Tag: Lestari Moerdijat

  • Wakil Ketua MPR: Pertumbuhan media digital perlu diimbangi kebijakan

    Wakil Ketua MPR: Pertumbuhan media digital perlu diimbangi kebijakan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa laju pertumbuhan media digital perlu diimbangi dengan pembenahan dari sisi kebijakan, hukum, dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam mengupayakan keberlanjutan media penyiaran.

    “Dibutuhkan mekanisme adaptasi yang tepat terhadap laju perkembangan teknologi sehingga keberlanjutan media penyiaran tetap terjaga,” kata Lestari di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, upaya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, didorong oleh kenyataan bahwa dinamika industri media saat ini terus berubah.

    Untuk itu, penyesuaian kebijakan harus dilakukan untuk mewujudkan penguatan lembaga penyiaran, kebebasan pers dan ekspresi, perlindungan terhadap pekerja media dan masyarakat, hingga menyeimbangkan ekosistem penyiaran.

    Dia mengatakan tantangan seperti persaingan antar-platform, monetisasi konten, tantangan finansial, perubahan paradigma terkait sumber informasi dan audiens, serta dampak pada industri iklan dapat segera dijawab dengan solusi yang tepat.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar mengungkapkan kondisi bisnis penyiaran saat ini secara umum tidak baik-baik saja. Alokasi belanja iklan menurun, ujar dia, sedangkan capital expenditure (Capex) dan operating expenditure (Opex) tetap harus dikeluarkan.

    Akibatnya, dia mengatakan stasiun televisi semakin agresif melakukan efisiensi. Mulai dari menayangkan siaran ulang, sampai akhirnya terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja karyawan, agar tetap bisa beroperasi.

    Menurut Gilang, kondisi itu diperburuk dengan hadirnya pesaing baru, yaitu platform digital, sedangkan nilai iklannya tetap. Di sisi lain, dia mengungkapkan media televisi wajib mematuhi berbagai peraturan dari sejumlah lembaga terkait bisnis, standar teknis penyiaran, hingga pengaturan frekuensi, tetapi digital tidak diikat dengan aturan yang sebanyak media televisi.

    “Sehingga terjadi penerapan regulasi yang tidak seimbang,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Identifikasi Permasalahan Perempuan dengan Tepat untuk Atasi Tantangan yang Dihadapi

    Identifikasi Permasalahan Perempuan dengan Tepat untuk Atasi Tantangan yang Dihadapi

    Jakarta: Para perempuan yang memiliki kemampuan dan kapasitas sebagai pemimpin harus diperkuat dengan berbagai perangkat yang tepat, agar mampu mengidentifikasi dan menuntaskan berbagai permasalahan yang dihadapi. 

    “Sering kali berbagai permasalahan tidak bisa diatasi melalui penerapan sejumlah program karena kita tidak mampu mengidentifikasi dengan tepat permasalahan yang dihadapi,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka acara Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara MPR RI bertema “Penguatan Pemimpin Perempuan: Feminisme Pancasila untuk Kepemimpinan Pro Keadilan,” di depan para tokoh perempuan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 6 Mei 2025. 

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Pemberdayaan Perempuan Langkah Strategis Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan

    Menurut Lestari, tantangan yang dihadapi perempuan di Indonesia, khususnya di NTT, antara lain beban ganda, tekanan budaya, trauma masa lalu, ketidaksetaraan, trafficking, dan tindak kekerasan, merupakan permasalahan yang ada di keseharian masyarakat. 

    (Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para perempuan yang memiliki akses terhadap otoritas di daerah-daerah segera melakukan aksi nyata. Foto: Dok. Istimewa)

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat ketidakmampuan mengatasi sejumlah tantangan tersebut akan berdampak besar pada sejumlah faktor pembangunan. 

    Sebagai catatan, ungkap Rerie, 60% rumah tangga miskin kepala rumah tangganya perempuan. 

    Faktor penyebab kemiskinan itu, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, antara lain terbatasnya akses ekonomi, pendidikan, dan kesehatan terhadap perempuan. 

    Rerie berpendapat, salah satu langkah yang harus dilakukan adalah mendesak para pemangku kepentingan di daerah agar mampu membuat kebijakan inklusif dan ramah perempuan. 

    Baca juga: Hardiknas 2025, Rerie Tegaskan Pendidikan Berkualitas Mesti Terwujud Bagi Setiap Warga Negara

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para perempuan yang memiliki akses terhadap otoritas di daerah-daerah segera melakukan aksi nyata untuk membangun kolaborasi yang kuat antara pihak-pihak terkait dalam upaya peningkatan kapasitas dan pemberdayaan perempuan. 

    Jakarta: Para perempuan yang memiliki kemampuan dan kapasitas sebagai pemimpin harus diperkuat dengan berbagai perangkat yang tepat, agar mampu mengidentifikasi dan menuntaskan berbagai permasalahan yang dihadapi. 
     
    “Sering kali berbagai permasalahan tidak bisa diatasi melalui penerapan sejumlah program karena kita tidak mampu mengidentifikasi dengan tepat permasalahan yang dihadapi,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka acara Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara MPR RI bertema “Penguatan Pemimpin Perempuan: Feminisme Pancasila untuk Kepemimpinan Pro Keadilan,” di depan para tokoh perempuan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 6 Mei 2025. 
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Pemberdayaan Perempuan Langkah Strategis Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan

    Menurut Lestari, tantangan yang dihadapi perempuan di Indonesia, khususnya di NTT, antara lain beban ganda, tekanan budaya, trauma masa lalu, ketidaksetaraan, trafficking, dan tindak kekerasan, merupakan permasalahan yang ada di keseharian masyarakat. 
     

    (Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para perempuan yang memiliki akses terhadap otoritas di daerah-daerah segera melakukan aksi nyata. Foto: Dok. Istimewa)
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat ketidakmampuan mengatasi sejumlah tantangan tersebut akan berdampak besar pada sejumlah faktor pembangunan. 
     
    Sebagai catatan, ungkap Rerie, 60% rumah tangga miskin kepala rumah tangganya perempuan. 
     
    Faktor penyebab kemiskinan itu, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, antara lain terbatasnya akses ekonomi, pendidikan, dan kesehatan terhadap perempuan. 
     
    Rerie berpendapat, salah satu langkah yang harus dilakukan adalah mendesak para pemangku kepentingan di daerah agar mampu membuat kebijakan inklusif dan ramah perempuan. 
     
    Baca juga: Hardiknas 2025, Rerie Tegaskan Pendidikan Berkualitas Mesti Terwujud Bagi Setiap Warga Negara
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para perempuan yang memiliki akses terhadap otoritas di daerah-daerah segera melakukan aksi nyata untuk membangun kolaborasi yang kuat antara pihak-pihak terkait dalam upaya peningkatan kapasitas dan pemberdayaan perempuan. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Wakil Ketua MPR: Pertumbuhan media digital perlu diimbangi kebijakan

    MPR: Pemberdayaan perempuan langkah wujudkan pembangunan berkelanjutan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa pemberdayaan perempuan merupakan langkah strategis untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

    Lestari dalam keterangan diterima di Jakarta, Sabtu, menyebut perempuan sebagai pilar keluarga dan masyarakat memiliki peran strategis untuk menghadirkan solusi pengentasan kemiskinan dalam proses pembangunan.

    “Upaya pemberdayaan perempuan itu merupakan bagian langkah strategis untuk merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan,” ucap dia saat seminar Perempuan sebagai Ujung Tombak Pemberdayaan dalam Mengatasi Kemiskinan dengan Hidup Sehat.

    Adapun seminar tersebut digelar oleh Wanita Katolik Republik Indonesia Dewan Pengurus Daerah Jakarta di Pusat Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Samadi Jakarta pada Sabtu ini.

    Menurut Lestari, perempuan berdaya akan lebih mudah memecah “tembok kaca” yang selama ini membatasi perempuan untuk berperan lebih aktif di ruang publik.

    Untuk itu, dia mendorong agar upaya peningkatan pengetahuan kesehatan dan pendidikan perempuan melalui kemudahan akses kesehatan, pendidikan, dan ekonomi konsisten dilakukan.

    “Partisipasi aktif perempuan di sektor ekonomi terbukti bisa membuat sektor UMKM tetap survive pada masa pandemi,” katanya pula.

    Menurut dia, perlu dukungan aktif dari semua pihak agar berbagai potensi yang dimiliki perempuan dapat muncul ke permukaan dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

    “Karena sejatinya sejak sebelum Indonesia hadir, perempuan-perempuan di Nusantara sudah mengambil peran di berbagai posisi penting di sejumlah kerajaan atau kesultanan Nusantara,” imbuhnya.

    Guna memaksimalkan pemberdayaan perempuan, ia turut mendorong para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk berkolaborasi mewujudkan ekosistem yang mendorong lahirnya perempuan-perempuan berdaya.

    “Upaya pemberdayaan perempuan dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa depan,” demikian Lestari.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Lestari Moerdijat Ungkap Peran Strategis Perempuan untuk Pembangunan

    Lestari Moerdijat Ungkap Peran Strategis Perempuan untuk Pembangunan

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan bahwa perempuan sebagai pilar keluarga dan masyarakat, memiliki peran strategis untuk menghadirkan solusi pengentasan kemiskinan dalam proses pembangunan. Hal ini disampaikan saat berbicara dalam seminar bertema Perempuan sebagai Ujung Tombak Pemberdayaan dalam Mengatasi Kemiskinan dengan Hidup Sehat.

    “Upaya pemberdayaan perempuan itu merupakan bagian langkah strategis untuk merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan,” kata Lestari dalam keterangannya, Sabtu (3/5/2025).

    Menurut Lestari, bila perempuan berdaya akan lebih mudah untuk memecah ‘tembok kaca’ yang selama ini membatasi perempuan untuk berperan lebih aktif di ruang publik.

    Rerie, sapaan akrab Lestari, mendorong agar upaya peningkatkan pengetahuan kesehatan dan pendidikan perempuan melalui kemudahan akses kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, harus secara konsisten dilakukan.

    Rerie mengungkapkan, partisipasi aktif perempuan di sektor ekonomi terbukti bisa membuat sektor UMKM tetap survive pada masa pandemi.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, diperlukan dukungan aktif dari semua pihak agar berbagai potensi yang dimiliki perempuan dapat muncul ke permukaan dan bermanfaat bagi lingkungannya.

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk mewujudkan ekosistem yang mendorong lahirnya perempuan-perempuan yang berdaya.

    Selain itu, tegas Rerie, upaya pemberdayaan perempuan dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa depan.

    (prf/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Lestari: Wujudkan pendidikan berkualitas bagi setiap warga negara

    Lestari: Wujudkan pendidikan berkualitas bagi setiap warga negara

    Semangat untuk mewujudkan pendidikan berkualitas dan inklusif untuk semua harus terus digelorakan dan direalisasikan.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa semangat untuk menyediakan layanan pendidikan berkualitas bagi setiap warga negara harus terus terwujud dalam setiap kebijakan di sektor pendidikan.

    “Peringatan Hari Pendidikan Nasional harus dimaknai sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan agar setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan berkualitas, seperti yang diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantara,” kata Lestari dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Hal tersebut disampaikan Lestari dalam rangka Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap 2 Mei. Tema peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini adalah Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua.

    Tema tersebut menegaskan pentingnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam membangun pendidikan yang berkualitas dan inklusif.

    Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2024 menunjukkan penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas rata-rata hanya menempuh pendidikan selama 9,22 tahun atau lulus kelas 9 SMP atau sederajat.

    Sementara itu, pada tahun ini Pemerintah mencanangkan program wajib belajar 13 tahun bagi setiap anak bangsa.

    Menurut Lestari, Hari Pendidikan Nasional diperingati untuk menghormati perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam menentang kebijakan pendidikan pada masa kolonial yang hanya mengutamakan kelompok masyarakat tertentu saja.

    Ki Hajar Dewantara lantas mendirikan Taman Siswa, organisasi pendidikan yang menekankan pada prinsip nasionalisme dan kemerdekaan dalam pendidikan.

    Tujuannya, kata Rerie, sapaan akrab Lestari, untuk memberikan pendidikan yang merdeka dan berkualitas kepada semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi.

    Rerie menilai semangat untuk mewujudkan pendidikan berkualitas dan inklusif untuk semua harus terus digelorakan dan direalisasikan demi melahirkan generasi penerus bangsa yang berdaya saing pada masa depan.

    Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II itu mendorong agar kebijakan di sektor pendidikan yang berlaku saat ini bisa diterapkan dengan baik sebagai bagian dari upaya mewujudkan layanan pendidikan bermutu untuk semua.

    Wakil rakyat ini berharap pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta masyarakat memiliki komitmen yang kuat untuk melahirkan anak bangsa yang berdaya saing melalui ketersediaan layanan pendidikan berkualitas bagi seluruh masyarakat.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bangun Kesadaran Bersama untuk Atasi Persoalan Sampah

    Bangun Kesadaran Bersama untuk Atasi Persoalan Sampah

    Mohamad Mamduh • 30 April 2025 17:35

    Jakarta: Membangun kesadaran bersama setiap warga negara untuk fokus mengatasi pekerjaan rumah terkait persoalan sampah harus segera dilakukan. 

    “Sejatinya mengelola lingkungan hidup dan menyelesaikan persoalan sampah harus dipahami sebagai gerakan kebangsaan, seperti yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Gotong-Royong Mengatasi Darurat Sampah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, pada Rabu (30/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Sugeng Suparwoto, M.T. (Wakil Ketua Komisi XII DPR RI),  Ir. Junaidi, M.T. (Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kab. Banyumas), dan Titik Nuraini (Ketua Komunitas Peduli Kali Loji) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Putri Rosmalia Octaviyani (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan tentang kewenangan negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan alam. Itu berarti, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, negara memiliki hak untuk mengatur, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut. 

    Di sisi lain, tambah dia, negara juga mesti hadir dalam berbagai upaya melestarikan lingkungan hidup dengan melibatkan seluruh anak bangsa.  Termasuk, jelasnya, dalam pengelolaan sampah sebagai bagian upaya merawat bumi. 

    Peringatan Hari Bumi Internasional pada 22 April lalu, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mengingatkan kita bahwa pekerjaan rumah terkait pengelolaan sampah di negeri ini masih banyak yang belum tuntas. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar semua pihak membangun kerja sama dengan baik dalam pengelolaan sampah dan membangun kesadaran masyarakat untuk mengatasi darurat sampah. 

    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, M.T. berpendapat, problem sampah yang paling akut adalah membangkitkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya mengelola sampah. 

    Menurut Sugeng, dalam perkembangannya saat ini sampah bahkan menjadi salah satu penyebab banjir, menimbulkan persoalan lingkungan secara fisik dan sosial. 

    Sugeng menilai, konsep tata kelola sampah di Indonesia secara umum masih dalam bentuk upaya pencegahan dengan meminimalkan produksi sampah melalui upaya pemanfaatan ulang, daur ulang, hingga open dumping. 

    Saat ini, ujar Sugeng, sejumlah upaya menekan produksi sampah sudah dimulai antara lain dari produsen dengan mendesain ulang produk tanpa kemasan, retail tidak menyediakan kantong plastik, dan perbaikan gaya hidup yang mengedepankan pemanfaatan ulang sebuah produk. 

    Diakui Sugeng, energi di Indonesia masih dihasilkan dari bahan bakar fosil. Dalam konteks pengelolaan sampah, menurut Sugeng, harus diarahkan bagaimana sampah bisa menjadi penopang swasembada energi dan bahan bakar rendah karbon. 

    Saat ini, ungkap Sugeng, pihaknya sedang melakukan revisi UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam upaya mengubah paradigma pengelolaan sampah yang menekankan pada pengurangan dan penanganan sampah. 

    Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kabupaten Banyumas, Junaidi mengungkapkan, pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas saat ini sudah didelegasikan kepada kelompok swasembada masyarakat. 

    Dengan luas wilayah lebih dari 139.115 hektare, ujar Junaidi, Kabupaten Banyumas sudah tidak memakai pengelolaan sampah konvensional seperti open dumping. 

    Junaidi mengungkapkan, Kabupaten Banyumas juga pernah mengalami darurat sampah, ketika sejumlah tempat pembuangan akhir sampah ditutup oleh masyarakat. 

    Menurut Junaidi, salah satu solusi yang dihadirkan adalah program sulap sampah menjadi uang (Sumpah Beruang) yang memadukan gerakan ekonomi sirkular, pemberdayaan masyarakat, dan gotong-royong. 

    Ketua Komunitas Peduli Kali Loji, Titik Nuraini berpendapat, keterlibatan aktif masyarakat di lapangan sangat penting dalam upaya mengelola sampah. 

    Kepercayaan yang tumbuh dari masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah dengan baik, ujar Titik, merupakan hasil dari proses pendekatan yang dilakukan. 

    Antara lain, ungkap Titik, seperti konsisten melakukan aksi bersama masyarakat membersihkan sungai, saluran air di lingkungan tempat tinggal, sehingga terbangun kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. 

    Menurut Titik, strategi menumbuhkan aksi  kolektif komunitas dan warga penting untuk dilakukan dalam upaya menumbuhkan budaya baru memilah sampah dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan. 

    Diakui Titik, pola pikir lama masyarakat masih jadi kendala di lapangan, karena mereka masih beranggapan bahwa menjaga lingkungan bukan tanggung jawab masyarakat. 

    Titik berpendapat, gotong-royong bukan sekadar gerak bersama-sama semata, tetapi lebih jauh lagi harus secara kolektif, lintas sektor dan kelas. 

    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Putri Rosmalia Octaviyani berpendapat, permasalahan sampah di Indonesia dari tahun ke tahun tidak banyak berubah. 

    Peristiwa kebakaran tempat pembuangan akhir sampah, ujar Putri, selalu terjadi secara bergantian di sejumlah daerah. 

    Secara umum, tambah Putri, penerapan pengelolaan sampah yang baik belum sepenuhnya dilakukan di daerah-daerah. Padahal, tambah dia, permasalahan sampah juga bisa memicu masalah sosial. 

    Edukasi sejak dini terkait sejumlah isu lingkungan, menurut Putri, penting untuk dilakukan. Selain itu, jelas dia, butuh komitmen yang kuat dari pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan. 

    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat pentingnya menanamkan nilai-nilai untuk membuang sampah pada tempatnya kepada masyarakat. Kampanye terkait hal itu, jelas Saur, bisa melalui media massa atau bahkan media sosial. 

    Selain itu, tambah Saur, jika ada daerah yang sukses mengelola sampah dengan baik, seperti Banyumas, bisa dipelajari, ditiru, dan dilaksanakan. 

    “Bila negara lain sudah mengaplikasikan pengelolaan sampah seperti di Banyumas, mengapa daerah lain tidak segera menirunya,” ujar Saur.

    Jakarta: Membangun kesadaran bersama setiap warga negara untuk fokus mengatasi pekerjaan rumah terkait persoalan sampah harus segera dilakukan. 
     
    “Sejatinya mengelola lingkungan hidup dan menyelesaikan persoalan sampah harus dipahami sebagai gerakan kebangsaan, seperti yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Gotong-Royong Mengatasi Darurat Sampah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, pada Rabu (30/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Sugeng Suparwoto, M.T. (Wakil Ketua Komisi XII DPR RI),  Ir. Junaidi, M.T. (Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kab. Banyumas), dan Titik Nuraini (Ketua Komunitas Peduli Kali Loji) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Putri Rosmalia Octaviyani (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan tentang kewenangan negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan alam. Itu berarti, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, negara memiliki hak untuk mengatur, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut. 
     
    Di sisi lain, tambah dia, negara juga mesti hadir dalam berbagai upaya melestarikan lingkungan hidup dengan melibatkan seluruh anak bangsa.  Termasuk, jelasnya, dalam pengelolaan sampah sebagai bagian upaya merawat bumi. 
     
    Peringatan Hari Bumi Internasional pada 22 April lalu, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mengingatkan kita bahwa pekerjaan rumah terkait pengelolaan sampah di negeri ini masih banyak yang belum tuntas. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar semua pihak membangun kerja sama dengan baik dalam pengelolaan sampah dan membangun kesadaran masyarakat untuk mengatasi darurat sampah. 
     
    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, M.T. berpendapat, problem sampah yang paling akut adalah membangkitkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya mengelola sampah. 
     
    Menurut Sugeng, dalam perkembangannya saat ini sampah bahkan menjadi salah satu penyebab banjir, menimbulkan persoalan lingkungan secara fisik dan sosial. 
     
    Sugeng menilai, konsep tata kelola sampah di Indonesia secara umum masih dalam bentuk upaya pencegahan dengan meminimalkan produksi sampah melalui upaya pemanfaatan ulang, daur ulang, hingga open dumping. 
     
    Saat ini, ujar Sugeng, sejumlah upaya menekan produksi sampah sudah dimulai antara lain dari produsen dengan mendesain ulang produk tanpa kemasan, retail tidak menyediakan kantong plastik, dan perbaikan gaya hidup yang mengedepankan pemanfaatan ulang sebuah produk. 
     
    Diakui Sugeng, energi di Indonesia masih dihasilkan dari bahan bakar fosil. Dalam konteks pengelolaan sampah, menurut Sugeng, harus diarahkan bagaimana sampah bisa menjadi penopang swasembada energi dan bahan bakar rendah karbon. 
     
    Saat ini, ungkap Sugeng, pihaknya sedang melakukan revisi UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam upaya mengubah paradigma pengelolaan sampah yang menekankan pada pengurangan dan penanganan sampah. 
     
    Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kabupaten Banyumas, Junaidi mengungkapkan, pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas saat ini sudah didelegasikan kepada kelompok swasembada masyarakat. 
     
    Dengan luas wilayah lebih dari 139.115 hektare, ujar Junaidi, Kabupaten Banyumas sudah tidak memakai pengelolaan sampah konvensional seperti open dumping. 
     
    Junaidi mengungkapkan, Kabupaten Banyumas juga pernah mengalami darurat sampah, ketika sejumlah tempat pembuangan akhir sampah ditutup oleh masyarakat. 
     
    Menurut Junaidi, salah satu solusi yang dihadirkan adalah program sulap sampah menjadi uang (Sumpah Beruang) yang memadukan gerakan ekonomi sirkular, pemberdayaan masyarakat, dan gotong-royong. 
     
    Ketua Komunitas Peduli Kali Loji, Titik Nuraini berpendapat, keterlibatan aktif masyarakat di lapangan sangat penting dalam upaya mengelola sampah. 
     
    Kepercayaan yang tumbuh dari masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah dengan baik, ujar Titik, merupakan hasil dari proses pendekatan yang dilakukan. 
     
    Antara lain, ungkap Titik, seperti konsisten melakukan aksi bersama masyarakat membersihkan sungai, saluran air di lingkungan tempat tinggal, sehingga terbangun kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. 
     
    Menurut Titik, strategi menumbuhkan aksi  kolektif komunitas dan warga penting untuk dilakukan dalam upaya menumbuhkan budaya baru memilah sampah dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan. 
     
    Diakui Titik, pola pikir lama masyarakat masih jadi kendala di lapangan, karena mereka masih beranggapan bahwa menjaga lingkungan bukan tanggung jawab masyarakat. 
     
    Titik berpendapat, gotong-royong bukan sekadar gerak bersama-sama semata, tetapi lebih jauh lagi harus secara kolektif, lintas sektor dan kelas. 
     
    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Putri Rosmalia Octaviyani berpendapat, permasalahan sampah di Indonesia dari tahun ke tahun tidak banyak berubah. 
     
    Peristiwa kebakaran tempat pembuangan akhir sampah, ujar Putri, selalu terjadi secara bergantian di sejumlah daerah. 
     
    Secara umum, tambah Putri, penerapan pengelolaan sampah yang baik belum sepenuhnya dilakukan di daerah-daerah. Padahal, tambah dia, permasalahan sampah juga bisa memicu masalah sosial. 
     
    Edukasi sejak dini terkait sejumlah isu lingkungan, menurut Putri, penting untuk dilakukan. Selain itu, jelas dia, butuh komitmen yang kuat dari pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan. 
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat pentingnya menanamkan nilai-nilai untuk membuang sampah pada tempatnya kepada masyarakat. Kampanye terkait hal itu, jelas Saur, bisa melalui media massa atau bahkan media sosial. 
     
    Selain itu, tambah Saur, jika ada daerah yang sukses mengelola sampah dengan baik, seperti Banyumas, bisa dipelajari, ditiru, dan dilaksanakan. 
     
    “Bila negara lain sudah mengaplikasikan pengelolaan sampah seperti di Banyumas, mengapa daerah lain tidak segera menirunya,” ujar Saur.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (MMI)

  • Pimpinan MPR ingatkan sektor pendidikan tanamkan nilai integritas

    Pimpinan MPR ingatkan sektor pendidikan tanamkan nilai integritas

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan pentingnya sektor pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai integritas kepada para peserta didik selaku generasi penerus bangsa untuk menjawab berbagai tantangan di masa depan.

    “Sektor pendidikan yang bertugas mempersiapkan sumber daya manusia yang tangguh di masa depan, harus mampu menanamkan nilai-nilai integritas kepada setiap anak bangsa yang sangat penting untuk menjawab berbagai tantangan di masa depan,” kata Rerie, sapaan karibnya, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Dia lantas memaparkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 yang mengungkapkan skor SPI Pendidikan 2024 mengalami penurunan dari 73,7 menjadi 69,50.

    Dalam survei tersebut, kasus menyontek masih ditemukan pada 78 persen sekolah dan 98 persen kampus. Selain itu, masih ada 30 persen guru atau dosen dan 18 persen pimpinan satuan pendidikan yang menganggap gratifikasi dari siswa atau wali murid sebagai hal lumrah.

    Menurut dia, hasil survei tersebut harus segera ditindaklanjuti pemerintah dengan langkah nyata agar generasi penerus bangsa memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks di masa depan.

    Dia menyebut nilai-nilai integritas seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, sederhana, dan adil sangat penting untuk ditanamkan kepada setiap anak bangsa.

    Dia pun berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah mampu membangun dan merealisasikan sistem pendidikan yang menanamkan nilai-nilai integritas kepada peserta didik.

    “Tentu saja, upaya memberi teladan dalam menerapkan nilai-nilai integritas itu merupakan bagian penting untuk dilakukan oleh para penyelenggara pendidikan di tanah air,” tuturnya.

    Dia berharap pula penegakan nilai-nilai integritas bagi setiap anak bangsa menjadi prioritas pada sistem pendidikan nasional yang diterapkan.

    “Sehingga, di masa depan setiap anak bangsa memiliki kemampuan untuk menjawab setiap tantangan yang datang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Seni Ukir Jepara Didorong Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO, Diplomasi Budaya Menguat

    Seni Ukir Jepara Didorong Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO, Diplomasi Budaya Menguat

    TRIBUNJATENG.COM, JEPARA — Upaya mengangkat seni ukir Jepara ke pentas dunia melalui pengakuan Warisan Budaya Takbenda (WBTB) UNESCO semakin menguat.

    Dukungan lintas negara pun mulai mengalir.

    Dalam pertemuan strategis di Gedung Nusantara III Kompleks DPR/MPR RI, Senin (28/4/2025), Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat bertemu dengan Duta Besar Bosnia Herzegovina untuk Indonesia, Armin Limo.

    Pertemuan ini membahas kerja sama budaya, termasuk dukungan bagi Seni Ukir Jepara untuk masuk daftar UNESCO.

    Bosnia sendiri melalui Kota Konjic telah lebih dahulu mendapat pengakuan UNESCO pada 2017 atas tradisi seni ukirnya.

    Melihat potensi besar Jepara sebagai “World Carving Center”, kolaborasi ini dinilai menjadi peluang emas untuk memperkuat pengajuan ke UNESCO.

    “Saya sangat berterima kasih atas hubungan baik ini. Bosnia dan Indonesia sama-sama memiliki tradisi ukir yang kuat,” ujar Lestari dalam keterangan resminya, Selasa (29/4/2025).

    Dubes Armin Limo pun menyambut baik gagasan tersebut dan berjanji membuka jalur komunikasi dengan kementerian terkait di Bosnia.

    Sebagai tindak lanjut, Dubes Indonesia untuk Bosnia Herzegovina, Manahan Sitompul, didorong mempercepat koordinasi resmi dengan Pemerintah Kota Konjic.

    Selain itu, Lestari juga akan mengundang Dubes Bosnia dan mantan Duta Besar UNESCO, Prof. Ismunandar, untuk mengunjungi Jepara secara langsung.

    Kunjungan ini bertujuan memperlihatkan kekayaan tradisi ukir yang hidup di tengah masyarakat Jepara, sekaligus memperkuat narasi budaya dalam pengajuan ke UNESCO.

    Sebagai penghormatan, Lestari menyerahkan cendera mata berupa buku “The Art of Woodcarving: Heritage from Jepara”, surat resmi dari Bupati Jepara, serta sebuah ukiran relief “Life in the Swamp” karya maestro ukir Jepara, Sutrisno dan Sampir.

    Relief tersebut menggambarkan harmoni kehidupan alam melalui flora dan fauna, merefleksikan kekayaan makna dalam seni ukir Jepara yang sarat simbolisme dan nilai luhur.

    Lewat berbagai langkah diplomasi budaya ini, harapan untuk mengukuhkan Seni Ukir Jepara sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO semakin terbuka lebar.(ito)

  • Dubes Bosnia-Herzegovina Siap Bantu Ajukan Seni Ukir Jepara Jadi WBTB UNESCO

    Dubes Bosnia-Herzegovina Siap Bantu Ajukan Seni Ukir Jepara Jadi WBTB UNESCO

    Jakarta: Duta Besar Bosnia-Herzegovina bersedia membantu upaya pencatatan seni ukir Jepara sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO. 
     
    “Seni ukir di Jepara memiliki sejarah panjang karena merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pencatatan seni ukir sebagai bagian WBTB UNESCO sangat diharapkan oleh masyarakat Jepara,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat menerima Duta Besar Bosnia-Herzegovina untuk Indonesia, Armin Limo, di ruang kerja Wakil  Ketua MPR RI di lantai 9 Gedung Nusantara III, Kompleks DPR RI, MPR RI, dan DPD RI Senayan, Jakarta, Senin 28 April 2025. 
     
    Pada pertemuan itu hadir pula Prof. Ismunandar (Duta Besar Indonesia untuk UNESCO periode 2021-2024), Dr. Usman Kansong (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat), dan Dr. Radityo Fajar Arianto (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat). 

    Lestari berharap sejumlah upaya kerja sama dengan pemerintah Bosnia-Herzegovina dapat dilakukan untuk mewujudkan harapan masyarakat Jepara itu, melalui mekanisme ekstensi inskripsi yang telah dilakukan. 
     
    Karena, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, Pemerintah Bosnia-Herzegovina telah lebih dahulu mencatatkan seni ukir Konjic menjadi WBTB UNESCO pada 2017.
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah yang mencakup Kabupaten Jepara, Demak, dan Kudus itu sangat berharap, dengan tercatatnya seni ukir Jepara sebagai WBTB UNESCO kelak, eksistensi dan upaya pelestarian seni ukir Jepara dapat terus ditingkatkan. 
     
    Pada kesempatan itu, Duta Besar Bosnia-Herzegovina, Armin Limo menyatakan siap untuk membantu masyarakat Jepara, Jawa Tengah, mewujudkan harapan mereka, melalui sejumlah tahapan yang harus dilakukan. 
     
    Armin mengungkapkan, pihaknya akan berkoordinasi untuk membuka komunikasi dengan sejumlah kementerian di Bosnia-Herzegovina, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Urusan Sipil, dan Kementerian Kebudayaan. 
     
    Menurut Armin, Kementerian Kebudayaan Bosnia-Herzegovina akan coba berbicara kepada Pemerintah Kota Konjic di Bosnia-Herzegovina, terkait permintaan masyarakat Jepara itu. 
     
    Armin berharap, duta besar Republik Indonesia untuk Bosnia-Herzegovina juga bisa melakukan pendekatan kepada Pemerintah Kota Konjic di Bosnia-Herzegovina.***
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (MMI)

  • Lestari: Bosnia-Herzegovina bantu ajukan seni ukir Jepara WBTB UNESCO

    Lestari: Bosnia-Herzegovina bantu ajukan seni ukir Jepara WBTB UNESCO

    Seni ukir di Jepara memiliki sejarah panjang karena merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa Duta Besar Bosnia-Herzegovina Armin Limo menyatakan bersedia membantu upaya Indonesia dalam mencatatkan seni ukir Jepara sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) UNESCO.

    “Seni ukir di Jepara memiliki sejarah panjang karena merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pencatatan seni ukir sebagai bagian WBTB UNESCO sangat diharapkan oleh masyarakat Jepara,” kata Lestari Moerdijat.

    Hal itu disampaikan Lestari saat menerima Duta Besar Bosnia-Herzegovina untuk Indonesia Armin Limo di Gedung Nusantara III, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Lestari berharap sejumlah upaya kerja sama dengan pemerintah Bosnia-Herzegovina dapat dilakukan untuk mewujudkan harapan masyarakat Jepara itu melalui mekanisme ekstensi inskripsi yang telah dilakukan.

    Rerie, sapaan akrab Lestari, mengungkapkan bahwa pemerintah Bosnia-Herzegovina terlebih dahulu mencatatkan seni ukir Konjic menjadi WBTB UNESCO pada tahun 2017.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kabupaten Jepara, Demak, dan Kudus) sangat berharap seni ukir Jepara sebagai WBTB UNESCO agar eksistensi dan upaya pelestarian seni ukir Jepara dapat terus ditingkatkan.

    Pada kesempatan itu, Duta Besar Bosnia-Herzegovina Armin Limo menyatakan siap untuk membantu masyarakat Jepara, Jawa Tengah, mewujudkan harapan mereka melalui sejumlah tahapan.

    Armin mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi untuk membuka komunikasi dengan sejumlah kementerian di Bosnia-Herzegovina, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Urusan Sipil, dan Kementerian Kebudayaan.

    Menurut Armin, Kementerian Kebudayaan Bosnia-Herzegovina akan coba berbicara kepada Pemerintah Kota Konjic di Bosnia-Herzegovina terkait dengan permintaan masyarakat Jepara itu.

    Armin berharap Duta Besar Republik Indonesia untuk Bosnia-Herzegovina juga bisa melakukan pendekatan kepada Pemerintah Kota Konjic di Bosnia-Herzegovina.

    Pada pertemuan itu, hadir pula Duta Besar Indonesia untuk UNESCO periode 2021—2024 Ismunandar, Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Usman Kansong, dan Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Radityo Fajar Arianto.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025