Tag: Lestari Moerdijat

  • Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 

    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 

    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 

    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.

    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.

    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.

    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.

    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 

    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 

    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 

    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 

    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 

    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 

    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 

    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 

    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 

    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 

    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.

    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.

    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 

    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 

    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 

    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 

    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 
     
    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 
     
    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 
     
    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.
     
    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.
     
    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.
     
    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.
     
    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 
     
    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 
     
    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 
     
    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 
     
    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 
     
    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 
     
    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 
     
    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 
     
    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 
     
    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 
     
    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.
     
    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.
     
    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 
     
    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 
     
    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 
     
    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 
     
    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (ANN)

  • Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 

    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 

    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 

    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.

    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.

    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.

    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.

    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 

    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 

    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 

    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 

    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 

    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 

    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 

    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 

    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 

    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 

    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.

    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.

    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 

    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 

    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 

    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 

    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 
     
    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 
     
    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 
     
    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.
     
    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.
     
    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.
     
    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.
     
    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 
     
    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 
     
    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 
     
    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 
     
    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 
     
    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 
     
    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 
     
    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 
     
    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 
     
    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 
     
    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.
     
    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.
     
    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 
     
    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 
     
    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 
     
    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 
     
    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (ANN)

  • Perlu Kebijakan Inklusif untuk Wujudkan Keadilan Sosial

    Perlu Kebijakan Inklusif untuk Wujudkan Keadilan Sosial

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menekankan pentingnya kolaborasi yang kuat antarpara pemangku kepentingan untuk mempersempit kesenjangan antara kebijakan yang inklusif dan pelaksanaannya di lapangan, demi mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 

    Pernyataan itu disampaikan Lestari dalam Podcast Ruang Disabilitas di RRI Makassar pro 1 bertema Peran MPR RI Mengawal Indonesia Menuju Inklusi 2030 dalam rangka Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember. 

    “Melalui Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan kami terus berupaya menanamkan pemahaman kepada masyarakat dan pemangku kepentingan bahwa mewujudkan kebijakan yang inklusif itu penting,” kata Rerie, sapaan akrab Lestari dikutip Minggu, 14 Desember 2025.

    Menurut Rerie, Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan amanah Pancasila, agar sikap dan kebijakan yang lahir dalam rangka mengisi kemerdekaan harus memberi manfaat bagi setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas. 
     

    Rerie berpendapat, meski kebijakan di beberapa daerah sudah ramah bagi para penyandang disabilitas, tetapi masih banyak lagi daerah yang mengelola pembangunan dengan mengabaikan kebutuhan kelompok masyarakat difabel. 

    Sebagai contoh, ujar Rerie, masih banyak fasilitas trotoar dan gedung sarana umum di sejumlah kota di tanah air yang tidak ramah bagi disabilitas. 

    Pemahaman para pemangku kebijakan dan masyarakat terkait pentingnya melibatkan semua elemen masyarakat dalam proses pembangunan, tegas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, harus terus ditingkatkan. 

    Pemahaman bahwa hadirnya kelompok masyarakat difabel merupakan bagian dari keberagaman yang dimiliki bangsa ini, menurut Rerie yang merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus ditanamkan sejak di bangku sekolah. 

    Pemanfaatan kearifan lokal sebagai bagian materi sosialisasi, ujar Rerie, merupakan langkah strategis agar pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami masyarakat. 

    Menurut Rerie, setiap anak bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi bagian dalam proses pembangunan. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong diwujudkannya kolaborasi yang kuat semua pihak terkait agar mampu berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia yang inklusi pada 2030.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menekankan pentingnya kolaborasi yang kuat antarpara pemangku kepentingan untuk mempersempit kesenjangan antara kebijakan yang inklusif dan pelaksanaannya di lapangan, demi mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 
     
    Pernyataan itu disampaikan Lestari dalam Podcast Ruang Disabilitas di RRI Makassar pro 1 bertema Peran MPR RI Mengawal Indonesia Menuju Inklusi 2030 dalam rangka Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember. 
     
    “Melalui Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan kami terus berupaya menanamkan pemahaman kepada masyarakat dan pemangku kepentingan bahwa mewujudkan kebijakan yang inklusif itu penting,” kata Rerie, sapaan akrab Lestari dikutip Minggu, 14 Desember 2025.

    Menurut Rerie, Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan amanah Pancasila, agar sikap dan kebijakan yang lahir dalam rangka mengisi kemerdekaan harus memberi manfaat bagi setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas. 
     

     
    Rerie berpendapat, meski kebijakan di beberapa daerah sudah ramah bagi para penyandang disabilitas, tetapi masih banyak lagi daerah yang mengelola pembangunan dengan mengabaikan kebutuhan kelompok masyarakat difabel. 
     
    Sebagai contoh, ujar Rerie, masih banyak fasilitas trotoar dan gedung sarana umum di sejumlah kota di tanah air yang tidak ramah bagi disabilitas. 
     
    Pemahaman para pemangku kebijakan dan masyarakat terkait pentingnya melibatkan semua elemen masyarakat dalam proses pembangunan, tegas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, harus terus ditingkatkan. 
     
    Pemahaman bahwa hadirnya kelompok masyarakat difabel merupakan bagian dari keberagaman yang dimiliki bangsa ini, menurut Rerie yang merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus ditanamkan sejak di bangku sekolah. 
     
    Pemanfaatan kearifan lokal sebagai bagian materi sosialisasi, ujar Rerie, merupakan langkah strategis agar pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami masyarakat. 
     
    Menurut Rerie, setiap anak bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi bagian dalam proses pembangunan. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong diwujudkannya kolaborasi yang kuat semua pihak terkait agar mampu berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia yang inklusi pada 2030.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)

  • Waka MPR Dorong Kemudahan Akses Lapangan Kerja bagi Penyandang Disabilitas

    Waka MPR Dorong Kemudahan Akses Lapangan Kerja bagi Penyandang Disabilitas

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong kemudahan akses lapangan kerja bagi penyandang disabilitas. Hal ini sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang mengatur hak, perlindungan, dan pemberdayaan penyandang disabilitas di Indonesia.

    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangannya, Jumat (12/12).

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. Dari penyandang disabilitas usia produktif tersebut, hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal.

    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas.

    Lestari menjelaskan dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian lebih sebagai warga negara. Dengan begitu, mereka mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya.

    Anggota Komisi X DPR RI ini pun menilai stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan. Oleh Karena itu, ia mendorong berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan.

    “Selain itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran,” imbuhnya.

    (akn/ega)

  • Wujudkan Kemudahan Akses Lapangan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas

    Wujudkan Kemudahan Akses Lapangan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong peningkatan pemenuhan kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas, dalam upaya merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 8 / 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Desember 2025.

    Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. 

    Dari penyandang disabilitas usia produktif itu hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal. 

    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. 

    Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas. 

    Menurut Lestari, dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih sebagai warga negara, agar mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya. 

    Dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan lapangan kerja, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan dalam keseharian mereka. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu berpendapat, stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan.
     

    Karena itu, Rerie mendorong, berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan. 

    Selain itu, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran. 

    Rerie sangat berharap, semua pihak terkait mampu membangun kolaborasi yang kuat dalam membangun akses layanan kesehatan dan lapangan kerja bagi setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas di tanah air

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong peningkatan pemenuhan kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas, dalam upaya merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 8 / 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 
     
    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Desember 2025.
     
    Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. 

    Dari penyandang disabilitas usia produktif itu hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal. 
     
    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. 
     
    Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas. 
     
    Menurut Lestari, dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih sebagai warga negara, agar mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya. 
     
    Dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan lapangan kerja, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan dalam keseharian mereka. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu berpendapat, stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan.
     

     
    Karena itu, Rerie mendorong, berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan. 
     
    Selain itu, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran. 
     
    Rerie sangat berharap, semua pihak terkait mampu membangun kolaborasi yang kuat dalam membangun akses layanan kesehatan dan lapangan kerja bagi setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas di tanah air

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Bangun Sistem Peringatan Dini Bencana yang Tepat untuk Tekan Risiko Dampak Cuaca Ekstrem

    Bangun Sistem Peringatan Dini Bencana yang Tepat untuk Tekan Risiko Dampak Cuaca Ekstrem

    Jakarta: Keseluruhan data cuaca dan peta risiko bencana harus mampu dipahami semua pihak agar mampu mewujudkan sistem peringatan dini yang baik, untuk menekan risiko bencana dampak cuaca ekstrem yang terjadi. 

    “Bencana memang tidak bisa dihindari sepenuhnya, namun risikonya bisa ditekan dengan membangun sistem peringatan dini bencana yang tepat, sehingga mampu melindungi lebih banyak nyawa dalam menghadapi dampak cuaca ekstrem di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Potensi Ancaman Fenomena Hidrometeorologi Menjelang Libur Natal dan Tahun Baru yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 10 Desember 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Ardhasena Sopaheluwakan (Deputi Bidang Klimatologi – BMKG) dan Melva Harahap (Manager Penanganan dan Pencegahan Bencana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/Walhi) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Mori Hanafi (Anggota Komisi V DPR RI) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, dengan pemahaman terhadap data dan peta risiko yang ada, para pemangku kepentingan setiap daerah diharapkan mampu mengambil langkah antisipasi yang tepat. 

    Sistem peringatan dini bencana, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, harus mudah dipahami masyarakat dan para pengambil keputusan, sehingga mitigasi bencana yang diterapkan dapat dilakukan dengan efektif. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu mendorong agar kolaborasi antarpihak terkait dalam menyikapi potensi cuaca ekstrem di setiap wilayah harus terus diperkuat. 

    Apalagi, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, menjelang akhir tahun, belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, dampak cuaca ekstrem berpotensi mengancam sejumlah aktivitas masyarakat di tanah air. 

    Rerie berharap adanya peningkatan kewaspadaan yang tinggi antara lain pada sektor transportasi, pengelola kawasan wisata, dan wilayah padat penduduk, dalam menghadapi ancaman cuaca ekstrem di musim libur akhir tahun ini. 
     

    Deputi Bidang Klimatologi  BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan mengungkapkan, potensi bencana hidrometeorologi setiap tahun bervariasi. 

    Pada awal tahun (Desember, Januari, dan Februari), ujar Ardhasena, biasanya akan terjadi hujan deras yang menyebabkan banjir, longsor, dan gelombang tinggi. 

    Sementara pada Maret, April, dan Mei, tambah dia, berpotensi terjadi puting beliung, petir dan hujan es. 

    Pada Juni, Juli, dan Agustus, diperkirakan terjadi peningkatan suhu bumi dan antara lain menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, serta gelombang tinggi air laut. 

    Sedangkan, pada September, Oktober, dan November, menurut Ardhasena, kembali terjadi puting beliung, hujan es, hingga curah hujan tinggi. 

    Menurut Ardhasena, dinamika cuaca yang mendorong terjadinya curah hujan ekstrem di Sumatra beberapa waktu lalu, antara lain disebabkan terjadinya pusaran badai, konvergensi yang membentuk awan secara masif pada wilayah pertemuan angin, dan konveksi akibat pemanasan permukaan air laut yang membentuk awan secara masif. 

    Ardhasena memperkirakan pada rentang Januari-Juni 2026 akan terjadi curah hujan yang tinggi di kawasan Selatan khatulistiwa. 

    Kondisi tersebut, jelas dia, perlu diantisipasi dengan langkah-langkah yang tepat. 

    Manager Penanganan dan Pencegahan Bencana, Walhi, Melva Harahap mengungkapkan bencana di tanah air yang berdampak pada kerusakan daya dukung lingkungan dikelompokkan sebagai bencana ekologis. 

    Melva mengakui, BMKG dengan segala sarana dan prasarana yang dimiliki sudah menyediakan data cuaca dan iklim, sebagai bagian dari mekanisme peringatan dini. 

    “Pertanyaannya apakah informasi-informasi yang sudah ada itu mendapatkan perhatian serius dari masyarakat secara luas,” ujar Melva. 

    Menurut Melva, yang harus dilakukan adalah memastikan masyarakat memiliki kapasitas yang cukup untuk memanfaatkan data cuaca yang ada. 

    Selain itu, tegas Melva, para pemangku kebijakan harus mampu memastikan daya dukung lingkungan di setiap daerah mampu menghadapi potensi cuaca ekstrem yang akan terjadi. 

    Menurut Melva, bencana yang terjadi akibat perubahan iklim dan kegagalan pengelolaan alam dan lingkungan hidup, bila tidak segera diatasi dengan langkah tepat akan berulang di musim mendatang. 

    Melva sangat berharap upaya perbaikan lingkungan, mitigasi bencana, dan membangun sistem peringatan dini bencana yang dipahami masyarakat luas, harus segera diwujudkan. 

    Menurut dia, dalam membangun sistem peringatan dini bencana alam, penting juga memanfaatkan kearifan lokal untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat. 

    Anggota Komisi V DPR RI, Mori Hanafi mengungkapkan, pada liburan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 diperkirakan 119 juta orang akan melakukan perjalanan dengan berbagai moda transportasi. 

    Sehingga, ujar Mori, perkiraan BMKG terkait fenomena hidrometeorologi yang akan terjadi jelang Tahun Baru ini bukan sekadar persoalan cuaca, lebih dari itu terkait mengupayakan keselamatan 119 juta warga negara yang melakukan perjalanan pada liburan akhir tahun ini. 

    Data yang disampaikan BMKG, jelas Mori, harus menjadi pedoman bagi masyarakat. 

    Sangat disayangkan, tambah dia, masyarakat belum peduli terhadap data BMKG dalam menyikapi ancaman cuaca ekstrem yang dihadapi. 

    Wartawan senior, Usman Kansong berpendapat, lengkapnya data cuaca dan iklim yang dimiliki BMKG ternyata tidak mampu mencegah parahnya dampak bencana yang terjadi beberapa waktu lalu.

    “Saya khawatir kita sudah menjadi bangsa yang antisains,” ujar Usman. 

    Data cuaca dan iklim yang disampaikan BMKG selama ini, tambah Usman, adalah sains. 

    Selama ini, ujar Usman, data BMKG belum disikapi masyarakat dan pengambil kebijakan dengan memadai. 

    “Bagaimana kita menyikapi hal itu. Kebijakan apa yang lahir dari data yang disampaikan BMKG selama ini,” ujarnya. 

    Usman berharap para pemangku kepentingan dan masyarakat mau kembali memanfaatkan sains untuk memitigasi bencana dengan baik di masa datang.

    Jakarta: Keseluruhan data cuaca dan peta risiko bencana harus mampu dipahami semua pihak agar mampu mewujudkan sistem peringatan dini yang baik, untuk menekan risiko bencana dampak cuaca ekstrem yang terjadi. 
     
    “Bencana memang tidak bisa dihindari sepenuhnya, namun risikonya bisa ditekan dengan membangun sistem peringatan dini bencana yang tepat, sehingga mampu melindungi lebih banyak nyawa dalam menghadapi dampak cuaca ekstrem di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Potensi Ancaman Fenomena Hidrometeorologi Menjelang Libur Natal dan Tahun Baru yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 10 Desember 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Ardhasena Sopaheluwakan (Deputi Bidang Klimatologi – BMKG) dan Melva Harahap (Manager Penanganan dan Pencegahan Bencana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/Walhi) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Mori Hanafi (Anggota Komisi V DPR RI) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, dengan pemahaman terhadap data dan peta risiko yang ada, para pemangku kepentingan setiap daerah diharapkan mampu mengambil langkah antisipasi yang tepat. 
     
    Sistem peringatan dini bencana, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, harus mudah dipahami masyarakat dan para pengambil keputusan, sehingga mitigasi bencana yang diterapkan dapat dilakukan dengan efektif. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu mendorong agar kolaborasi antarpihak terkait dalam menyikapi potensi cuaca ekstrem di setiap wilayah harus terus diperkuat. 
     
    Apalagi, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, menjelang akhir tahun, belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, dampak cuaca ekstrem berpotensi mengancam sejumlah aktivitas masyarakat di tanah air. 
     
    Rerie berharap adanya peningkatan kewaspadaan yang tinggi antara lain pada sektor transportasi, pengelola kawasan wisata, dan wilayah padat penduduk, dalam menghadapi ancaman cuaca ekstrem di musim libur akhir tahun ini. 
     

     
    Deputi Bidang Klimatologi  BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan mengungkapkan, potensi bencana hidrometeorologi setiap tahun bervariasi. 
     
    Pada awal tahun (Desember, Januari, dan Februari), ujar Ardhasena, biasanya akan terjadi hujan deras yang menyebabkan banjir, longsor, dan gelombang tinggi. 
     
    Sementara pada Maret, April, dan Mei, tambah dia, berpotensi terjadi puting beliung, petir dan hujan es. 
     
    Pada Juni, Juli, dan Agustus, diperkirakan terjadi peningkatan suhu bumi dan antara lain menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, serta gelombang tinggi air laut. 
     
    Sedangkan, pada September, Oktober, dan November, menurut Ardhasena, kembali terjadi puting beliung, hujan es, hingga curah hujan tinggi. 
     
    Menurut Ardhasena, dinamika cuaca yang mendorong terjadinya curah hujan ekstrem di Sumatra beberapa waktu lalu, antara lain disebabkan terjadinya pusaran badai, konvergensi yang membentuk awan secara masif pada wilayah pertemuan angin, dan konveksi akibat pemanasan permukaan air laut yang membentuk awan secara masif. 
     
    Ardhasena memperkirakan pada rentang Januari-Juni 2026 akan terjadi curah hujan yang tinggi di kawasan Selatan khatulistiwa. 
     
    Kondisi tersebut, jelas dia, perlu diantisipasi dengan langkah-langkah yang tepat. 
     
    Manager Penanganan dan Pencegahan Bencana, Walhi, Melva Harahap mengungkapkan bencana di tanah air yang berdampak pada kerusakan daya dukung lingkungan dikelompokkan sebagai bencana ekologis. 
     
    Melva mengakui, BMKG dengan segala sarana dan prasarana yang dimiliki sudah menyediakan data cuaca dan iklim, sebagai bagian dari mekanisme peringatan dini. 
     
    “Pertanyaannya apakah informasi-informasi yang sudah ada itu mendapatkan perhatian serius dari masyarakat secara luas,” ujar Melva. 
     
    Menurut Melva, yang harus dilakukan adalah memastikan masyarakat memiliki kapasitas yang cukup untuk memanfaatkan data cuaca yang ada. 
     
    Selain itu, tegas Melva, para pemangku kebijakan harus mampu memastikan daya dukung lingkungan di setiap daerah mampu menghadapi potensi cuaca ekstrem yang akan terjadi. 
     
    Menurut Melva, bencana yang terjadi akibat perubahan iklim dan kegagalan pengelolaan alam dan lingkungan hidup, bila tidak segera diatasi dengan langkah tepat akan berulang di musim mendatang. 
     
    Melva sangat berharap upaya perbaikan lingkungan, mitigasi bencana, dan membangun sistem peringatan dini bencana yang dipahami masyarakat luas, harus segera diwujudkan. 
     
    Menurut dia, dalam membangun sistem peringatan dini bencana alam, penting juga memanfaatkan kearifan lokal untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat. 
     
    Anggota Komisi V DPR RI, Mori Hanafi mengungkapkan, pada liburan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 diperkirakan 119 juta orang akan melakukan perjalanan dengan berbagai moda transportasi. 
     

     
    Sehingga, ujar Mori, perkiraan BMKG terkait fenomena hidrometeorologi yang akan terjadi jelang Tahun Baru ini bukan sekadar persoalan cuaca, lebih dari itu terkait mengupayakan keselamatan 119 juta warga negara yang melakukan perjalanan pada liburan akhir tahun ini. 
     
    Data yang disampaikan BMKG, jelas Mori, harus menjadi pedoman bagi masyarakat. 
     
    Sangat disayangkan, tambah dia, masyarakat belum peduli terhadap data BMKG dalam menyikapi ancaman cuaca ekstrem yang dihadapi. 
     
    Wartawan senior, Usman Kansong berpendapat, lengkapnya data cuaca dan iklim yang dimiliki BMKG ternyata tidak mampu mencegah parahnya dampak bencana yang terjadi beberapa waktu lalu.
     
    “Saya khawatir kita sudah menjadi bangsa yang antisains,” ujar Usman. 
     
    Data cuaca dan iklim yang disampaikan BMKG selama ini, tambah Usman, adalah sains. 
     
    Selama ini, ujar Usman, data BMKG belum disikapi masyarakat dan pengambil kebijakan dengan memadai. 
     
    “Bagaimana kita menyikapi hal itu. Kebijakan apa yang lahir dari data yang disampaikan BMKG selama ini,” ujarnya. 
     
    Usman berharap para pemangku kepentingan dan masyarakat mau kembali memanfaatkan sains untuk memitigasi bencana dengan baik di masa datang.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Pengelolaan Kekayaan Alam dan Budaya Harus Mengedepankan Etika

    Pengelolaan Kekayaan Alam dan Budaya Harus Mengedepankan Etika

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan pengelolaan kekayaan alam dan budaya harus mengedepankan etika demi mewujudkan pelestarian nilai-nilai budaya dan keberlanjutan manfaat bagi masyarakat luas. 

    Pernyataan tersebut disampaikan Lestari secara daring pada acara Peluncuran Buku Kebumen Mutiara Tanah Jawa dan Seminar Nasional Literasi Warisan Nusantara di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Rabu, 3 Desember 2025.

    “Dalam mengelola Geopark Kebumen misalnya, masyarakat dan pemerintah daerah mengedepankan etika moral dan lingkungan dengan memperlihatkan keberpihakannya pada pelestarian warisan budaya yang ada,” kata Rerie dalam keterangan tertulis, Kamis, 4 Desember 2025. 

    Seperti diketahui, pada 2 Juni 2025 Geopark Kebumen diakui UNESCO sebagai geopark warisan dunia. 
     

    Menurut Rerie, Geopark Kebumen merupakan bagian dari fondasi kebangsaan karena didalamnya diterapkan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan etika moral dan lingkungan dalam pengelolaannya. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu mendorong agar pengelolaan kekayaan alam dan budaya warisan dunia itu terus mengedapankan pelestarian dan manfaat bagi masyarakat. 

    Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu juga berpendapat kehadiran Buku Kebumen Mutiara Tanah Jawa, merupakan undangan bagi dunia untuk mengenal Kebumen seutuhnya. 

    Penetapan Geopark Kebumen sebagai warisan dunia, menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan momentum untuk membangun kolaborasi yang lebih kuat untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki Kebumen dengan tetap mengedepankan keberlanjutan. 

    “Penerapan tata kelola yang mengedepankan keseimbangan antara aspek perlindungan dan pemanfaatan dalam pengelolaan Geopark Kebumen penting untuk diwujudkan,” ucapnya.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan pengelolaan kekayaan alam dan budaya harus mengedepankan etika demi mewujudkan pelestarian nilai-nilai budaya dan keberlanjutan manfaat bagi masyarakat luas. 
     
    Pernyataan tersebut disampaikan Lestari secara daring pada acara Peluncuran Buku Kebumen Mutiara Tanah Jawa dan Seminar Nasional Literasi Warisan Nusantara di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Rabu, 3 Desember 2025.
     
    “Dalam mengelola Geopark Kebumen misalnya, masyarakat dan pemerintah daerah mengedepankan etika moral dan lingkungan dengan memperlihatkan keberpihakannya pada pelestarian warisan budaya yang ada,” kata Rerie dalam keterangan tertulis, Kamis, 4 Desember 2025. 

    Seperti diketahui, pada 2 Juni 2025 Geopark Kebumen diakui UNESCO sebagai geopark warisan dunia. 
     

    Menurut Rerie, Geopark Kebumen merupakan bagian dari fondasi kebangsaan karena didalamnya diterapkan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan etika moral dan lingkungan dalam pengelolaannya. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu mendorong agar pengelolaan kekayaan alam dan budaya warisan dunia itu terus mengedapankan pelestarian dan manfaat bagi masyarakat. 
     
    Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu juga berpendapat kehadiran Buku Kebumen Mutiara Tanah Jawa, merupakan undangan bagi dunia untuk mengenal Kebumen seutuhnya. 
     
    Penetapan Geopark Kebumen sebagai warisan dunia, menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan momentum untuk membangun kolaborasi yang lebih kuat untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki Kebumen dengan tetap mengedepankan keberlanjutan. 
     
    “Penerapan tata kelola yang mengedepankan keseimbangan antara aspek perlindungan dan pemanfaatan dalam pengelolaan Geopark Kebumen penting untuk diwujudkan,” ucapnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (ANN)

  • Perkuat Strategi dan Implementasi Kebijakan Perlindungan setiap Warga Negara

    Perkuat Strategi dan Implementasi Kebijakan Perlindungan setiap Warga Negara

    Jakarta: Perkuat strategi dan implementasi berbagai kebijakan yang ada untuk mewujudkan sistem perlindungan bagi setiap warga negara sesuai amanah konstitusi UUD 1945.

    “Berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi saat ini adalah pengkhianatan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang beradab,  kita harus memberi perhatian serius terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema TPPO 2025: Wajah Baru Perbudakan Modern terhadap Perempuan & Anak yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 3 Desember 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Rinardi, S.E., M.Sc. (Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), Kombes Pol. Tunggul Sinatrio, S.I.K., M.H (Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri), dan Romo Paschal (Ketua Harian Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang /Jarnas Anti TPPO) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Nurhadi, S.Pd., M.H. (Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, sejumlah peraturan perlindungan yang ada harus bisa diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. 

    Karena, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, meski negara sudah melakukan berbagai cara untuk mencegah munculnya kasus perdagangan orang, ternyata kerja paksa dan perbudakan modern masih terjadi di depan mata. 

    Apalagi, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, modus TPPO saat ini semakin canggih seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap semua pihak terkait dapat bergandeng tangan untuk melakukan tindakan nyata dalam membangun sistem perlindungan menyeluruh bagi segenap bangsa Indonesia. 

    Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Rinardi mengungkapkan, kasus perdagangan orang semakin marak karena saat ini masih terjadi penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang nonprosedural. 

    Menurut Rinardi, sejumlah modus operandi dilakukan oleh pelaku TPPO antara lain dengan rekrutmen melalui media sosial dan peran ganda dari lembaga pelatihan kerja yang melatih pekerja sekaligus menempatkan pekerja ke negara tujuan. “Ini melanggar aturan,” ujar Rinaldi. 

    Pada penempatan PMI di Jepang dan Kamboja misalnya, ujar Rinardi, perekrutan PMI seringkali dibungkus dengan program magang di perusahaan. 
     

    Menurut Rinardi, maraknya kasus perdagangan manusia yang menimpa PMI dipicu kerentanan ekonomi dan literasi digital yang rendah. 

    Mirisnya, tambah dia, para PMI yang diberangkatkan secara ilegal itu berpendidikan D3 ke atas. 

    Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Paschal mengungkapkan, pelaku TPPO terus berinovasi dengan mengubah modus dan memanfaatkan celah sistem yang ada. 

    Sebagai misal, tambah Paschal, pola rekrutmen melalui digital, agensi ilegal, dan melibatkan keluarga atau komunitas. 

    Diakui Pascal, pelaku TPPO ini lintas negara dengan jangkauan sebaran korban dari berbagai negara. 

    Sangat disayangkan, ujar dia, negara belum memiliki mekanisme real time monitoring terkait kasus-kasus TPPO melalui digital. 

    Selain itu, tambah dia, pengawasan agensi tenaga kerja juga lemah dengan verifikasi dokumen yang hanya formalitas. 

    Paschal menilai, program pencegahan yang dilakukan selama ini tidak menyentuh struktur sosial akar rumput. 

    Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Tunggul Sinatrio mengungkapkan, TPPO berevolusi  menjadi perbudakan modern dengan memanfaatkan piranti digital. 

    Menurut Tunggul, korban TPPO didominasi perempuan dan anak dengan melibatkan sindikat lintas negara. 

    Dampak dari evolusi TPPO itu, ungkap Tunggul, eksploitasi korban semakin kompleks. Selain menyasar fisik, korban juga dieksploitasi secara digital. 

    Menurut dia, kasus-kasus TPPO memanfaatkan semua jalur perjalanan ke luar negeri melalui darat, laut, dan udara. 

    Dalam upaya penanganan kasus-kasus TPPO itu, menurut Tunggul, pihaknya mengintegrasikan kerja sejumlah bagian terkait di kepolisian, termasuk membuat SOP terpadu. 

    Tunggul mengusulkan pembentukan lembaga vokasi migran sebagai bagian dari upaya untuk mencegah kasus TPPO semakin meluas. 

    Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan PMI, Nurhadi berpendapat, TPPO merupakan kejahatan modern yang bekerja dalam sebuah jaringan. 

    Menurut Nurhadi, saat ini kita sedang menghadapi kejahatan kemanusiaan yang bergerak sangat cepat dengan memanfaatkan celah hukum yang ada. 

    Menyikapi kondisi tersebut, Nurhadi mengusulkan lahirnya aturan perundangan yang mampu menjawab ancaman TPPO yang semakin kompleks. 

    Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan, berbagai media memberitakan penangkapan sindikat pelaku TPPO, tetapi korban perdagangan orang di Kamboja terus meningkat. 

    “Kalau sindikasinya tidak dihabisi di satu pihak dan di lain pihak lapangan kerja langka, korban akan terus berjatuhan,” ujar Saur. 

    Saur mengaku khawatir daftar pelaku TPPO yang pernah diungkap Mahfud MD ketika menjadi Menkopolkam, hanya daftar saja. Tidak benar-benar dibongkar. 

    Yang harus dilakukan, tegas Saur, harus serius untuk mengungkap dan menghabisi sindikatnya

    Jakarta: Perkuat strategi dan implementasi berbagai kebijakan yang ada untuk mewujudkan sistem perlindungan bagi setiap warga negara sesuai amanah konstitusi UUD 1945.
     
    “Berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi saat ini adalah pengkhianatan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang beradab,  kita harus memberi perhatian serius terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema TPPO 2025: Wajah Baru Perbudakan Modern terhadap Perempuan & Anak yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 3 Desember 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Rinardi, S.E., M.Sc. (Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), Kombes Pol. Tunggul Sinatrio, S.I.K., M.H (Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri), dan Romo Paschal (Ketua Harian Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang /Jarnas Anti TPPO) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Nurhadi, S.Pd., M.H. (Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, sejumlah peraturan perlindungan yang ada harus bisa diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. 
     
    Karena, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, meski negara sudah melakukan berbagai cara untuk mencegah munculnya kasus perdagangan orang, ternyata kerja paksa dan perbudakan modern masih terjadi di depan mata. 
     
    Apalagi, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, modus TPPO saat ini semakin canggih seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap semua pihak terkait dapat bergandeng tangan untuk melakukan tindakan nyata dalam membangun sistem perlindungan menyeluruh bagi segenap bangsa Indonesia. 
     
    Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Rinardi mengungkapkan, kasus perdagangan orang semakin marak karena saat ini masih terjadi penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang nonprosedural. 
     
    Menurut Rinardi, sejumlah modus operandi dilakukan oleh pelaku TPPO antara lain dengan rekrutmen melalui media sosial dan peran ganda dari lembaga pelatihan kerja yang melatih pekerja sekaligus menempatkan pekerja ke negara tujuan. “Ini melanggar aturan,” ujar Rinaldi. 
     
    Pada penempatan PMI di Jepang dan Kamboja misalnya, ujar Rinardi, perekrutan PMI seringkali dibungkus dengan program magang di perusahaan. 
     

     
    Menurut Rinardi, maraknya kasus perdagangan manusia yang menimpa PMI dipicu kerentanan ekonomi dan literasi digital yang rendah. 
     
    Mirisnya, tambah dia, para PMI yang diberangkatkan secara ilegal itu berpendidikan D3 ke atas. 
     
    Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Paschal mengungkapkan, pelaku TPPO terus berinovasi dengan mengubah modus dan memanfaatkan celah sistem yang ada. 
     
    Sebagai misal, tambah Paschal, pola rekrutmen melalui digital, agensi ilegal, dan melibatkan keluarga atau komunitas. 
     
    Diakui Pascal, pelaku TPPO ini lintas negara dengan jangkauan sebaran korban dari berbagai negara. 
     
    Sangat disayangkan, ujar dia, negara belum memiliki mekanisme real time monitoring terkait kasus-kasus TPPO melalui digital. 
     
    Selain itu, tambah dia, pengawasan agensi tenaga kerja juga lemah dengan verifikasi dokumen yang hanya formalitas. 
     
    Paschal menilai, program pencegahan yang dilakukan selama ini tidak menyentuh struktur sosial akar rumput. 
     
    Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Tunggul Sinatrio mengungkapkan, TPPO berevolusi  menjadi perbudakan modern dengan memanfaatkan piranti digital. 
     
    Menurut Tunggul, korban TPPO didominasi perempuan dan anak dengan melibatkan sindikat lintas negara. 
     
    Dampak dari evolusi TPPO itu, ungkap Tunggul, eksploitasi korban semakin kompleks. Selain menyasar fisik, korban juga dieksploitasi secara digital. 
     
    Menurut dia, kasus-kasus TPPO memanfaatkan semua jalur perjalanan ke luar negeri melalui darat, laut, dan udara. 
     
    Dalam upaya penanganan kasus-kasus TPPO itu, menurut Tunggul, pihaknya mengintegrasikan kerja sejumlah bagian terkait di kepolisian, termasuk membuat SOP terpadu. 
     
    Tunggul mengusulkan pembentukan lembaga vokasi migran sebagai bagian dari upaya untuk mencegah kasus TPPO semakin meluas. 
     
    Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan PMI, Nurhadi berpendapat, TPPO merupakan kejahatan modern yang bekerja dalam sebuah jaringan. 
     
    Menurut Nurhadi, saat ini kita sedang menghadapi kejahatan kemanusiaan yang bergerak sangat cepat dengan memanfaatkan celah hukum yang ada. 
     
    Menyikapi kondisi tersebut, Nurhadi mengusulkan lahirnya aturan perundangan yang mampu menjawab ancaman TPPO yang semakin kompleks. 
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan, berbagai media memberitakan penangkapan sindikat pelaku TPPO, tetapi korban perdagangan orang di Kamboja terus meningkat. 
     
    “Kalau sindikasinya tidak dihabisi di satu pihak dan di lain pihak lapangan kerja langka, korban akan terus berjatuhan,” ujar Saur. 
     
    Saur mengaku khawatir daftar pelaku TPPO yang pernah diungkap Mahfud MD ketika menjadi Menkopolkam, hanya daftar saja. Tidak benar-benar dibongkar. 
     
    Yang harus dilakukan, tegas Saur, harus serius untuk mengungkap dan menghabisi sindikatnya

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Wakil Ketua MPR ajak bangun solidaritas nasional hadapi bencana alam

    Wakil Ketua MPR ajak bangun solidaritas nasional hadapi bencana alam

    Rangkaian bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa hari terakhir harus dijawab dengan semangat gotong royong dan solidaritas masyarakat yang terus ditumbuhkan, di samping upaya evaluasi dan mitigasi dari sejumlah aspek

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengajak seluruh elemen untuk membangun solidaritas nasional dan semangat gotong royong untuk menjadi energi positif di tengah kerentanan Indonesia terhadap bencana alam.

    “Rangkaian bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa hari terakhir harus dijawab dengan semangat gotong royong dan solidaritas masyarakat yang terus ditumbuhkan, di samping upaya evaluasi dan mitigasi dari sejumlah aspek,” kata Lestari di Jakarta, Selasa.

    Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menurut dia, jumlah korban jiwa bencana banjir hingga longsor di Aceh, Sumatera Barat (Sumbar) hingga Sumatera Utara (Sumut) terus bertambah dan ratusan orang masih dinyatakan hilang.

    Dia menilai perubahan cuaca ekstrem yang terjadi harus menjadi perhatian serius semua pihak, terutama para pemangku kepentingan dan masyarakat di daerah-daerah yang rawan bencana.

    Dia pun mendorong upaya mitigasi bencana dan sosialisasi kepada masyarakat terus ditingkatkan sebagai bagian upaya menekan jumlah korban.

    Selain itu, menurut dia, mekanisme penanganan masyarakat terdampak bencana juga harus menjadi perhatian serius.

    Kesiapsiagaan pemerintah pusat dan daerah, menurut dia, harus terus ditingkatkan baik dengan membangun kolaborasi kuat dalam melaksanakan tanggap darurat bencana, maupun membangkitkan solidaritas masyarakat.

    Anggota Komisi X DPR RI itu mengatakan bahwa semua upaya mitigasi dan tanggap darurat yang digalang bersama itu perlu mampu menjadi energi positif dalam menghadapi potensi ancaman bencana alam di sejumlah daerah di tanah air.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bangun Solidaritas Nasional Hadapi Kerentanan terhadap Bencana Alam

    Bangun Solidaritas Nasional Hadapi Kerentanan terhadap Bencana Alam

    Jakarta: Di tengah kerentanan Indonesia terhadap bencana alam, semangat gotong royong dan solidaritas harus menjadi energi positif setiap anak bangsa untuk mengatasinya bersama. 

    “Rangkaian bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa hari terakhir harus dijawab dengan semangat gotong royong dan solidaritas masyarakat yang terus ditumbuhkan, disamping upaya evaluasi dan mitigasi dari sejumlah aspek,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam pernyataan tertulisnya, Senin, 1 Desember 2025.

    Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Minggu (30/11) jumlah korban jiwa bencana banjir hingga longsor di Aceh, Sumatera Barat (Sumbar) hingga Sumatera Utara (Sumut) terus bertambah dan ratusan orang masih dinyatakan hilang. 

    Korban jiwa di Sumatera Utara (Sumut) mencapai 217 orang, di Aceh tercatat 96 korban tewas, sedangkan di Sumatera Barat korban meninggal tercatat 129 orang.
     

    Menurut Lestari, perubahan cuaca ekstrem yang terjadi harus menjadi perhatian serius semua pihak, terutama para pemangku kepentingan dan masyarakat di daerah-daerah yang rawan bencana.

    Rerie, sapaan akrab Lestari mendorong upaya mitigasi bencana dan sosialisasinya kepada masyarakat terus ditingkatkan sebagai bagian upaya menekan jumlah korban. Selain itu, menurutnya, mekanisme penanganan masyarakat terdampak bencana juga harus menjadi perhatian serius. 

    Kesiapsiagaan pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI  itu, harus terus ditingkatkan baik dengan membangun kolaborasi kuat dalam melaksanakan tanggap darurat bencana, maupun membangkitkan solidaritas masyarakat. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, semua upaya mitigasi dan tanggap darurat yang digalang bersama itu mampu menjadi energi positif dalam menghadapi potensi ancaman bencana alam di sejumlah daerah di tanah air.

    Jakarta: Di tengah kerentanan Indonesia terhadap bencana alam, semangat gotong royong dan solidaritas harus menjadi energi positif setiap anak bangsa untuk mengatasinya bersama. 
     
    “Rangkaian bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa hari terakhir harus dijawab dengan semangat gotong royong dan solidaritas masyarakat yang terus ditumbuhkan, disamping upaya evaluasi dan mitigasi dari sejumlah aspek,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam pernyataan tertulisnya, Senin, 1 Desember 2025.
     
    Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Minggu (30/11) jumlah korban jiwa bencana banjir hingga longsor di Aceh, Sumatera Barat (Sumbar) hingga Sumatera Utara (Sumut) terus bertambah dan ratusan orang masih dinyatakan hilang. 

    Korban jiwa di Sumatera Utara (Sumut) mencapai 217 orang, di Aceh tercatat 96 korban tewas, sedangkan di Sumatera Barat korban meninggal tercatat 129 orang.
     

     
    Menurut Lestari, perubahan cuaca ekstrem yang terjadi harus menjadi perhatian serius semua pihak, terutama para pemangku kepentingan dan masyarakat di daerah-daerah yang rawan bencana.
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari mendorong upaya mitigasi bencana dan sosialisasinya kepada masyarakat terus ditingkatkan sebagai bagian upaya menekan jumlah korban. Selain itu, menurutnya, mekanisme penanganan masyarakat terdampak bencana juga harus menjadi perhatian serius. 
     
    Kesiapsiagaan pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI  itu, harus terus ditingkatkan baik dengan membangun kolaborasi kuat dalam melaksanakan tanggap darurat bencana, maupun membangkitkan solidaritas masyarakat. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, semua upaya mitigasi dan tanggap darurat yang digalang bersama itu mampu menjadi energi positif dalam menghadapi potensi ancaman bencana alam di sejumlah daerah di tanah air.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)