Tag: Kurnia Ramadhana

  • Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Agustus 2025

    Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui Nasional 14 Agustus 2025

    Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah norma Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dinilai telah merugikan dirinya secara konstitusional.
    Pasal 21 itu mengatur ketentuan pidana bagi pelaku perintangan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan perkara korupsi.
    Hasto pernah dijerat menjadi tersangka dan dibawa ke pengadilan dengan tuduhan merintangi penyidikan kasus suap eks kader PDI-P, Harun Masiku, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Namun, pada Jumat (25/7/2025), Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan dakwaan jaksa terkait pasal perintangan itu tidak terbukti.
    Berselang tiga hari setelah pembacaan putusan, Hasto menggugat Pasal 21 itu ke MK, didampingi 32 pengacara, termasuk eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, dan eks peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
    Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyebut ancaman pidana yang termuat dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor itu tidak proporsional.
    Menurut Maqdir, lamanya masa pidana yang bisa dijatuhkan pengadilan menggunakan pasal itu lebih besar dari pidana pokok.
    “Pada pokoknya adalah kami menghendaki agar supaya hukuman berdasarkan obstruction of justice ini proporsional dalam arti bahwa hukuman terhadap perkara ini sepatutnya tidak boleh melebihi dari perkara pokok,” kata Maqdir saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
    Untuk diketahui,
    obstruction of justice
    mensyaratkan adanya tindak pidana pokok yang menjadi obyek perintangan.
    Maqdir mencontohkan, pada kasus suap, pelaku pemberi suap diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
    Sementara, pelaku yang merintangi kasus suap itu, misalnya dengan merusak barang bukti suap, diancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
    “Nah ini yang menurut kami tidak proporsional, hukuman seperti ini,” tutur Maqdir.
    Dalam persidangan, kuasa hukum Hasto lainnya, Illian Deta Arta Sari, meminta mahkamah menyatakan bahwa Pasal 21 itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali ketentuan ancaman pidana penjara diubah menjadi maksimal 3 tahun.
    “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000,” kata Deta dalam sidang di Gedung MK.
    Selain itu, ia juga meminta norma Pasal 21 itu diperjelas dengan menyatakan bahwa perintangan dimaksud dilakukan secara melawan hukum, di antaranya dengan kekerasan fisik, intimidasi, intervensi, dan suap.
    Hasto juga meminta perintangan pada Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor bersifat kumulatif, dalam arti tindakan dilakukan di semua tahapan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
    Pada sidang tersebut, dua hakim konstitusi, Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic Foekh, memuji permohonan yang diajukan Hasto.
    Guntur menyebut,
    legal standing
    Hasto sebagai penggugat Pasal 21 itu sangat kuat karena bertolak dari peristiwa nyata yang menimpa dirinya sendiri.
    “Kedudukan hukum sudah bagus sekali, karena ini berangkat dari kasus konkret jelas, dia (Hasto) punya kedudukan hukum,” kata Guntur.
    Dalam uraian
    legal standing
    -nya, Hasto memang menjelaskan bagaimana dirinya ditetapkan menjadi tersangka perintangan penyidikan.
    Ia dituduh menghalangi operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus suap Harun Masiku pada 8 Januari 2020, sementara Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) baru terbit 9 Januari 2020.
    “Jadi, kewenangan mahkamah, kedudukan hukum, enggak ada masalah,” ujar Guntur.
    Selain itu, Guntur juga memuji aspek konseptual dan filosofis dalam permohonan Hasto yang memudahkan pihak-pihak terkait perkara ini untuk memberikan keterangan.
    “Memudahkan ini, baik sekali sampai original intent-nya pasal ini dikemukakan di sini,” tutur Guntur.
    Sementara itu, Daniel memuji kualitas permohonan uji materiil Hasto.
    Menurutnya, substansi permohonan itu memuat asas doktrin yurisprudensi sejumlah putusan pengadilan terkait kasus Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor.
    Sebagaimana Guntur, ia juga mengakui
    legal standing
    Hasto jelas karena terdampak Pasal 21 tersebut.
    “Jadi, saya lihat dari segi kualitas ini sudah sangat bagus,” ujar Daniel.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keterangan Ahli Kuatkan Posisi Bukalapak dalam Sidang PKPU Lawan Harmas

    Keterangan Ahli Kuatkan Posisi Bukalapak dalam Sidang PKPU Lawan Harmas

    Jakarta (beritajatim.com) – Pengadilan Niaga Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara PT BUKALAPAK.COM, Tbk (BUKA) sebagai pemohon dan PT Harmas Jalesveva (Harmas) sebagai termohon, Kamis (17/4). Dalam persidangan tersebut, majelis hakim mendengarkan keterangan ahli dari pihak Bukalapak, yakni Dr. Ivida Dewi Amrih Suci, S.H., M.H., M.Kn., dosen Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta.

    Dr. Ivida menyampaikan tiga poin penting yang memperkuat dalil permohonan Bukalapak. Pertama, ia menjelaskan bahwa pembuktian sederhana sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU merupakan bagian dari prinsip speedy trial, di mana penyelesaian perkara wajib dilakukan dalam waktu 20 hari. “Jika terdapat dua atau lebih kreditor serta utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar, maka syarat pembuktian sederhana telah terpenuhi,” tegasnya.

    Kedua, ia menjelaskan mengenai pengalihan piutang atau cessie berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata, yang cukup dilakukan dengan pemberitahuan kepada debitur tanpa perlu persetujuan. Penjelasan ini membantah keberatan yang selama ini disampaikan oleh pihak Harmas terhadap mekanisme pengalihan piutang.

    Ketiga, ahli mengacu pada Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU dari Mahkamah Agung, yang menyebutkan bahwa perbedaan jumlah utang tidak menggugurkan permohonan PKPU, selama syarat utama terpenuhi, yakni adanya dua atau lebih kreditor serta utang yang telah jatuh tempo dan belum dibayar.

    Bukalapak menegaskan bahwa pernyataan ahli tersebut mencerminkan fakta konkret. Harmas dinilai memiliki kewajiban sebesar Rp 6,4 miliar kepada Bukalapak berdasarkan Letter of Intent (LoI) Desember 2017, terkait pembangunan ruang perkantoran di gedung One Belpark. Proyek itu tidak diselesaikan oleh Harmas meskipun pembayaran telah dilakukan oleh Bukalapak.

    Pengalihan piutang (cessie) dilakukan pada 20 Desember 2024 dan telah diberitahukan ke Harmas pada awal Januari 2025. Sebelumnya, Bukalapak juga telah melayangkan tiga kali somasi, masing-masing pada 6 Januari, 15 Januari, dan 3 Februari 2021. Namun hingga saat ini, belum ada penyelesaian dari pihak Harmas.

    Kurnia Ramadhana, Anggota Komite Eksekutif Bukalapak, menegaskan bahwa langkah hukum ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap penegakan hukum dan perlindungan hak-hak yang sah.

    “Keterangan ahli hari ini semakin menegaskan bahwa permohonan PKPU yang kami ajukan memiliki dasar hukum yang kuat. Bukti-bukti yang kami ajukan menunjukkan secara jelas bahwa Harmas memiliki kewajiban yang belum dipenuhi. Kami berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan keterangan ahli ini secara objektif dan mengabulkan permohonan kami. Bagi Bukalapak, ini adalah bentuk komitmen kami untuk menjunjung kepatuhan terhadap hukum serta memastikan semua pihak bertanggung jawab terhadap perjanjian yang telah disepakati,” ujar Kurnia.

    Bukalapak tetap optimis bahwa seluruh proses hukum ini akan berujung pada putusan yang adil dan memberikan kepastian hukum yang diperlukan untuk melanjutkan kegiatan usaha dengan integritas. [beq]

  • Sidang PKPU Melawan Harmas, Bukalapak Siap Hadirkan Saksi Hari Ini – Page 3

    Sidang PKPU Melawan Harmas, Bukalapak Siap Hadirkan Saksi Hari Ini – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pengadilan Niaga Jakarta menggelar sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) melawan PT Harmas Jalesveva (Harmas) Senin, 14 April 2025. Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhana menyampaikan, agenda hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi dari pihak BUKA.

    “Hari ini mendengarkan keterangan saksi, satu orang,” ujar Kurnia di Pengadilan Niaga Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Kurnia mengungkap, saksi dihadirkan bernama Ivida Dewi Amrih Suci. Dia adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta.

    Kurnia menambahkan, sesuai agenda diterima, sidang hari ini dijadwalkan pukul 13.00 WIB berlokasi di lantai 3 Gedung Pengadilan Niaga Jakarta.

    Sebagai informasi, dalam rangka memperkuat permohonan PKPU terhadap Harmas, BUKA telah menyerahkan 25 akta bukti kepada majelis hakim. 

    Bukti-bukti ini menjadi landasan kuat yang menunjukkan bahwa Harmas memiliki kewajiban finansial yang belum dipenuhi kepada BUKA. 

    Salah satu bukti utama yang diajukan adalah nota kesepakatan bersama (Letter of Intent/LoI) yang menjadi dasar perjanjian sewa ruang perkantoran di gedung One Belpark antara BUKA dan Harmas.

    Dalam dokumen itu, hak dan kewajiban yang telah disepakati oleh kedua pihak secara faktual telah diingkari oleh Harmas, di mana Harmas tidak mampu menyediakan tempat yang layak dan tepat waktu untuk dapat digunakan sebagai kantor oleh BUKA.

    Selain itu, BUKA juga menyerahkan bukti transfer dana sebesar Rp6,4 miliar, yang terdiri dari booking fee dan deposit service charge yang disepakati dalam LoI dan telah dibayarkan kepada Harmas. Bukti ini mempertegas bahwa BUKA sudah memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian. 

     

  • Bukalapak Vs Harmas: Sidang PKPU Bahas Bukti Kewajiban Pengembalian Dana

    Bukalapak Vs Harmas: Sidang PKPU Bahas Bukti Kewajiban Pengembalian Dana

    Jakarta (beritajatim.com) – Pengadilan Niaga Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Bukalapak.com, Tbk (BUKA) terhadap PT Harmas Jalesveva (Harmas) pada Senin, 17 Maret 2025. Agenda persidangan kali ini berfokus pada penyerahan alat bukti dari pihak Harmas.

    Dalam sidang tersebut, BUKA menyoroti bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh Harmas tidak cukup kuat untuk membantah fakta bahwa perusahaan tersebut masih memiliki kewajiban pengembalian dana deposit terkait perjanjian sewa-menyewa ruang perkantoran di gedung One Belpark yang belum diselesaikan.

    Beberapa poin utama yang menjadi perhatian dalam persidangan ini antara lain:

    Pertama, dalam daftar alat bukti yang diajukan, Harmas berupaya menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi ketentuan dalam Letter of Intent (LoI) yang disepakati pada Desember 2017. Namun, berdasarkan bukti yang telah diserahkan oleh BUKA dalam persidangan sebelumnya, justru sebaliknya—Harmas gagal memenuhi kewajibannya untuk menyediakan ruang perkantoran sesuai perjanjian pada periode Maret hingga Juni 2018.

    Kedua, Harmas kembali mengklaim bahwa tindakan BUKA membatalkan LoI secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum. Namun, BUKA menegaskan bahwa berdasarkan Butir 39 LoI, penyewa (BUKA) memiliki hak untuk mengakhiri perjanjian jika pihak pemberi sewa (Harmas) gagal memenuhi kewajibannya. Dengan demikian, keputusan BUKA bukan merupakan pembatalan sepihak, melainkan pengakhiran yang sah secara hukum.

    Ketiga, Harmas mencoba membangun argumen bahwa BUKA memiliki tunggakan utang sebesar Rp 107,4 miliar, dengan merujuk pada sejumlah putusan pengadilan. Berkaitan dengan hal ini, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menolak permohonan PKPU sehubungan dengan tunggakan utang yang diajukan oleh Harmas terhadap BUKA. Oleh karena itu, kesimpulan yang disampaikan oleh Harmas terkait adanya utang ini dianggap prematur dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

    Sebaliknya, berdasarkan bukti yang telah diajukan oleh BUKA, justru Harmas masih memiliki kewajiban kepada BUKA, terutama terkait pengembalian uang deposit sebesar Rp 6,4 miliar yang hingga kini belum diselesaikan. Kewajiban ini muncul akibat kegagalan Harmas dalam menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai dengan kesepakatan awal.

    Menanggapi jalannya persidangan, Kurnia Ramadhana, Anggota Komite Eksekutif BUKA, menegaskan bahwa BUKA akan terus memperjuangkan hak-haknya melalui proses hukum yang berlaku.

    “Kami telah menghadirkan bukti-bukti yang jelas dan kuat untuk menunjukkan bahwa Harmas memiliki kewajiban yang belum dipenuhi kepada BUKA. Kami berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang telah disampaikan dan mengabulkan permohonan PKPU ini. Kepastian hukum dalam bisnis sangat penting, dan kami akan terus memperjuangkan hak-hak kami untuk memastikan bahwa seluruh kewajiban yang disepakati dalam kontrak dapat ditegakkan,” ujar Kurnia.

    BUKA tetap berkomitmen untuk menegakkan prinsip transparansi dan keadilan dalam setiap proses bisnisnya. Dengan adanya sidang lanjutan ini, perusahaan berharap majelis hakim dapat mengambil keputusan yang objektif dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. [beq]

  • Bukalapak dan Harmas Kembali Bersidang Senin Hari Ini, Agendanya Penyerahan Bukti – Page 3

    Bukalapak dan Harmas Kembali Bersidang Senin Hari Ini, Agendanya Penyerahan Bukti – Page 3

    Sementara itu, Anggota Komite Eksekutif Bukalapak, Kurnia Ramadhana, menambahkan gugatan ini berawal dari kesepakatan sewa-menyewa gedung One Bell Park di kawasan TB Simatupang, Jakarta, antara Bukalapak dan PT Harmas Jalesveva pada periode 2017-2018.

    Dalam perjanjian itu, Bukalapak telah menyetor uang deposit sebesar Rp6,4 Miliar kepada PT Harmas Jalesveva sebagai bagian dari kesepakatan. Namun, PT Harmas tidak kunjung menyelesaikan pembangunan sesuai dengan janji mereka.

    “Sewajarnya, ketika proyek tidak selesai, uang deposit dikembalikan. Namun hingga kini, Harmas tidak menunaikan kewajibannya,” ujar Kurnia.

    Bukalapak mengaku telah menempuh berbagai cara untuk menyelesaikan permasalahan ini, termasuk mengajak PT Harmas berdiskusi dan mengirimkan somasi sebanyak tiga kali.

    Namun, PT Harmas Jalesveva tetap tidak menunjukkan iktikad baik untuk mengembalikan dana yang telah disetorkan Bukalapak.

    “Kami sudah melakukan berbagai upaya, termasuk secara persuasif dengan mengajak Harmas berdiskusi. Kami juga sudah mengirimkan somasi tiga kali, tapi mereka tetap tidak menggubris,” tegas Kurnia.

    Karena itu, Bukalapak akhirnya memutuskan untuk menempuh jalur hukum dengan mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

    Kurnia menegaskan bukti yang mereka serahkan sudah sangat kuat. Dia optimistis majelis hakim akan mengabulkan permohonan PKPU ini.

    “Mestinya dengan bukti-bukti yang sudah kami serahkan, majelis hakim dapat mengabulkan permohonan ini. Kami yakin 100 persen bahwa yang kami perjuangkan saat ini adalah hak Bukalapak. Uang Rp6,4 miliar yang sudah kami serahkan ke Harmas harus dikembalikan,” pungkasnya.

  • Bukalapak (BUKA) Ajukan PKPU terhadap Harmas, Serahkan 25 Bukti

    Bukalapak (BUKA) Ajukan PKPU terhadap Harmas, Serahkan 25 Bukti

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) menyerahkan 25 akta bukti kepada majelis hakim saat persidangan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara BUKA melawan PT Harmas Jalesveva (Harmas) di Pengadilan Niaga.

    Dalam persidangan yang digelar Senin (10/3/2025) lalu, 25 bukti yang diserahkan menjadi landasan kuat yang menunjukkan bahwa Harmas memiliki kewajiban finansial yang belum dipenuhi kepada BUKA. 

    Salah satu bukti utama yang diajukan adalah nota kesepakatan bersama (Letter of Intent/LoI) yang menjadi dasar perjanjian sewa ruang perkantoran di gedung One Belpark antara BUKA dan Harmas. 

    Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhana mengatakan dalam dokumen ini, hak dan kewajiban yang telah disepakati oleh kedua pihak secara faktual telah diingkari oleh Harmas.

    Di mana Harmas tidak mampu menyediakan tempat yang layak dan tepat waktu untuk dapat digunakan sebagai kantor oleh BUKA.

    Selain itu, BUKA juga menyerahkan bukti transfer dana sebesar Rp6,4 miliar, yang terdiri dari booking fee dan deposit service charge yang disepakati dalam LoI dan telah dibayarkan kepada Harmas. 

    “Bukti ini mempertegas bahwa BUKA sudah memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian. Namun, hingga kini, Harmas belum mengembalikan dana tersebut meskipun telah diminta secara resmi oleh BUKA,” kata Kurnia dalam keteranganya, Kamis (13/3/2025).

    Kurnia menyebutkan, dalam persidangan juga diajukan korespondensi antara BUKA dan Harmas terkait permintaan perpanjangan waktu pembangunan ruang perkantoran. 

    Bukti ini menunjukkan bahwa sejak awal, Harmas memang tidak mampu menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai jadwal yang telah disepakati. 

    Fakta ini semakin diperkuat dengan adanya bukti proposal peminjaman dana dari Harmas kepada BUKA, yang membuktikan bahwa Harmas mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu memenuhi janjinya.

    Sebagai langkah persuasif sebelum menempuh jalur hukum, BUKA juga telah mengirimkan surat teguran dan somasi kepada Harmas untuk meminta pengembalian dana yang telah dibayarkan. 

    Namun, upaya ini tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari pihak Harmas, sehingga BUKA tidak memiliki pilihan lain selain mengajukan permohonan PKPU guna memastikan hak-haknya dapat ditegakkan.

    “Kami berharap proses hukum ini dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi kami serta seluruh pemangku kepentingan. BUKA akan terus memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum yang berlaku,” ujar Kurnia.

    BUKA optimistis bahwa dengan adanya bukti-bukti yang telah diajukan, majelis hakim akan mempertimbangkan permohonan PKPU ini secara objektif dan adil.

  • Bukalapak Vs Harmas: Sidang PKPU Bahas Bukti Kewajiban Pengembalian Dana

    Bukalapak Ajukan 25 Bukti dalam Sidang PKPU Melawan PT Harmas Jalesveva

    Jakarta (beritajatim.com) – Sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara PT Bukalapak.com, Tbk (BUKA) dan PT Harmas Jalesveva (Harmas) kembali digelar di Pengadilan Niaga Jakarta pada Senin, 10 Maret 2025. Agenda persidangan kali ini mencakup penyerahan jawaban dari pihak Harmas serta proses pembuktian dari Bukalapak.

    Dalam upaya memperkuat permohonan PKPU terhadap Harmas, Bukalapak telah menyerahkan 25 akta bukti kepada majelis hakim. Bukti-bukti ini menegaskan bahwa Harmas memiliki kewajiban finansial yang belum dipenuhi terhadap Bukalapak.

    Salah satu bukti utama yang diajukan Bukalapak adalah nota kesepakatan bersama (Letter of Intent/LoI) terkait sewa ruang perkantoran di gedung One Belpark. Dalam dokumen ini, disepakati hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Namun, Harmas dinilai gagal menyediakan tempat yang layak dan tepat waktu untuk dijadikan kantor Bukalapak.

    Selain itu, Bukalapak juga menyerahkan bukti transfer dana sebesar Rp 6,4 miliar, yang mencakup booking fee dan deposit service charge sesuai dengan LoI. Hingga kini, Harmas belum mengembalikan dana tersebut meskipun telah menerima permintaan resmi dari Bukalapak.

    Lebih lanjut, dalam persidangan diajukan korespondensi antara Bukalapak dan Harmas terkait permintaan perpanjangan waktu pembangunan ruang perkantoran. Bukti ini mengindikasikan bahwa sejak awal, Harmas tidak mampu menyelesaikan pembangunan sesuai jadwal yang disepakati.

    Fakta ini semakin diperkuat dengan adanya bukti proposal peminjaman dana dari Harmas kepada Bukalapak, yang menunjukkan bahwa Harmas mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu memenuhi janjinya.

    Sebelum membawa kasus ini ke jalur hukum, Bukalapak telah berupaya menyelesaikan permasalahan ini secara persuasif. Surat teguran dan somasi telah dikirimkan kepada Harmas, namun tidak mendapatkan tanggapan yang memadai. Akibatnya, Bukalapak mengajukan permohonan PKPU untuk memastikan hak-haknya dapat ditegakkan melalui jalur hukum.

    Terkait jalannya persidangan, Kurnia Ramadhana, Anggota Komite Eksekutif Bukalapak, menegaskan bahwa langkah hukum ini dilakukan untuk memperjuangkan hak perusahaan dan memastikan kepastian hukum dalam perjanjian bisnis.

    “Kami telah menyerahkan bukti-bukti yang jelas dan kuat kepada majelis hakim untuk menunjukkan bahwa Harmas memiliki kewajiban yang belum dipenuhi kepada Bukalapak. Kami berharap proses hukum ini dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi kami serta seluruh pemangku kepentingan. Bukalapak akan terus memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum yang berlaku,” ujar Kurnia.

    Bukalapak optimistis bahwa dengan bukti-bukti yang telah diajukan, majelis hakim akan mempertimbangkan permohonan PKPU ini secara objektif dan adil. [beq]

  • Sidang Lanjutan PKPU Lawan PT Harmas, Bukalapak Ajukan 25 Bukti – Page 3

    Sidang Lanjutan PKPU Lawan PT Harmas, Bukalapak Ajukan 25 Bukti – Page 3

    Sementara itu, Anggota Komite Eksekutif Bukalapak, Kurnia Ramadhana, menambahkan gugatan ini berawal dari kesepakatan sewa-menyewa gedung One Bell Park di kawasan TB Simatupang, Jakarta, antara Bukalapak dan PT Harmas Jalesveva pada periode 2017-2018.

    Dalam perjanjian itu, Bukalapak telah menyetor uang deposit sebesar Rp6,4 Miliar kepada PT Harmas Jalesveva sebagai bagian dari kesepakatan. Namun, PT Harmas tidak kunjung menyelesaikan pembangunan sesuai dengan janji mereka.

    “Sewajarnya, ketika proyek tidak selesai, uang deposit dikembalikan. Namun hingga kini, Harmas tidak menunaikan kewajibannya,” ujar Kurnia.

    Bukalapak mengaku telah menempuh berbagai cara untuk menyelesaikan permasalahan ini, termasuk mengajak PT Harmas berdiskusi dan mengirimkan somasi sebanyak tiga kali.

    Namun, PT Harmas Jalesveva tetap tidak menunjukkan iktikad baik untuk mengembalikan dana yang telah disetorkan Bukalapak.

    “Kami sudah melakukan berbagai upaya, termasuk secara persuasif dengan mengajak Harmas berdiskusi. Kami juga sudah mengirimkan somasi tiga kali, tapi mereka tetap tidak menggubris,” tegas Kurnia.

    Karena itu, Bukalapak akhirnya memutuskan untuk menempuh jalur hukum dengan mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

    Kurnia menegaskan bukti yang mereka serahkan sudah sangat kuat. Dia optimistis majelis hakim akan mengabulkan permohonan PKPU ini.

    “Mestinya dengan bukti-bukti yang sudah kami serahkan, majelis hakim dapat mengabulkan permohonan ini. Kami yakin 100 persen bahwa yang kami perjuangkan saat ini adalah hak Bukalapak. Uang Rp6,4 miliar yang sudah kami serahkan ke Harmas harus dikembalikan,” pungkasnya.

  • Pengadilan Tolak Permohonan PKPU Harmas terhadap Bukalapak

    Pengadilan Tolak Permohonan PKPU Harmas terhadap Bukalapak

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengadilan Niaga Jakarta telah menolak seluruh dalil permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Harmas Jalesveva (Harmas) terhadap PT BUKALAPAK.COM Tbk (BUKA). Dalam putusannya, majelis hakim menerima sepenuhnya argumentasi perlawanan yang diajukan oleh BUKA.

    Majelis hakim mempertimbangkan bahwa klaim utang yang diajukan oleh Harmas tidak memenuhi syarat pembuktian sederhana sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan.

    Selain itu, unsur adanya kreditor lain (Direktorat Jenderal Pajak) yang diajukan oleh Harmas juga tidak terpenuhi. Secara faktual, BUKA tidak memiliki utang pajak yang telah jatuh tempo.

    BUKA mengapresiasi putusan ini dan menegaskan kembali komitmennya dalam menjalankan bisnis secara transparan dan bertanggung jawab. Putusan ini memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha, serta BUKA dan seluruh pemangku kepentingan, sekaligus menegaskan bahwa proses hukum harus berlandaskan fakta dan aturan yang berlaku.

    “Kami menyambut baik putusan majelis hakim yang telah menerima sepenuhnya argumentasi perlawanan yang kami ajukan dan menolak permohonan PKPU dari Harmas. Keputusan ini menegaskan bahwa klaim yang diajukan terhadap BUKA tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Kami percaya bahwa prinsip keadilan dan kepastian hukum harus selalu dikedepankan dalam setiap proses hukum,” ujar Kurnia Ramadhana, Anggota Komite Eksekutif BUKA dalam siaran pers, Rabu (26/2/2025).

    Di sisi lain, BUKA juga tengah menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan PKPU terhadap Harmas di Pengadilan Niaga Jakarta. Hal ini berkaitan dengan perjanjian sewa-menyewa ruang perkantoran di gedung One Belpark yang tidak diselesaikan sesuai kesepakatan, serta pengembalian booking deposit dan security deposit sebesar Rp6,46 miliar yang hingga kini belum diterima oleh BUKA.

    BUKA akan terus memperjuangkan hak-haknya dalam ranah hukum, guna memastikan bahwa setiap kewajiban dan kesepakatan yang telah dibuat dapat ditegakkan dengan adil.

    “Kami berharap agar majelis hakim dapat mempertimbangkan permohonan kami secara objektif dan adil. BUKA akan terus berkomitmen untuk melindungi kepentingan perusahaan dan para pemangku kepentingan kami dalam setiap langkah yang kami tempuh,” tambah Kurnia Ramadhana.

  • PT Harmas Cabut Permohonan PKPU, Bukalapak Minta Majelis Hakim Melanjutkan Proses Persidangan – Halaman all

    PT Harmas Cabut Permohonan PKPU, Bukalapak Minta Majelis Hakim Melanjutkan Proses Persidangan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Bukalapak.comTbk (BUKA) tegas mempertahankan posisi hukumnya dalam sidang lanjutan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Harmas Jalesveva (Harmas) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 

    Dalam persidangan yang digelar pada 19 Februari 2025, agenda utama adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak sebelum memasuki tahap pembacaan putusan. Namun, secara mendadak, Harmas memutuskan untuk mencabut permohonan PKPU yang telah diajukannya.

    Meski demikian, BUKA tetap mengharapkan agar majelis hakim melanjutkan proses persidangan dan memberikan putusan atas perkara ini. BUKA menilai bahwa putusan dari majelis hakim sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan menjaga transparansi bagi dunia usaha, terutama dalam konteks penyelesaian perkara hukum ini

    Permohonan PKPU Harmas Sejak Awal Tidak Memenuhi Syarat Hukum

    Sejak awal, permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Salah satu kejanggalan yang mencolok adalah pencantuman Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai kreditur lain dalam permohonan PKPU untuk memenuhi persyaratan adanya dua kreditur. 

    Padahal, yurisprudensi tetap Mahkamah Agung (MA) secara tegas menyatakan bahwa pajak tidak termasuk dalam kategori utang yang dapat dijadikan dasar permohonan PKPU. Selain itu, dalam persidangan, Harmas tidak pernah menghadirkan kreditur lain yang sah (DJP) untuk mendukung klaimnya. Hal ini memperkuat keraguan terhadap keabsahan permohonan PKPU Harmas.

    Selain itu, tuduhan bahwa BUKA memiliki utang jatuh tempo juga tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan oleh Harmas. Sebaliknya, fakta yang ada menunjukkan bahwa BUKA justru mengalami kerugian akibat wanprestasi Harmas yang gagal menyediakan ruang perkantoran di Gedung One Belpark. 

    Berdasarkan kesepakatan dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pada Desember 2017, Harmas gagal menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai tenggat waktu dan gagal menyerahkan ruangan sesuai spesifikasi yang telah disepakati. Akibatnya, BUKA terpaksa menuntut pengembalian dana booking deposit dan security deposit sebesar Rp6,46 miliar, yang hingga kini belum dikembalikan oleh Harmas.

    Pencabutan Permohonan PKPU oleh Harmas Tidak Menghapus Kewajiban Hakim Untuk Memberikan Putusan

    Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan oleh BUKA menegaskan bahwa sengketa antara kedua belah pihak yang saat ini berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum memasuki titik akhir karena masih terdapat upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

    Dengan adanya proses hukum yang masih berjalan, unsur pembuktian sederhana dalam PKPU yang saat ini di proses oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjadi tidak terpenuhi.

    Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhana, menegaskan bahwa pencabutan permohonan PKPU oleh Harmas semakin memperjelas lemahnya dasar hukum permohonan tersebut.

    “Sejak awal, kami telah melihat bahwa permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah membuktikan bahwa tuduhan terhadap BUKA tidak berdasar. Oleh karena itu, kami tetap berharap majelis hakim tetap memberikan putusan atas perkara ini, meskipun Harmas telah mencabut permohonannya,” ujar Kurnia.

    Lebih lanjut, Kurnia menekankan bahwa pencabutan permohonan ini tidak seharusnya dijadikan celah untuk menghindari tanggung jawab hukum atau penyalahgunaan upaya hukum yang ada tanpa dasar yang jelas.

    “Kami meminta agar majelis hakim tetap membacakan putusan atas perkara ini demi memberikan kepastian hukum yang jelas bagi BUKA.

    Sebagai perusahaan terbuka, kami memiliki tanggung jawab besar kepada para pemangku kepentingan, terutama para pemegang saham, untuk memastikan bahwa setiap proses hukum yang kami hadapi memiliki kepastian dan transparansi,” tambahnya.

    BUKA Berkomitmen Menjaga Kepastian Hukum

    Dengan adanya pencabutan permohonan PKPU ini, BUKA menegaskan kembali bahwa perusahaan tetap dalam kondisi operasional yang stabil dan memiliki posisi keuangan yang kuat.

    Namun, perusahaan tetap berharap majelis hakim dapat memberikan putusan resmi atas perkara PKPU ini agar tidak terjadi spekulasi dan misinformasi di masyarakat mengenai posisi hukum BUKA.

    “Kami akan terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak kami tetap terlindungi sesuai hukum yang berlaku. Kami juga ingin memastikan bahwa tidak ada pihak yang menyalahgunakan mekanisme hukum untuk kepentingan tertentu tanpa dasar yang jelas. Kami percaya pada proses hukum yang adil, dan oleh karena itu, kami menantikan putusan resmi dari majelis hakim,” tutup Kurnia.