Tag: Kusnadi

  • Fatal!Jaksa KPK Salah Gunakan UU di Dakwaan Hasto, Febri Diansyah: Tidak Ekstra Hati-hati

    Fatal!Jaksa KPK Salah Gunakan UU di Dakwaan Hasto, Febri Diansyah: Tidak Ekstra Hati-hati

    PIKIRAN RAKYAT – Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah mengungkapkan adanya ketidakhati-hatian jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyusunan dakwaan terhadap kliennya. Menurutnya, terdapat sejumlah kesalahan, salah satunya penggunaan Undang-Undang (UU) yang tidak tepat. 

    “Dakwaan tersebut tidak disusun dengan ekstra hati-hati. Salah satu pasal yang paling penting yang didakwakan pada dakwaan ke-1 ternyata salah menggunakan undang-undang,” kata Febri usai mendampingi Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Febri menyebut, pasal yang digunakan dalam dakwaan pertama yakni Pasal 65 yang seharusnya mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun yang tercantum justru Pasal 65 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Meskipun ini hanya satu huruf, tapi perbedaan pengaturannya sangat luar biasa,” ujar Febri.

    Febri menjelaskan, Pasal 65 KUHAP berkaitan dengan hak tersangka dan terdakwa untuk mengajukan saksi atau ahli yang meringankan. Pasal tersebut, kata dia, justru diabaikan KPK ketika tim kuasa hukum mengajukan ahli meringankan dalam proses penyidikan. 

    “Jadi pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara. Sekarang justru pasal itu yang salah tulis,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Febri mengungkapkan adanya inkonsistensi dalam dakwaan yang dibuat oleh KPK. Ia menyebutkan terdapat perbedaan signifikan dalam dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto, Wahyu Setiawan, dan Saiful Bahri, khususnya terkait sumber dana Rp400 juta yang sebelumnya disebut diberikan oleh Harun Masiku pada Saiful Bahri.

    “Sedangkan pada dakwaan tadi kita dengar, itu diubah. Diubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah Rp400 juta itu berasal dari Pak Hasto,” ujar Febri. 

    Menurut Febri, perbedaan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait apakah perubahan tersebut dilakukan dengan sengaja untuk menjerat Hasto.

    “Bagaimana mungkin KPK yang sama, lembaga yang sama membuat dua dakwaan dengan fakta uraian yang bertolak belakang,” tuturnya.

    Febri juga menyoroti soal tuduhan Hasto memerintahkan Nurhasan menghubungi Harun Masiku untuk menenggelamkan telepon genggamnya. Menurutnya, tidak ada bukti yang mendukung tuduhan tersebut. 

    “Fakta ini sangat bertolak belakang. Karena itulah ini yang menjadi catatan kami juga. Apa sebenarnya maksud di balik dakwaan itu sehingga sedemikian rupa memutarbalikan fakta hukum yang sudah muncul di proses persidangan,” tutur Febri.

    Jaksa Dakwa Hasto Suap Wahyu Setiawan Rp600 Juta 

    Jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hasto menyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Hasto Kristiyanto Juga Didakwa Rintangi Penyidikan 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hasto Sesumbar Kasusnya Bisa Hambat Kepercayaan Investor

    Hasto Sesumbar Kasusnya Bisa Hambat Kepercayaan Investor

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sesumbar bahwa kasusnya menunjukkan tidak adanya supremasi hukum dan bisa berdampak terhadap kepercayaan investor.

    Hasto adalah terdakwa dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan alias obstruction of justice kasus Harun Masiku. Harun Masiku adalah tersangka kasus suap pergantian anggota DPR antar waktu. Dia menyebut komisioner KPU Wahyu Setiawan.

    “Jangankan untuk membangun, menghadirkan investor ketika tidak ada supremasi hukum, semuanya akan menjadi sia-sia,” tuturnya di PN Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). 

    Adapun Hasto menghadapi sidang perdana kasus perintangan penyidikan dan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). 

    Usai didakwa dengan dua pasal Undang-Undang (UU) Tipikor, Hasto menyebut percaya bahwa keadilan akan ditegakkan. Dia menyinggung bahwa tanpa adanya supremasi hukum maka bisa memengaruhi berbagai hal, termasuk investasi yang membutuhkan kepastian hukum. 

    Menurut Hasto, kasus yang menjeratnya itu adalah bentuk daur ulang kembali proses hukum yang sebelumnya sudah memeroleh putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht. 

    Oleh sebab itu, Hasto mengatakan bahwa kasusnya ini akan menjadi suatu pelajaran terbaik terkait dengan cita-cita menegakkan hukum yang berkeadilan di Indonesia.

    Dakwaan Kepada Hasto

    Adapun Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi. 

    “Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,”  tutur JPU. 

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    “Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa. 

    Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

    Kemudian, pada dakwaan kedua, Hasto disebut memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024. 

    Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto disebut dalam kurun waktu Juni 2019 sampai dengan Januari 2020, atau sekitar 2019-2020, di beberapa lokasi memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku. 

    Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku. 

  • Kubu Hasto Siapkan Eksepsi terhadap Dakwaan KPK Jumat Pekan Depan

    Kubu Hasto Siapkan Eksepsi terhadap Dakwaan KPK Jumat Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Penasihat hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto akan mengajukan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam perkara perintangan penyidikan serta suap. 

    Penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail awalnya memohon kepada Majelis Hakim agar mereka diberikan jeda waktu 10 hari untuk menyiapkan eksepsi. Dia menyebut pihaknya hanya memiliki satu hari untuk memelajari berkas perkara JPU sebelum sidang perdana digelar. 

    “Jadi, kami meminta waktu, yang kami khawatirkan kami ini tidak punya kemampuan seperti Bandung Bondowoso Yang Mulia, yang membangun Candi Prambanan dalam waktu satu malam. Sehingga kami meminta waktu untuk sampai pada 10 hari atau tanggal 24 Maret, supaya ada waktu yang cukup untuk kami juga mempelajari berkas perkara ini,” terangnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). 

    Meski demikian, Majelis Hakim tidak menerima permintaan pihak Hasto kerena terdapat jadwal sidang lain yang harus dihadiri. Kemudian, sesuai KUHAP, terdakwa diberikan waktu tujuh hari untuk menyiapkan nota keberatan terhadap dakwaan jaksa. 

    Oleh sebab itu, Majelis Hakim memutuskan jadwal sidang dengan agenda pembacaan eksepsi bakal digelar satu pekan dari sekarang, Jumat (21/3/2025). 

    “Sekarang kita fokus pada eksepsi dulu, dari penasihat hukum kita tunda hari Jumat tanggal 21 Maret 2025. Dengan acara mendengarkan eksepsi penasihat hukum terdakwa,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto. 

    Dakwaan Kasus Hasto 

    Adapun Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi. 

    “Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,”  tutur JPU. 

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    “Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa. 

    Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

    Kemudian, pada dakwaan kedua, Hasto disebut memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024. 

    Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto disebut dalam kurun waktu Juni 2019 sampai dengan Januari 2020, atau sekitar 2019-2020, di beberapa lokasi memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku. 

    Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku. 

  • KPK Gagal Endus Persembunyian Harun Masiku Gara-gara Hasto Perintahkan Kusnadi Rendam Ponsel – Halaman all

    KPK Gagal Endus Persembunyian Harun Masiku Gara-gara Hasto Perintahkan Kusnadi Rendam Ponsel – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) gagal mendapatkan informasi tentang keberadaan tersangka Harun Masiku karena Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memerintahkan anak buahnya bernama Kusnadi agar meredam telepon genggamnya. 

    Perintah itu diberikan Hasto Kristiyanto ke Kusnadi pada Juni 2024 saat KPK memeriksa Hasto sebagai saksi dalam perkara tersangka Harun Masiku. 

    “Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 06 Juni 2024 terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya,” kata jaksa KPK di sidang perdana Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/5/2025). 

    Kemudian dikatakan jaksa pada tanggal 10 Juni 2024 terdakwa Hasto bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. 

    “Sebelum terdakwa Hasto diperiksa sebagai saksi. Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi. Namun pada saat Penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik terdakwa. Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” jelas jaksa. 

    Jaksa melanjutkan berdasarkan informasi yang diperoleh Penyidik KPK, diketahui telepon genggam milik terdakwa Hasto dititipkan kepada Kusnadi.

    “Sehingga Penyidik melakukan penyitaan telepon genggam milik terdakwa dan Kusnadi. Namun Penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku,” jelasnya. 

    Atas hal itu jaksa mendakwa perbuatan Hasto  baik secara langsung atau dengan memberikan perintah secara langsung kepada Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam. Merupakan perbuatan yang telah dengan sengaja terdakwa lakukan.

    “Untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku yang mengakibatkan penyidikan terhambat,” terangnya. 

    Jaksa mengatakan perbuatan terdakwa Hasto merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP,” jelasnya. 

    Penyidik KPK telah menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka atas dua kasus tindak pidana korupsi.

    Pertama, kasus dugaan suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk kepentingan penetapan PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku (buron).

    Dan kedua, Hasto juga dijerat pasal perintangan penyidikan dalam kasus yang sama.

  • Selain Rintangi Penyidikan, Hasto Didakwa Suap Eks Anggota KPU Wahyu Setiawan

    Selain Rintangi Penyidikan, Hasto Didakwa Suap Eks Anggota KPU Wahyu Setiawan

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) turut mendakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ikut memberikan uang suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Dakwaan itu merupakan dakwaan kedua yang dibacakan oleh JPU KPK pada sidang perdana Hasto, Jumat (14/3/2025). 

    Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto disebut dalam kurun waktu Juni 2019 sampai dengan Januari 2020, atau sekitar 2019-2020, di beberapa lokasi memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku. 

    Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesars setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum, kendati suaranya merupakan terbesar ketiga. 

    Oleh sebab itu, Hasto disebut meminta Donny Tri dan Saeful Bahri agar mengupayakan lolosnya Harun sebagai anggota DPR 2019-2024. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa. 

    Upaya-upaya yang dilakukan Hasto untuk meloloskan Harun meliputi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) atas Peraturan KPU. Gugatan itu dikabulkan MA, dan KPU diminta mematuhi putusan MA. 

    Isinya, bahwa perolehan suara anggota legislatif yang meninggal dunia pada Pemilu Legislaitf DPR/DPRD dengan perolehan suara terbanyak seharusnya menjadi kewenangan atau diskresi pimpinan partai politik. Kemudian, suara Nazarudin harus dilimpahkan ke Harun sebagaimana keputusan partai. 

    Meski demikian, KPU saat itu menyatakan tidak bisa melaksanakan putusan MA itu karena dianggap menyalahi aturan UU. 

    Upaya lain yang ditempuh Hasto selain gugatan ke MA dan bertemu dengan Wahyu, yakni meminta fatwa ke MA atas perbedaan pendapat antara PDIP dan KPU. Dia juga disebut meminta bantuan Agustina Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu yang juga kader PDIP, untuk membantu pengurusan  tersebut dengan Wahyu. 

    Adapun, Hasto disebut menitipkan uang sebesar Rp400 juta kepada staf DPP PDIP Kusnadi untuk diserahkan ke Donny Tri di kantor pimpinan pusat partai. Uang itu dibungkus dalam amplop cokelat, dan disimpan dalam tas warna hitam. 

    “Dengan mengatakan ‘Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional 400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta HARUN MASIKU’,” demikian bunyi surat dakwaan. 

    Atas dakwaan tersebut, Hasto diancam pidana sebagaimana diatur pada pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Sementara itu, pada dakwaan pertama, Hasto disebut melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi. 

    “Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,”  tutur JPU. 

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    “Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa. 

    Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    Untuk diketahui, KPK resmi menahan Hasto pada 20 Februari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto pun dijerat dengan pasal tambahan yakni perintangan penyidikan. 

    Kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu sudah berjalan sejak 2020, di mana KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku. 

    Hanya Harun Masiku yang belum diadili karena masih dalam pelarian sebagai buron.

  • Perintahkan Harun Masiku Rendam Ponsel

    Perintahkan Harun Masiku Rendam Ponsel

    PIKIRAN RAKYAT – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto merintangi penyidikan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.

    Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. 

    Hasto Perintahkan Kusnadi Tenggelamkan Ponsel

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.

    “Bahwa perbuatan Terdakwa Hasto Kristiyanto baik secara langsung atau dengan memberikan perintah kepada orang lain yaitu secara tidak langsung memberikan perintah kepada Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian Tangkap Tangan oleh KPK kepada Wahyu Setiawan dan memberikan perintah secara langsung kepada Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam merupakan perbuatan yang telah dengan sengaja Terdakwa lakukan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidaklangsung Penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku yang mengakibatkan penyidikan terhambat,” ujar jaksa.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto disangkakan melanggar pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

    “Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata jaksa.

    Sebelumnya, KPK resmi menahan Hasto Kristiyanto, pada Kamis 20 Februari 2025. Hasto ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara mantan kader PDIP, Harun Masiku. 

    “Guna kepentingan penyidikan, terhadap tersangka HK (Hasto Kristiyanto) dilakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 20 Februari 2025 sampai dengan tanggal 11 Maret 2025 dan penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Kamis, 20 Februari 2025.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Momen Hasto Salaman dengan Jaksa KPK hingga Disambut Elite PDIP

    Momen Hasto Salaman dengan Jaksa KPK hingga Disambut Elite PDIP

    Bisnis.com, JAKARTA — Sidang perdana kasus perintangan penyidikan dan suap yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto telah selesai dilaksanakan. 

    Pada sidang perdana itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam dakwaan pertama menyebut Hasto melakukan perintangan penyidikan terhadap kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Dia juga didakwa memberikan suap pada dakwaan kedua. 

    Usai berjalannya sidang, Hasto tak banyak berkomentar. Pernyataan atau tanggapan di dalam sidang disampaikan oleh tim penasihat hukum yang meliputi Maqdir Ismail, Ronny Talapessy hingga mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah. 

    Hasto hanya menjawab bahwa dia mengerti dakwaan yang dibacakan kepadanya di ruang sidang. 

    “Sudah [mengerti], Yang Mulia,” ujarnya kepada Majelis Hakim setelah dakwaan dibacakan. 

    Kemudian, Hasto pun digiring keluar dari ruang sidang. Sebelum itu, dia turut menyalami tim JPU KPK.

    Hasto terlihat tersenyum sambil menjabat tangan satu-satu penuntut umum pada kasus tersebut. 

    Kemudian, dia langsung disambut oleh beberapa elite PDIP yang terlihat hadir pada sidang tersebut.

    Beberapa di antaranya yang terlihat hadir adalah Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat serta Ahmad Basarah. Mereka terlihat memeluk Hasto dan sempat berbincang singkat. 

    Kemudian, Hasto pun digiring keluar dengan teriakan dukungan dari para simpatisannya yang ikut menghadiri sidang. 

    “Merdeka! Merdeka!,” kata simpatisan Hasto.

    Adapun Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Pada surat dakwaan itu, Hasto didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi. 

    “Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,”  tutur JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). 

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    “Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa. 

    Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    Selain itu, pada dakwaan kedua, Hasto turut disebut memberikan suap kepada beberapa pihak untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW 2019-2024. 

    Untuk diketahui, KPK resmi menahan Hasto pada 20 Februari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto pun dijerat dengan pasal tambahan yakni perintangan penyidikan. 

    Kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu sudah berjalan sejak 2020, di mana KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku. 

    Hanya Harun yang belum diadili karena masih dalam pelarian sebagai buron.

  • Dakwaan Jaksa KPK: Hasto Perintahkan Harun Masiku Tenggelamkan Handphone

    Dakwaan Jaksa KPK: Hasto Perintahkan Harun Masiku Tenggelamkan Handphone

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.

    Adapun, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini membacakan surat dakwaan terhadap Hasto dalam bentuk kumulatif untuk dakwaan pertama. Jaksa juga membacakan dakwaan kedua, yakni terkait dengan suap terkait kasus Harun Masiku. 

    Pada surat dakwaan itu, Hasto didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi.

    “Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atau menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” tutur JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melalukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    “Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa.

    Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    Untuk diketahui, KPK resmi menahan Hasto pada 20 Februari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto pun dijerat dengan pasal tambahan yakni perintangan penyidikan.

    Kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu sudah berjalan sejak 2020, di mana KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku.

    Hanya Harun Masiku yang belum diadili karena masih dalam pelarian sebagai buron.

  • STNK Palsu Buatan ‘Sunda Archipelago’ Sudah Beredar, Ini Bedanya

    STNK Palsu Buatan ‘Sunda Archipelago’ Sudah Beredar, Ini Bedanya

    Jakarta

    Viral Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) palsu buatan anggota kerajaan Sunda Archipelago. Bentuknya identik dengan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Namun terdapat sejumlah perbedaan kecil.

    Kasat Reskrim Polres Cianjur AKP Tono Listianto, mengatakan meskipun serupa dan nyaris identik, terdapat perbedaan antara STNK asli dengan STNK palsu Sunda Archipelago.

    Pebedaannya terletak pada hologram dan tulisan kecil di bawah logo Polri terdapat logo serta kalimat bertuliskan Sunda Archipelago.

    “Dilihat di tulisan kecil yang seharusnya bertuliskan Kepolisian Republik Indonesia tetapi jadi Sunda Archipelago. Termasuk hologramnya juga beda. Untuk lebih pastinya bisa dicek nomor rangka, pelat kendaraan, dan nomor mesin di sistem,” kata dia dikutip dari detikJabar, Kamis (13/3/2025).

    Penampakan STNK ‘Sunda Archipelago’ Foto: Ikbal Selamet/detikJabar

    STNK palsu buatan anggota Kerajaan Sunda Archipelago diduga sudah tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pasalnya selama 5 tahun beraksi, pelaku sudah mencetak ribuan STNK Palsu.

    Tono mengungkapkan, setelah dilakukan pemeriksaan ke laptop milik pelaku, ditemukan ribuan dokumen STNK palsu yang diduga sudah dicetak.

    “Keterangan dari pelaku juga memang sudah banyak yang dibuat. Karena mereka beroperasi sudah selama 5 tahun,” kata dia.

    Menurut Tono, STNK palsu yang dipatok mulai dari Rp 1,5 juta itu diduga sudah tersebar ke berbagai daerah di Indonesia.

    “Penyebarannya bisa luas karena anggota dari kelompok tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Makanya kami imbau agar para pemilik kendaraan, terutama yang membeli mobil dari tangan pertama atau mobil second segera memeriksa STNK-nya,” kata dia.

    Menurut dia, STNK tersebut dibuat oleh pelaku bernama Irvan. Kertas yang digunakan pun khusus yang mirip dengan STNK asli.

    “Pelaku ini memang spesialis dalam pemalsuan dokumen tersebut. Dari hasil penelusuran kami pun dalam laptopnya ada ribuan data STNK palsu yang diduga sudah dicetak dan diedarkan,” kata dia.

    Tono menjelaskan, pemalsuan yang dilakukan beragam, mulai dari masa berlaku STNK, identitas pemilik kendaraan pada STNK, hingga data keseluruhan baik kendaraan ataupun pemilik kendaraan.

    “Kebanyakan datanya baru dan tidak terdeteksi dalam sistem,” kata dia.

    Dalam kasus ini, empat orang diamankan yakni Hasanudin (54), Irvan Kusnadi (46), Oyan (39) dan Ema Doni (33). Hasanudin merupakan otak sekaligus yang mengaku memiliki jabatan Jenderal Muda Sunda Archipelago.

    (riar/rgr)

  • “Orang Dalam” KPK di Kubu Hasto

    “Orang Dalam” KPK di Kubu Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA – Sekretarits Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggaet ‘orang dalam’ lembaga anti rasuah dipihaknya.

    Adapun, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah kini didapuk untuk menjadi juru bicara tim hukum Hasto dalam perkara yang kini tengah dihadapinya. Febri pertama kali dikenalkan ke publik pada saat konferensi pers yang digelar di Kantor DPP PDIP pada Rabu (12/3/2025).

    Pada kesempatan tersebut, Febri membeberkan terdapat empat kejanggalan yang menunjukkan pertentangan antara dakwaan KPK dengan fakta hukum yang sudah pernah diuji dan dinyatakan inkracht atau berkekuatan hukum.

    “Eksaminasi ini merupakan metode yang digunakan oleh ahli hukum untuk menguji ulang keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” tuturnya di Kantor DPP PDIP Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Febri menjelaskan kejanggalan pertama itu adalah penggunaan data yang salah dalam dakwaan. Pada dakwaan KPK, kata Febri, disebutkan Nazarudin Kemas memperoleh suara nol dalam pemilihan legislatif.

    Namun pada fakta hukum yang telah diuji dalam putusan nomor 18 menunjukkan bahwa Nazarudin Kemas justru memperoleh suara terbanyak. 

    “Ini bertentangan dengan fakta yang ada dan menimbulkan kesan seolah-olah ada kepentingan lain di balik dakwaan ini,” kata Febri.

    Kemudian kejanggalan kedua, menurutnya, disebutkan ada pertemuan tidak resmi yang telah dilakukan antara kliennya yaitu Hasto Kristiyanto dengan Wahyu Setiawan.

    Namun pada fakta persidangan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio dahulu, tidak ada pertemuan saat rekapitulasi suara pada April dan Mei 2019. 

    “Tidak ada pertemuan tidak resmi seperti yang dituduhkan,” ujarnya.

    Kejanggalan ketiga, kata Febri, disebutkan dalam dakwaan bahwa Hasto Kristiyanto menerima laporan dari Saiful Bahri, lalu menyetujui rencana pemberian uang ke Wahyu Setiawan.

    “Namun, dalam putusan nomor 28, tidak ada fakta hukum yang menyebutkan hal tersebut. Ini adalah tuduhan yang tidak berdasar dan sudah diuji di persidangan sebelumnya,” tuturnya.

    Keanehan dakwaan yang terakhir adalah tuduhan ke tersangka Hasto Kristiyanto memberikan uang sebesar Rp400 juta lewat Kusnadi kepada Donny Tri Istiqomah, lalu diberikan kepada Wahyu Setiawan.

    “Namun, pada putusan nomor 18 dengan terdakwa Saiful Bahri menyatakan bahwa sumber dana itu adalah Harun Masiku, bukan Hasto Kristiyanto,” katanya.

    PDIP Kerahkan Anggota DPR di Sidang Hasto

    Selain Febri, PDIP turut mengerahkan sejumlah kadernya yang saat ini menjabat sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengawal jalannya persidangan.

    Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) di DPR, Dolfie Othniel Frederic Palit menyebut bahwa beberapa anggota DPR dari PDIP yang siap hadir mengawal sidang tersangka Hasto Kristiyanto di antaranta Dede Indra Permana, Saparudin, Falah Amru, Wayan Sudirta, Gilang Dhiela Faraez, Dewi Juliani dan Pulung Agustanto

    “Ini adalah anggota Komisi lll dari Fraksi PDIP yang akan ikut mengawal proses hukum ini dan mendukung tim pengacara yang telah dibentuk DPP PDIP,”  tuturnya di DPP PDIP Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Dolfie menegaskan kehadiran anggota DPR dari PDIP tersebut bukan untuk melakukan intervensi hakim yang akan menyidangkan tersangka Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    Namun, kata Dolfie, hal tersebut dilakukan agar perkara yang tengah menjerat Hasto Kristiyanto berjalan dengan transparan.

    “Kami kan tidak bisa mengintervensi proses pengadilan ya,tetapi kami bisa menanyakan proses-proses atau kasus kasus yang belum masuk atau belum muncul atau belum ditangani oleh KPK,” katanya.

    Dolfie menyebut bakal menanyakan kasus lain yang diselidiki KPK dalam rapat DPR dengan pimpinan KPK. Namun, Dolfie mengaku tidak akan spesifik meminta penjelasan soal kasus Hasto karena khawatir dianggap intervensi. 

    “Nanti opini akan menganggap kami mengintervensi KPK, itu juga tidak pas,” ujarnya.