Tag: Kivlan Zen

  • “PDIP-Jokowi rekonsiliasi” dampak penolakan Soeharto jadi Pahlawan Nasional?

    “PDIP-Jokowi rekonsiliasi” dampak penolakan Soeharto jadi Pahlawan Nasional?

    Oleh: Damai Hari Lubis

    Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik) 

    Terhadap wacana lama yang kembali tercetus terkait usulan pihak pihak, agar “mantan presiden 32 tahun almarhum Jendral bintang 5, Jendral Besar Soeharto dianugerahi Pahlawan Nasional”.

    Maka menurut penulis, kriteria dan levelitas usulan terhadap almarhum Soeharto tokoh ‘Bapak Pembangunan Indonesia’  merupakan kategori yang wajar, walau ada beberapa sisi benturan tatanan hukum ketatanegaraan yang urgensitas perlu dicermati dan dikaji secara signifikan dan ‘komprehensif.’

    Lalu, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf (Gus Ipul), berstetmen estimasi terkait wacana a quo “bakal diputuskan sebelum 10 November atau Hari Pahlawan”.

    Dan wacana ini mendapat tanggapan relatif cepat namun hati- hati dari Puan selaku Ketua DPR RI dan juga sebagai salah seorang Ketua PDIP ketimbang keengganan dirinya merespon nasib Hasto Kristiyanto, saat Sekjen PDIP dikejar kejar oleh KPK yang dari kacamata hukum, menyimpang dari rules.

    Kata Puan, ” kemarin Selasa (4/11/2025), “harus dicermati rekam jejaknya dari masa lalu sampai sekarang, di sisi lain, pemerintah juga harus melihat apakah pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto saat ini merupakan waktu yang tepat. Semua aspek terkait usulan itu harus dikaji dengan cermat”.

    http://www.cnnindonesia.com/nasional/20251104134906-32-1291723/puan

    Lalu wacana dengan dimensi ‘wajar’ ini, dibanding “ide gila Jokowi 3 periode” yang inkonstitusional, dibarengi suara penolakan keras dan lumayan bising, seorang diantaranya digaungkan oleh politisi PDIP dr. Rubka Cipta Ning, pengarang buku “Aku Bangga jadi Anak PKI.” 

    Polemik wacana ini, perlu dicermati, karena suara dukungan dan penolakan Mantan Presiden RI 32 tahun dianugerahi pahlawan, bakal menjadi titik kearah rekonsiliasi antara Megawati (PDIP) dengan Jokowi ?

    Karena “Jas Merah”,  ada peristiwa politik yang berhubungan erat dengan napak tilas tokoh besar bangsa ini almarhum Jendral Soeharto dimasa transisi kekuasaan dari orla ke orba, lalu Jokowi menerbitkan diskresi politik Jokowi dalam bentuk Keppres 17/2022 dan Inpres 2/2023 terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia, sehingga kebijakan ini telah mengundang polemik terhadap para tokoh publik bangsa, bahkan ada beberapa tokoh aktivis diantaranya Mayjend Kivlan Zen mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung, argumentatif dalil hukumnya disebabkan secara teori hirarkis hukum diskresi Jokowi dimaksud dianggap overlaping dengan ketentuan yang lebih tinggi yakni 

    TAP MPRS RI No 25 Tahun 1966.

    Dan termasuk penulis menanggapi diskresi Jokowi dimaksud melalui artikel hukum dan beberapa kali acara podcast, tepatnya di masa mantan presiden RI ke 7 itu masih dalam kendali Megawati dan dianakemaskan sanbil dipuja puji oleh PDIP.

    Maka bisa jadi Jokowi yang diusung oleh PDIP menjadi presiden selama 2 periode, dikarenakan keduanya PDIP dan Jokowi “bermazhab” yang sama. Hanya saja sejarah membuktikan kedua sekutu ‘pengusung dan diusung’ pecah kongsi gegara ada wacana Jokowi Presiden 3 periode, selain historis politik yang nampak (sebelumnya) saat itu ada indikasi kuat “Puan diminati oleh kader partai menjadi Capres di pemilu 2024-2029”.

    _Dan Projo yang baru saja mendapat nafas segar dari konsolidasi melalui kongres ketiganya (1-2 November 2025), ditengarai bakal menambah konflik bagi pihak pihak pro-kontra wacana Almarhum Jendral Besar Soeharto menjadi Pahlawan Nasional, lalu akan kah bakal menjadi “tambang emas atau setidaknya ladang gandum” bagi para aktivis projo, namun kesemua fenomena status quo dari dinamika gejolak geo politik tanah air, tendensi berdampak ‘penderitaan perekonomian rakyat” bakal lama dan semakin labirin. (*)

  • Syahganda Bocorkan Obrolan dengan Dasco, Sejumlah Nama Disebut Masuk Amnesti Jilid 2

    Syahganda Bocorkan Obrolan dengan Dasco, Sejumlah Nama Disebut Masuk Amnesti Jilid 2

    GELORA.CO – Pembebasan Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong serta 1.116 orang lainnya melalui amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto, bukanlah yang terakhir.

    Hal itu disampaikan aktivis sekaligus intelektual publik, Syahganda Nainggolan, saat berbicara di channel Youtube Bambang Widjojanto, dikutip Kamis (7/8/2025). 

    Syahganda mendapat informasi tersebut dari orang dekat Prabowo yang juga Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

    “Kemudian Pak Dasco bilang, ‘Bang, kita akan lanjutkan untuk korban politik yang non koruptor, non-kasus koruptor, seperti saya, Habib Rizieq, apa segala. Insyaallah 17 Agustus, Bang, ya. Amnesti kedua gitu lho,” kata Syahganda.

    Pendiri Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle itu juga mengaku sudah menyetor 210 nama yang dianggap menjadi korban kasus politik karena dikriminalisasi.

    “Pak Dasko minta saya untuk ngumpulkan lagi teman-teman yang korban-korban Jokowi yang sudah saya hitung di sini 210 orang ya, mungkin bisa lebih lagi,” kata Syahganda.

    “Saya kirim ke Pak Dasco tadi ya kan. Nah, mudah-mudahan bisa tambah lagi supaya ini juga dapat amnesti atau abolisi atau apapun namanya,” lanjutnya.

    Syahganda menyebutkan sejumlah nama yang masih tersangkut kasus pidana terkait politik, di antaranya Jumhur Hidayat dan Eggi Sudjana.

    “Misalnya Jumhur, Jumhur sampai sekarang masih di Mahkamah Agung. Masih di Mahkam Agung kasusnya.”

    “Kasusnya Lieus Sungkharisma masih dianggap makar untuk kasus dia membela Presiden Prabowo. Eggi Sudjana masih dianggap makar belum selesai nih, banyak sekali, Kivlan Zen,” paparnya.

    Syahganda juga menyebut kasus Kilometer 50, yang seperti diketahui menewaskan 6 laskar FPI, karena beradu tembak hingga dibunuh di luar prosedur hukum oleh polisi.

    Menurutnya, kasus tersebut harus dituntut balik atas nama persatuan.

    “(Kasus Kilometer 50) itu mungkin satu klaster dengan Habib Rizieq ya. Insyaallah juga itu ditinjau ulang. Kita tuntut aja saya pikir gitu agar Presiden menunjukkan bahwa satu sisi urusannya persatuan ya yang belum tentu ideologis.”

    “Sisi lain dia harus menolong orang-orang korban politik di era Jokowi. Karena ideologis kan,” katanya.

  • Presiden Prabowo Harus Lepas dari Bayang Bayang Jokowi, Sikat Geng Solo!

    Presiden Prabowo Harus Lepas dari Bayang Bayang Jokowi, Sikat Geng Solo!

    GELORA.CO –  Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengembalikan status Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh mendapatkan apresiasi dari sejumlah pihak.

     

    Keputusan itu diambil usai adanya pembahasan antara Presiden Prabowo dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf serta Gubernur Sumut Bobby Nasution di Istana, Selasa (17/6/2025). 

     

    Sejumlah pengamat politik dan aktivis demokrasi juga menyoroti peran ‘Geng Solo’ terkait keluarnya keputusan kontroversial sebelum diputuskan Prabowo. Mendagri Tito Karnavian yang di cap sebagai “Geng Solo”, sebutan orang kepercayaan eks Presiden Jokowi, disebut-sebut sebagai aktor yang berperan munculnya polemik ini.  

    Peneliti Institute For Strategic and Development Studies (ISDS), M. Aminudin mengatakan, menggeser inner circle atau lingkaran Presiden Prabowo dari orang-orang Jokowi seperti Sekretariat Kabinet, Kepala Sekretariat Kepresidenan, ajudan, dan lainnya merupakan satu diantara upaya untuk bisa lepas dari bayang-bayang Jokowi atau Geng Solo. Orang – orang Geng Solo tersebut bisa merusak reputasi Presiden Prabowo. 

     

    “Baiknya mereka semua diganti dengan orang-orangnya Prabowo Subianto sendiri yang telah lama dengan Prabowo Subianto seperti  Mayjen purn. Kivlan zen, Dr. Din Syamsuddin, Prof. Andi Faishal, Bhakti, PhD, Dr. Aat Surya Syafaat, Edi Utama, SH, Llm, Prof. Dr. Makmun Murod, termasuk menikah lagi dengan Titik Soeharto,” ujar Aminudin kepada Harian Terbit, Rabu (18/6/2025). 

     

    Belajar dari Sejarah

     

    Gus Amin, panggilan akrab Aminudin mengakui, di semua pemerintahan inner circle ini mempunyai peran penting untuk membentuk agenda dan visi Presiden. Namun yang masuk inner circle haruslah orang – orang kepercayaan Presiden Prabowo, bukan malah titipan yang justru akan merusakkan kinerja kabinet yang telah dibangunnya. Karena saat ini publik sudah bisa menilai mana menteri yang bekerja untuk Presiden Prabowo atau justru Geng Solo. 

     

    “Sebagai contoh dulu Presiden Soekarno pada 1948 terlibat konflik keras dengan PKI karena memberontak pada pemerintahannya di Madiun Affairs 1948. Soekarno difitnah PKI Sebagai budak Romusha atau imperialis dan tukang kawin. Tapi pada 1965, Presiden Soekarno justru sangat condong pada PKI karena lingkaran sekitarnya sudah dikuasai orang-orang PKI seperti Pengawal Presiden Cakrabirawa, Dokter kepresidenan, dan lainnya,” jelasnya.

     

    “Begitu juga pada era Orba. Pada paruh kedua 1970-an Pemerintahan Soeharto sangat represif (menindas) pada umat Islam. Karena orang-orang sekitar Presiden Soeharto dikelilingi  orang-orang non muslim dan abangan seperti Sujono Humardhani, Ali Moertopo, Soedomo, dan lainnya,” imbuhnya. 

     

    Tapi begitu mereka tersingkir, sambung Gus Amin, orang-orang lingkaran dekat Presiden Soeharto diganti oleh orang-orang muslim taat seperti Prof. BJ Habibie, Yusril Ihza Mahendra, Jend TNI Hartono, Harmoko.

     

    Saat itu kebijakan Presiden Soeharto juga berubah menjadi pro muslim seperti dalam pendirian ICMI, Bank Muamalat, UU Peradilan Agama, DPR/ MPR, TNI dan lainnya yang semakin ijo royo – royo. 

     

    “Ijo royo – royo, istilah pro Islam waktu itu,” tegasnya. 

     

    Lebih lanjut Gus Amin mengatakan, pada prinsipnya di semua pemerintahan maka inner circle penguasa ini mempunyai peran penting membentuk agenda dan visi kebijakan Presiden termasuk dalam penempatan pejabat pemerintah dan kebijakan lainnya. Karena dengan menempatkan orang – orang yang sesuai maka kebijakannya bisa selaras dan sinergi dengan keinginan Presiden. 

     

    “Jadi semua pemerintahan inner circle penguasa ini punya peran penting membentuk agenda dan visi kebijakan Presiden termasuk dalam penempatan pejabat pemerintah dan kebijakan lainnya,” tandasnya. 

     

    Daftar Geng Solo

     

    Mantan Sekjen pertama Projo (relawan Jokowi) Guntur Siregar mengatakan, Presiden Prabowo harus membuang orang orang utama Jokowi dikabinetnya seperti Budi Arie, Tito Karnavian, Bahlil, Pratikno dan lainnya. Ganti orang – orang Jokowi itu dengan orang yang lebih profesional dibidangnya. 

     

    “Begitu juga dengan Kapolri, selain karena sudah lama menjabat juga tidak pantas lagi demi regenerasi yang baik di tubuh kepolisian RI,” jelasnya.

     

    Guntur menilai, jika Presiden Prabowo mengganti menteri – menteri yang berafiliasi dengan Geng Solo maka publik akan merasakan kebahagian tersendiri. Keberanian Presiden Prabowo mengganti orang – orang Jokowi akan membuat kepercayaan rakyat pada Presiden Prabowo semakin tinggi. Rakyat akan semakin mendukung pemerintahan Prabowo. 

     

    “Apalagi sebahagian nama tersebut (Geng Solo) sering membuat blunder di pemerintahan Prabowo,” tandasnya.

     

    Ketua Badan Relawan Nusantara (BRN) Edysa Tarigan Girsang juga sangat mendukung Presiden Prabowo berani melepas hutang politiknya terhadap Jokowi. Namun diyakini Presiden Prabowo tidak 100% berani melakukannya. Apalagi karakter Presiden Prabowo terlihat pragmatis dan bagi – bagi kekuasaan masih sangat kuat.

     

    “Ditambah lagi Gerindra sebagai partai utama pendukung Presiden Prabowo tidak kuat – kuat banget di parlemen. Jadi tinggal Prabowo  berani atau tidak mengunakan powernya sebagai kepala negara. Prabowo harus ingat, keberanian demi dan untuk kepentingan nasional,” tandasnya. 

     

    Prabowo Tersandera

     

    Edysa mengakui, secara politik Presiden Prabowo memang tersandera oleh Jokowi. Apalagi Jokowi juga sangat berperan dalam kemenangan Prabowo di Pilpres 2024 kemarin. Khalayak umum juga sudah faham bahwa Jokowi yang memenangkan Prabowo di Pilpres 2024.

     

    “Apa dasar dimenangkan Pilpres? Dunia juga tahu,” paparnya. 

     

    Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (BaraNusa), Adi Kurniawan mengatakan, jika Prabowo ingin lepas dari bayang-bayang Jokowi atau Geng Solo, maka satu – satunya solusi adalah harus pecat Kapolri dan Panglima TNI. Karena baik Kapolri dan Panglima TNI merupakan bagian dari Geng Solo.

     

    Selain keduanya, sambung Adi, Presiden Prabowo juga harus berani ganti semua menteri dan wakil menteri titipan Jokowi, seperti Budi Arie Setiadi, Tito Karnavian, Immanuel Ebenezer, dan Bahlil Lahadalia. Para menteri tersebut merupakan bagian dari Geng Solo yang masih kuat di Kabinet Merah Putih (KMP). 

     

    “Cuma pertanyaannya apakah Prabowo berani melakukan itu?,” tanya Adi.

     

    Adi menilai, dengan melihat kinerja Prabowo saat ini, maka sangat jelas Prabowo tersandera. Saat ini Prabowo terkepung oleh Geng Solo. Sehingga ketika para menteri Geng Solo tersebut melakukan blunder maka Presiden Prabowo tidak berani bertindak tegas.

     

    “Istilah langkah yang dilakukan Presiden Prabowo maju kena mundur kena,” paparnya. 

     

    Polemik empat pulau mencuat setelah terbit Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025.

    Dalam ketentuan itu, Kemendagri menetapkan empat pulau itu sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Padahal, sebelumnya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil.