Tag: Lestari Moerdijat

  • MPR: Seimbangkan ilmu dan iman wujudkan generasi muda berdaya saing

    MPR: Seimbangkan ilmu dan iman wujudkan generasi muda berdaya saing

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan keseimbangan antara ilmu dan iman dibutuhkan untuk mewujudkan generasi muda yang berkarakter kuat dan berdaya saing.

    “Ilmu dan iman adalah senjata penting untuk menguasai dunia. Orang berilmu tanpa iman hanya akan menghadirkan kehampaan,” kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikannya saat memberi sambutan pada acara Temu Muda Inspiratif di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Mojokerto, Jawa Timur, Selasa.

    Di hadapan para santri, Lestari menegaskan bahwa di tangan generasi muda, pembangunan Indonesia akan dilanjutkan.

    Ia juga mengingatkan perkembangan teknologi harus bisa dimanfaatkan oleh setiap generasi muda dengan penuh tanggung jawab.

    Rerie, sapaan akrab Lestari mengungkapkan sejarah Indonesia mencatat sebagai bangsa yang besar dan kaya.

    Bahkan, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI, sejak zaman Kerajaan Majapahit, Patih Gajah Mada telah mengucapkan Sumpah Palapa.

    Patih Gajah Mada bertekad tidak akan beristirahat atau menikmati kesenangan (amukti palapa) sebelum mempersatukan seluruh Nusantara.

    “Lokasi Kerajaan Majapahit itu berada di Mojokerto, Jawa Timur,” ujar Rerie.

    Di masa Kerajaan Majapahit, ungkap Rerie, penyair sastra Jawa Kuno Mpu Tantular pada Kitab Sutasoma yang ditulisnya menggagas ungkapan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.

    “Perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang tidak perlu dipertentangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,” ujar Rene.

    Sebelumnya, Pengasuh PP Amanatul Ummah Asep Saifuddin Chalim berpesan kepada para santri bahwa generasi muda itu harus punya nilai.

    Menurut Kyai Asep Saifuddin, nilai seorang pemuda adalah dilihat dari cita-citanya yang tinggi, bukan karena penampilannya.

    “Cita-cita seorang pemuda harus tinggi dan pada saatnya cita-cita itu harus menjadi kenyataan,” tegasnya.

    Jadi, tegas Kyai Asep Saifuddin, untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil harus dimulai dengan cita-cita yang tinggi diikuti kerja keras untuk mewujudkannya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Edukasi Kebencanaan Penting untuk Hadapi Dampak Perubahan Iklim

    Edukasi Kebencanaan Penting untuk Hadapi Dampak Perubahan Iklim

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan edukasi pengetahuan dasar kebencanaan masyarakat penting diwujudkan agar mampu menerapkan langkah tepat dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang berpotensi menghadirkan sejumlah bencana di tanah air. 

    “Kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana melalui berbagai upaya peningkatan pengetahuan kebencanaan harus konsisten dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan potensi bencana alam di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada acara Peningkatan Kapasitas Pengguna Riset dan Inovasi untuk Masyarakat Tahun 2025 dengan tema Diseminasi Hasil Riset dan Inovasi Serta Akuisisi Pengetahuan Bidang Kebencanaan yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Semarang, Jawa Tengah (29/9). 

    Hadir pada acara tersebut, Dr. Ir. Yus Budiyono A.r., M.Eng.Sc. (Peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air- BRIN), Moch. Rodhi (Anggota DPRD Kota Semarang dari Fraksi NasDem), Danty Rukmana (Tokoh Masyarakat), dan para pegiat sosial dan kebencanaan di Jawa Tengah. 

    Baca juga:
    Lestari Moerdijat: Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara

    Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI berpendapat, dalam upaya meningkatkan kemampuan mitigasi bencana, sejumlah kearifan lokal juga bisa disosialisasikan sebagai bagian dari solusi terkait pengelolaan sumber daya alam yang baik. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari mengungkapkan, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 2.310 kejadian bencana alam di Indonesia sepanjang 1 Januari hingga 1 September 2025.

    Menurut legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, kondisi topografi yang meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa, serta dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh wilayah pantai Utara dan Selatan, menyebabkan Provinsi Jawa Tengah memiliki posisi yang rawan bencana alam. 

    Kondisi tersebut, ujar Rerie, membutuhkan kesiapan semua pihak terkait, antara lain pemerintah, para pegiat sosial dan kebencanaan, serta masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang. 

    Rerie menambahkan, diperlukan beberapa pengetahuan dasar tentang upaya tanggap bencana seperti identifikasi dan pemetaan risiko, perencanaan mitigasi, penyebaran informasi dan sosialisasi, serta penerapan upaya fisik dan nonfisik.

    Karena itu, Rerie menilai, upaya pelatihan diseminasi hasil riset dan inovasi serta akuisisi pengetahuan di bidang kebencanaan yang diselenggarakan BRIN sangat penting, sebagai bagian peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana. 

    Anggota Mejelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah mampu mewujudkan dukungan secara bersama, pada upaya peningkatan pemahaman masyarakat dalam menghadapi berbagai potensi bencana alam di tanah air.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan edukasi pengetahuan dasar kebencanaan masyarakat penting diwujudkan agar mampu menerapkan langkah tepat dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang berpotensi menghadirkan sejumlah bencana di tanah air. 
     
    “Kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana melalui berbagai upaya peningkatan pengetahuan kebencanaan harus konsisten dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan potensi bencana alam di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada acara Peningkatan Kapasitas Pengguna Riset dan Inovasi untuk Masyarakat Tahun 2025 dengan tema Diseminasi Hasil Riset dan Inovasi Serta Akuisisi Pengetahuan Bidang Kebencanaan yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Semarang, Jawa Tengah (29/9). 
     
    Hadir pada acara tersebut, Dr. Ir. Yus Budiyono A.r., M.Eng.Sc. (Peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air- BRIN), Moch. Rodhi (Anggota DPRD Kota Semarang dari Fraksi NasDem), Danty Rukmana (Tokoh Masyarakat), dan para pegiat sosial dan kebencanaan di Jawa Tengah. 

    Baca juga:
    Lestari Moerdijat: Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara
     
    Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI berpendapat, dalam upaya meningkatkan kemampuan mitigasi bencana, sejumlah kearifan lokal juga bisa disosialisasikan sebagai bagian dari solusi terkait pengelolaan sumber daya alam yang baik. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari mengungkapkan, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 2.310 kejadian bencana alam di Indonesia sepanjang 1 Januari hingga 1 September 2025.
     
    Menurut legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, kondisi topografi yang meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa, serta dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh wilayah pantai Utara dan Selatan, menyebabkan Provinsi Jawa Tengah memiliki posisi yang rawan bencana alam. 
     
    Kondisi tersebut, ujar Rerie, membutuhkan kesiapan semua pihak terkait, antara lain pemerintah, para pegiat sosial dan kebencanaan, serta masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang. 
     
    Rerie menambahkan, diperlukan beberapa pengetahuan dasar tentang upaya tanggap bencana seperti identifikasi dan pemetaan risiko, perencanaan mitigasi, penyebaran informasi dan sosialisasi, serta penerapan upaya fisik dan nonfisik.
     
    Karena itu, Rerie menilai, upaya pelatihan diseminasi hasil riset dan inovasi serta akuisisi pengetahuan di bidang kebencanaan yang diselenggarakan BRIN sangat penting, sebagai bagian peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana. 
     
    Anggota Mejelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah mampu mewujudkan dukungan secara bersama, pada upaya peningkatan pemahaman masyarakat dalam menghadapi berbagai potensi bencana alam di tanah air.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Wakil Ketua MPR: Butuh gerak bersama wujudkan wajib belajar 13 tahun

    Wakil Ketua MPR: Butuh gerak bersama wujudkan wajib belajar 13 tahun

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan perlu kolaborasi dan gerak bersama dari sejumlah pihak untuk merealisasikan wajib belajar 13 tahun.

    “Upaya mewujudkan wajib belajar 13 tahun sejak pendidikan usia dini membutuhkan proses yang melibatkan banyak pihak, dibutuhkan pemahaman dan gerak bersama untuk merealisasikannya,” ucap dia dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin.

    Pernyataan itu disampaikan Lestari merespons upaya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang bekerja sama dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal untuk mewujudkan program satu desa satu pendidikan anak usia dini (PAUD).

    Menurut dia, mengingat beragam kondisi setiap daerah, perlu perencanaan dan identifikasi yang cermat untuk mewujudkan satu desa satu PAUD di Indonesia.

    Oleh karena itu, Lestari mendorong sosialisasi segera sebagai bagian dari upaya membangun dukungan dari semua pihak.

    Legislator Komisi X DPR RI yang membidangi urusan pendidikan itu juga berpendapat, kesiapan sumber daya manusia (SDM) menjadi bagian penting untuk menyukseskan program tersebut.

    Dia menyebut pemanfaatan potensi SDM lokal di setiap PAUD yang akan dibangun harus menjadi perhatian dalam memenuhi kelengkapan tenaga pengajar.

    Ia pun mendorong agar upaya mewujudkan satu desa satu PAUD mendapatkan dukungan semua pihak sehingga bisa direalisasikan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan bersama.

    Sebelumnya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menargetkan pengejawantahan program wajib belajar salah satunya dengan mendirikan satu PAUD di setiap desa, sekaligus meningkatkan kualitas guru PAUD.

    Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, Minggu (21/9), menyebut langkah tersebut dilakukan atas kerja sama dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara

    Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara

    Jakarta: Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki merupakan acuan yang lengkap untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara yang diamanahkan para pendahulu bangsa. 

    “Nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa kita, UUD 1945 sebagai aturan yang harus dipatuhi, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wilayah hidup kita, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan kekuatan yang kita miliki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita jalani,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/9). 

    Pernyataan itu disampaikan Lestari pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di depan generasi muda dan masyarakat kota Medan di Yayasan Prananda Surya Paloh, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (20/9). 

    Menurut Lestari, menghadapi dinamika global dan disrupsi teknologi, dibutuhkan sebuah kesadaran bersama untuk berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai fondasi kehidupan. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki itu ibarat game atau sebuah aplikasi. Pancasila itu, tambahnya, ibarat aplikasi utama yang ada di HP kita. 

    Sila-sila di dalamnya, sila 1 sampai 5 itu, jelas Rerie, adalah fitur-fitur yang membantu kita untuk memahami sekaligus berfungsi sebagai filter dalam kehidupan bernegara. 
     

    Nilai-nilai kearifan lokal Sumatera Utara seperti Marsiadapari (gotong royong), ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, juga harus terus dihidupkan untuk membangkitkan solidaritas dan toleransi, serta kepedulian di antara sesama anak bangsa. 

    Keutuhan wilayah NKRI, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sejatinya ada di tangan setiap anak bangsa. 

    “Karena kita punya kekuatan yang bernama Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda kita tetap satu,” ujar Rerie.

    Sebelumnya, pada hari yang sama, Rerie membuka acara Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR RI Tahun 2025 Provinsi Sumatera Utara. 

    Pada kesempatan itu, Rerie berpesan kepada para peserta cerdas cermat agar menjadi insan yang qualified yaitu insan yang tahu kalau dia tahu dan harus tahu kalau dia tidak tahu. 

    Sehingga, tegas Rerie, insan yang qualified itu selalu berupaya untuk mencari tahu atau berkolaborasi dengan orang yang tahu agar mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.

    “Sebuah keberhasilan adalah jika mampu bersatu dan mampu memecahkan persoalan dengan pendekatan berbagai sudut pandang, karena itu persatuan bangsa menjadi suatu hal yang harus terus diwujudkan,” pungkasnya.

    Jakarta: Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki merupakan acuan yang lengkap untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara yang diamanahkan para pendahulu bangsa. 
     
    “Nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa kita, UUD 1945 sebagai aturan yang harus dipatuhi, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wilayah hidup kita, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan kekuatan yang kita miliki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita jalani,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/9). 
     
    Pernyataan itu disampaikan Lestari pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di depan generasi muda dan masyarakat kota Medan di Yayasan Prananda Surya Paloh, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (20/9). 

    Menurut Lestari, menghadapi dinamika global dan disrupsi teknologi, dibutuhkan sebuah kesadaran bersama untuk berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai fondasi kehidupan. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki itu ibarat game atau sebuah aplikasi. Pancasila itu, tambahnya, ibarat aplikasi utama yang ada di HP kita. 
     
    Sila-sila di dalamnya, sila 1 sampai 5 itu, jelas Rerie, adalah fitur-fitur yang membantu kita untuk memahami sekaligus berfungsi sebagai filter dalam kehidupan bernegara. 
     

     
    Nilai-nilai kearifan lokal Sumatera Utara seperti Marsiadapari (gotong royong), ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, juga harus terus dihidupkan untuk membangkitkan solidaritas dan toleransi, serta kepedulian di antara sesama anak bangsa. 
     
    Keutuhan wilayah NKRI, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sejatinya ada di tangan setiap anak bangsa. 
     
    “Karena kita punya kekuatan yang bernama Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda kita tetap satu,” ujar Rerie.
     

     
    Sebelumnya, pada hari yang sama, Rerie membuka acara Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR RI Tahun 2025 Provinsi Sumatera Utara. 
     
    Pada kesempatan itu, Rerie berpesan kepada para peserta cerdas cermat agar menjadi insan yang qualified yaitu insan yang tahu kalau dia tahu dan harus tahu kalau dia tidak tahu. 
     
    Sehingga, tegas Rerie, insan yang qualified itu selalu berupaya untuk mencari tahu atau berkolaborasi dengan orang yang tahu agar mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
     
    “Sebuah keberhasilan adalah jika mampu bersatu dan mampu memecahkan persoalan dengan pendekatan berbagai sudut pandang, karena itu persatuan bangsa menjadi suatu hal yang harus terus diwujudkan,” pungkasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Kearifan Lokal Modal Sosial untuk Wujudkan Upaya Pelestarian Berkelanjutan

    Kearifan Lokal Modal Sosial untuk Wujudkan Upaya Pelestarian Berkelanjutan

    Jakarta: Kepedulian masyarakat terhadap kearifan lokal merupakan modal sosial bagi upaya mewujudkan langkah-langkah pelestarian berkelanjutan terhadap peninggalan bersejarah seperti geopark. 

    “Seringkali upaya pelestarian suatu kawasan terkendala pola pikir masyarakat yang menganggap bila sebuah upaya tidak memberikan manfaat ekonomi secara langsung, maka tidak perlu dilakukan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara MPR RI dengan tema Mengukuhkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Melestarikan Geopark Kaldera Toba di Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Jumat 19 September 2025.

    Hadir pada acara tersebut antara lain Profesor Dr. Ismunandar (Staf Ahli Kementerian Kebudayaan RI), Dr. Hatta Ridho, S.Sos., MSP (Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara), Dr. Harmona Daulay, S.Sos., M.Si (Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara), Dr. H. Azizul Kholis, SE, M.Si, M.Pd, CMA, CSRS (Manajer Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark, dan Dr. Usman Kansong, S.Sos., M.Si (Staf Khusus Wakil Ketua MPR R). 

    Menurut Lestari, kondisi tersebut harus menjadi perhatian semua pihak karena pola pikir masyarakat tersebut seringkali menjadi penghambat upaya konservasi sebuah kawasan. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, kearifan lokal dalam bentuk sistem kekerabatan yang kuat, relasi dengan alam/lingkungan hidup, tradisi dan ritus spiritual, seni dan budaya, aturan dan hukum adat, sejatinya bisa dikedepankan untuk merealisasikan upaya pelestarian. 

    Nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam keseharian masyarakat, tambah Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus bisa diseleraskan oleh para pemangku kepentingan untuk menghasilkan kebijakan yang tepat, dalam mewujudkan upaya pelestarian yang berkelanjutan. 

    Mewujudkan harmoni lingkungan hidup dengan tatanan sosial, tegas Rerie, sesungguhnya dapat dioptimalkan dalam upaya pelestarian, pengembangan, pemajuan dan pemanfaatan Geopark Kaldera Toba untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
     

    Karena dalam kearifan lokal, ungkap Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, masyarakat diajarkan untuk melakukan pelestarian lingkungan dengan cara-cara yang diajarkan secara turun temurun. 

    Di era modernisasi saat ini, tambah Rerie, upaya menentang nilai-nilai kearifan lokal yang tumbuh sejak masa lalu itu semakin kuat. 

    Karena itu, tegas Rerie, para pemangku kepentingan harus mampu meningkatkan pemahaman masyarakat terkait pentingnya nilai-nilai kearifan lokal dalam upaya pelestarian suatu kawasan seperti Geopark Kaldera Toba. 

    Semua pihak terkait, tambah Rerie, harus mampu membangun kolaborasi yang kuat agar Geopark Kaldera Toba ini tidak hilang dan tetap lestari, sehingga kehadiran kawasan geologi bersejarah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya dan juga Indonesia.

    Jakarta: Kepedulian masyarakat terhadap kearifan lokal merupakan modal sosial bagi upaya mewujudkan langkah-langkah pelestarian berkelanjutan terhadap peninggalan bersejarah seperti geopark. 
     
    “Seringkali upaya pelestarian suatu kawasan terkendala pola pikir masyarakat yang menganggap bila sebuah upaya tidak memberikan manfaat ekonomi secara langsung, maka tidak perlu dilakukan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara MPR RI dengan tema Mengukuhkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Melestarikan Geopark Kaldera Toba di Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Jumat 19 September 2025.
     
    Hadir pada acara tersebut antara lain Profesor Dr. Ismunandar (Staf Ahli Kementerian Kebudayaan RI), Dr. Hatta Ridho, S.Sos., MSP (Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara), Dr. Harmona Daulay, S.Sos., M.Si (Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara), Dr. H. Azizul Kholis, SE, M.Si, M.Pd, CMA, CSRS (Manajer Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark, dan Dr. Usman Kansong, S.Sos., M.Si (Staf Khusus Wakil Ketua MPR R). 

    Menurut Lestari, kondisi tersebut harus menjadi perhatian semua pihak karena pola pikir masyarakat tersebut seringkali menjadi penghambat upaya konservasi sebuah kawasan. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, kearifan lokal dalam bentuk sistem kekerabatan yang kuat, relasi dengan alam/lingkungan hidup, tradisi dan ritus spiritual, seni dan budaya, aturan dan hukum adat, sejatinya bisa dikedepankan untuk merealisasikan upaya pelestarian. 
     
    Nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam keseharian masyarakat, tambah Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus bisa diseleraskan oleh para pemangku kepentingan untuk menghasilkan kebijakan yang tepat, dalam mewujudkan upaya pelestarian yang berkelanjutan. 
     
    Mewujudkan harmoni lingkungan hidup dengan tatanan sosial, tegas Rerie, sesungguhnya dapat dioptimalkan dalam upaya pelestarian, pengembangan, pemajuan dan pemanfaatan Geopark Kaldera Toba untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
     

    Karena dalam kearifan lokal, ungkap Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, masyarakat diajarkan untuk melakukan pelestarian lingkungan dengan cara-cara yang diajarkan secara turun temurun. 
     
    Di era modernisasi saat ini, tambah Rerie, upaya menentang nilai-nilai kearifan lokal yang tumbuh sejak masa lalu itu semakin kuat. 
     
    Karena itu, tegas Rerie, para pemangku kepentingan harus mampu meningkatkan pemahaman masyarakat terkait pentingnya nilai-nilai kearifan lokal dalam upaya pelestarian suatu kawasan seperti Geopark Kaldera Toba. 
     
    Semua pihak terkait, tambah Rerie, harus mampu membangun kolaborasi yang kuat agar Geopark Kaldera Toba ini tidak hilang dan tetap lestari, sehingga kehadiran kawasan geologi bersejarah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya dan juga Indonesia.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (RUL)

  • Tingkatkan Kemampuan Adaptasi untuk Hadapi Cepatnya Perubahan Teknologi

    Tingkatkan Kemampuan Adaptasi untuk Hadapi Cepatnya Perubahan Teknologi

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan bahwa kemampuan beradaptasi wajib dimiliki agar dapat terus  bertumbuh dalam menyikapi cepatnya perubahan teknologi. 

    “Pelatihan pembuatan/pengolahan gula semut yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini merupakan upaya adaptasi melalui pelatihan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat memberi sambutan secara daring pada acara Peningkatan Kapasitas Pengguna Riset dan Inovasi untuk Masyarakat Tahun 2025 dengan tema Pelatihan Pengolahan/Pembuatan Gula Semut di Banyumas, Jawa Tengah, Selasa 16 September 2025.

    Hadir pada acara tersebut Jerry Wungkana (Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Direktorat  Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN), Nartam Andrea Nusa (Anggota DPRD Banyumas Fraksi Partai NasDem), dan petani gula semut di Banyumas dan sekitarnya. 

    Menurut Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, Konstitusi UUD 1945 mengamanatkan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan bernegara. 

    Langkah BRIN menghadirkan program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan hasil riset itu, jelas Rerie, merupakan bagian dari langkah mencerdaskan dan mendorong kemajuan bangsa. 
     

    Pelatihan pembuatan/pengolahan gula semut yang diselenggarakan BRIN, menurut Rerie, dapat dilihat sebagai pembelajaran transformatif yang berorientasi pada perubahan melalui pelatihan.

    Pelatihan tersebut, ujar Rerie, dapat dimaknai sebagai upaya beradaptasi dalam menyikapi perkembangan dunia saat ini. 

    Apalagi, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, Banyumas memiliki potensi melimpahnya komoditas kelapa,  produsen gula semut, dan BUMDes Kabul Ciptaku di Desa Langgongsari yang sudah menembus pasar internasional dengan mengekspor gula kelapa organik ke sejumlah negara Eropa. 

    Kondisi tersebut, jelas Rerie, harus mampu dihadapi dengan berbagai upaya adaptasi untuk menjawab tantangan dinamika pasar dan tuntutan konsumen yang ada. 

    Rerie berharap, bekal pengetahuan dan pelatihan yang diterima oleh para peserta dapat dioptimalkan sehingga mampu memberdayakan masyarakat menuju kesejahteraan bersama.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan bahwa kemampuan beradaptasi wajib dimiliki agar dapat terus  bertumbuh dalam menyikapi cepatnya perubahan teknologi. 
     
    “Pelatihan pembuatan/pengolahan gula semut yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini merupakan upaya adaptasi melalui pelatihan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat memberi sambutan secara daring pada acara Peningkatan Kapasitas Pengguna Riset dan Inovasi untuk Masyarakat Tahun 2025 dengan tema Pelatihan Pengolahan/Pembuatan Gula Semut di Banyumas, Jawa Tengah, Selasa 16 September 2025.
     
    Hadir pada acara tersebut Jerry Wungkana (Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Direktorat  Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN), Nartam Andrea Nusa (Anggota DPRD Banyumas Fraksi Partai NasDem), dan petani gula semut di Banyumas dan sekitarnya. 

    Menurut Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, Konstitusi UUD 1945 mengamanatkan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan bernegara. 
     
    Langkah BRIN menghadirkan program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan hasil riset itu, jelas Rerie, merupakan bagian dari langkah mencerdaskan dan mendorong kemajuan bangsa. 
     

     
    Pelatihan pembuatan/pengolahan gula semut yang diselenggarakan BRIN, menurut Rerie, dapat dilihat sebagai pembelajaran transformatif yang berorientasi pada perubahan melalui pelatihan.
     
    Pelatihan tersebut, ujar Rerie, dapat dimaknai sebagai upaya beradaptasi dalam menyikapi perkembangan dunia saat ini. 
     
    Apalagi, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, Banyumas memiliki potensi melimpahnya komoditas kelapa,  produsen gula semut, dan BUMDes Kabul Ciptaku di Desa Langgongsari yang sudah menembus pasar internasional dengan mengekspor gula kelapa organik ke sejumlah negara Eropa. 
     
    Kondisi tersebut, jelas Rerie, harus mampu dihadapi dengan berbagai upaya adaptasi untuk menjawab tantangan dinamika pasar dan tuntutan konsumen yang ada. 
     
    Rerie berharap, bekal pengetahuan dan pelatihan yang diterima oleh para peserta dapat dioptimalkan sehingga mampu memberdayakan masyarakat menuju kesejahteraan bersama.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Butuh Pemahaman yang Sama terkait Pentingnya Peran R&D dalam Pembangunan

    Butuh Pemahaman yang Sama terkait Pentingnya Peran R&D dalam Pembangunan

    Jakarta: Diperlukan payung hukum yang kuat untuk memastikan sektor research and development (R&D) nasional mendapat perhatian serius semua pihak, dalam upaya mewujudkan proses pembangunan nasional yang lebih baik. 

    “Sektor R&D harus ditempatkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan negara. Karena hasil-hasil dari R&D berdampak langsung bagi pertumbuhan sebuah negara,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 September 2025.

    Pernyataan tersebut disampaikan Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, saat menjadi pembicara dalam webinar bertema Peran Sains dan Teknologi dalam Transformasi Strategi Pembangunan Nasional dengan sub tema Peran Pemerintah dalam R&D, yang diselenggarakan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI),  Rabu (10/9). 

    Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, R&D bukan sekadar kerja-kerja akademis, tetapi harus dilihat sebagai bagian dari instrumen ekonomi yang sangat vital dalam konteks penerapan strategi pembangunan nasional. 

    Rerie berpendapat, harus dipastikan semua pihak memiliki pemikiran dan pemahaman yang sama terkait strategisnya peran R&D dalam pencapaian target-target pembangunan. 

    Rerie yang merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu mendorong agar DPR dapat membuat payung hukum yang kuat, agar dapat direalisasikan alokasi anggaran R&D yang  memadai dalam proses pembangunan. 

    Karena, ujar Rerie, sejak 2016, alokasi anggaran R&D Indonesia tidak pernah mencapai 1% dari PDB, jauh di bawah rata-rata negara berpenghasilan menengah ke atas.
     

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar UU No. 11 Tahun 2019  tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sinas IPTEK) dapat benar-benar diaplikasikan dalam pembangunan sektor R&D nasional. 

    Rerie juga mengusulkan kepada pemerintah agar ada insentif fiskal bagi perusahaan yang bersedia terlibat aktif di sektor R&D nasional, sehingga ada kepastian hukum yang jelas bagi dunia usaha . 

    Menurut Rerie, dengan terbangunnya kolaborasi yang kuat antara dunia usaha, perguruan tinggi, dan lembaga riset diharapkan akan terbangun pula ekosistem R&D nasional yang mampu mengakselerasi pencapaian target-target pembangunan nasional.

    Jakarta: Diperlukan payung hukum yang kuat untuk memastikan sektor research and development (R&D) nasional mendapat perhatian serius semua pihak, dalam upaya mewujudkan proses pembangunan nasional yang lebih baik. 
     
    “Sektor R&D harus ditempatkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan negara. Karena hasil-hasil dari R&D berdampak langsung bagi pertumbuhan sebuah negara,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 September 2025.
     
    Pernyataan tersebut disampaikan Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, saat menjadi pembicara dalam webinar bertema Peran Sains dan Teknologi dalam Transformasi Strategi Pembangunan Nasional dengan sub tema Peran Pemerintah dalam R&D, yang diselenggarakan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI),  Rabu (10/9). 

    Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, R&D bukan sekadar kerja-kerja akademis, tetapi harus dilihat sebagai bagian dari instrumen ekonomi yang sangat vital dalam konteks penerapan strategi pembangunan nasional. 
     
    Rerie berpendapat, harus dipastikan semua pihak memiliki pemikiran dan pemahaman yang sama terkait strategisnya peran R&D dalam pencapaian target-target pembangunan. 
     
    Rerie yang merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu mendorong agar DPR dapat membuat payung hukum yang kuat, agar dapat direalisasikan alokasi anggaran R&D yang  memadai dalam proses pembangunan. 
     
    Karena, ujar Rerie, sejak 2016, alokasi anggaran R&D Indonesia tidak pernah mencapai 1% dari PDB, jauh di bawah rata-rata negara berpenghasilan menengah ke atas.
     

     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar UU No. 11 Tahun 2019  tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sinas IPTEK) dapat benar-benar diaplikasikan dalam pembangunan sektor R&D nasional. 
     
    Rerie juga mengusulkan kepada pemerintah agar ada insentif fiskal bagi perusahaan yang bersedia terlibat aktif di sektor R&D nasional, sehingga ada kepastian hukum yang jelas bagi dunia usaha . 
     
    Menurut Rerie, dengan terbangunnya kolaborasi yang kuat antara dunia usaha, perguruan tinggi, dan lembaga riset diharapkan akan terbangun pula ekosistem R&D nasional yang mampu mengakselerasi pencapaian target-target pembangunan nasional.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • MPR nilai kesejahteraan keluarga kunci lindungi perempuan dan anak

    MPR nilai kesejahteraan keluarga kunci lindungi perempuan dan anak

    Penguatan literasi pendidikan, kesehatan, budi pekerti, dan ekonomi keluarga menjadi fondasi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat memandang peningkatan kesejahteraan keluarga merupakan salah satu kunci dalam membangun sistem perlindungan yang menyeluruh bagi perempuan dan anak dari ancaman tindak kekerasan.

    “Upaya peningkatan kesejahteraan keluarga merupakan langkah strategis untuk membangun sistem perlindungan menyeluruh dari tindak kekerasan bagi perempuan dan anak di tanah air,” kata Lestari kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

    Ia lalu menyampaikan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per 3 Juli 2025 telah mencatat terdapat sebanyak 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), faktor ekonomi menjadi pemicu utama tingginya angka kekerasan, disusul pola asuh dalam keluarga, lingkungan, paparan negatif gawai, serta pernikahan usia anak.

    Lestari pun menilai data tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan kebijakan tepat agar tidak memicu peningkatan kasus serupa.

    “Kecepatan dalam mengantisipasi sejumlah tantangan tersebut sangat diperlukan sebagai bagian dari upaya mewujudkan perlindungan menyeluruh terhadap perempuan dan anak di tanah air,” ujar anggota Komisi X DPR RI itu.

    Selain pemberdayaan ekonomi keluarga, Lestari juga menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi mengenai hak-hak perempuan dan anak kepada masyarakat secara masif.

    Menurutnya, penguatan literasi pendidikan, kesehatan, budi pekerti, dan ekonomi keluarga menjadi fondasi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga sekaligus mencegah munculnya tindak kekerasan di lingkungan rumah tangga.

    Dia berharap, seluruh pihak dapat bergotong royong mewujudkan langkah yang tepat dalam membangun sistem perlindungan menyeluruh bagi setiap anak bangsa, termasuk perempuan dan anak.

    Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi telah menekankan pentingnya upaya-upaya penguatan perlindungan perempuan dan anak, mengingat peran perempuan dan anak sebagai motor penggerak pembangunan bangsa.

    “Perempuan dan anak tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga penentu arah kemajuan di berbagai sektor, utamanya pembangunan sumber daya manusia,” kata Arifah.

    Pewarta: Tri Meilani Ameliya
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dorong Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Melalui Penerapan Kebijakan yang Tepat

    Dorong Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Melalui Penerapan Kebijakan yang Tepat

    Jakarta: Persempit kesenjangan antara aturan dan implementasi terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, demi mewujudkan pembangunan yang lebih merata bagi setiap anak bangsa. 

    “Meski Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah disahkan lebih dari delapan tahun lalu, implementasinya di lapangan masih belum memadai bagi rekan-rekan difabel untuk mendapatkan pelayanan publik yang setara,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 4 September 2025.

    Statistik Pendidikan 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, 17,85% penyandang disabilitas berusia lebih dari 5 tahun di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal sebelumnya. Sementara pada kelompok non-disabilitas tercatat hanya 5,04% yang tidak pernah mendapat pendidikan formal. 

    Sementara itu, catatan Kementerian Tenaga Kerja per November 2024 menyebutkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penyandang disabilitas di Indonesia 20,14%, jauh di bawah TPAK nasional yang tercatat 69%.

    Menurut Lestari, upaya implementasi sejumlah kebijakan terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas harus benar-benar dilakukan didasari dengan langkah yang tepat dan terukur. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, ketersediaan data yang akurat melalui pengumpulan data terpilah dan lebih rinci terkait berbagai aspek seputar disabilitas sangat dibutuhkan dalam upaya merealisasikan sejumlah kebijakan yang tepat. 

    Selain itu, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, upaya merealisasikan sistem pendidikan yang lebih inklusif di tanah air juga harus secara konsisten diwujudkan. 

    Tidak kalah penting, tegas Rerie, pemahaman para penyedia layanan publik, baik pemerintah dan swasta, terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam keseharian.
     

     

    Kerap kali, ujar Rerie, penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan yang tidak tepat, karena petugas di lapangan tidak memahami kewajiban mereka terhadap penyandang disabilitas.

    Menurut Rerie, upaya audit aksesibilitas sejumlah infrastruktur publik dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih, juga harus terus dilakukan sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu sangat berharap, semua pihak dapat secara konsisten mengimplementasikan sejumlah kebijakan terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam keseharian, demi proses pembangunan nasional yang mampu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang lebih merata di tanah air.

    Jakarta: Persempit kesenjangan antara aturan dan implementasi terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, demi mewujudkan pembangunan yang lebih merata bagi setiap anak bangsa. 
     
    “Meski Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah disahkan lebih dari delapan tahun lalu, implementasinya di lapangan masih belum memadai bagi rekan-rekan difabel untuk mendapatkan pelayanan publik yang setara,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 4 September 2025.
     
    Statistik Pendidikan 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, 17,85% penyandang disabilitas berusia lebih dari 5 tahun di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal sebelumnya. Sementara pada kelompok non-disabilitas tercatat hanya 5,04% yang tidak pernah mendapat pendidikan formal. 

    Sementara itu, catatan Kementerian Tenaga Kerja per November 2024 menyebutkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penyandang disabilitas di Indonesia 20,14%, jauh di bawah TPAK nasional yang tercatat 69%.
     
    Menurut Lestari, upaya implementasi sejumlah kebijakan terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas harus benar-benar dilakukan didasari dengan langkah yang tepat dan terukur. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, ketersediaan data yang akurat melalui pengumpulan data terpilah dan lebih rinci terkait berbagai aspek seputar disabilitas sangat dibutuhkan dalam upaya merealisasikan sejumlah kebijakan yang tepat. 
     
    Selain itu, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, upaya merealisasikan sistem pendidikan yang lebih inklusif di tanah air juga harus secara konsisten diwujudkan. 
     
    Tidak kalah penting, tegas Rerie, pemahaman para penyedia layanan publik, baik pemerintah dan swasta, terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam keseharian.
     

     
     
    Kerap kali, ujar Rerie, penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan yang tidak tepat, karena petugas di lapangan tidak memahami kewajiban mereka terhadap penyandang disabilitas.
     
    Menurut Rerie, upaya audit aksesibilitas sejumlah infrastruktur publik dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih, juga harus terus dilakukan sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu sangat berharap, semua pihak dapat secara konsisten mengimplementasikan sejumlah kebijakan terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam keseharian, demi proses pembangunan nasional yang mampu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang lebih merata di tanah air.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • ​Dorong Aktualisasi Nilai-Nilai Kebangsaan demi Kehidupan Bernegara yang Lebih Baik

    ​Dorong Aktualisasi Nilai-Nilai Kebangsaan demi Kehidupan Bernegara yang Lebih Baik

    Jakarta: Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat mendorong aktualisasi nilai-nilai kebangsaan dalam menjawab berbagai tantangan demi mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa depan. 

    “Nilai-nilai kebangsaan yang diwarisi para pendahulu bangsa harus mampu menjadi rujukan bersama dalam menyikapi berbagai tantangan dalam bernegara yang kita hadapi saat ini,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa 2 September 2025.

    Menurut Lestari, para pemangku kebijakan, tokoh masyarakat, dan masyarakat harus mampu mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam menjalankan kehidupan berbangsa pada keseharian. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap, muncul keteladanan dari para tokoh pemimpin bangsa dalam mengaktualisasikan nilai-nilai kebangsaan di tengah dinamika dalam proses pembangunan saat ini. 
     

    Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, nilai-nilai kebangsaan seperti musyawarah untuk mufakat, gotong royong, dan saling menghargai, harus dikedepankan dalam menghadapi berbagai perbedaan pendapat di era kemerdekaan saat ini. 

    Selain itu, ujar Rerie, upaya membangun komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat, harus terus dikedepankan demi mengakselerasi proses pembangunan nasional saat ini. 

    Rerie sangat berharap, di tengah dinamika kehidupan bernegara yang terjadi saat ini, setiap anak bangsa dapat berperan aktif memperkokoh persatuan, demi keberlangsungan proses pembangunan yang mampu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang lebih merata di Tanah Air.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat mendorong aktualisasi nilai-nilai kebangsaan dalam menjawab berbagai tantangan demi mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa depan. 
     
    “Nilai-nilai kebangsaan yang diwarisi para pendahulu bangsa harus mampu menjadi rujukan bersama dalam menyikapi berbagai tantangan dalam bernegara yang kita hadapi saat ini,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa 2 September 2025.
     
    Menurut Lestari, para pemangku kebijakan, tokoh masyarakat, dan masyarakat harus mampu mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam menjalankan kehidupan berbangsa pada keseharian. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap, muncul keteladanan dari para tokoh pemimpin bangsa dalam mengaktualisasikan nilai-nilai kebangsaan di tengah dinamika dalam proses pembangunan saat ini. 
     

     
    Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, nilai-nilai kebangsaan seperti musyawarah untuk mufakat, gotong royong, dan saling menghargai, harus dikedepankan dalam menghadapi berbagai perbedaan pendapat di era kemerdekaan saat ini. 
     
    Selain itu, ujar Rerie, upaya membangun komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat, harus terus dikedepankan demi mengakselerasi proses pembangunan nasional saat ini. 
     
    Rerie sangat berharap, di tengah dinamika kehidupan bernegara yang terjadi saat ini, setiap anak bangsa dapat berperan aktif memperkokoh persatuan, demi keberlangsungan proses pembangunan yang mampu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang lebih merata di Tanah Air.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)