 

    – Zona Kesehatan & Sosial, termasuk dokter, bidan, psikolog klinis, hingga edukator sanitasi dan aktivis kesehatan mental. 

    – Zona Maritim, Pertanian, Energi, dan Diaspora, yang menunjukkan kiprah perempuan dalam sektor-sektor vital pembangunan. 

    – Zona Media, Komunikasi, dan Jurnalisme, tempat perempuan menjadi produsen konten, pengelola informasi, hingga duta literasi digital. 

    – Dan terakhir adalah z ona Perempuan Penjaga Negara, seperti Kowad, Kowal, Wara, dan Polwan, memperlihatkan peran perempuan dalam pertahanan dan keamanan nasional.

    Setiap zona dilengkapi dengan booth interaktif, e-catalog digital, talkshow inspiratif, coaching session, serta storyboard Kartini Masa Kini yang menghadirkan kisah nyata perempuan pelopor di setiap bidang.

    Baca juga: Presenter Metro TV Kompak Pakai Kebaya Saat Hari Kartini, Ini Pesan yang Ingin Disampaikan
     
    Sinergi pentahelix dan ekosistem berkelanjutan

    Kegiatan ini dijalankan dengan pendekatan Pentahelix dan Hexahelix yang melibatkan Pemerintah dan Kementerian terkait seperti KemenPPPA, Kemenpora, Kemendikbudristek, KemenKopUKM, BRIN, hingga Komnas Perempuan. 

    Kemudian akademisi, dengan Universitas Indonesia sebagai tuan rumah utama. Dunia Usaha dan Industri, termasuk BUMN dan korporasi swasta yang mendukung inkubasi UMKM perempuan. 

    Komunitas dan Diaspora, dari tingkat akar rumput hingga jaringan internasional. Serta media, baik nasional, digital, maupun influencer Gen Z.

    Kegiatan ini juga terhubung dengan KBRI, PTRI, dan KJRI di seluruh dunia melalui kanal digital resmi seperti Zoom Webinar, YouTube Live (Kowani TV), serta platform media sosial @kowani_official.

    Saat menutup sambutannya, Selvi Ananda kembali mengingatkan pesan abadi Kartini. “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya.”

    Jakarta: Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025.
     
    Gerakan ini diresmikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi serta dihadiri Istri Wakil Presiden RI Selvi Ananda Rakabuming Raka.
     
    “Kartini bukan sekadar simbol, tapi energi sosial yang menggerakkan bangsa. Kita ingin meneruskan cita-cita beliau agar perempuan Indonesia menjadi pribadi yang berdaya, mandiri, berpendidikan, dan memiliki mimpi tinggi serta mampu mewujudkannya,” ujar Selvi di hadapan ribuan peserta yang terhubung secara luring maupun daring dari seluruh dunia.

    Selvi pun menegaskan bahwa kekuatan perempuan dan Gen Z bukan hanya potensi demografi, tetapi fondasi utama masa depan Indonesia. Ia menyampaikan apresiasi mendalam atas inisiatif KOWANI yang mengangkat 1.000 jenis profesi perempuan dari 17 sektor strategis, mulai dari pendidikan, kesehatan, teknologi, maritim, hingga pertahanan.
     

    Transformasi nyata, bukan sekadar perayaan

    Sementara Menteri PPPA Arifah Choiri Fauzi menyebut Hari Kartini sebagai momentum reflektif untuk menyambung perjuangan perempuan Indonesia yang selama ini tertinggal dalam akses, partisipasi, dan pengambilan keputusan.
     
    “Kemajuan bangsa tidak akan pernah terwujud tanpa kemajuan perempuan. Kartini adalah simbol keberanian berpikir merdeka dan bertindak maju. Hari ini, terang itu hadir dalam sosok perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang profesi, yang memimpin dari garis depan,” tegas Menteri Arifah.
     
    Program “1000 Profesi Perempuan & Gen Z” hadir sebagai respons konkret terhadap dinamika zaman, di mana perempuan dan generasi muda dituntut adaptif dalam teknologi, kepemimpinan, dan solidaritas sosial. 
     
    Melalui format hybrid, kegiatan ini menjangkau lebih dari satu juta partisipan secara nasional dan internasional, termasuk diaspora dan pekerja migran Indonesia di 30 negara lebih.
     

    (Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025. Foto: Istimewa)
     
    Jejak 1000 profesi, dari guru PAUD hingga diplomat, dari petani hingga CTO

    Gerakan ini dirancang bukan hanya sebagai pameran profesi, tapi juga sebagai panggung inspirasi, edukasi, dan advokasi. Dengan mengusung tema “Habis Gelap Terbitlah Terang: Menciptakan Masa Depan Perempuan & Gen Z yang Lebih Cerah”, serta subtema “Mewujudkan ASTA CITA – Menyongsong 100 Tahun KOWANI 2028 Menuju Indonesia Emas 2045”, program ini membangun jembatan lintas generasi menuju transformasi sosial.
     
    Selvi Ananda pada kesempatan tersebut menyebut Gen Z sebagai “generasi harapan yang telah menjadi sumber inspirasi” lewat kreativitas, kepedulian sosial, dan pemanfaatan teknologi.
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perempuan Indonesia Harus Hadapi Tantangan yang Datang dengan Kekuatan Bersama
     
    “Mereka bukan hanya pewaris masa depan, tapi penciptanya. Program ini menjadi ruang belajar dan berjejaring yang nyata, lintas sektor, lintas wilayah, bahkan lintas negara,” katanya.
     
    Program ini mengklasifikasikan 1000 profesi ke dalam 17 zona strategis, seperti:
     
    – zona Pendidikan & Literasi Digital, menampilkan guru, dosen, content creator edukatif, hingga pengembang platform e-learning. 
    – Kemudian zona Teknologi & Digitalisasi, dengan profesi seperti software engineer, UI/UX designer, hingga CTO perempuan. 
     
    – Zona Kesehatan & Sosial, termasuk dokter, bidan, psikolog klinis, hingga edukator sanitasi dan aktivis kesehatan mental. 
     
    – Zona Maritim, Pertanian, Energi, dan Diaspora, yang menunjukkan kiprah perempuan dalam sektor-sektor vital pembangunan. 
     
    – Zona Media, Komunikasi, dan Jurnalisme, tempat perempuan menjadi produsen konten, pengelola informasi, hingga duta literasi digital. 
     
    – Dan terakhir adalah z ona Perempuan Penjaga Negara, seperti Kowad, Kowal, Wara, dan Polwan, memperlihatkan peran perempuan dalam pertahanan dan keamanan nasional.
     
    Setiap zona dilengkapi dengan booth interaktif, e-catalog digital, talkshow inspiratif, coaching session, serta storyboard Kartini Masa Kini yang menghadirkan kisah nyata perempuan pelopor di setiap bidang.
     
    Baca juga: Presenter Metro TV Kompak Pakai Kebaya Saat Hari Kartini, Ini Pesan yang Ingin Disampaikan
     
    Sinergi pentahelix dan ekosistem berkelanjutan

    Kegiatan ini dijalankan dengan pendekatan Pentahelix dan Hexahelix yang melibatkan Pemerintah dan Kementerian terkait seperti KemenPPPA, Kemenpora, Kemendikbudristek, KemenKopUKM, BRIN, hingga Komnas Perempuan. 
     
    Kemudian akademisi, dengan Universitas Indonesia sebagai tuan rumah utama. Dunia Usaha dan Industri, termasuk BUMN dan korporasi swasta yang mendukung inkubasi UMKM perempuan. 
     
    Komunitas dan Diaspora, dari tingkat akar rumput hingga jaringan internasional. Serta media, baik nasional, digital, maupun influencer Gen Z.
     
    Kegiatan ini juga terhubung dengan KBRI, PTRI, dan KJRI di seluruh dunia melalui kanal digital resmi seperti Zoom Webinar, YouTube Live (Kowani TV), serta platform media sosial @kowani_official.
     
    Saat menutup sambutannya, Selvi Ananda kembali mengingatkan pesan abadi Kartini. “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya.”

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Waka MPR Dorong Setiap Kebijakan Harus Tegakkan Prinsip Kesetaraan Gender

    Waka MPR Dorong Setiap Kebijakan Harus Tegakkan Prinsip Kesetaraan Gender

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) menegaskan upaya untuk mewujudkan kesetaraan pada keseharian bagi setiap warga negara harus konsisten direalisasikan, tak terkecuali bagi perempuan. Bercermin dari masih berlangsungnya praktik diskriminasi di sejumlah sektor, perjuangan mewujudkan kesetaraan dalam keseharian harus menjadi kepedulian bersama.

    “Sebagaimana RA Kartini telah memperjuangkannya sejak ratusan tahun lalu,” kata Rerie, dalam keterangannya, Kamis (17/4/2025).

    Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2025 mengungkap satu dari 10 pekerja atau sekitar 14,37% buruh di Indonesia pada 2024 adalah female breadwinner. Istilah tersebut menggambarkan perempuan yang bekerja, pencari nafkah utama keluarga, atau satu-satunya pencari nafkah dalam rumah tangga.

    Karakteristik paling menonjol dari pekerjaan female breadwinners berstatus usaha perorangan. Sangat disayangkan jenis pekerjaan ini berdampak pada rendahnya perlindungan jaminan kesehatan dan sosial di tempat kerja.

    Terkait jaminan kesehatan, berdasarkan sumber yang sama, ada sebanyak 73,42% female breadwinners yang mengaku belum memiliki jaminan kesehatan itu. Sementara 76,94% female breadwinners juga tidak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.

    Sejumlah catatan tersebut, menurut Rerie, harus menjadi perhatian bersama para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, agar bisa segera dicarikan solusi untuk mengatasinya. Rerie menilai fenomena female breadwinners yang mulai mengemuka harus benar-benar diantisipasi dengan langkah yang tepat.

    Rerie mendorong agar pihak-pihak terkait secara bersama mampu melahirkan kebijakan yang didasari atas upaya penegakkan prinsip-prinsip kesetaraan gender. Ia berharap nilai-nilai perjuangan RA Kartini seperti mendorong kesetaraan dan hak yang sama antar perempuan dan laki-laki di sejumlah bidang, termasuk perlindungan di dunia kerja, dapat secara konsisten diterapkan dalam keseharian.

    (akn/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Geger Tarif Resiprokal AS! Indonesia Butuh Penguatan Kerja Sama dan Jurus Jitu Hadapi Imbasnya

    Geger Tarif Resiprokal AS! Indonesia Butuh Penguatan Kerja Sama dan Jurus Jitu Hadapi Imbasnya

    Jakarta: Kebijakan tarif resiprokal yang diambil Amerika Serikat baru-baru ini memicu kegelisahan negara-negara mitranya, termasuk Indonesia. 
     
    Pemerintah AS Donald Trump mengumumkan bahwa beberapa produk asal Tiongkok seperti smartphone dan laptop dikenakan tarif impor hingga 145 persen. 
     
    Meski Indonesia bukan sasaran langsung, kebijakan ini bisa berdampak besar secara global, termasuk bagi rantai pasok dan perdagangan Indonesia.

    Menyikapi kondisi itu, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong penguatan kerja bersama dengan strategi yang tepat dalam menghadapi sejumlah tantangan yang muncul akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Negeri Paman Sam itu.
     
    “Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi momentum untuk memperkuat posisi di panggung perdagangan global yang terus berubah saat ini,” Lestari dalam sambutan pada diskusi daring bertema Dampak “Trump Reciprocal Tariffs” Terhadap Ketahanan dan Daya Saing Ekonomi Indonesia di Era Perdagangan Global yang Berubah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 16 April 2025.
     

    Dampak ke Indonesia tak bisa diabaikan
    Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti juga menyatakan bahwa Indonesia harus bersikap sigap menghadapi dampak dari kebijakan tarif AS ini. 
     
    Sebab, kebijakan tarif resiprokal ini menimbulkan ketegangan pada perekonomian global dan antara lain berdampak pada distribusi rantai pasok.
     
    Asal tau saja, tarif yang diberlakukan terhadap Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia dan Singapura. Kondisi ini, tambah dia, harus menjadi perhatian. 
     
    Saat ini pemerintah Amerika Serikat menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari dan selama masa penundaan itu tarif yang berlaku bagi Indonesia 10 persen.
     
    Dyah berharap ada waktu bagi Indonesia untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait kesepakatan tarif tersebut. 
     

    Peluang tetap ada, asal sigap
    Meski situasi penuh ketidakpastian, peluang tetap terbuka. Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco berpendapat bahwa dampak perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan menguntungkan ASEAN. 
     
    Namun, negara ASEAN yang lebih banyak diuntungkan pada kondisi saat ini adalah Vietnam. Dalam hal ini dia juga mengungkapkan, Indonesia belum mampu bersaing dan produk ekspornya baru seputar minyak, gas, dan CPO. 
     
    “Indonesia punya pasar yang luar biasa besar,” ujar Badri.
     
    Indonesia harus serius memanfaatkan pasar domestik. Pasar alat kesehatan dan obat-obatan misalnya, tambah dia, harus mampu dipenuhi oleh produk dalam negeri. 
     
    Menurut Badri, langkah menciptakan enterpreneur muda agar mampu menghasilkan sejumlah produk subtitusi barang-barang impor, merupakan langkah yang strategis. 
     
    Diharapkan, tegas Badri, kemandirian dalam menghasilkan produk dapat membuka lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan. 
     

    Perang tarif berikan berbagai macam imbas
    Direktur Riset dan Pemikiran Institut Peradaban, Tarli Nugroho berpendapat, saat ini kondisi perekonomian tidak ideal. Sejak pandemi hingga perang dagang dunia usaha kita belum pulih. 
     
    Perang dagang yang terjadi saat ini berpotensi melahirkan aliansi baru yang bisa menguntungkan atau merugikan kita. 
     
    Bagi ekonomi Indonesia perang tarif yang terjadi saat ini jelas mengganggu ekspor. Di sisi lain, Indonesia juga berpotensi menjadi pasar produk Tiongkok yang sedang berperang dagang dengan Amerika Serikat. 
     
    Menurut Tarli, langkah pemerintah menghindari langkah konfrontasi dalam perang dagang saat ini sudah tepat. Upaya negosiasi penting untuk dilakukan. 
     
    “Politik bebas aktif harus terus dijaga. Kerja sama dan negosiasi adalah kata kunci untuk mengatasi sejumlah dampak perang dagang yang terjadi saat ini,” tegas Tarli. 
     
    Anggota Komisi XI DPR RI, Martin Manurung berpendapat, suka atau tidak suka, kebijakan yang diambil Trump akan berdampak juga pada pasar domestik mereka. 
     
    “Di era perdagangan global saat ini tidak ada satu pun negara yang untung sendirian,” ujar Martin. 
     
    Martin mendorong agar Indonesia memanfaatkan kerja sama perdagangan antar-negara dan regional dengan baik. 
     

    Jangan asal buat kebijakan
    Sementara itu, Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, terlihat Negeri Tirai Bambu itu lebih siap dengan sejumlah strategi yang diterapkannya. 
     
    Selain itu, Saur mengingatkan, dalam menyikapi perang dagang yang terjadi jangan sampai mengambil kebijakan yang terlalu ekstrem, karena sejatinya ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya 10 persen.
     
    “Penghapusan batasan persyaratan kandungan lokal produk tertentu berpotensi mematikan industri dalam negeri yang sangat penting bagi keberlanjutan produk lokal,” ujar Saur.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Pimpinan MPR minta kesenjangan perempuan di desa-kota segera diatasi

    Pimpinan MPR minta kesenjangan perempuan di desa-kota segera diatasi

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi antara perempuan di desa dan di kota dalam mengakses pendidikan.

    Dia mengatakan peningkatan akses pendidikan terhadap perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan memaksimalkan potensi sumber daya manusia (SDM) nasional perlu dilakukan demi kesejahteraan yang lebih baik dan merata bagi setiap warga negara.

    “Kesenjangan yang terjadi antara perempuan di desa dan di kota dalam mengakses pendidikan harus segera diatasi dengan sejumlah langkah nyata,” ujarnya,” kata Rerie, sapaan karibnya, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Dia lantas memaparkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 yang mencatat hanya sekitar 6 persen perempuan di pedesaan dan 14 persen perempuan di perkotaan yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

    Berdasarkan catatan BPS, dia mengatakan salah satu penyebab kesenjangan tersebut adalah faktor sosial dan budaya.

    Oleh sebab itu, dia menilai upaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam pendidikan harus konsisten dilakukan.

    Termasuk, lanjut dia, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perempuan mengenyam pendidikan.

    “Untuk mengatasi kendala sosial dan budaya yang dihadapi perempuan di desa dalam mengakses pendidikan membutuhkan konsistensi yang kuat dalam memberi pemahaman kepada masyarakat,” ucapnya.

    Dia pun memandang generasi penerus bangsa harus meneladani nilai-nilai yang diperjuangkan tokoh emansipasi wanita Raden Ajeng (RA) Kartini dalam membuka akses pendidikan yang rata untuk semua, tanpa memandang gender.

    “Dalam proses perjuangannya, RA Kartini meyakini bahwa melalui pendidikan, perempuan dapat membebaskan diri dari belenggu tradisi dan mampu memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Pemikiran itu masih relevan hingga saat ini,” tuturnya.

    Dia mendorong pula agar para pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah serta seluruh masyarakat dapat memahami nilai-nilai kesetaraan sebagaimana yang diperjuangkan oleh RA Kartini.

    “Untuk kemudian direalisasikan dengan berbagai cara demi mewujudkan kesejahteraan yang lebih merata di masa depan,” katanya.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Penerapan Kesetaraan Gender di sejumlah Bidang Harus Konsisten Direalisasikan

    Penerapan Kesetaraan Gender di sejumlah Bidang Harus Konsisten Direalisasikan

    Jakarta: Upaya mendorong penerapan kesetaraan gender di sejumlah bidang harus konsisten dilakukan demi mewujudkan kehidupan keseharian yang lebih baik di masa depan. 

    “Meski sejumlah pihak berupaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan keseharian kita, tetapi pada praktiknya belum sepenuhnya terwujud. Butuh konsistensi dan komitmen kuat untuk mewujudkan salah satu cita-cita RA Kartini itu,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin, 14 April 2025. 

    Data International Labour Organization (ILO) mengungkapkan rata-rata pendapatan per jam pekerja di Indonesia mengalami peningkatan, namun kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan masih terpaut cukup jauh. 

    Catatan ILO menyebutkan pada 2021 rata-rata upah pekerja laki-laki Rp16.815 per jam, sedangkan untuk pekerja perempuan sebesar Rp16.576 per jam.

    Pada 2022 rata-rata upah perempuan menurun drastis menjadi Rp14.784 per jam. Di lain sisi, rata-rata upah pekerja laki-laki mencapai Rp16.939 per jam.

    Pada 2023 rata-rata upah laki-laki kembali mengalami peningkatan ke angka Rp17.074 per jam, sedangkan rata-rata upah perempuan menurun menjadi Rp 14.779 per jam.

    (Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan dengan mengakhiri kesenjangan pengupahan antara laki-laki dan perempuan bisa meningkatkan semangat kerja dan produktivitas secara keseluruhan. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

    Menurut Lestari, kesenjangan dalam besaran upah antara laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari belum terwujudnya kesetaraan gender yang telah diperjuangkan RA Kartini sejak ratusan tahun lalu. 

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Keterlibatan Aktif Penyandang Disabilitas dalam Proses Pembangunan Harus Ditingkatkan

    Rerie, sapaan akrab Lestari, mendorong agar para pemangku kebijakan dan masyarakat memahami nilai-nilai emansipasi yang ditanamkan RA Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan kesamaan hak dalam pendidikan, pekerjaan, dan politik. 

    Rerie berharap pihak-pihak terkait dapat melakukan evaluasi yang terukur terhadap sejumlah kebijakan yang tidak mengedepankan kesetaraan gender. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat kesenjangan yang diciptakan itu mencerminkan bahwa ketika perempuan memilih untuk bekerja, mereka tidak mendapatkan akses yang sama terhadap peluang dan penghargaan finansial.

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem mendorong agar praktik kesenjangan pengupahan antara laki-laki dan perempuan segera diakhiri. 

    Karena, ujar Rerie, ketika pekerja merasa dihargai dan diperlakukan adil, mereka cenderung lebih termotivasi dan produktif. 

    Sehingga, tegas Rerie, dengan mengakhiri kesenjangan pengupahan antara laki-laki dan perempuan bisa meningkatkan semangat kerja dan produktivitas secara keseluruhan.

    Jakarta: Upaya mendorong penerapan kesetaraan gender di sejumlah bidang harus konsisten dilakukan demi mewujudkan kehidupan keseharian yang lebih baik di masa depan. 
     
    “Meski sejumlah pihak berupaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan keseharian kita, tetapi pada praktiknya belum sepenuhnya terwujud. Butuh konsistensi dan komitmen kuat untuk mewujudkan salah satu cita-cita RA Kartini itu,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin, 14 April 2025. 
     
    Data International Labour Organization (ILO) mengungkapkan rata-rata pendapatan per jam pekerja di Indonesia mengalami peningkatan, namun kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan masih terpaut cukup jauh. 

    Catatan ILO menyebutkan pada 2021 rata-rata upah pekerja laki-laki Rp16.815 per jam, sedangkan untuk pekerja perempuan sebesar Rp16.576 per jam.
     
    Pada 2022 rata-rata upah perempuan menurun drastis menjadi Rp14.784 per jam. Di lain sisi, rata-rata upah pekerja laki-laki mencapai Rp16.939 per jam.
     
    Pada 2023 rata-rata upah laki-laki kembali mengalami peningkatan ke angka Rp17.074 per jam, sedangkan rata-rata upah perempuan menurun menjadi Rp 14.779 per jam.
     

    (Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan dengan mengakhiri kesenjangan pengupahan antara laki-laki dan perempuan bisa meningkatkan semangat kerja dan produktivitas secara keseluruhan. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
     
    Menurut Lestari, kesenjangan dalam besaran upah antara laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari belum terwujudnya kesetaraan gender yang telah diperjuangkan RA Kartini sejak ratusan tahun lalu. 
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Keterlibatan Aktif Penyandang Disabilitas dalam Proses Pembangunan Harus Ditingkatkan
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, mendorong agar para pemangku kebijakan dan masyarakat memahami nilai-nilai emansipasi yang ditanamkan RA Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan kesamaan hak dalam pendidikan, pekerjaan, dan politik. 
     
    Rerie berharap pihak-pihak terkait dapat melakukan evaluasi yang terukur terhadap sejumlah kebijakan yang tidak mengedepankan kesetaraan gender. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat kesenjangan yang diciptakan itu mencerminkan bahwa ketika perempuan memilih untuk bekerja, mereka tidak mendapatkan akses yang sama terhadap peluang dan penghargaan finansial.
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem mendorong agar praktik kesenjangan pengupahan antara laki-laki dan perempuan segera diakhiri. 
     
    Karena, ujar Rerie, ketika pekerja merasa dihargai dan diperlakukan adil, mereka cenderung lebih termotivasi dan produktif. 
     
    Sehingga, tegas Rerie, dengan mengakhiri kesenjangan pengupahan antara laki-laki dan perempuan bisa meningkatkan semangat kerja dan produktivitas secara keseluruhan.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Waka MPR Bicara Pentingnya Pembangunan SDM Tepat Sasaran

    Waka MPR Bicara Pentingnya Pembangunan SDM Tepat Sasaran

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan program pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang tepat sasaran penting diwujudkan. Hal ini untuk mengakselerasi pencapaian target pembangunan yang telah ditetapkan.

    “Di masa penerapan efesiensi di berbagai sektor saat ini berbagai upaya untuk menghadirkan proses pembangunan yang tepat sasaran, seperti upaya menghadirkan lingkungan yang ramah anak, harus kita dukung bersama,” ujar Lestari dalam keterangannya, Minggu (13/4/2025).

    Sistem Informasi Kota Layak Anak Surabaya (SITALAS) yang telah dikembangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sejak dua tahun terakhir menjadi model rujukan tingkat nasional. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad, Sabtu (12/4).

    SITALAS kini diadaptasi menjadi Sistem Usulan Anak Nasional (Suara Makna) untuk diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.

    Sistem tersebut ditujukan agar setiap wilayah administratif di daerah-daerah memiliki kanal untuk menyuarakan aspirasi dan harapan anak.

    Data yang dihasilkan dari sistem tersebut bisa dimanfaatkan sebagai dasar perencanaan pembangunan hingga wilayah kelurahan untuk mengatasi permasalahan terkait anak di setiap wilayah.

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap sistem Suara Makna tersebut dapat diterapkan di setiap daerah dan data yang dihasilkan benar-benar dimanfaatkan untuk melahirkan kebijakan yang tepat mengatasi permasalahan anak di daerah-daerah.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mendorong agar para pemangku kepentingan di daerah memiliki komitmen yang kuat untuk menerapkan sistem Suara Makna tersebut.

    (akd/akd)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Lestari: Peningkatan kapasitas guru harus konsisten dijalankan

    Lestari: Peningkatan kapasitas guru harus konsisten dijalankan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan peningkatan kapasitas guru harus dilakukan secara konsisten demi mewujudkan sistem pendidikan nasional yang mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa depan.

    “Upaya untuk memperkuat konsistensi dalam peningkatan kapasitas tenaga pengajar harus kita dukung bersama demi masa depan anak bangsa yang lebih baik,” kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5684/MDM.B1/HK.04.00/2025 tentang Hari Belajar Guru.

    Surat Edaran tertanggal 26 Maret 2025 itu mengatur bahwa setiap guru dan kepala satuan pendidikan (kepala sekolah) wajib menjadwalkan satu hari dalam seminggu sebagai Hari Belajar Guru.

    Hari belajar dipilih berdasarkan kesepakatan bersama antar anggota forum profesional, dan tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar reguler.

    Tujuan utama dari kebijakan itu adalah untuk mengoptimalkan Pengembangan Kompetensi Berkelanjutan (PKB) bagi guru.

    Menurut Lestari, kebijakan yang telah dibuat harus benar-benar dijalankan sesuai dengan yang direncanakan.

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat dengan cepatnya perkembangan di sejumlah bidang saat ini, upaya konsisten untuk menghadirkan ekosistem belajar yang berkelanjutan merupakan langkah yang strategis.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mendorong agar para guru memanfaatkan kesempatan yang diberikan dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu meningkatkan kapasitas diri sehingga mampu mendukung peningkatan layanan pendidikan.

    Dia berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah memberi dukungan penuh terhadap berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas tenaga pengajar.

    Rerie berharap tenaga pengajar yang memiliki kompetensi yang baik mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar yang sangat dibutuhkan untuk melahirkan generasi penerus berkarakter kuat dan berdaya saing di masa depan.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Segera Ambil Langkah Nyata untuk Atasi Peningkatan Kekerasan Berbasis Gender

    Segera Ambil Langkah Nyata untuk Atasi Peningkatan Kekerasan Berbasis Gender

    Jakarta: Berbagai upaya untuk menekan angka kasus kekerasan berbasis gender harus segera dilakukan demi mewujudkan sistem perlindungan yang lebih baik bagi setiap warga negara. 

    “Saya mendorong agar sejumlah peraturan perundang-undangan untuk memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi setiap warga negara, termasuk perempuan, harus benar-benar diterapkan dengan sebaik-baiknya, untuk mengatasi peningkatan kasus kekerasan berbasis gender,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 April 2025. 

    Pada awal Maret lalu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merilis catatan tahunan (catahu) 2024. 

    Hasil catahu tersebut mengungkapkan dari total 445.502 kasus kekerasan yang terjadi sepanjang 2024, tercatat 330.097 kasus kekerasan di antaranya berbasis gender. Terjadi peningkatan 14,17% kasus kekerasan berbasis gender jika dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat 289.111 kasus. 

    Menurut Lestari, hasil catahu Komnas Perempuan tersebut harus menjadi bahan evaluasi terhadap pelaksanaan sejumlah kebijakan terkait perlindungan menyeluruh setiap warga negara. 

    (Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong agar akar permasalahan peningkatan kasus kekerasan berbasis gender bisa segera diidentifikasi dan diatasi. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan kebijakan tersebut harus segera mengambil langkah nyata untuk menekan peningkatan angka kasus kekerasan berbasis gender itu. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus Demak, Jepara) itu mendorong agar akar permasalahan peningkatan kasus kekerasan berbasis gender bisa segera diidentifikasi dan diatasi. 

    Baca juga: 3 Juta Lulusan SMA/SMK Nganggur, Kompetensi Lulusan Sekolah Kejuruan Wajib Ditingkatkan

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah memberikan perhatian serius terhadap berbagai upaya untuk mewujudkan kebijakan antikekerasan dan sistem perlindungan menyeluruh bagi setiap warga negara.

    Dengan jaminan perlindungan menyeluruh bagi setiap warga negara, tegas Rerie, partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan nasional dapat terus ditingkatkan.

    Jakarta: Berbagai upaya untuk menekan angka kasus kekerasan berbasis gender harus segera dilakukan demi mewujudkan sistem perlindungan yang lebih baik bagi setiap warga negara. 
     
    “Saya mendorong agar sejumlah peraturan perundang-undangan untuk memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi setiap warga negara, termasuk perempuan, harus benar-benar diterapkan dengan sebaik-baiknya, untuk mengatasi peningkatan kasus kekerasan berbasis gender,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 April 2025. 
     
    Pada awal Maret lalu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merilis catatan tahunan (catahu) 2024. 

    Hasil catahu tersebut mengungkapkan dari total 445.502 kasus kekerasan yang terjadi sepanjang 2024, tercatat 330.097 kasus kekerasan di antaranya berbasis gender. Terjadi peningkatan 14,17% kasus kekerasan berbasis gender jika dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat 289.111 kasus. 
     
    Menurut Lestari, hasil catahu Komnas Perempuan tersebut harus menjadi bahan evaluasi terhadap pelaksanaan sejumlah kebijakan terkait perlindungan menyeluruh setiap warga negara. 
     

    (Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong agar akar permasalahan peningkatan kasus kekerasan berbasis gender bisa segera diidentifikasi dan diatasi. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan kebijakan tersebut harus segera mengambil langkah nyata untuk menekan peningkatan angka kasus kekerasan berbasis gender itu. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus Demak, Jepara) itu mendorong agar akar permasalahan peningkatan kasus kekerasan berbasis gender bisa segera diidentifikasi dan diatasi. 
     
    Baca juga: 3 Juta Lulusan SMA/SMK Nganggur, Kompetensi Lulusan Sekolah Kejuruan Wajib Ditingkatkan
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah memberikan perhatian serius terhadap berbagai upaya untuk mewujudkan kebijakan antikekerasan dan sistem perlindungan menyeluruh bagi setiap warga negara.
     
    Dengan jaminan perlindungan menyeluruh bagi setiap warga negara, tegas Rerie, partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan nasional dapat terus ditingkatkan.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)