Tag: Lestari Moerdijat

  • MPR: Undangan sidang tahunan presiden-wapres terdahulu telah disebar

    MPR: Undangan sidang tahunan presiden-wapres terdahulu telah disebar

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal MPR RI Siti Fauziah mengatakan bahwa undangan untuk presiden dan wakil presiden terdahulu telah disebar pihaknya untuk menghadiri Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2025 pada 15 Agustus.

    “Undangan sudah mulai kami sebar untuk wakil presiden dan presiden terdahulu, sudah mulai diantar,” kata Titi, sapaan karibnya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

    Dia menyebut dari segi pengaturan acara, Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2025 tak ubahnya dengan sidang serupa pada tahun 2024.

    “Itu hari Jumat (15 Agustus), jadi mulainya dari 9.30 WIB, menjadi satu rangkaian dengan Sidang Bersama DPR dan DPD. Jadi seperti tahun 2024,” ujarnya.

    Adapun terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang telah rampung pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)-nya, dia mengatakan belum akan dibacakan pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2025.

    Sebab, kata dia, hasil pembahasan terkait PPHN yang bergulir di MPR harus terlebih dahulu dilaporkan ke Presiden untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.

    Selain itu, lanjut dia, PPHN juga harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu atas pandangan fraksi-fraksi di MPR RI.

    “Tidak (dibacakan di Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2025). Kalau PPHN itu kalau mau ada kelanjutannya, itu masih akan dilaporkan kepada Pak Presiden. Jadi itu masih akan dipelajari lagi oleh Pak Presiden. Nanti baru tindak lanjutnya akan disampaikan ke MPR,” kata dia.

    Dia menambahkan bahwa pihaknya akan menggelar konferensi pers lebih lanjut terkait persiapan Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2025 pada pekan depan.

    Sejumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendatangi Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (23/7), untuk menemui Presiden RI Prabowo Subianto untuk berkonsultasi mengenai persiapan sidang tahunan yang digelar 15 Agustus.

    Sejumlah pimpinan MPR yang hadir yakni Ketua MPR Ahmad Muzani beserta sejumlah Wakil Ketua MPR, yakni Lestari Moerdijat, Rusdi Kirana, Hidayat Nur Wahid, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Eddy Soeparno, dan Kahar Muzakir.

    “Agendanya konsultasi persiapan sidang tahunan DPR yang dilaksanakan 1-2 hari sebelum HUT RI,” ujar Eddy Soeparno.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Upaya Perlindungan terhadap Korban TPPO Harus Dikedepankan

    Upaya Perlindungan terhadap Korban TPPO Harus Dikedepankan

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan pentingnya keberpihakan terhadap korban dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap melibatkan perempuan harus dikedepankan, sebagai bagian perlindungan negara kepada setiap warganya. 

    “Pada kasus-kasus TPPO yang kerap menyasar perempuan seringkali terjadi praktik kriminalisasi terhadap korban. Kondisi ini harus segera diatasi dengan mengedepankan langkah perlindungan bagi korban,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat 1 Agustus 2025.

    Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2020–2024 mengungkapkan 267 kasus TPPO  melibatkan perempuan sebagai korban.

    Komnas Perempuan juga menyoroti masih terjadinya praktik kriminalisasi terhadap korban TPPO, antara lain perempuan korban justru dipermasalahkan dokumennya, dideportasi, atau dikriminalisasi akibat situasi eksploitasi yang dialaminya.

    Menurut Lestari, kondisi tersebut harus segera diatasi agar upaya perlindungan menyeluruh bagi setiap warga negara, termasuk perempuan, dapat diwujudkan. 
     

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, respons terkait perkembangan sejumlah modus dan tujuan  TPPO yang terjadi saat ini harus mampu diantisipasi dengan langkah-langkah sistematis. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, langkah antisipasi tersebut membutuhkan dukungan sejumlah pihak, mengingat modus baru TPPO berkembang dengan cepat memanfaatkan teknologi digital. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap negara tidak abai dengan perkembangan kasus-kasus TPPO yang mengancam perempuan, anak, dan kelompok masyarakat marjinal. 

    Menurut Rerie, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, menjamin hak-hak dasar setiap warga negara dan memberikan dasar hukum bagi perlindungan HAM.

    Karena itu, tegas dia, negara wajib melindungi setiap warga negara dari berbagai ancaman terhadap hak-hak dasar mereka

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan pentingnya keberpihakan terhadap korban dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap melibatkan perempuan harus dikedepankan, sebagai bagian perlindungan negara kepada setiap warganya. 
     
    “Pada kasus-kasus TPPO yang kerap menyasar perempuan seringkali terjadi praktik kriminalisasi terhadap korban. Kondisi ini harus segera diatasi dengan mengedepankan langkah perlindungan bagi korban,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat 1 Agustus 2025.
     
    Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2020–2024 mengungkapkan 267 kasus TPPO  melibatkan perempuan sebagai korban.

    Komnas Perempuan juga menyoroti masih terjadinya praktik kriminalisasi terhadap korban TPPO, antara lain perempuan korban justru dipermasalahkan dokumennya, dideportasi, atau dikriminalisasi akibat situasi eksploitasi yang dialaminya.
     
    Menurut Lestari, kondisi tersebut harus segera diatasi agar upaya perlindungan menyeluruh bagi setiap warga negara, termasuk perempuan, dapat diwujudkan. 
     

     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, respons terkait perkembangan sejumlah modus dan tujuan  TPPO yang terjadi saat ini harus mampu diantisipasi dengan langkah-langkah sistematis. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, langkah antisipasi tersebut membutuhkan dukungan sejumlah pihak, mengingat modus baru TPPO berkembang dengan cepat memanfaatkan teknologi digital. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap negara tidak abai dengan perkembangan kasus-kasus TPPO yang mengancam perempuan, anak, dan kelompok masyarakat marjinal. 
     
    Menurut Rerie, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, menjamin hak-hak dasar setiap warga negara dan memberikan dasar hukum bagi perlindungan HAM.
     
    Karena itu, tegas dia, negara wajib melindungi setiap warga negara dari berbagai ancaman terhadap hak-hak dasar mereka
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (RUL)

  • Konsistensi Kebijakan di Sektor Lingkungan Harus Didukung semua Pihak

    Konsistensi Kebijakan di Sektor Lingkungan Harus Didukung semua Pihak

    Jakarta: Komitmen pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus konsisten diwujudkan untuk menjawab sejumlah ancaman dampak pemanasan global.

    “Krisis iklim kini jadi salah satu masalah global yang tidak bisa dikesampingkan. Indonesia harus menghadapi isu lingkungan ini dengan sungguh-sungguh,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Menakar Kesiapan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia Menuju Conference of the Parties (COP) 30 di Brasil yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 30 Juli 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoerti, S.H., L.LM. (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. H. Syarif Fasha, M.E. (Anggota Komisi XII DPR RI), Ir. Ary Sudijanto, M.S.E (Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup), Andrew Arristianto (Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Adam Kurniawan (Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI), sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bagaimana cara kita mencapai target-target pelestarian lingkungan yang telah disepakati sejumlah negara di dunia, merupakan tantangan tersendiri. 

    Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, di satu sisi kerusakan lingkungan di Indonesia terus terjadi. 

    Padahal, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, Konstitusi UUD 1945 memberikan dasar pemikiran penting tentang pelestarian lingkungan hidup. 

    Pasal 28H ayat 1 dan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 misalnya, jelas Rerie, memberikan landasan konstitusional untuk perlindungan lingkungan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong upaya pemenuhan target kontribusi iklim nasional yang telah disepakati bersama sejumlah negara, termasuk Indonesia, dapat direalisasikan dengan keterlibatan aktif semua pihak yang terkait. 

    Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha mengungkapkan, sejumlah langkah untuk menekan dampak krisis iklim, banyak yang tidak bisa berjalan karena terkendala sejumlah hal teknis. 

    Di Jambi misalnya, tambah Syarif, memiliki tiga hutan lindung dan satu hutan konservasi. Namun, tegas dia, pihak pemerintah daerahnya tidak mendapat apa-apa. “Jambi salah satu paru-paru dunia lho,” ujarnya. 

    Menurut Syarif, pemanfaatan energi adalah satu faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca. Sehingga, tegas dia, optimalisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menjadi kunci dari pencapaian target kontribusi iklim nasional (NDC) Indonesia. 

    Syarif berharap, setiap pimpinan berganti tidak diikuti dengan pergantian kebijakan terkait lingkungan. “Kita harus segera mulai pemanfaatan EBT,” ujar Syarif. 

    Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto mengungkapkan, Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris dalam ikut menyikapi perubahan iklim.

    Menurut Ary, Protokol Kyoto hanya mewajibkan sejumlah negara anggota untuk mengurangi emisi, tetapi pada Perjanjian Paris mewajibkan semua negara anggota, termasuk Indonesia, harus memiliki rencana dan upaya pengurangan emisi. 

    Upaya pengurangan emisi, ujar Ary, mencakup lima sektor seperti energi, limbah, IPPU (Industrial Processes and Product Use), pertanian, dan kehutanan. 

    Diakui Ary, sebagai bagian dari negara yang meratifikasi Perjanjian Paris, submission NDC Indonesia sangat ditunggu untuk mendorong negara-negara anggota lainnya dapat mensubmit NDC-nya masing-masing.

    Menurut Ary, submission NDC Indonesia dinilai lebih rinci dan lebih maju daripada negara-negara anggota lainnya yang meratifikasi Perjanjian Paris. 

    Ary sangat berharap masukan dari sejumlah pihak terkait upaya pengurangan emisi di sejumlah sektor sebagai bahan untuk dibawa pada ajang COP 30 di Brasil, November mendatang. 

    Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organda, Andrew Arristianto berpendapat, transportasi dapat berjalan dengan meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan. 

    Menurut Andrew, upaya pengurangan emisi bisa dilakukan antara lain dengan penggunaan transportasi umum dalam keseharian. 

    Meski begitu, tambah dia, di sejumlah daerah ketersediaan angkutan umum masih terbatas, sehingga masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. 

    Menurut Andrew, perlu didorong pembukaan rute-rute baru dan peningkatan jumlah transportasi umum, baik dalam bentuk bus atau kereta. 

    Selain itu, tegas dia, perlu juga ditetapkan standar operasional prosedur (SOP) dan peningkatan kualitas transportasi umum, serta transisi energi di sejumlah daerah, sehingga pengurangan emisi dapat berkelanjutan. 

    Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI, Adam Kurniawan berpendapat, kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca itu sangat terkait dengan sumber-sumber kehidupan masyarakat. 
     

    Jangan sampai, tegas Adam, upaya menekan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara yang menghambat masyarakat mengakses sumber kehidupan. 

    Mengutip data Bank Dunia pada 2023, Adam mengungkapkan, emisi gas rumah kaca meningkat 16 kali lipat dari setengah abad yang lalu. 

    Sementara itu, pada 2024 Kementerian ESDM mencatat 85% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil. 

    Adam berpendapat, pemerintah kerap mengedepankan solusi palsu dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca, seperti kebijakan pemanfaatan biofuel dengan perluasan lahan kebun sawit yang mengorbankan areal hutan. 

    Menurut Adam, pelaporan NDC bukan hanya sekadar angka pencapaian, tetapi lebih penting dari hal itu mengedapankan aspek keadilan lingkungan bagi masyarakat luas. 

    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Indrastuti berpendapat, pelibatan pemerintah daerah dalam penurunan emisi atau pencapaian NDC sangat penting. 

    Langkah itu, tembah dia, perlu dibarengi dengan insentif untuk pemerintah daerah. 

    Diakui Indrastuti, ada sejumlah pemerintah daerah yang bisa mengelola sampah secara berkelanjutan. Namun, di sisi lain masih banyak pemerintah daerah yang abai terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan. 

    Terkait pengurangan emisi dari sektor transportasi, Indrastuti berpendapat, perlu dibangun interkoneksi transportasi umum antara Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya. 

    Sementara itu, ungkap Indrastuti, pemanfaatan kendaraan listrik baru ramai di kota-kota besar, tetapi sepi di daerah-daerah. 

    Menurut dia, keterbatasan sarana pendukung dan mindset masyarakat terkait sulitnya memanfaatkan kendaraan listrik masih menjadi kendala. 

    Indrastuti menegaskan, pengurangan emisi dan perubahan iklim bukan hanya persoalan dan tugas Kementerian Lingkungan Hidup,tetapi juga masyarakat untuk mengatasinya. 

    Wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, kesadaran kolektif mengenai pemanasan global belum sama. Banyak orang yang menilai kenaikan suhu 1 derajat Celcius itu merupakan hal biasa. 

    Demikian juga ketika permukaan air laut naik sampai 120 meter itu dianggap biasa. 

    Sehingga, menurut Saur, kesadaran masyarakat terkait dampak pemanasan global itu harus diperluas. Termasuk juga kesadaran dari pengambil kebijakan. 

    “Jangan-jangan para pengambil kebijakan itu juga megira kenaikan suhu udara 1 derajat Celcius itu belum apa-apa. Padahal, kenaikan suhu 1 derajat itu tidaklah bisa diterima oleh para pakar,” ujar Saur. 

    Selain itu, tegas Saur, harus ada kebijakan yang konsisten dan penuh komitmen terkait pemanfaatan EBT. Sejatinya, tambah dia, saat ini pemanfaatan EBT itu bukanlah pilihan, tetapi sebuah keniscayaan. 

    “Apakah kita serius memanfaatkan EBT ini. Saya khawatir kebijakan penggunaan EBT ini tidak konsisten,” ujar Saur. 

    Pada masa lalu, ujar dia, ada kebijakan yang mewajibkan taksi menggunakan bahan bakar gas dan saat ini menghilang begitu saja.

    Jakarta: Komitmen pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus konsisten diwujudkan untuk menjawab sejumlah ancaman dampak pemanasan global.
     
    “Krisis iklim kini jadi salah satu masalah global yang tidak bisa dikesampingkan. Indonesia harus menghadapi isu lingkungan ini dengan sungguh-sungguh,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Menakar Kesiapan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia Menuju Conference of the Parties (COP) 30 di Brasil yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 30 Juli 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoerti, S.H., L.LM. (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. H. Syarif Fasha, M.E. (Anggota Komisi XII DPR RI), Ir. Ary Sudijanto, M.S.E (Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup), Andrew Arristianto (Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Adam Kurniawan (Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI), sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, bagaimana cara kita mencapai target-target pelestarian lingkungan yang telah disepakati sejumlah negara di dunia, merupakan tantangan tersendiri. 
     
    Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, di satu sisi kerusakan lingkungan di Indonesia terus terjadi. 
     
    Padahal, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, Konstitusi UUD 1945 memberikan dasar pemikiran penting tentang pelestarian lingkungan hidup. 
     
    Pasal 28H ayat 1 dan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 misalnya, jelas Rerie, memberikan landasan konstitusional untuk perlindungan lingkungan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong upaya pemenuhan target kontribusi iklim nasional yang telah disepakati bersama sejumlah negara, termasuk Indonesia, dapat direalisasikan dengan keterlibatan aktif semua pihak yang terkait. 
     
    Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha mengungkapkan, sejumlah langkah untuk menekan dampak krisis iklim, banyak yang tidak bisa berjalan karena terkendala sejumlah hal teknis. 
     
    Di Jambi misalnya, tambah Syarif, memiliki tiga hutan lindung dan satu hutan konservasi. Namun, tegas dia, pihak pemerintah daerahnya tidak mendapat apa-apa. “Jambi salah satu paru-paru dunia lho,” ujarnya. 
     
    Menurut Syarif, pemanfaatan energi adalah satu faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca. Sehingga, tegas dia, optimalisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menjadi kunci dari pencapaian target kontribusi iklim nasional (NDC) Indonesia. 
     
    Syarif berharap, setiap pimpinan berganti tidak diikuti dengan pergantian kebijakan terkait lingkungan. “Kita harus segera mulai pemanfaatan EBT,” ujar Syarif. 
     
    Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto mengungkapkan, Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris dalam ikut menyikapi perubahan iklim.
     
    Menurut Ary, Protokol Kyoto hanya mewajibkan sejumlah negara anggota untuk mengurangi emisi, tetapi pada Perjanjian Paris mewajibkan semua negara anggota, termasuk Indonesia, harus memiliki rencana dan upaya pengurangan emisi. 
     
    Upaya pengurangan emisi, ujar Ary, mencakup lima sektor seperti energi, limbah, IPPU (Industrial Processes and Product Use), pertanian, dan kehutanan. 
     
    Diakui Ary, sebagai bagian dari negara yang meratifikasi Perjanjian Paris, submission NDC Indonesia sangat ditunggu untuk mendorong negara-negara anggota lainnya dapat mensubmit NDC-nya masing-masing.
     
    Menurut Ary, submission NDC Indonesia dinilai lebih rinci dan lebih maju daripada negara-negara anggota lainnya yang meratifikasi Perjanjian Paris. 
     
    Ary sangat berharap masukan dari sejumlah pihak terkait upaya pengurangan emisi di sejumlah sektor sebagai bahan untuk dibawa pada ajang COP 30 di Brasil, November mendatang. 
     
    Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organda, Andrew Arristianto berpendapat, transportasi dapat berjalan dengan meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan. 
     
    Menurut Andrew, upaya pengurangan emisi bisa dilakukan antara lain dengan penggunaan transportasi umum dalam keseharian. 
     
    Meski begitu, tambah dia, di sejumlah daerah ketersediaan angkutan umum masih terbatas, sehingga masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. 
     
    Menurut Andrew, perlu didorong pembukaan rute-rute baru dan peningkatan jumlah transportasi umum, baik dalam bentuk bus atau kereta. 
     
    Selain itu, tegas dia, perlu juga ditetapkan standar operasional prosedur (SOP) dan peningkatan kualitas transportasi umum, serta transisi energi di sejumlah daerah, sehingga pengurangan emisi dapat berkelanjutan. 
     
    Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI, Adam Kurniawan berpendapat, kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca itu sangat terkait dengan sumber-sumber kehidupan masyarakat. 
     

     
    Jangan sampai, tegas Adam, upaya menekan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara yang menghambat masyarakat mengakses sumber kehidupan. 
     
    Mengutip data Bank Dunia pada 2023, Adam mengungkapkan, emisi gas rumah kaca meningkat 16 kali lipat dari setengah abad yang lalu. 
     
    Sementara itu, pada 2024 Kementerian ESDM mencatat 85% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil. 
     
    Adam berpendapat, pemerintah kerap mengedepankan solusi palsu dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca, seperti kebijakan pemanfaatan biofuel dengan perluasan lahan kebun sawit yang mengorbankan areal hutan. 
     
    Menurut Adam, pelaporan NDC bukan hanya sekadar angka pencapaian, tetapi lebih penting dari hal itu mengedapankan aspek keadilan lingkungan bagi masyarakat luas. 
     
    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Indrastuti berpendapat, pelibatan pemerintah daerah dalam penurunan emisi atau pencapaian NDC sangat penting. 
     
    Langkah itu, tembah dia, perlu dibarengi dengan insentif untuk pemerintah daerah. 
     
    Diakui Indrastuti, ada sejumlah pemerintah daerah yang bisa mengelola sampah secara berkelanjutan. Namun, di sisi lain masih banyak pemerintah daerah yang abai terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan. 
     
    Terkait pengurangan emisi dari sektor transportasi, Indrastuti berpendapat, perlu dibangun interkoneksi transportasi umum antara Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya. 
     
    Sementara itu, ungkap Indrastuti, pemanfaatan kendaraan listrik baru ramai di kota-kota besar, tetapi sepi di daerah-daerah. 
     
    Menurut dia, keterbatasan sarana pendukung dan mindset masyarakat terkait sulitnya memanfaatkan kendaraan listrik masih menjadi kendala. 
     
    Indrastuti menegaskan, pengurangan emisi dan perubahan iklim bukan hanya persoalan dan tugas Kementerian Lingkungan Hidup,tetapi juga masyarakat untuk mengatasinya. 
     
    Wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, kesadaran kolektif mengenai pemanasan global belum sama. Banyak orang yang menilai kenaikan suhu 1 derajat Celcius itu merupakan hal biasa. 
     
    Demikian juga ketika permukaan air laut naik sampai 120 meter itu dianggap biasa. 
     
    Sehingga, menurut Saur, kesadaran masyarakat terkait dampak pemanasan global itu harus diperluas. Termasuk juga kesadaran dari pengambil kebijakan. 
     
    “Jangan-jangan para pengambil kebijakan itu juga megira kenaikan suhu udara 1 derajat Celcius itu belum apa-apa. Padahal, kenaikan suhu 1 derajat itu tidaklah bisa diterima oleh para pakar,” ujar Saur. 
     
    Selain itu, tegas Saur, harus ada kebijakan yang konsisten dan penuh komitmen terkait pemanfaatan EBT. Sejatinya, tambah dia, saat ini pemanfaatan EBT itu bukanlah pilihan, tetapi sebuah keniscayaan. 
     
    “Apakah kita serius memanfaatkan EBT ini. Saya khawatir kebijakan penggunaan EBT ini tidak konsisten,” ujar Saur. 
     
    Pada masa lalu, ujar dia, ada kebijakan yang mewajibkan taksi menggunakan bahan bakar gas dan saat ini menghilang begitu saja.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (RUL)

  • Kehadiran Data Terpilah Mendesak untuk Hadirkan Pembangunan yang Lebih Merata Bagi setiap Warga Negara

    Kehadiran Data Terpilah Mendesak untuk Hadirkan Pembangunan yang Lebih Merata Bagi setiap Warga Negara

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyebut upaya menghadirkan data terpilah yang memadai untuk mengukur dan memahami kebutuhan kelompok rentan di masyarakat sangat penting, agar cakupan perencanaan pembangunan dapat menyentuh setiap warga negara.
     
    “Perencanaan pembangunan yang mencakup lapisan masyarakat yang lebih luas bisa direalisasikan bila kita memiliki data  kependudukan terpilah dengan indikator yang lebih rinci,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin, 28 Juli 2025.
     
    Kementerian Tenaga Kerja, pada awal tahun ini, mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapi di lapangan menyebabkan implementasi pemberdayaan penyandang disabilitas belum optimal, meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan.

     

     
    Secara umum, sejumlah pihak juga menilai kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) masih belum mendapatkan perhatian serius dalam perencanaan pembangunan, terutama di daerah.

    Menurut Lestari, kehadiran data terpilah sangat mendesak untuk merespons sejumlah kendala yang dihadapi kelompok masyarakat rentan dalam setiap proses pembangunan.
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, dengan data yang lebih rinci proses pembangunan dapat lebih terarah sejak pada tahap perencanaan.
     
    Sehingga, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, proses pembangunan yang menyasar isu-isu terkait GEDSI bisa diharapkan lebih tepat sasaran.
     

     
    Setelah data rinci terkait kelompok rentan di masyarakat tersedia, menurut Rerie, political will para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah untuk segera mengatasi sejumlah tantangan yang dihadapi kelompok rentan, sangat dibutuhkan.
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, sejumlah pihak terkait dapat membangun kolaborasi yang kuat agar data terpilah yang tersedia kelak benar-benar mampu menjadi acuan untuk mengatasi sejumlah tantangan di berbagai sektor pembangunan nasional.

     

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyebut upaya menghadirkan data terpilah yang memadai untuk mengukur dan memahami kebutuhan kelompok rentan di masyarakat sangat penting, agar cakupan perencanaan pembangunan dapat menyentuh setiap warga negara.
     
    “Perencanaan pembangunan yang mencakup lapisan masyarakat yang lebih luas bisa direalisasikan bila kita memiliki data  kependudukan terpilah dengan indikator yang lebih rinci,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin, 28 Juli 2025.
     
    Kementerian Tenaga Kerja, pada awal tahun ini, mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapi di lapangan menyebabkan implementasi pemberdayaan penyandang disabilitas belum optimal, meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan.
     
     

     
    Secara umum, sejumlah pihak juga menilai kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) masih belum mendapatkan perhatian serius dalam perencanaan pembangunan, terutama di daerah.
     
    Menurut Lestari, kehadiran data terpilah sangat mendesak untuk merespons sejumlah kendala yang dihadapi kelompok masyarakat rentan dalam setiap proses pembangunan.
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, dengan data yang lebih rinci proses pembangunan dapat lebih terarah sejak pada tahap perencanaan.
     
    Sehingga, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, proses pembangunan yang menyasar isu-isu terkait GEDSI bisa diharapkan lebih tepat sasaran.
     

     
    Setelah data rinci terkait kelompok rentan di masyarakat tersedia, menurut Rerie, political will para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah untuk segera mengatasi sejumlah tantangan yang dihadapi kelompok rentan, sangat dibutuhkan.
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, sejumlah pihak terkait dapat membangun kolaborasi yang kuat agar data terpilah yang tersedia kelak benar-benar mampu menjadi acuan untuk mengatasi sejumlah tantangan di berbagai sektor pembangunan nasional.

     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Pimpinan MPR temui Prabowo konsultasi persiapan sidang tahunan

    Pimpinan MPR temui Prabowo konsultasi persiapan sidang tahunan

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendatangi Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu siang, untuk menemui Presiden RI Prabowo Subianto untuk berkonsultasi mengenai persiapan sidang tahunan yang digelar 15 Agustus.

    Sejumlah pimpinan MPR yang hadir yakni Ketua MPR Ahmad Muzani beserta sejumlah Wakil Ketua MPR, yakni Lestari Moerdijat, Rusdi Kirana, Hidayat Nur Wahid, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Eddy Soeparno, dan Kahar Muzakir.

    “Agendanya konsultasi persiapan sidang tahunan DPR yang dilaksanakan 1-2 hari sebelum HUT RI,” ujar Eddy Soeparno.

    Hal senada juga disampaikan Hidayat Nur Wahid. Dia mengatakan agenda pertemuan para pimpinan MPR dengan Presiden Prabowo untuk berkonsultasi terkait penyelenggaraan pidato kenegaraan pada 15 Agustus, serta persiapan peringatan Hari Konstitusi pada 18 Agustus.

    “Ya nanti akan kita bahas, tapi itu agendanya,” ucap Hidayat.

    Para pimpinan MPR tersebut mulai tiba di Kompleks Istana Kepresidenan sekitar pukul 13.50 WIB dan hingga berita ini dibuat pertemuan tersebut masih berlangsung.

    Pewarta: Fathur Rochman/Genta Tenri Mawangi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wujudkan Generasi Tangguh, Waka MPR Dorong Peningkatan Kualitas Guru PAUD

    Wujudkan Generasi Tangguh, Waka MPR Dorong Peningkatan Kualitas Guru PAUD

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) mendorong peningkatan kualitas guru pada pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pemahaman masyarakat. Hal itu agar mampu membangun fondasi menyeluruh bagi setiap anak bangsa untuk mewujudkan kualitas generasi penerus yang lebih baik.

    “Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan dasar dari rangkaian proses pendidikan nasional yang harus dibangun secara menyeluruh dan terintegrasi demi mewujudkan Indonesia Emas 2045,” kata Rerie dalam keterangan tertulis, Jumat (18/7/2025).

    Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka partisipasi kasar anak yang mengikuti PAUD hanya sekitar 36,3%. Angka itu dinilai masih rendah dan harus ditingkatkan, mengingat perkembangan otak anak mencapai 90% pada usia di bawah 6 tahun.

    Menurut Rerie, kondisi tersebut harus segera direspons dengan mendorong kesadaran orang tua agar menyekolahkan anaknya pada PAUD. Selain itu, para pemangku kepentingan berupaya menyediakan tenaga pendidik PAUD yang memiliki kompetensi.

    Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah ini menuturkan pendidikan pada usia dini merupakan fase yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak di masa depan. Karena pada tahapan PAUD sejatinya peserta didik tidak hanya dibentuk agar cerdas secara akademik.

    “Lebih dari itu, peserta didik harus ditanamkan agar memiliki kebiasaan yang sehat secara jasmani, kuat secara mental, matang secara emosional, dan tangguh secara sosial,” imbuhnya.

    (anl/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dorong Pemberdayaan Penyandang Disabilitas di Tanah Air

    Dorong Pemberdayaan Penyandang Disabilitas di Tanah Air

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mendorong pemberdayaan penyandang disabilitas di tanah air, dalam upaya mewujudkan kesetaraan akses bagi setiap anak bangsa dalam proses pembangunan nasional. 

    “Sejumlah tantangan yang dihadapi para penyandang disabilitas di Indonesia dalam menjalani kesehariannya harus segera dijawab dengan solusi tepat dan harus mendapat dukungan semua pihak,” kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Juli 2025.

    Catatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan ada sekitar 22,97 juta jiwa atau 8,5% populasi Indonesia hidup dengan beragam disabilitas. 

    Sementara itu, data Susenas 2024 menunjukkan bahwa, 17,2% penyandang disabilitas di Indonesia dengan usia 15 tahun ke atas, tidak pernah mengenyam bangku sekolah.

    Menurut Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia banyak menghadapi tantangan terkait
    aksesibilitas, partisipasi, maupun penerimaan sosial, dalam menjalani keseharian mereka. 

    Berbagai tantangan itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, membuat para penyandang disabilitas kesulitan untuk berperan aktif dalam setiap proses pembangunan. 
     

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat meningkatkan upaya pemberdayaan bagi para penyandang disabilitas di Indonesia. 

    Sehingga, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, dengan potensi yang mereka miliki, para penyandang disabilitas di Indonesia dapat memberikan sumbangsih mereka dalam  pembangunan di tanah air.

    Rerie sangat berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, serta masyarakat mampu berkolaborasi dengan baik  untuk memberi kesempatan setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas, dalam proses pembangunan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata di Indonesia.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mendorong pemberdayaan penyandang disabilitas di tanah air, dalam upaya mewujudkan kesetaraan akses bagi setiap anak bangsa dalam proses pembangunan nasional. 
     
    “Sejumlah tantangan yang dihadapi para penyandang disabilitas di Indonesia dalam menjalani kesehariannya harus segera dijawab dengan solusi tepat dan harus mendapat dukungan semua pihak,” kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Juli 2025.
     
    Catatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan ada sekitar 22,97 juta jiwa atau 8,5% populasi Indonesia hidup dengan beragam disabilitas. 

    Sementara itu, data Susenas 2024 menunjukkan bahwa, 17,2% penyandang disabilitas di Indonesia dengan usia 15 tahun ke atas, tidak pernah mengenyam bangku sekolah.
     
    Menurut Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia banyak menghadapi tantangan terkait
    aksesibilitas, partisipasi, maupun penerimaan sosial, dalam menjalani keseharian mereka. 
     
    Berbagai tantangan itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, membuat para penyandang disabilitas kesulitan untuk berperan aktif dalam setiap proses pembangunan. 
     

     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat meningkatkan upaya pemberdayaan bagi para penyandang disabilitas di Indonesia. 
     
    Sehingga, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, dengan potensi yang mereka miliki, para penyandang disabilitas di Indonesia dapat memberikan sumbangsih mereka dalam  pembangunan di tanah air.
     
    Rerie sangat berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, serta masyarakat mampu berkolaborasi dengan baik  untuk memberi kesempatan setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas, dalam proses pembangunan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata di Indonesia.
     

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (RUL)

  • Wakil Ketua MPR: Praktik baik SPMB 2025 harus jadi standar nasional

    Wakil Ketua MPR: Praktik baik SPMB 2025 harus jadi standar nasional

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat memandang bahwa praktik baik dalam proses seleksi penerimaan murid baru (SPMB) 2025 di sejumlah daerah harus menjadi standar nasional.

    “Dengan demikian, dugaan praktik SPMB yang tidak transparan di beberapa daerah dapat segera diatasi,” ujar Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Dia mengatakan bahwa sejumlah praktik baik dalam SPMB 2025 berdasarkan catatan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), seperti adanya terobosan untuk mewujudkan transparansi.

    Menurut dia, terobosan tersebut seperti pelibatan siswa OSIS sebagai petugas pendaftaran hingga kerja sama antarinstansi untuk mencegah kecurangan.

    Berikutnya, adanya pos pengaduan yang aktif dan ramah, serta komitmen kuat penyelenggara SPMB di sejumlah daerah untuk bebas dari suap dan kecurangan.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa upaya pemerintah daerah untuk membangun kerja sama dengan sekolah swasta hingga memberikan subsidi pendidikan bagi siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri menjadi salah satu praktik baik pada SPMB tahun ini.

    Ia memandang bahwa upaya aktif pemda tersebut harus menjadi komitmen bersama ke depannya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan SPMB.

    Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah pusat dapat berperan aktif untuk merealisasikan kolaborasi antardaerah dalam mewujudkan pelaksanaan SPMB yang transparan maupun mudah diakses bagi masyarakat secara luas.

    Ia berharap para pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah dapat secara konsisten membangun sistem SPMB yang mampu menciptakan kemudahan akses pendidikan bagi setiap warga negara.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wakil Ketua MPR ingatkan semua pihak cegah kekerasan anak dan perempuan

    Wakil Ketua MPR ingatkan semua pihak cegah kekerasan anak dan perempuan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan semua pihak untuk terlibat secara aktif dalam upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di tanah air.

    “Dampak tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dinilai sejumlah pihak belum mampu ditekan secara signifikan, keterlibatan aktif semua pihak harus ditingkatkan untuk mencegah tindak kekerasan,” kata Rerie, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Dia lantas menuturkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 yang mencatat sebanyak 51 persen anak usia 13–17 tahun mengalami kekerasan.

    Sementara itu, lanjut dia, Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 mencatat sekitar satu dari empat perempuan pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya.

    Untuk itu, Rerie memandang catatan dari survei tersebut harus menjadi dasar pengambilan langkah yang lebih serius dalam upaya mencegah tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Indonesia.

    Dia menekankan berbagai upaya untuk mewujudkan langkah pencegahan tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan yang lebih efektif harus mampu direalisasikan.

    Hal tersebut demi menghadirkan lingkungan tumbuh kembang yang mendukung peningkatan kualitas generasi penerus bangsa.

    Rerie menekankan pula sosialisasi masif terkait langkah-langkah membangun kesadaran masyarakat dalam upaya pencegahan tindak kekerasan di lingkungan masing-masing perlu ditingkatkan.

    Anggota Komisi X DPR RI itu pun berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah maupun masyarakat dapat berperan aktif dalam merealisasikan lingkungan yang ramah anak dan perempuan demi mewujudkan generasi penerus bangsa yang berdaya saing.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • NasDem nilai putusan MK ciptakan “deadlock” konstitusi

    NasDem nilai putusan MK ciptakan “deadlock” konstitusi

    Apabila Putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal akan menciptakan “deadlock” konstitusi.

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat menjelaskan bahwa Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 bertolak belakang dengan putusan-putusan sebelumnya. Selain itu, dia menilai MK juga mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan pemerintah.

    “Apabila Putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi,” kata Lestari dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Dia menjelaskan Pasal 22E UUD NRI 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Kemudian, dijelaskan pemilu diselenggarakan untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD.

    Dengan demikian, dia mengatakan ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional.

    “MK telah menjadi negative legislator sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi,” kata dia.

    Selain itu, menurut dia, MK juga melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah dan putusan hakim harus konsisten.

    Dia menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum. Karena, kata dia, putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum.

    Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa krisis konstitusional tersebut harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi, di mana konstitusi memerintahkan pemilu (pileg dan pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

    “Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.