Oknum Polisi, Praktik Pemerasan, dan Eksistensi Kortas Tipikor
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
RADEN
Adipati Joyodiningrat (Bupati Karanganyar 1832-1864), seorang pendukung Pangeran Diponegoro menulis naskah pertama tentang isu korupsi di Jawa.
Begini potongan bunyinya: ”
Agar perkara selesai, segalanya tergantung kehendak Raden Adipati Danurejo IV: barangsiapa yang menyerahkan sogok dan upeti paling banyak berupa uang atau barang atau khususnya perempuan cantik, dialah yang akan dibuat menang
.”
Ringkasan tulisan ini juga pernah dikutip oleh Wisnu Nugroho, pada artikel yang berjudul, “
Diponegoro Tampar Patih Yogya dan Korupsi Pejabat Kita
,” (
Kompas.com
, 19 September 2016).
Dari artikel tersebut, satu pesan yang paling mencolok adalah bahwa cara korupsi yang terjadi pada 200 tahun lalu, juga masih terjadi pada zaman sekarang.
Dari kutipan tulisan Raden Adipati Joyodiningrat, sebenarnya ingin merenungkan peristiwa pemerasan yang baru-baru ini terjadi oleh oknum di lingkungan Kepolisian.
Dari rilis berita resmi, Polda Metro Jaya membeberkan ada empat anggota yang diduga terlibat kasus tindak pidana pemerasan terhadap anak bos klinik kesehatan Prodia sebesar Rp 20 miliar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan bahwa keempat anggotanya itu, yakni AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung selaku mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) di Polres Jakarta Selatan.
Dua oknum anggota lainnya adalah Kanit Resmob AKP Ahmad Zakaria dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial ND.
Mereka sedang dalam tahap pemeriksaan di Propam Polda Metro Jaya. Perlu memperhatikan ‘Presumption of Innocence,’ bahwa setiap orang yang disangka melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya.
Artinya, yang diperlukan adalah transparansi dan profesionalisme Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menggali kebenaran kasus ini.
Namun, berkaca dari peristiwa yang baru terjadi, yaitu pemerasan oleh oknum polisi saat Konser Djakarta Warehouse Project (DWP) pada Desember 2024, tentu secara psikologis membuat publik buru-buru mengekspresikan bahwa kasus pemerasan seperti ini hal lazim dilakukan oleh oknum aparat.
Adapun modus pemerasan yang dilakukan adalah ancaman terhadap penonton, dengan tuduhan penyalahgunaan narkoba.
Dari kasus pemerasan terhadap anak bos Klinik Kesehatan Prodia, sebenarnya bisa dikuliti dari filosofis pengertian korupsi menurut Bank Dunia (World Bank).
Sederhananya, korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi. Jika dibedah, maka terdapat dua unsur yaitu, frasa ‘penyalahgunaan kekuasaan publik’ dan ‘untuk keuntungan pribadi.’
Artinya, ada pihak yang surplus (berlebih) kekuasaan, ada pihak yang defisit (kurang) kekuasaan sehingga harus dirugikan demi memberikan keuntungan pribadi pada pemegang kekuasaan.
Dari relasi kuasa ini, tidak mungkin ada isu yang tiba-tiba datang dengan sendirinya, menentukan pihak-pihak secara subjektif, jika bukan karena adanya konflik kepentingan.
Jadi, secara filosofis, seharusnya sudah mempermudah APH untuk menindaklanjuti kasus ini secara hukum, apakah keempat anggota tersebut bersalah dan harus ditindak tegas, atau harus dipulihkan kembali reputasinya.
Kalau berkaca dari pasal 12 huruf (e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 2001, yaitu “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” seringkali APH kesulitan menemukan unsur ‘pegawai negeri atau penyelenggara negara.’
Hal tersebut terjadi karena tidak sedikit di jajaran penyelenggara negara hingga oknum APH menyamarkan tangannya dengan menggunakan pihak ketiga yang sering disebut ‘makelar kasus.’
Apalagi jika pelaku pemerasan adalah oknum aparat bisa saja sulit ditindaklanjuti karena ada konflik horizontal antarpemangku kekuasaan.
Pada artikel penulis sebelumnya, juga pernah dijelaskan bahwa banyaknya oknum polisi tidak lepas dari adanya ‘power yang lebih’, yang akhirnya memicu disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Jangankan pada kasus kakap, pada kehidupan sehari-hari, seringkali masyarakat dijadikan objek pemerasan karena merasa memiliki ‘power yang berlebih.’
Sebagai pertanyaan kontemplatif (perenungan), “Salah apa bangsa ini sehingga pemerasan dilakukan oleh orang yang mengemban amanah dan telah disumpah di bawah kitab suci?
Apakah warisan korupsi yang disebut Joyodiningrat tidak akan pernah hilang? Apakah ‘Polisi Hoegeng’ tidak akan pernah lahir lagi di bumi nusantara ini?”
Beberapa hari sebelum berakhirnya masa jabatan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden, telah ditandatangani Peraturan Presiden (Perpres) baru mengenai susunan organisasi Polri, yang secara resmi membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor), tertuang pada Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri.
Kortas Tipikor Polri diharapkan memberantas praktik korupsi di Tanah Air.
Memang bisa dipandang baik, bisa juga dipandang buruk. Tentu, publik berharap seharusnya menjadi ajang secara positif bagi Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung untuk berlomba memberantas tuntas para koruptor, bukan justru semakin ‘stuck’, saling lempar-melempar kewenangan, lempar tanggung jawab, atau memperlambat aktivitas pemberantasan korupsi.
Harapan lainnya, Kortas Tipikor juga bisa semakin runcing untuk memburu oknum-oknum di Kepolisian yang masih membiasakan praktik pemerasan.
Artinya, Kortas Tipikor tidak hanya tajam ke luar, tetapi juga semakin tajam ke dalam untuk mencapai Polri yang semakin presisi.
Jika ujungnya Kortas Tipikor malah semakin memperlemah dan mempersulit ‘bersih-bersih dari dalam’, rasanya sayang jika dukungan kelembagaan, tupoksi, dan anggaran yang diberikan negara, namun secara praktik di lapangan justru semakin lari dan menyimpang dari tujuan awal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Kombes Ade Ary Syam Indradi
-
/data/photo/2023/08/29/64ed9a4445bac.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Oknum Polisi, Praktik Pemerasan, dan Eksistensi Kortas Tipikor Megapolitan 29 Januari 2025
-

Kantong Jenazah Baru Dibawa dari Glodok Plaza, Berawal dari Bau di Lantai 8
Jakarta –
Petugas kembali mengevakuasi satu kantong jenazah di reruntuhan Glodok Plaza, Jakarta Barat yang hangus terbakar beberapa waktu lalu. Jenazah tersebut ditemukan di lantai 8.
“Ditemukan di lantai 8, di kitchen,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Mohamad Yohan dalam keterangannya, Selasa (28/1/2025).
Yohan mengatakan pengelola mulanya mencium aroma bau saat membersihkan puing reruntuhan bangunan. Petugas pun bergerak dan berhasil menemukan jasad korban.
“Laporan dari pengelola mencium aroma bau jam 13.30 dan petugas bersama DVI langsung melakukan pengecekan ditemukan di lokasi yang di laporkan (kitchen). BPBD mengirimkan 4 Personil untuk membantu pencarian,” jelasnya.
Kebakaran di Glodok Plaza terjadi pada Rabu (15/1) malam. Api membakar sejumlah lantai di Glodok Plaza dan baru dapat dipadamkan pada Kamis (16/1).
3 Jenazah Diidentifikasi
Adapun korban pertama yakni bernama Zukhi F Radja (42) yang merupakan pegawai BUMN. Lalu kedua, Aulia Belinda (28) mantan pramugari dan Osima Yukari (29) seorang pramugari.
“Korban (Zukhi) merupakan pegawai BUMN. Korban (Aulia) merupakan mantan pramugari Lion Air. Rencananya, korban akan diterbangkan ke Makassar (Sulawesi Selatan),” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Dengan demikian, tersisa 10 jasad lagi yang belum berhasil diidentifikasi. Saat ini RS Polri masih melakukan serangkaian metode untuk melakukan identifikasi.
(wnv/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Pemerhati Hukum Prof Henry Apresiasi Propam Polda Metro Patsus 4 Anggota Polres Jaksel
loading…
Pemerhati hukum Prof Henry Indraguna mengapresiasi langkah Propam Polda Metro Jaya patsus empat anggota Polres Jaksel terkait kasus dugaan pemerasan. Foto/SindoNews
JAKARTA – Gerak cepat Propam Polda Metro Jaya yang melakukan penempatan khusus (patsus) terhadap empat mantan anggota Polres Metro Jakarta Selatan mendapat apresiasi. Salah satunya dari pemerhati hukum Prof Henry Indraguna.
Patsus ini buntut penyelidikan dugaan kasus pemerasan AKBP Bintoro yang mencapai miliaran rupiah terhadap bos Prodia. Adapun keempat anggota yang ditahan adalah perwira polisi yang sebelumnya berdinas di Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
“Keempat mantan anggota Polres Metro Jakarta Selatan itu inisial B dan G selaku mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Sedangkan Z selaku Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel dan inisial ND selaku Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel,” ujar Prof Henry Indraguna, Selasa (27/1/2025).
Menurut Prof Henry, semua pihak perlu mendukung tindakan Kapolda Metro Jaya yang berkomitmen menindak tegas segala bentuk pelanggaran terhadap oknum personel secara prosedural, proporsional, dan profesional.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, 4 oknum personel yang telah dipatsus (penempatan khusus) dalam tahap penyelidikan dengan dugaan Penyalahgunaan Wewenang. “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” kata Ade Ary.
Seperti diketahui, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal mengakui kasus dugaan pembunuhan dengan tersangka AN dan B yang ditangani mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro sempat mandek. Bintoro telah diperiksa Paminal Polda Metro Jaya.
AKBP Bintoro diperiksa buntut dugaan kasus pemerasan terhadap anak pengusaha. Perwira Menengah itu tengah didalami lebih lanjut perihal pelanggaran etiknya.
Rahmat menyebutkan, kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan saat posisi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan beralih ke AKBP Gogo Galesung. “Kasus sudah P21 dan tahap dua dilimpah tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan,” terangnya.
(cip)
-

Kapolres Jaksel Ungkap Alasan Kasus Pembunuhan yang Ditangani AKBP Bintoro sempat Mandek – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, tengah menjadi sorotan lantaran diduga melakukan pemerasan terhadap tersangka pembunuhan sekaligus anak bos Prodia sebesar Rp5 miliar.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal, pun mengungkapkan alasan mandeknya penyidikan kasus pembunuhan di hotel kawasan Senopati, Kebayoran, Baru, yang ditangani AKBP Bintoro ini.
“(Kasus mandek) lima bulan,” kata Ade Rahmat saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2025), dilansir Tribun Jakarta.
Ia menyebut, Bintoro berdalih terkendala masalah teknis saat hendak merampungkan berkas perkara.
“Alasan yang bersangkutan teknis dan koordinasi seperti pemenuhan P19, saksi ahli, dan lain-lain,” ungkap Ade Rahmat.
Pada akhirnya, berkas perkara pembunuhan tersebut rampung dan dinyatakan lengkap atau P21 saat posisi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan digantikan oleh AKBP Gogo Galesung.
“16 Desember 2024 sudah lengkap oleh Kasat Reskrim yang baru AKBP Gogo Galesung,” ujar Ade Rahmat.
AKBP Gogo Galesung juga ikut terseret dalam kasus dugaan pemerasan ini.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, empat anggota polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus).
“Empat orang telah dipatsus (penempatan khusus) dalam tahap penyelidikan di Bid Propam Polda Metro Jaya dengan dugaan penyalahgunaan wewenang.”
“Yang dipatsus (inisial) B, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel. G, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel,” terang Ade Ary, Selasa.
Dua polisi lain adalah Kanit dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND.
“Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” papar Ade Ary.
Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menduga aliran dana pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro melalui oknum kuasa hukum.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mendesak supaya oknum advokat tersebut juga dilakukan proses hukum pidana suap.
“Tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp5 miliar,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (27/1/2025).
Menurutnya, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450-an ribu anggota Polri.
IPW juga menilai proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi.
“Sebab dalam aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka,” tambahnya.
Ia berujar, Kombes Ade Rahmat Idnal telah melakukan proses hukum secara tegas terkait kasus pembunuhan atas korban FA yang dilakukan oleh anak pemilik Klinik Kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kasat Reskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada bulan Agustus 2024 lalu.
IPW memperoleh informasi bahwa uang yang mengalir ke AKBP Bintoro dari korban pemerasan pemilik klinik kesehatan Prodia itu hanya sebesar Rp5 miliar.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul: Kasus Pembunuhan Mandek Era AKBP Bintoro, Kapolres Jaksel Kuak Alasan Berbelit Eks Kasat Reskrim.
(Tribunnews.com/Deni/Reynas)(TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)
-

4 Polisi Kena Patsus Akibat Terlibat Kasus Pemerasan Bos Prodia, Ini Namanya!
Bisnis.com, JAKARTA – Polda Metro Jaya membeberkan ada 4 anggota yang terlibat kasus tindak pidana pemerasan terhadap anak bos klinik kesehatan Prodia sebesar Rp20 miliar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan keempat anggotanya itu, AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung selaku mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) di Polres Jakarta Selatan.
Dua oknum anggota lainnya adalah Kanit Resmob AKP Ahmad Zakaria dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial ND.
“Ada 4 oknum yang diduga terlibat dan kini masuk dalam tahap penyelidikan,” tuturnya di Jakarta, Selasa (28/1).
Dia menjelaskan bahwa keempat anggota itu kini sudah di pindah ke penempatan khusus (patsus) hingga perkara pemerasan terhadap anak bos Prodia sebesar Rp20 miliar rampung.
“Keempat orang itu telah dipatsus,” kata Ary.
Ary berjanji bahwa pihaknya akan mengusut tuntas perkara pemerasan anak bos prodia dan menindak anggotanya yang melakukan tindak pidana itu.
“Kita berkomitmen menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anggota secara prosedural, proporsional dan profesional,” ujarnya.
-
/data/photo/2025/01/26/6796374c17dd6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Anggota Polres Jaksel Dipatsus, Diduga Terlibat Kasus Pemerasan yang Jerat AKBP Bintoro Megapolitan 28 Januari 2025
4 Anggota Polres Jaksel Dipatsus, Diduga Terlibat Kasus Pemerasan yang Jerat AKBP Bintoro
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Empat anggota Polres Metro Jakarta Selatan menjalani penempatan khusus (patsus) karena diduga terlibat kasus dugaan pemerasan yang menjerat eks Kasat Reskrim Jakarta Selatan
AKBP Bintoro
terhadap pelaku pembunuhan dan pemerkosaan berinisial AN dan BH.
“Empat orang telah dipatsus dalam tahap penyelidikan di Bidang Propam Polda Metro Jaya dengan dugaan penyalahgunaan wewenang,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi, Selasa (28/1/2025).
Keempat orang itu merupakan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial B dan G, lalu Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial ND.
Saat ini, polisi masih terus mendalami kasus dugaan pemerasan tersebut.
“Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” tambah Ade.
Diberitakan sebelumnya, AKBP
Bintoro
diperiksa oleh Propam Polda Metro Jaya terkait dugaan pemerasan terhadap pelaku kasus dugaan pembunuhan dan pemerkosaan remaja.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis mengenai dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar yang dilakukan oleh Bintoro.
“Menindaklanjuti informasi tersebut, Polda Metro Jaya saat ini telah melakukan pendalaman oleh Bidpropam,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam.
Ade Ary menambahkan, jika ditemukan pelanggaran, kepolisian akan memproses sanksi kepada Bintoro sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Polda Metro Jaya berkomitmen memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosedural, proporsional, dan profesional,” tegas Ade Ary.
AKBP Bintoro juga telah diamankan Paminal Polda Metro Jaya imbas kasus ini.
Sementara, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan, kasus yang dihadapi Bintoro berkaitan dengan dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar.
Uang tersebut diduga diperoleh Bintoro untuk menghentikan kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
Laporan kepolisian terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
Sugeng menambahkan, selain uang, beberapa barang milik penggugat juga disebut diambil oleh Bintoro.
“Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 5 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji untuk menghentikan penyidikan,” jelasnya.
Meskipun demikian, kasus tetap berlanjut. Tersangka yang telah memberikan sejumlah uang kepada Bintoro kemudian menggugat eks Kasat Reskrim itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sementara, Bintoro membantah tudingan pemerasan yang dituduhkan terhadap dirinya. Dia mengatakan, tuduhan itu mengada-ada.
Namun, Bintoro terbuka jika polisi hendak melakukan pemeriksaan terhadap dirinya.
“Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ngada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya,” kata Bintoro dalam video yang diterima Kompas.com, Minggu (26/1/2025).
Tidak hanya itu, Bintoro juga mengaku siap jika dilakukan pemeriksaan terhadap rekening istri dan anak-anaknya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

2 Eks Kasatreskrim Polres Jaksel Terlibat Kasus Pidana Pemerasan Anak Bos Prodia
Bisnis.com, JAKARTA – Polda Metro Jaya membeberkan ada 4 anggota yang terlibat kasus tindak pidana pemerasan terhadap anak bos klinik kesehatan Prodia sebesar Rp20 miliar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan keempat anggotanya itu adalah AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung selaku mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) di Polres Jakarta Selatan.
Dua oknum anggota lainnya adalah Kanit Resmob AKP Ahmad Zakaria dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial ND.
“Ada 4 oknum yang diduga terlibat dan kini masuk dalam tahap penyelidikan,” tuturnya di Jakarta, Selasa (28/1/2025).
Dia menjelaskan bahwa keempat anggota itu kini sudah di pindah ke penempatan khusus (patsus) hingga perkara pemerasan terhadap anak bos Prodia sebesar Rp20 miliar rampung.
“Keempat orang itu telah dipatsus,” kata Ary.
Ary berjanji bahwa pihaknya akan mengusut tuntas perkara pemerasan anak bos prodia dan menindak anggotanya yang melakukan tindak pidana itu.
“Kita berkomitmen menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anggota secara prosedural, proporsional dan profesional,” ujarnya.


