Tag: Komaidi Notonegoro

  • Kunci Mencapai Target Produksi Migas Nasional di Lapangan Mature

    Kunci Mencapai Target Produksi Migas Nasional di Lapangan Mature

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah telah menetapkan target lifting minyak sebesar 610.000 barel per hari (bph) pada 2026 dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Angka tersebut meningkat dari target lifting minyak pada APBN 2025 yang sebesar 605.000 bph.

    Peningkatan target itu juga didasari optimisme pemerintah, di mana realisasi lifting minyak pada November 2025 diklaim telah mencapai level 610.000 bph.

    Kendati demikian, target peningkatan produksi migas yang telah ditetapkan pemerintah pada dasarnya tidak mudah untuk dicapai, mengingat sebagian besar lapangan existing yang menjadi andalan sudah dalam kondisi mature.

    Di sisi lain, ketergantungan terhadap lapangan mature menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi migas nasional selama periode 2014–2024. Secara rata-rata, produksi minyak selama periode tersebut turun sebesar 3,42% per tahun, sementara produksi gas turun sekitar 1,72% per tahun.

    Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute mengatakan, penyempurnaan kebijakan fiskal hulu migas menjadi kunci utama untuk dapat mencapai target produksi migas nasional yang sebagian besar telah berada pada kondisi mature.

    Perbaikan kebijakan fiskal menjadi faktor penentu utama untuk meningkatkan investasi hulu migas nasional. Laporan IHS Markit (S&P Global) pada Juni 2025 mencatat bahwa overall attractiveness iklim investasi hulu migas Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 14 negara di Asia Pasifik.

    Dari empat indikator penilaian, yaitu legal and contractual, fiscal systems, oil and gas risk, serta activity and success, Indonesia tercatat memperoleh rating rendah pada aspek fiscal systems (5,11), dan legal and contractual (5,34).

    Sementara itu, dua indikator lainnya yaitu oil and gas risk dan activity and success mendapatkan rating masing-masing sebesar 5,53 dan 6,03.

    Menurut Komaidi, munculnya permasalahan pada aspek fiskal di sektor hulu migas nasional akibat hilangnya elemen fundamental dari regulatory framework pada sektor hulu migas yaitu penerapan prinsip assume and discharge. 

    Sebagai landasan hukum utama dalam kegiatan hulu migas, imbuhnya, Undang-Undang Migas No. 22/2001 tidak lagi menerapkan asas lex specialis (assume and discharge).

    “Melalui Pasal 31, UU Migas No.22/2001 menyebutkan bahwa perlakuan perpajakan di sektor hulu migas disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang Perpajakan yang berlaku,” kata Komaidi dalam sebuah diskusi, Kamis (4/12/2025).

    Dengan kondisi saat ini, ReforMiner menilai perlu adanya penyempurnaan regulasi, khususnya pada aspek fiskal, agar kembali selaras dengan konsep kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) dan dilakukan secara menyeluruh, baik pada level praktis maupun pada aspek-aspek fundamental.

    Pada tataran praktikal, perbaikan dapat dilakukan melalui penyempurnaan kebijakan fiskal pada skema PSC Cost Recovery, yang mencakup pengembalian prinsip assume and discharge untuk menjamin kepastian atas pajak tidak langsung; revisi PP 79/2010 jo. PP 27/2017 dengan menyederhanakan proses pengajuan insentif perpajakan tanpa persyaratan keekonomian yang berlapis; serta penegasan ketentuan fiskal terkait PBB, PPN, dan PPNBM melalui regulasi yang lebih konsisten dan otomatis. Penyusunan pedoman insentif berbasis parameter objektif (marginal field, frontier, mature field) juga diperlukan.

    Sejalan dengan itu, penyempurnaan kebijakan fiskal pada skema PSC Gross Split juga diperlukan di antaranya melalui revisi PP 53/2017 dengan memperluas pembebasan pajak tidak langsung hingga tahap eksploitasi; pemberlakuan mekanisme pembebasan otomatis, khususnya untuk PPN/PPNBM; penyediaan fasilitas perpajakan tanpa persyaratan surat keterangan fasilitas perpajakan (SKFP); serta pengurangan PBB 100% untuk seluruh tahapan operasi secara otomatis.

    Komaidi menegaskan, perlu dilakukan penyempurnaan mekanisme transisi fiskal terkait dengan perubahan skema kontrak dan pengelolaan Tax Loss Carry Forward (TLCF), dengan memastikan kompensasi kerugian tetap berlaku dalam skema baru; pemberlakuan surut; penyediaan formula transisi untuk mencegah lonjakan beban pajak dan menghindari peningkatan Direct Tax Loss (DTL); serta penegasan bahwa biaya komitmen pasti (K3P) dapat diakui kembali sebagai biaya operasi dalam skema Cost Recovery.

    “Dalam tataran fundamental, penyelesaian segera atas proses revisi undang-undang migas yang ada menjadi kebutuhan mendesak. Dua prinsip utama yaitu assume and discharge dan lex specialis, perlu ditegaskan kembali sebagai landasan fiskal dalam pengusahaan PSC,” tuturnya.

    Prinsip assume and discharge (A/D) menetapkan bahwa kontraktor hanya menanggung pajak langsung, sementara pajak tidak langsung dibebaskan dan ditanggung oleh pemerintah.

    Dengan demikian, porsi bagi hasil antara negara dan kontraktor merupakan penerimaan bersih karena seluruh komponen pajak telah diperhitungkan melalui mekanisme ini.

    Reformasi migas untuk menjaga stabilitas..

  • Pakar sebut pemanfaatan energi panas bumi pacu ekonomi di daerah

    Pakar sebut pemanfaatan energi panas bumi pacu ekonomi di daerah

    Jakarta (ANTARA) – Pakar energi dari ITB Ali Ashat menyatakan pemanfaatan energi panas bumi tak hanya mendukung penurunan emisi karbon dan memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi turut memacu ekonomi daerah dan menyerap ribuan tenaga kerja.

    Menurut dia, dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis, Indonesia berada di titik strategis dalam peta energi global, karena menyimpan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia dengan potensi mencapai 23,7 gigawatt (GW).

    Kapasitas sebesar itu bukan hanya menopang ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam transisi menuju energi bersih.

    Dirinya menyampaikan pemanfaatan energi panas bumi tak terlalu berdampak pada lingkungan, seperti pencemaran air tanah.

    Menurutnya, sumber energi tersebut berada jauh di bawah permukaan bumi sehingga tidak mengganggu kebutuhan air warga.

    Manfaat nyata terlihat dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Jawa Barat, yang telah beroperasi sejak 1983.

    Selama lebih dari 40 tahun, warga dan industri sekitar hidup harmonis berdampingan dengan energi hijau itu.

    Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Gunung Kamojang Sudarman menyampaikan selain mendukung sektor pertanian, PLTP membuka lapangan kerja dan melahirkan inovasi lokal seperti olahan kulit kopi yang dikembangkan menjadi teh, tepung, hingga produk kecantikan.

    “Banyak warga yang dulu menganggur kini punya pekerjaan. Ekonomi masyarakat pun tumbuh,” ujar Sudarman.

    Dampak ekonomi dari pemanfaatan panas bumi juga signifikan. Proyek-proyek di berbagai daerah telah membuka ribuan lapangan kerja baru, mendorong tumbuhnya UMKM, serta memperbaiki infrastruktur publik.

    PLTP Kamojang dan juga PLTP Patuha, Jawa Barat, menjadi contoh pemasok energi bersih, dengan keduanya menciptakan 1.500 lapangan kerja langsung maupun tidak langsung, sekaligus menjalankan program pemberdayaan masyarakat mulai dari pelatihan UMKM, koperasi desa, hingga dukungan pertanian organik.

    Sementara itu, pengamat energi Komaidi Notonegoro menilai pemerintah sudah menunjukkan keseriusan mendorong pemanfaatan energi panas bumi.

    Ia menyoroti langkah-langkah terbaru seperti penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina dan PLN, serta keterlibatan Danantara.

    “Sekarang ada upaya pemerintah ingin mengakselerasi perkembangan geothermal di aspek pengembangan dan pengusahaan,” ujarnya.

    Keunggulan panas bumi adalah sifatnya yang stabil dan tersedia 24 jam sehari.

    Berbeda dengan energi surya atau angin yang bergantung pada cuaca, panas bumi bisa menjadi sumber energi baseload yang konsisten.

    Hal ini menjadikannya tulang punggung ideal bagi sistem energi bersih Indonesia.

    Sedangkan, pengamat ekonomi energi Universitas Padjajaran Yayan Satyaki menilai kunci sukses pengembangan geothermal ada pada kesiapan regulasi yang mendukung kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat.

    Ia mencontohkan Kenya yang berhasil mengembangkan geothermal sejak 1982 dengan model kemitraan inklusif.

    Pemerintah Indonesia kini tengah merevisi PP Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi, yang mencakup skema pelelangan yang lebih sederhana, insentif fiskal, jaminan pemulihan lingkungan, hingga penguatan aspek sosial agar proyek diterima masyarakat secara inklusif dan transparan.

    Dari sisi swasta, sinergi juga semakin terlihat, seperti yang dilakukan antara PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT FirstGen Geothermal Indonesia.

    Kedua perusahaan itu menunjukkan komitmen sektor bisnis untuk mempercepat transisi energi sekaligus membuka peluang kerja hijau.

    Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan transisi energi bersih akan menciptakan 24 juta lapangan kerja global pada 2030. Dengan potensi 24 ribu MW (24 GW), Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat ekonomi hijau di Asia.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • TKDN Hulu Migas Lampui Target, Pakar: Industri Jadi Motor Ekonomi

    TKDN Hulu Migas Lampui Target, Pakar: Industri Jadi Motor Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor hulu minyak dan gas (migas) menunjukkan capaian positif sepanjang 2025. Realisasi TKDN yang melampaui target pemerintah dinilai sebagai bukti nyata peran industri lokal dalam memperkuat perekonomian nasional.

    Data SKK Migas mencatat, hingga Juni 2025, TKDN pada proyek strategis nasional (PSN) telah mencapai 58%, jauh di atas target 18%. Sementara itu, pada proyek non-PSN, TKDN tercatat sebesar 59%, melampaui target 57%.

    Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas, Eka Bhayu Setta mengatakan pencapaian TKDN hulu migas menunjukkan multiplier effect yang nyata terhadap perekonomian nasional. 

    “Industri dalam negeri tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut aktif berkontribusi dalam rantai pasok migas,” kata dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (21/9/2025). 

    Sepanjang Semester I/2025, nilai kontrak barang dan jasa di sektor hulu migas mencapai US$3,57 miliar atau sekitar Rp58,7 triliun. 

    Dari jumlah tersebut, belanja dalam negeri menembus US$1,83 miliar atau sekitar Rp30,1 triliun, menunjukkan kontribusi besar bagi industri nasional.

    Tak hanya memberi dampak ekonomi makro, penerapan TKDN juga dirasakan di daerah. Pihaknya juga disebut telah merevisi kebijakan pengadaan, sehingga memungkinkan perusahaan lokal mengakses kontrak hingga Rp50 miliar. 

    Langkah tersebut diyakini mendorong lahirnya lebih banyak pengusaha lokal yang terlibat dalam rantai pasok industri migas.

    “Ke depan, TKDN harus terus ditingkatkan agar setiap dolar investasi migas yang masuk ke Indonesia memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi bangsa,” jelasnya.

    Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menegaskan penerapan TKDN bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga pemberdayaan. 

    “Selain menopang ketahanan energi, sektor hulu migas juga berkontribusi langsung terhadap pemberdayaan industri hulu migas melalui penerapan TKDN,” tuturnya.

    Dengan capaian ini, sektor hulu migas tidak hanya memperkuat ketahanan energi, tetapi juga menjadi motor penting pemberdayaan industri nasional dan daerah, sekaligus mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintah menuju Visi Indonesia Emas 2045.

    Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Syahrial Abdi menyebut keberadaan industri hulu migas memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat daerah.

    Di antara kontribusi paling nyata adalah dana bagi hasil (DBH) migas yang menjadi penopang Anggaran dan Belanja Daerah (APBD). Tahun 2023, DBH Migas untuk Riau tercatat sebesar Rp3,2 triliun, turun menjadi Rp2,3 triliun pada 2024, dan diperkirakan naik sedikit menjadi Rp2,6 triliun pada 2025, dengan asumsi harga minyak US$ 82 per barel.

     Keberadaan industri hulu migas juga turut melengkapi benefit dari sektor hilir migas yang memutar roda ekonomi daerah. Data Badan Pusat Statistik mencatat, ekonomi Riau semester II 2025 tumbuh 4,59% sekaligus menempatkannya sebagai wilayah dengan Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) kedua terbesar di Sumatera setelah Sumatera Utara.

     “Ini mungkin bisa langsung mendorong pembangunan daerah secara tidak langsung untuk pertumbuhan ekonomi di masyarakat. Artinya ada uang yang berputar juga di masyarakat,” pungkasnya.

  • Potensi Impor LNG dari AS Kompetitif dengan Harga Gas Domestik

    Potensi Impor LNG dari AS Kompetitif dengan Harga Gas Domestik

    Bisnis.com, JAKARTA — Pakar ekonomi energi dan pertambangan menyoroti kondisi keseimbangan pasokan gas nasional yang dinilai membutuhkan tambahan volume untuk memenuhi permintaan gas domestik. Salah satu solusi yang ditawarkan yakni impor Liquefied Natural Gas (LNG) dari Amerika Serikat. 

    Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, saat ini konsumsi sebagian besar pengguna gas yang berada di wilayah Indonesia bagian barat meningkat, sementara produksi gas di wilayah tersebut menurun. 

    Dalam catatannya, defisit pasokan gas pada wilayah Indonesia bagian barat diproyeksikan meningkat dari sekitar 189 MMSCFD pada 2025 menjadi sekitar 803 MMSCFD pada 2035.

    “Surplus produksi gas di wilayah Indonesia bagian timur belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk menutup defisit di wilayah barat karena terkendala infrastruktur distribusi yang belum cukup tersedia,” kata Komaidi dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (10/8/2025).

    Kendati demikian, pasokan LNG domestik yang relatif tidak terkendala infrastruktur distribusi telah terikat kontrak ekspor jangka panjang. Tak heran jika belakangan ini pemenuhan kebutuhan LNG domestik dilakukan dengan mengalihkan sebagian kargo ekspor. Namun, dalam pelaksanaannya menghadapi sejumlah tantangan terutama dari sisi biaya. 

    “Impor LNG dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah pasokan gas domestik tersebut sampai dengan produksi dan infrastruktur gas domestik dapat memenuhi kebutuhan gas pada seluruh wilayah di Indonesia,” jelasnya. 

    Komaidi merujuk pada beberapa data, bahwa harga LNG impor dari Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, dan Rusia yang diperdagangkan di pasar Asia relatif kompetitif dengan harga LNG domestik. 

    Adapun, rata-rata harga LNG Free on Board (FOB) selama periode 2024 dari Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, dan Rusia masing-masing sekitar US$7 per MMBTU, US$7 per MMBTU, US$9 per MMBTU, dan US$11 per MMBTU.

    Sementara pada periode 2024 harga LNG dari Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, dan Rusia sampai pada titik serah di pasar Asia masing-masing sekitar US$10,5 per MMBTU, US$11,5 per MMBTU, US$11,5 per MMBTU, dan US$12,5 per MMBTU. 

    Jika mengacu pada formula harga LNG domestik yang ditetapkan 17,4% x ICP dan rata-rata ICP 2024 sebesar US$78,14 per barel, maka rata-rata harga LNG domestik selama periode 2024 adalah sekitar US$13,59 per MMBTU. 

    Artinya, dari data tersebut, harga LNG impor dari Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, dan Rusia dapat dikatakan relatif kompetitif dengan harga LNG domestik.

    “Dari empat negara yang potensial menjadi sumber impor LNG tersebut, Amerika Serikat berpotensi dapat memberikan harga LNG yang lebih kompetitif,” jelasnya. 

    Berdasarkan data, rata-rata harga LNG FoB dari Amerika Serikat selama periode Januari – April 2025 adalah sekitar US$7,73 per MMBTU. 

    Biaya pengangkutan sampai ke wilayah Asia termasuk Indonesia diperkirakan antara US$2,09 – US$4,75 per MMBTU, namun tergantung kapasitas LNG yang diangkut dan armada yang digunakan. 

    Dengan menambahkan biaya pengangkutan tersebut, rata-rata harga LNG impor dari Amerika Serikat sampai di wilayah Asia adalah sekitar US$9,82 – US$12,48 per MMBTU. “Harga tersebut relatif kompetitif dengan harga LNG domestik pada periode yang sama yang berada pada kisaran US$12,51 per MMBTU,” katanya.

  • Ekspor Listrik EBT Solusi Saat Polemik Power Wheelin

    Ekspor Listrik EBT Solusi Saat Polemik Power Wheelin

    JAKARTA – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai kesepakatan terkait ekspor listrik bersih dari Indonesia ke Singapura dengan kapasitas sebesar 3,4 gigawatt (GW) hingga 2035 merupakan solusi di tengah polemik power wheeling di dalam negeri.

    Power wheeling merupakan mekanisme yang memperbolehkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung terhadap masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.

    “Di tengah problem-problem itu (power wheeling), kalau ada kesepakatan dengan Singapura, otomatis ini menjadi solusi secara tidak langsung yang ada di kita. Di sisi lain kita ada masalah, di sisi lain kita ada peluang untuk menjadi market,” ujar Komaidi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

    Dari dalam negeri, ia menjelaskan PLN masih belum bersedia untuk menyerap listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seiring harganya yang relatif mahal.

    Seiring dengan itu, tarif dasar listrik (TDL) telah ditentukan oleh pemerintah yang membuat PLN tidak memiliki fleksibilitas untuk menentukan harga jual listrik.

    Sehingga, PLN masih cenderung memilih listrik dari energi fosil (batu bara) yang harganya jauh lebih murah dibandingkan listrik berbasis EBT, yang mana akan memberikan margin keuntungan besar bagi PLN,

    “Di tengah polemik power wheeling yang implementasinya masih belum ada kesepakatan final, karena PLN masih belum bersedia. Kemudian ini menjadi hambatan bagi pengembang EBT, karena as bisnis teman-teman di PLN harus mempertimbangkan margin itu yang utama, sementara kalau kalau beli yang EBT mahal,” ujar Komaidi.

    Lebih lanjut, ia tidak memungkiri bahwa energi listrik berbasis EBT seharusnya dimanfaatkan di dalam negeri apabila merujuk aspek lingkungan, aspek teknik, dan lainnya.

    Namun, menurutnya lagi, terdapat problematika terkait aspek daya beli masyarakat yang belum dapat menjangkau listrik dengan harga mahal, karena terbiasa dengan listrik subsidi.

    “Kalau EBT mau ditambah, kan harganya mahal, kalau harganya mahal terkendala di daya beli kita yang belum menjangkau ke sana. Kita terbiasa dengan harga yang subsidi. Kalau subsidi yang ditambah, kapasitas fiskal kita terbatas,” ujar Komaidi.

    Pada Jumat (13/6), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kedua Bidang Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait ekspor listrik bersih ke Singapura dengan kapasitas sebesar 3,4 gigawatt (GW) hingga 2035.

    Selain itu, disepakati pula pengembangan zona industri berkelanjutan yang direncanakan berlokasi di Kepulauan Riau, tepatnya di Bintan, Batam, dan Karimun, oleh Singapura, serta disepakati juga kerja sama penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) di Indonesia.

    Potensi investasi yang diserap dari kesepakatan itu sebesar 30-50 miliar dolar AS untuk investasi pembangkit panel surya, serta 2,7 miliar dolar AS untuk manufaktur panel surya dan baterai, selain itu juga berpotensi membuka 418 ribu lapangan kerja baru dari manufaktur, konstruksi, operasi, serta pemeliharaan panel surya dan baterai.

    Di sisi lain, sebelumnya, Kementerian ESDM menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) tetap menjadi pembahasan prioritas antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Meskipun hampir seluruh pasal RUU telah disepakati bersama DPR, Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sahid Junaidi mengatakan pembahasan mengenai pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT) atau power wheeling masih menjadi perdebatan dan memerlukan penyelesaian.

    “Secara formal, pemerintah sudah menyampaikan tanggapannya, kemudian di dalam dinamikanya kebutuhan akan PBJT ini meningkat. Dan di internal pemerintah sepakat bahwa isu ini perlu dinaikkan,” ujar Sahid.

  • Ada Potensi Defisit Gas, Pengamat Soroti Masalah Rantai Pasok

    Ada Potensi Defisit Gas, Pengamat Soroti Masalah Rantai Pasok

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyoroti masalah supply chain atau rantai pasok gas pipa yang harus dibenahi agar tidak terjadi defisit pasokan gas.

    Sebelumnya, PT PGN (Persero) Tbk (PGAS) melaporkan adanya potensi defisit pasokan gas. Potensi kekurangan pasokan gas ini khususnya terjadi wilayah Jawa Barat hingga Sumatra bagian utara mulai 2025 sampai 2035 mendatang. 

    Bahkan, penurunan pasokan itu akan terjadi lebih dalam mulai 2028. Ini khususnya untuk wilayah Sumatra Utara. Wilayah ini bisa kekurangan gas hingga 96 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd).

    Komaidi menjelaskan, masalah utama potensi defisit adalah konsumsi domestik yang naik, sementara produksi di wilayah seperti Sumatra bagian utara dan Jawa Barat itu mulai turun.

    Maklum, energi fosil memang kalau tidak ada pembaruan mesti mengalami natural declining. Kendati demikian, menurut Komaidi, secara neraca nasional sebenarnya RI masih memiliki cadangan gas baru.

    Namun, cadangan itu berada di wilayah Indonesia Timur, sementara potensi defisit terjadi di Indonesia bagian barat.

    “Beberapa cadangan-cadangan yang baru sebagian besar adalah gas, tapi ada di Indonesia Timur. Mungkin [harus ada] ada mix-match antara kebutuhan gas dengan tempat produksinya atau cadangannya,” ucap Komaidi kepada Bisnis dikutip Senin (5/5/2025).

    Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah bisa mengedukasi perusahaan terkait penggunaan gas secara rasional. Selain itu, dalam jangka panjang pemerintah harus memanfaatkan gas dari sumber di daerah lain, seperti Indonesia Timur.

    “Tapi intinya pemerintah harus bijak, harus di tengah membela semuanya jangan cuma satu sisi. Hulu migas juga harus diperhatikan, kan kalau enggak berkelanjutan harus dari impor,” kata Komaidi.

    Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menilai potensi defisit gas terjadi lantaran meningkatnya konsumsi dalam negeri dan kurangnya perhitungan kebutuhan. 

    Kendati demikian, Bahlil menyebut, setelah dilakukan reviu, seharusnya produksi gas untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri masih akan terjaga. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa tidak akan ada impor gas. 

    “Sampai dengan hari ini tidak ada impor gas, dan kami berusaha maksimal untuk tidak ada impor gas,” kata Bahlil seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (1/5/2025).  

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menuturkan, pada 2026 dan 2027, diperkirakan lifting gas akan meningkat. Oleh karena itu, pada 2026, sebisa mungkin tidak ada impor gas, kecuali bila terdapat situasi mendesak.  

    “Terkecuali sudah sangat emergency banget, kita harus yakin bahwa yang dihasilkan dari dalam negeri bisa memenuhi dalam negeri kita,” katanya.

  • Industri Nikel Lagi Sulit, Bagaimana Dampaknya ke Kinerja Antam?

    Industri Nikel Lagi Sulit, Bagaimana Dampaknya ke Kinerja Antam?

    Jakarta

    Industri sektor nikel menghadapi banyak tantangan pada tahun ini. Keberlangsungan bisnis nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) pun menjadi pertanyaan apakah investasi yang dilakukan Antam bakal menguntungkan di masa depan atau justru membuatnya merugi.

    Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Paris Agreement membuat masa depan energi bersih dan hilirisasi nikel masih tanda tanya. Hal itu turut memberikan pengaruh terhadap bisnis nikel Antam.

    Beruntung pemerintah Indonesia tetap berkomitmen mendorong energi bersih dan hilirisasi nikel. Dengan demikian ia optimis prospek bisnis nikel terhadap kinerja Antam akan tetap baik.

    “Masih ada prospek cukup baik dalam beberapa tahun ke depan saya melihatnya,” kata Komaidi kepada detikcom, Rabu (30/4/2025).

    Terkait harga nikel yang terus merosot karena pasokan dunia berlebih, Komaidi melihat akan ada pembalikan harga ketika ekonomi sudah mulai pulih.

    “Nanti kalau ekonominya sudah mulai pulih, pembalikan harga biasanya akan kembali sehingga saya kira nggak perlu ada kekhawatiran. Kalau yang namanya bisnis ya wajar naik turun,” ucapnya.

    Industri nikel memang sedang mengalami masa sulit terutama disebabkan oleh berbagai faktor seperti penurunan harga nikel, kelebihan pasokan dan melemahnya permintaan global. Selain itu, kebijakan pemerintah seperti larangan ekspor bijih nikel mentah juga turut berdampak pada industri ini.

    Seperti diketahui, Antam mengelola beberapa blok tambang nikel termasuk PT Sumberdaya Arindo (SDA) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Pada 2024, Antam memproduksi sekitar 9,94 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel, meskipun sempat menargetkan 11 juta wmt.

    Selain itu, Antam mengoperasikan pabrik feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan kapasitas 27.000 ton nikel dalam feronikel (TNi). Antam juga memulai tahap awal commissioning pabrik feronikel baru di Halmahera Timur dengan kapasitas tambahan 13.500 TNi.

    Selain itu, pada Oktober 2024, Antam melalui anak perusahaannya PT Gag Nikel mengakuisisi 30% saham senilai US$ 102 juta di smelter milik PT Jiu Long Metal Industry, anak perusahaan Tsingshan Holding Group. Smelter ini terletak di kawasan industri Weda Bay, Maluku Utara dan menjadi bagian dari upaya Antam untuk memperkuat hilirisasi industri nikel di dalam negeri.

    (aid/rrd)

  • Pakar: Meningkatnya TKDN Hulu Migas Jadi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi – Halaman all

    Pakar: Meningkatnya TKDN Hulu Migas Jadi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di industri hulu migas terus meningkat.

    Menurut Komaidi, meningkatnya TKDN di industri hulu migas turut menciptakan dampak berganda terhadap perekonomian nasional. 

    Data Reforminer Institute mencatat bahwa sektor hulu migas nasional terkait dengan 129 industri lain, menyumbang 90 persen PDB nasional, dan menyerap 82 perseb tenaga kerja di Indonesia.

    “Setiap investasi sebesar Rp1 triliun di sektor hulu migas akan mampu menciptakan nilai tambah ekonomi hingga Rp5,43 triliun. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan satu dekade lalu,” ujar Komaidi dalam Media Training IPA Convex 2025 di Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Indeks multiplier effect industri hulu migas, ucap Komaidi, terus tumbuh. Hal tersebut mencerminkan besarnya peran sektor ini dalam mendorong ekonomi nasional. 

    Selain kontribusi terhadap investasi dan penerimaan negara—rata-rata Rp192,32 triliun per tahun terhadap APBN—hulu migas juga mempercepat pertumbuhan industri pendukung dalam negeri.

    TKDN dalam pengadaan barang dan jasa hulu migas selama 12 tahun terakhir stabil di kisaran 54-68 persen.

    Sementara itu, menurut Direktur Keuangan dan Komersial Tripatra, Benny Joesoep, dampak berganda akan terasa semakin luas dengan peningkatan peran penggunaan produk dan keterlibatan perusahaan Engineering, Procurement dan Construction (EPC) dalam negeri sepanjang Project Life Cycle.

    “Dengan menguasai engineering, maka perusahaan EPC nasional akan menjadi lokomotif peningkatan penggunaan barang dan jasa dalam negeri,” terang Benny.

    Senada, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association, Marjolijn Wajong, menambahkan, target produksi migas yang lebih ambisius dan agenda transisi energi akan membuat keterlibatan industri dalam negeri semakin strategis bagi ketahanan energi nasional.

    “Kami berharap melalui Media Training ini, semakin banyak pihak memahami bahwa penguatan industri hulu migas adalah investasi jangka panjang bagi perekonomian Indonesia,” ujarnya.

    Acara Media Training bertema “Dampak Berganda Industri Hulu Migas” ini merupakan bagian dari rangkaian acara menuju IPA Convex 2025 yang akan digelar pada 20-22 Mei 2025 di ICE BSD, Tangerang.

  • Pengecer LPG 3 Kg Jadi Sub Pangkalan Bisa Cegah Kelangkaan Stok Terulang

    Pengecer LPG 3 Kg Jadi Sub Pangkalan Bisa Cegah Kelangkaan Stok Terulang

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM Kembali memperbolehkan pengecer yang sudah terdaftar sebagai sub-pangkalan untuk menjual LPG atau gas 3 kg. Langkah ini dilakukan sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.

    Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan kebijakan terkait penyaluran LPG 3 kg ini merupakan langkah yang positif agar subsidi bisa tepat sasaran. Terlebih mengingat selama ini banyak ditemukan kasus penyalahgunaan gas 3 kg yang sebetulnya diperuntukan bagi masyarakat miskin.

    “Kalau tujuannya untuk menata agar tepat sasaran, supaya nanti anggarannya bisa dialokasikan untuk yang lebih sesuai,” kata Komaidi, Jumat (7/2/2025).

    Meski begitu berkaca dari kasus kelangkaan stok gas 3 kg di sejumlah wilayah, Komaidi menyarankan agar dalam pelaksanaannya pihak Kementerian ESDM melakukan lebih banyak sosialisasi agar tujuan pelaksanaan kebijakan bisa sampai dan mendapat kerja sama dari masyarakat.

    Di luar itu menurutnya langkah pemerintah menjadikan pengecer sebagai sub pangkalan merupakan hal yang positif. Sebab dengan model seperti ini proses pendataan penerima subsidi gas 3 kg masih dapat dilakukan sembari mencegah kelangkaan stok hingga antrean yang mengular terulang kembali.

    “Yang kemudian disempurnakan oleh pemerintah, yang pengecer-pengecer itu dijadikan sub pangkalan. Kalau itu bisa dilakukan baik. Nah, kan pendataannya kan nanti sampai ke sub pangkalan. Kalau sekarang kan pendataan berhenti di pangkalan, kalau di pengecer kan nggak ada data detailnya,” ujarnya.

    Sebagai informasi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah memastikan bahwa tak akan terjadi lagi antrean gas 3 kg. Sebab para pedagang eceran sudah diperbolehkan kembali berjualan dengan syarat menjadi sub-pangkalan yang terdaftar.

    “Sudah mulai hari ini (warung eceran) dinaikan statusnya menjadi sub pangkalan dengan harga yang kita kontrol,” kata Bahlil di Tangerang, Selasa (4/2/2025) lalu.

    Bahlil menjelaskan, langkah tersebut diambil pemerintah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan subsidi gas elpiji 3 Kilogram. Karena banyak yang tidak berhak menerima malah menggunakan gas yang seharusnya diperuntukkan untuk masyarakat miskin itu.

    “Kita melakukan penataan, kita harus fair untuk memperbaiki, tapi juga diakui kan, bahwa ada yang menyalahgunakan subsidi yang harus kita perbaiki, itu yang penting,” ujar Bahlil.

    Sementara itu, kelompok yang dilarang menggunakan gas elpiji bersubsidi yakni restoran dengan skala besar. Kemudian, hotel dan usaha peternakan dan pertanian dengan catatan tertentu. Usaha jasa las, usaha tani tembakau, usaha laundry, dan usaha batik. Sedangkan yang berhak menerima atau menggunakan gas elpiji bersubsidi yakni, rumah tangga, usaha mikro, nelayan dan petani sasaran.

    (fdl/fdl)

  • ESDM: Generasi muda jadi kunci perbaikan kebijakan energi masa depan

    ESDM: Generasi muda jadi kunci perbaikan kebijakan energi masa depan

    Jakarta (ANTARA) – Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, Lana Saria mengemukakan bahwa generasi muda memiliki peluang menjadi kunci dalam mewujudkan kebijakan energi yang jauh lebih baik sesuai dengan perkembangan teknologi dan globalisasi serta seimbang antara kebutuhan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan.

    Salah satu pemahaman untuk generasi muda adalah bagaimana transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) terus dijalankan oleh pemerintah di tengah kebutuhan energi yang terus meningkat.

    Lana dalam keterangan di Jakarta, Kamis menjelaskan, total kapasitas terpasang pembangkit EBT pada tahun 2024 mencapai 15 Gigawatt (GW) atau 15 persen dari total pembangkit sebesar 101 GW.

    “Pada periode 2025- 2034 direncanakan penambahan 71 GW pembangkit dimana 72 persennya berasal dari EBT dan energy storage,” jelas Lana.

    Selain itu, penggunaan biodiesel juga terus ditingkatkan. Produksi biodiesel tahun 2024 mencapai 13,15 juta KL untuk pelaksanaan program B35. Program ini dapat menghemat devisa sebesar 9,33 miliar dolar AS atau Rp147,5 triliun.

    “Mulai tahun 2025 program mandatori ini meningkat menjadi B40,” kata Lana usai pembukaan lomba debat energi antarmahasiswa di Jakarta, Rabu (5/2).

    Pemerintah, lanjut Lana berharap melalui debat ini, para peserta tidak hanya menunjukkan kecakapan berbicara dan berargumentasi, tetapi juga mampu memperlihatkan pemahaman mendalam tentang isu-isu energi yang kompleks.

    “Saya tentunya menyampaikan terima kasih kepada Dunia Energi selaku penyelenggara acara ini beserta peserta dari berbagai perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam mewujudkan acara ini,” jelas Lana.

    Keluar sebagai juara dalam lomba debat ini adalah Tim Pertamina dari Universitas Pertamina setelah unggul dari Santai Well dari Institut Teknologi PLN. Sementara Tiryata UPN Veteran Jakarta dan Sigmaxxim Universitas Diponegoro ditetapkan sebagai pemenang juara 3 bersama.

    Direktur Utama PT Visi Dunia Energi, Hidayat Tantan selaku penyelenggara lomba debat tersebut menyatakan Tim Pertamina berhasil menjadi juara dengan keunggulan sangat tipis.

    “Pemahaman tema debat tentang transisi energi berhasil dikuasai dengan baik oleh para peserta. Namun dewan juri tetap harus memilih mana yang lebih unggul dari berbagai parameter yang telah ditetapkan,” kata Tantan.

    Dewan juri yang terdiri dari Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak, Dosen Program Studi Manajemen Produksi Media, Fikom Universitas Padjadjaran Rachman Ridatullah, serta Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro yang bertindak sebagai juri tamu dari pemerintah.

    Ada enam tema yang dikupas secara mendalam para peserta debat di babak empat besar mulai dari penggunaan energi fosil di era transisi energi, peran perbankan dalam membiayai pengembangan green energy, peran sumber daya manusia dalam transisi energi Indonesia, kebijakan pemerintah dalam wujudkan ketahanan energi, pengembangan energi baru terbarukan, serta hilirisasi.

    Pewarta: Faisal Yunianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025