Tag: Khairul

  • ISESS nilai teror media dan provokasi bentuk baru politik intimidasi

    ISESS nilai teror media dan provokasi bentuk baru politik intimidasi

    “Keduanya bukan sekadar kontroversi viral atau ungkapan kemarahan sesaat, tetapi bentuk nyata dari ekstremisme politik,”

    Jakarta (ANTARA) – Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai teror terhadap media massa dan provokasi terbuka di media sosial terhadap Presiden RI merupakan bentuk baru dari politik intimidasi, yang menggunakan kekerasan simbolik serta digital untuk mengguncang institusi demokrasi.

    Co-Founder ISESS dan analis pertahanan dan keamanan Khairul Fahmi mengatakan dua peristiwa dalam waktu berdekatan belakangan tersebut mengganggu nalar sehat dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.

    “Keduanya bukan sekadar kontroversi viral atau ungkapan kemarahan sesaat, tetapi bentuk nyata dari ekstremisme politik,” ujar Khairul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

    Maka dari itu, menurutnya, Indonesia tidak sedang menghadapi kritik yang tajam atau oposisi biasa, melainkan sedang menghadapi aktor-aktor ekstrem di luar sistem demokrasi, yang beroperasi dengan memanfaatkan ruang digital dan keresahan publik.

    Ia berpendapat bahwa penyebar teror maupun provokasi itu tidak berpartisipasi dalam sistem politik formal, tetapi tumbuh subur dari instabilitas, kebencian, dan polarisasi.

    Adapun teror dimaksud, yakni adanya kiriman kepala babi ke kantor salah satu media massa, sebuah simbol kebencian yang menyasar kemerdekaan pers. Teror terhadap media, kata dia, mengancam pilar kebebasan berekspresi.

    Sementara provokasi dimaksud, sambung Khairul, yakni provokasi terbuka di media sosial terhadap Presiden, termasuk seruan “bunuh presiden” yang mengaitkan iring-iringan kendaraan Presiden dengan tragedi Presiden Ke-35 Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy (JFK).

    “Narasi kekerasan terhadap kepala negara mengguncang legitimasi pemerintahan yang sah,” tuturnya.

    Di media sosial, ia menyebutkan para penyebar provokasi hadir dalam bentuk troll (orang yang melakukan provokasi) dan akun anonim yang menyebarkan provokasi terukur.

    Seruan “bunuh presiden” yang dibungkus humor, meme, atau referensi budaya pop, kata Khairul, bukan sekadar satire, melainkan bagian dari simulasi kekerasan politik yang dirancang untuk viral, membentuk opini, dan memancing reaksi keras dari Negara.

    Sementara itu, dia melanjutkan, kelompok ekstrem menggunakan kekacauan tersebut sebagai pintu masuk untuk melemahkan sistem.

    Para kelompok ekstrem mungkin tidak sedang ingin menggantikan pemerintahan, tetapi menurut Khairul, mereka jelas ingin merusaknya dari dalam, dengan mendorong masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap media, negara, dan demokrasi itu sendiri.

    “Keduanya harus segera diungkap dan ditindak, karena jika dibiarkan akan menjadi preseden buruk yang melemahkan pilar demokrasi kita,” ucap Khairul.

    Meski penegakan hukum menjadi keharusan, dirinya menekankan bahwa lebih dari itu, masyarakat membutuhkan ketegasan moral sebagai bangsa dengan menolak segala bentuk intimidasi dan ekstremisme, baik yang bersifat simbolik maupun digital.

    Demokrasi dinilai hanya akan bertahan jika masyarakat menjaga ruangnya tetap sehat serta bebas dari teror dan kebencian.

    Oleh karenanya, dia menegaskan bahwa menjaga demokrasi bukan semata tugas Negara, namun merupakan tanggung jawab kolektif semua pihak, termasuk masyarakat.

    “Karena kalau kita membiarkan ekstremisme berkembang di pinggiran demokrasi, maka pelan-pelan demokrasi itu sendiri akan runtuh, bukan karena kekuasaan otoriter, tapi karena kebisuan kita atas kekerasan yang dibiarkan,” kata dia menambahkan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Merantau 12 Tahun di Jakarta, Umam Gembira Tahun Ini Bisa Mudik ke Malang Jawa Timur – Halaman all

    Merantau 12 Tahun di Jakarta, Umam Gembira Tahun Ini Bisa Mudik ke Malang Jawa Timur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Khoirul Umam (32), merupakan satu di antara beberapa pemudik yang akan berangkat ke Malang, Jawa Timur menggunakan kereta api melalui Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, pada Jumat (28/3/2025).

    Pria yang saat ditemui mengenakan jaket bomber warna hijau tua itu mengakui telah merantau sejak 12 tahun yang lalu ke Jakarta.

    Dia telah berkeluarga. Anak dan istrinya berada di Malang.

    Khairul menyebut, ada perbedaan mencolok antara pulang ke Malang ketika dia masih bujang dan saat ini dalam kondisi sudah berkeluarga.

    “Kalau dulu sebelum berkeluarga pulangnya satu tahun sekali, hanya pas momen lebaran. Sekarang dua bulan, tiga bulan, balik ke kampung,” kata Khairul, kepada Tribunnews.com di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Jumat.

    Khoirul mengaku, dia sangat merindukan istri dan anak semata wayangnya.

    “Ingat anak. (Istri dan anak Khairul) udah di sana (Malang), mau diajak ke sini (Jakarta) udah susah,” ucapnya.

    Namun demikian, katanya, di waktu liburan sekolah, istri dan anaknya kerap main ke Jakarta untuk mengunjungi Khairul sekaigus berwisata.

    Maklum saja, sehari-hari, istri Khairul bekerja sebagai guru.

    Sementara itu, Khairul mengaku antusias akan mudik menggunakan kereta api. Pasalnya, di beberapa waktu sebelumnya, dia selalu pulang kampung menggunakan bus.

    “Enggak macet ya kalau naik kereta. Tepat waktu. Walaupun lebih lama durasinya daripada naik bus,” tuturnya.

    Perjalanan ke Malang dengan kereta api memakan waktu kurang lebih 15 jam. Khairul menyebut, untuk menghilangkan rasa bosan di kereta, dia kerap bermain ponsel.

    “Biadanya main hape, scroll media sosial, nonton,” ucapnya.

    Sebelumnya, keramaian terlihat jelas di depan pintu keberangkatan Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Jumat (28/3/2025).

    Puluhan lebih penumpang menunggu jadwal keberangkatan kereta mereka.

    Selain itu, ada juga sebagian penumpang lain yang jadwal keretanya sudah tiba. 

    Mereka berbaris mengular di pintu keberangkatan untuk mengantre masuk ke gerbong kereta.

    Sementara itu, sejumlah petugas tampak bersiaga untuk memberikan arahan kepada para penumpang yang membutuhkan informasi.

    Manajer Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, mengatakan sebanyak puluhan ribu orang akan berangkat meninggalkan Daerah Khusus Jakarta, pada Jumat atau H-3 Lebaran 2025 ini.

    “Tiket terjual sebanyak 49.258 seat,” kata Ixfan, dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

    Dengan demikian, Ixfan menuturkan, okupansi kereta hari ini mencapai 102 persen. Sebab, sebelumnya PT KAI hanya menyediakan sebanyak 48.394 seat.

    “Jumlah kereta api (melayani keberangkatan) 87 perjalanan,” jelasnya.

    Keberangkatan kereta dari Daop 1 Jakarta dibagi menjadi dua, yakni melalui Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen.

     

  • Sengketa Tanah Mat Solar Berakhir, Ahli Waris: Terngiang Pesan Ayah

    Sengketa Tanah Mat Solar Berakhir, Ahli Waris: Terngiang Pesan Ayah

    Jakarta, Beritasatu.com – Sengketa tanah Mat Solar akhirnya mencapai titik terang setelah bertahun-tahun bergulir di pengadilan. Idham Aulia, putra almarhum Haji Nasrullah atau akrab disapa Mat Solar, menghadiri sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada Rabu (26/3/2025) untuk menyaksikan penyelesaian kasus yang telah berlangsung sejak 2019.

    Dalam sidang tersebut, pihak ahli waris Mat Solar, tergugat Muhammad Idris, serta PT Cinere Serpong akhirnya sepakat berdamai dan mengakhiri sengketa hukum yang selama ini berlangsung.

    “Terkait pencabutan gugatan, kami sudah mengajukan per tanggal 20 Maret 2025. Surat pencabutan perkara nomor 261 juga sudah kami lampirkan bersamaan dengan permohonan pencairan konsinyasi,” ujar Khairul Imam, kuasa hukum keluarga Mat Solar, usai persidangan.

    Meski proses administratif masih berlangsung, kesepakatan damai ini menjadi titik akhir dari konflik yang sempat berlarut-larut.

    Sebagai ahli waris, Idham Aulia tak bisa menyembunyikan rasa harunya atas penyelesaian sengketa tanah Mat Solar. Ia mengenang perjuangan panjang ayahnya yang meninggal dunia pada Senin, 17 Maret 2025, tak lama sebelum kasus ini berakhir.

    “Terharu sekali. Akhirnya apa yang saya dan ayah perjuangkan selesai juga. Terutama teringat pesan-pesan ayah saat kami berdiskusi soal kasus ini. Bahkan sebelum beliau wafat, ayah masih sempat menanyakan perkembangan perkara ini,” kata Idham.

    Menurutnya, pesan terakhir sang ayah seolah terus terngiang di benaknya sepanjang jalannya proses damai ini.

    “Ayah selalu bilang, ‘Perjuangkan ya, Dam. Jalanin aja, ikhlas.’ Hari ini, ketika semuanya selesai, yang teringat hanyalah pesan itu, bukan yang lain,” ungkapnya.

    Diketahui, sengketa tanah Mat Solar bukan perkara mudah bagi keluarga. Idham mengaku harus melalui berbagai tantangan demi memperjuangkan hak ayahnya. “Banyak lika-liku, tidak mudah menjalaninya. Tapi akhirnya kami memilih jalan damai, karena damai adalah yang terbaik. Itu sebabnya kami mengakhiri semua ini dengan kesepakatan,” ujarnya.

    Terkait besaran dana Rp 3,3 miliar yang disebutkan dalam kasus ini, Idham enggan memberikan komentar lebih jauh. Baginya, yang terpenting adalah sengketa tanah Mat Solar telah selesai dengan cara terbaik.

    “Yang jelas, saya lebih bahagia dan lega. Tidak menyangka semuanya bisa selesai secepat ini. Damai memang jalan terbaik. Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya akan perjuangkan ini dengan cara yang baik. Alhamdulillah, semuanya sudah terlaksana hari ini,” ucapnya terkait sengketa tanah Mat Solar. 

  • Pergantian KSAL Dinilai Tidak Terpengaruh Revisi UU TNI, Nama Edwin Masuk Kandidat Potensial – Halaman all

    Pergantian KSAL Dinilai Tidak Terpengaruh Revisi UU TNI, Nama Edwin Masuk Kandidat Potensial – Halaman all

    TRIBUNNEWSCOM JAKARTA – Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali akan memasuki usia 58 tahun pada April 2025, bulan depan.

    Usia pensiun ini berdekatan dengan hadirnya ketentuan baru dalam Undang-Undang (UU) TNI yang mengubah batas usia pensiun perwira tinggi.

    Namun, Pengamat militer sekaligus Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memandang meskipun sudah disetujui untuk disahkan hingga saat ini UU tersebut belum diundangkan dan karenanya belum berlaku efektif.

    Sehingga, kata dia, dalam konteks penggantian KSAL maka ketentuan lama masih akan menjadi acuan hukum.

    Dengan demikian, menurutnya, besar kemungkinan proses suksesi KSAL akan berjalan sesuai siklus normatif tanpa ada perpanjangan masa dinas.

    Apalagi, kata Fahmi, pengisian jabatan kepala staf angkatan merupakan hak prerogatif Presiden sehingga sebenarnya dapat diganti kapan saja sesuai kebutuhan strategis negara dan dinamika organisasi TNI.

    Fahmi memandang batas usia pensiun hanya menjadi penanda formal akhir masa jabatan.

    “Oleh karena itu jika ketentuan perpanjangan belum berlaku efektif atau tidak ada pengaturan transisi, maka proses suksesi akan berjalan secara normatif, kata Fahmi saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Selasa ( 25/3/2025).

    Dalam konteks tersebut, menurutnya, konstelasi pemilihan KSAL mendatang akan mencerminkan dua hal, yakni kesinambungan terhadap tradisi komando operasional TNI AL dan adaptasi terhadap tantangan pertahanan laut yang semakin kompleks.

    Saat ini, kata Fahmi, terdapat sejumlah figur perwira tinggi berbintang tiga aktif yang berada dalam posisi strategis yang dapat menjadi kandidat KSAL pengganti Ali.

    Fahmi menilai pemilihan KSAL tidak bisa lagi hanya berbasis pada pengalaman memimpin armada atau keberhasilan dalam operasi laut.

    Tantangan pertahanan ke depan, kata dia, menuntut seorang KSAL mampu menjadi jembatan antara ruang taktis dan ruang strategis, mengelola kekuatan armada, sekaligus berkontribusi pada agenda pembangunan nasional dan diplomasi pertahanan maritim.

    Sosok calon KSAL

    Fahmi mencatat dari jajaran perwira tinggi bintang tiga tersebut, dinamika terakhir menunjukkan munculnya dua nama menonjol dan patut dipertimbangkan dalam proses suksesi KSAL.

    Dua sosok tersebut, yaitu Wakil KSAL Laksamana Madya (Laksdya) TNI Erwin S Aldedharma dan Laksdya TNI Edwin yang baru saja dipromosikan untuk naik ke jabatan pati bintang tiga sebagai Wakil Gubernur Lemhannas.

    Fahmi mencatat Erwin merupakan lulusan AAL 1991 dengan pengalaman panjang di berbagai komando utama.

    Ia pernah memimpin salah satu unsur kekuatan tempur utama TNI AL yang membawahi kawasan strategis barat Indonesia, yakni Koarmada I.

    Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Danjen Akademi TNI dan selanjutnya sebagai Pangkogabwilhan I yang mengintegrasikan komando gabungan antarmatra.

    Fahmi mencatat Erwin dikenal sebagai figur yang sistematis dan konsisten dengan kepemimpinan yang teruji di medan operasi.

    Di sisi organisasi, menurutnya, Erwin turut mengawal berbagai inisiatif perubahan internal dan modernisasi alutsista TNI AL.

    “Keberadaannya di posisi Wakil KSAL saat ini juga menjadikannya bagian dari kesinambungan komando dalam tubuh TNI AL,” kata Fahmi.

    Sementara itu, Edwin yang juga rekan seangkatan Laksdya Erwin, menurut Fahmi, memiliki profil yang unik namun masih sangat relevan dengan tantangan zaman.

    Ia mencatat Edwin berasal dari Korps Pelaut tetapi pernah memimpin kapal perang hingga menjadi Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil), sama seperti Erwin.

    Tetapi, kata Fahmi, sebelumnya Edwin tercatat lama bertugas menjadi penerbang TNI AL hingga membawanya pada jabatan Komandan Pusat Penerbangan TNI AL (Danpuspenerbal).

    Menurutnya, kombinasi tersebut tidak lazim namun strategis karena memberi perspektif maritim dan aeronautika sekaligus.

    Fahmi juga menyoroti lintasan karier Edwin yang menarik.

    Selain pernah menduduki jabatan-jabatan penting dalam ranah operasi TNI AL (Danpuspenerbal dan Pangkolinlamil), kata Fahmi, Edwin juga pernah bertugas di lingkungan penegakan hukum militer sebagai Danpuspomal, kemudian Danpuspom TNI di masa Panglima TNI Yudo Margono hingga jabatan yang terkait perencanaan strategis di lingkungan TNI AL dan Mabes TNI, yaitu Asrena KSAL dan Asrenum Panglima TNI.

    Artinya, kata Fahmi, Edwin telah malang melintang di bidang operasi laut, logistik, hukum militer, dan perencanaan strategis serta kini berada di jantung pemikiran kebijakan nasional melalui posisinya di Lemhannas.

    Yang membuat Edwin juga menonjol adalah kontribusi intelektualnya.

    Ia menulis buku Potensi Maritim untuk Swasembada Pangan yang menjabarkan bagaimana sektor kelautan bisa menopang ketahanan pangan nasional, kata Fahmi.

    Pemikiran ini tidak hanya menggambarkan kedalaman visi tetapi juga menunjukkan keselarasan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo yang menjadikan kemandirian pangan dan kekuatan maritim sebagai bagian dari pilar utama Astacita sambung di.

    Dengan demikian, menurut Fahmi, bila Erwin merepresentasikan jalur komando yang mapan dan stabil, maka Edwin menghadirkan sosok dengan keragaman pengalaman dan kapasitas berpikir strategis yang lebih eksploratif.

    Keduanya, kata Fahmi, sama-sama layak dengan tawaran pendekatan yang berbeda dalam menjawab tantangan TNI AL ke depan.

    Menurutnya, tantangan yang dihadapi TNI AL tidak hanya bersifat operasional tetapi juga konseptual.

    KSAL mendatang, kata Fahmi, harus mampu menyelaraskan kebutuhan militer dengan tuntutan pembangunan nasional.

    Menurutnya, peran TNI AL tidak bisa lagi dipahami semata sebagai alat pertahanan yang juga memegang mandat penegakan hukum dan keamanan di laut, melainkan sebagai bagian integral dari strategi negara menghadapi dinamika Indo-Pasifik, krisis pangan dan energi global, serta ekonomi biru.

    “Revisi UU TNI yang membuka peluang penugasan perwira aktif secara lebih terarah di kementerian dan lembaga sipil yang relevan juga menambah kompleksitas peran seorang KSAL,” kata Fahmi.

    Pemimpin TNI AL ke depan idealnya memiliki kapasitas intersektoral dan mampu menjembatani relasi sipil-militer secara konstruktif, lanjutnya.

    Ia juga memandang tantangan geopolitik di Laut China Selatan, isu keamanan maritim non-tradisional, serta kebutuhan pembangunan armada nasional menuntut seorang pemimpin yang tidak hanya mampu mengelola modernisasi alutsista.

    Akan tetapi, lanjutnya, pemimpin yang juga mampu membangun jaringan kerja sama internasional, mendorong diplomasi pertahanan maritim, serta memahami konsep dan tantangan penegakan hukum di laut.

    Selain aspek strategis, kata dia, sorotan publik terhadap berbagai kasus pelanggaran hukum yang melibatkan oknum prajurit TNI AL menggarisbawahi perlunya KSAL yang tegas dalam penegakan disiplin dan membangun kepatuhan hukum.

    Pemimpin TNI AL harus menjadi simbol profesionalitas, moralitas, dan integritas.

    “Ia tidak cukup hanya menguasai taktik perang, tetapi juga harus membangun budaya organisasi yang sehat, adil, dan bertanggung jawab,” kata dia.

    Sehingga, menurut Fahmi, pemilihan KSAL ke depan bukan semata soal siapa yang paling senior atau paling lama berdinas, melainkan siapa yang paling siap menghadapi tantangan zaman.

    Figur itu adalah figur yang mampu melihat laut bukan hanya sebagai ruang tempur tetapi juga sebagai ruang hidup, ruang ekonomi, dan ruang strategis yang akan membawa TNI AL memasuki babak baru peran kebangsaannya.

    “Dalam konteks ini, nama-nama seperti Erwin dan Edwin menjadi simbol dari dua arah yang saling melengkapi antara kesinambungan dan pembaruan,” kata Fahmi.

    “Pilihan tentunya berada di tangan Presiden Prabowo Subianto untuk menentukan nakhoda baru yang akan membawa TNI AL melintasi gelombang zaman,” pungkas dia.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Sengketa Tanah Mat Solar Usai, Begini Pembagian Uang Rp 3,3 M

    Sengketa Tanah Mat Solar Usai, Begini Pembagian Uang Rp 3,3 M

    Jakarta, Beritasatu.com – Sengketa tanah Mat Solar yang berlangsung selama bertahun-tahun akhirnya mencapai titik damai. Komedian yang dikenal dengan perannya di berbagai sinetron ini sebenarnya berhak menerima ganti rugi sebesar Rp 3,3 miliar atas tanahnya yang digunakan untuk pembangunan Jalan Tol Cinere-Serpong. Namun, dana tersebut sempat tertahan akibat sengketa kepemilikan dengan Muhammad Idris, pemilik awal tanah tersebut.

    Persoalan ini bermula dari kesalahan pencatatan administrasi yang baru terungkap pada Desember 2019. Sengketa tanah Mat Solar pun semakin berlarut-larut, hingga akhirnya almarhum tidak sempat menerima haknya sebelum meninggal dunia. Meskipun demikian, setelah melalui proses hukum dan perundingan panjang, pihak keluarga akhirnya mencapai kesepakatan damai dengan Muhammad Idris, pihak lain yang mengeklaim kepemilikan tanah yang sama. 

    Kuasa hukum Mat Solar, Khairul Iman, menjelaskan bahwa kedua belah pihak sebenarnya sama-sama mengeklaim uang ganti rugi tersebut. Hal ini yang membuat pemerintah dan pihak pengembang tidak kunjung menyerahkan uang Rp 3,3 miliar tersebut kepada Mat Solar ataupun Haji Idris.  

    “Dari sudut pandang kami, uang Rp 3,3 miliar itu adalah hak dari almarhum Haji Nasrullah (Mat Solar). Namun, pihak Haji Idris juga meyakini bahwa uang itu adalah miliknya. Karena belum ada pembuktian mutlak, akhirnya dalam akta perdamaian disepakati bahwa uang tersebut akan dibagi,” ujar Khairul Iman dalam sebuah wawancara di kanal YouTube, Selasa (25/3/2025). 

    Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa rincian pembagian uang ganti rugi ini tetap menjadi urusan internal keluarga.  Hanya saja tidak diketahui berapa jumlah yang diterima oleh keluarga Mat Solar. 

    “Kami sebagai kuasa hukum tidak tahu secara detail bagaimana pembagiannya karena ini disepakati dalam lingkup keluarga. Dari pihak ahli waris Mat Solar pun menyatakan bahwa hal ini tidak etis untuk diumumkan ke publik,” tambahnya.

    Dengan berakhirnya sengketa tanah Mat Solar, pihak keluarga dan ahli waris kini bisa menutup babak panjang konflik ini dengan damai. Meski almarhum tidak sempat menerima haknya secara langsung, setidaknya permasalahan ini telah menemui titik akhir dan menjadi pelajaran berharga dalam penyelesaian sengketa lahan di masa mendatang.

  • UU TNI baru tetap pada koridor karena TNI dilarang berpolitik

    UU TNI baru tetap pada koridor karena TNI dilarang berpolitik

    Direktur Eksekutif ISSES Khairul Fahmi. ANTARA/HO

    ISSES: UU TNI baru tetap pada koridor karena TNI dilarang berpolitik
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 23 Maret 2025 – 07:10 WIB

    Elshinta.com – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menilai Undang-Undang TNI yang baru disahkan oleh DPR RI tetap pada koridor karena UU itu tetap melarang prajurit untuk berbisnis dan berpolitik.

    Oleh karena itu, dia pun mengajak masyarakat untuk menelaah undang-undang itu termasuk pasal-pasal yang direvisi, serta mengawal implementasinya.

    “Jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis. Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme, dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” kata Fahmi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

    Larangan berpolitik dan berbisnis untuk prajurit sebelumnya juga diatur dalam UU TNI yang lama, yaitu UU No.34 Tahun 2004.

    Dalam kesempatan yang sama, Fahmi mengajak publik untuk mengawal perubahan yang ada agar tetap berada dalam koridor semangat reformasi.

    “Beberapa hal yang perlu diawasi ke depan adalah bagaimana peran baru TNI dalam OMSP diterapkan, bagaimana mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil, dan bagaimana dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI,” kata Khairul Fahmi.

    Dia berpendapat kontrol sipil terhadap TNI tetap harus berjalan dengan ketat, karena itu menjadi salah satu cara untuk menghindari meluasnya pengaruh militer dalam birokrasi negara.

    “Kontrol terhadap penerapannya (UU TNI yang baru) tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat untuk menghindari potensi melebar ya pengaruh militer dalam birokrasi negara yang banyak dikhawatirkan,” kata dia.

    Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang. Rapat itu dihadiri oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin selaku wakil pemerintah, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan jajaran pejabat dari Kementerian Hukum dan Kementerian Keuangan.

    Sumber : Antara

  • ISSES: UU TNI baru tetap pada koridor karena TNI dilarang berpolitik

    ISSES: UU TNI baru tetap pada koridor karena TNI dilarang berpolitik

    Jakarta (ANTARA) – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menilai Undang-Undang TNI yang baru disahkan oleh DPR RI tetap pada koridor karena UU itu tetap melarang prajurit untuk berbisnis dan berpolitik.

    Oleh karena itu, dia pun mengajak masyarakat untuk menelaah undang-undang itu termasuk pasal-pasal yang direvisi, serta mengawal implementasinya.

    “Jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis. Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme, dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” kata Fahmi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

    Larangan berpolitik dan berbisnis untuk prajurit sebelumnya juga diatur dalam UU TNI yang lama, yaitu UU No.34 Tahun 2004.

    Dalam kesempatan yang sama, Fahmi mengajak publik untuk mengawal perubahan yang ada agar tetap berada dalam koridor semangat reformasi.

    “Beberapa hal yang perlu diawasi ke depan adalah bagaimana peran baru TNI dalam OMSP diterapkan, bagaimana mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil, dan bagaimana dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI,” kata Khairul Fahmi.

    Dia berpendapat kontrol sipil terhadap TNI tetap harus berjalan dengan ketat, karena itu menjadi salah satu cara untuk menghindari meluasnya pengaruh militer dalam birokrasi negara.

    “Kontrol terhadap penerapannya (UU TNI yang baru) tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat untuk menghindari potensi melebar ya pengaruh militer dalam birokrasi negara yang banyak dikhawatirkan,” kata dia.

    Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang. Rapat itu dihadiri oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin selaku wakil pemerintah, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan jajaran pejabat dari Kementerian Hukum dan Kementerian Keuangan.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Revisi UU TNI Tetap Larang Militer Berbisnis dan Berpolitik, Pakar: Pengawasan Harus Diperketat – Halaman all

    Revisi UU TNI Tetap Larang Militer Berbisnis dan Berpolitik, Pakar: Pengawasan Harus Diperketat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, masih menuai kritik dan penolakan dari berbagai kalangan publik. 

    Namun, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari UU TNI yang baru ini.

    Menurut Fahmi, perubahan yang ada dalam UU TNI ini tetap mempertahankan larangan bagi TNI untuk berpolitik dan berbisnis.

    “Tetapi memastikan bahwa perubahan ini tetap dalam koridor reformasi dan demokrasi,” ujar Khairul di Jakarta, dikutip Sabtu (22/3/2025).

    Pernyataan ini menjawab kekhawatiran publik yang mengaitkan revisi ini dengan kemungkinan bangkitnya dwifungsi militer, yang pernah mendominasi kehidupan sipil pada era Orde Baru.

    “Padahal, jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis. Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” jelas Fahmi. 

    Namun, meski revisi ini secara eksplisit melarang TNI untuk terlibat dalam politik dan ekonomi, Fahmi mengingatkan bahwa implementasi yang kurang pengawasan bisa membuka celah bagi penyimpangan.

    “Meskipun revisi ini tidak menghapus larangan berpolitik dan berbisnis, kontrol terhadap penerapannya tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil, tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat, untuk menghindari potensi melebarnya pengaruh militer dalam birokrasi negara, yang banyak dikhawatirkan,” lanjutnya.

    Revisi ini jelas mengandung risiko jika tidak diawasi secara serius. Alih-alih hanya berfokus pada ketakutan yang berlebihan, Fahmi menekankan bahwa langkah bijak yang perlu diambil adalah mengawal dengan hati-hati implementasi perubahan ini. 

    “Alih-alih mencurigai dan menolak secara berlebihan, langkah yang lebih bijak adalah mengawal implementasi perubahan ini agar tetap berjalan sesuai dengan semangat reformas,” jelasnya.

    Fahmi juga mencatat beberapa hal yang perlu diawasi ke depan, seperti peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), serta pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil. Ia juga mengingatkan pentingnya mengawasi dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI.

    Dengan pengawasan yang lebih ketat dan penerapan yang konsisten, revisi UU ini diharapkan dapat memperkuat peran TNI dalam konteks yang lebih sesuai dengan kebutuhan modern dan prinsip-prinsip demokrasi. Namun, tantangan besar tetap ada dalam memastikan bahwa perubahan ini tidak dimanfaatkan untuk mengubah tatanan demokrasi Indonesia yang sudah diperjuangkan dengan susah payah.

  • Waswas Reformasi Jilid II, Ekonomi Jadi Taruhan

    Waswas Reformasi Jilid II, Ekonomi Jadi Taruhan

    Bisnis.com, JAKARTA – Gelombang aksi demonstrasi di dalam negeri masih menjadi pertanda waswas akan terjadinya ‘reformasi jilid II’. Aksi protes itu tidak sedikit berdampak terhadap geliat ekonomi domestik.

    Pada awal tahun ini,  rangkaian aksi demo masyarakat dimulai pada Februari 2025 yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Aksi demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap” yang berlangsung pada Senin (17/2/2025).

    Ribuan mahasiswa menyampaikan lima tuntutan utama yang mereka nilai dapat mengancam keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia.

    Adapun, tuntutannya adalah mencabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang menetapkan pemangkasan anggaran yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, mencabut pasal dalam RUU Minerba yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola tambang guna menjaga independensi akademik.

    Selain itu, melakukan pencairan tunjangan kinerja dosen dan tenaga kependidikan secara penuh tanpa hambatan birokrasi dan pemotongan yang merugikan, mengevaluasi total program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan mengeluarkannya dari anggaran pendidikan, serta menghentikan kebijakan publik yang tidak berbasis riset ilmiah dan tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

    Para demonstran juga menuntut adanya ketegasan terhadap dugaan korupsi yang dilakukan oleh Joko Widodo (Jokowi).

    Pada Agustus 2024, demonstrasi besar-besaran juga terjadi untuk menuntut revisi UU Pilkada di DPR.  Demo ini dihadiri oleh buruh demo, sejumlah Komika, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) hingga mahasiswa.

    Para aktivis menyuarakan bahwa ada dugaan revisi UU Pilkada sebagai upaya untuk menganulir dua putusan MK terkait pilkada, yaitu Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII oleh Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah lewat revisi UU Pilkada.

    Selain itu, para demonstran juga menampilkan berbagai alat untuk mencurahkan kekesalannya terhadap DPR dan pemerintah yang dinilai telah merusak demokrasi, salah satunya adalah alat hukum pancung.

    Para pendemo juga menuliskan “Indonesia Baru Tanpa Dinasti Jokowi” yang tertempel pada replika alat pancung tradisional tersebut. “Hancurkan rezim Jokowi, Hancurkan rezim Jokowi,” teriak pendemo.

    Menurut Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto, kemungkinan terjadinya Reformasi Jilid II selalu ada, mengingat banyaknya aksi demonstrasi yang terjadi.

    “Kalau kita bicara kemungkinan, kemungkinan itu selalu ada, karena jangankan nanti, sekarang saya sudah banyak demo. Pemerintah baru berjalan sebentar, sudah banyak sekali demonstrasi,” terangnya.

    Wijayanto menambahkan bahwa kondisi ekonomi menjadi faktor kunci yang dapat memicu gelombang protes lebih besar. Dia mengatakan bahwa saat ini yang berlangsung bukan hanya mengenai inflasi, tapi juga deflasi, yang berkorelasi pada pelemahan daya beli. 

    Senada, Direktur Pusat Hukum, HAM & Gender LP3ES, Hadi Purnama, menyoroti bahwa permasalahan tidak hanya terbatas pada UU TNI, tetapi juga mencakup RUU Polri dan RUU KUHAP yang sedang dalam pembahasan.

    Hadi juga mengingatkan kembalinya konsep Dwifungsi, baik dalam TNI maupun Polri. Menurutnya, situasi ini tidak boleh dikuasai oleh pemimpin atau presiden yang cenderung mengarah pada sistem imperium, karena berisiko besar untuk disalahgunakan.

    “Dan ingat bahwa ketika kuatnya apakah itu Polri ataupun TNI, itu arahnya adalah kepada otoritarian. Dan sebenarnya sinyal itu sudah ada sejak Presiden yang lalu. Terutama paling kuat itu sinyalnya adalah pada periode kedua Presiden yang lalu,” katanya.

    Sementara itu, Dosen Program Magister Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Peni Hanggarini, menyoroti isu korupsi yang juga bisa menjadi salah satu faktor memicunya reformasi jilid II tersebut.

    “Ini akan menambah ricuh [soal korupsi], saya pikir. Menambah ricuh, menambah keruh. Dan ini bisa mengundang keinginan untuk menyuarakan reformasi yang jilid tua di jalanan misalnya. Kemungkinan seperti ini bisa saja terjadi,” ujarnya.

    Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, Ahmad Khairul Umam, mencatat bahwa setidaknya ada lima faktor yang bisa mendorong konsolidasi gerakan reformasi:

    Menurutnya, ketidakpuasan dan ketimpangan sosial yang meluas., legitimasi pemerintah yang melemah, krisis ekonomi, meningkatnya ketegangan dan polarisasi politik, serta kemunculan pemimpin alternatif yang mampu menginspirasi perlawanan.

    Menurutnya, meskipun faktor-faktor tersebut sudah mulai tampak, gerakan protes saat ini masih belum terkonsolidasi secara matang.

    “By theory, by case study, sangat memungkinkan. Tapi apakah kemungkinannya besar dalam konteks observasi hari ini? Opsi itu mungkin terjadi, tetapi belum terkonsolidasi secara matang,” pungkasnya.

    Ekonomi jadi Taruhan

    Tidak stabilnya kondisi politik di dalam negeri turut berimbas terhadap kepercayaan asing. Terlebih kondisi makroekonomi yang masih menantang turut memberi tekanan.

    Baru-baru ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami goncangan besar pada Selasa (18/3/2024). Alhasil Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) selama 30 menit, kembali terjadi sejak 2020.

    Pada Selasa (18/3/2025), IHSG ditutup melemah 3,84% ke level 6.223,39. Selama sesi perdagangan, 118 saham tercatat menguat, sementara 554 saham merosot, dan 139 saham stagnan. Pada sesi pertama perdagangan, IHSG sempat terjun hingga 6,12%, melampaui batas 5% yang ditetapkan BEI untuk memicu mekanisme trading halt.

    Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, salah satu faktor yang menyebabkan tekanan besar pada IHSG adalah Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

    Pasalnya, sebagai informasi, RUU ini dikhawatirkan dapat menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI, meskipun Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi telah membantah anggapan tersebut.

    Di samping itu, isu-isu aktual seperti keraguan dalam pengelolaan Danantara di tengah maraknya kasus-kasus korupsi di BUMN, kemudian keraguan dalam pengelolaan beberapa program mercusuar yang menelan biaya besar, dan juga terdapat praktik nepotisme yang terjadi di kemudian hari.

    Terlebih, Isu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mundur, menurut Hadi, juga menjadi salah satu alasan mengapa pasar di Tanah Air bergejolak.

    Selain itu, Direktur Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio ikut berkomentar soal amblasnya IHSG yang direspons oleh Wakil Ketua DPR RI ke BEI.

    “Pasar saham anjlok itu tanda pasar gak punya trust ke pemerintah. Tidak bisa diselesaikan dengan langkah politik,” tulisnya pada akun X @satriohendri.

  • DPR RI Diam-diam Rapat di Hotel Mewah saat Efisiensi Anggaran, Pengamat: Kecurigaan

    DPR RI Diam-diam Rapat di Hotel Mewah saat Efisiensi Anggaran, Pengamat: Kecurigaan

    TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA – DPR RI diam-diam menggelar rapat di hotel mewah Hotel Fairmont di kawasan Senayan, Jakarta.

    Rapat tersebut guna membahas revisi Undang-Undang TNI.

    Namun rapat tersebut menjadi sorotan, selain karena dilakukan secara diam-diam, juga kepekaan soal efisiensi anggaran.

    Sebab, rapat itu dilakukan di tengah efisiensi anggaran dan juga tuntutan soal transparansi.

    Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyoroti dasar hukum pelaksanaan rapat DPR adalah Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. 

    Fahmi mengatakan dalam peraturan itu disebutkan bahwa rapat DPR umumnya dilaksanakan di dalam gedung DPR, tetapi bisa dilakukan di luar gedung atas persetujuan Pimpinan.

    Artinya, secara prosedural, rapat di hotel bukanlah sesuatu yang melanggar aturan.

    Terkait sifat keterbukaan rapat, menurutnya pasal dalam Tata Tertib DPR juga menyebutkan bahwa rapat DPR bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup. 

    Ia memandang keputusan untuk menjadikannya tertutup bisa diambil oleh rapat itu sendiri, baik atas usulan ketua rapat, anggota, fraksi, maupun pemerintah.

    “Meskipun secara prosedur dibenarkan, pemilihan tempat di hotel berbintang lima seperti Fairmont memang berpotensi menimbulkan masalah dari sisi etika politik dan kepekaan terhadap kondisi,” kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (16/3/2025).

    “Jika alasannya adalah kenyamanan dan efektivitas rapat marathon, ada alternatif lain seperti Wisma DPR atau fasilitas milik negara yang bisa digunakan tanpa menimbulkan kesan pemborosan,” lanjut dia.

    Isu lainnya, kata Fahmi, adalah transparansi dan persepsi publik. 

    Ketika pembahasan revisi UU TNI sudah mendapatkan sorotan, menurut dia, keputusan untuk menggelar rapat secara tertutup di hotel mewah memang potensial memperkuat prasangka. 

    Keputusan itu, lanjut Fahmi, memicu spekulasi dan kontroversi yang bisa mengalihkan perhatian dari substansi revisi itu sendiri.

    “Jadi, meskipun secara prosedur sah, keputusan ini tetap menunjukkan kurangnya kepekaan DPR dalam membaca situasi publik, terutama di tengah isu efisiensi anggaran dan tuntutan transparansi dalam revisi UU strategis seperti UU TNI,” kata Fahmi.

    Selain itu, menurut dia, pembahasan RUU di DPR yang berlangsung maraton sebenarnya bukan hal yang luar biasa. 

    Dalam tata tertib, kata dia, DPR memang memiliki tenggat waktu ketat untuk menyelesaikan legislasi, terutama jika RUU tersebut masuk dalam daftar prioritas. 

    Namun, dalam kasus revisi UU TNI, munculnya kesan bahwa prosesnya berjalan terburu-buru.

    Sebenarnya, lanjut dia, hal itu bukan hanya karena durasi pembahasannya, melainkan karena kurangnya akses informasi dan partisipasi publik.

    Ia mencatat Menteri Pertahanan mewakili pemerintah sudah pernah menyampaikan poin-poin dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah, untuk menjadi dasar pembahasan dalam revisi ini.

    Namun, kata dia, karena DIM tersebut adalah surat yang secara resmi dikirimkan pemerintah ke DPR, kewenangan publikasi dan pembahasannya lebih lanjut berada di tangan DPR. 

    Sejumlah anggota DPR, kata dia, juga telah memaparkan beberapa hal krusial yang dibahas.

    Akan tetapi, menurut dia, itu ternyata belum cukup untuk menghilangkan kesan bahwa ada bagian dari pembahasan yang dianggap kurang terbuka bagi publik.

    Revisi tersebut menurutnya mencakup pasal-pasal yang oleh sebagian masyarakat dipersepsikan berpotensi mengubah peran dan struktur TNI dalam pemerintahan. 

    Padahal, kata Fahmi, jika dilihat dari substansinya, revisi ini cenderung sebagai bentuk akomodasi dan adaptasi terhadap kebutuhan yang terkait dinamika pemerintahan dan optimalisasi sumber daya. 

    Justru, lanjut dia, karena pentingnya perubahan ini, DPR perlu memastikan bahwa proses pembahasannya berlangsung secara lebih terbuka dan partisipatif agar dapat memperkuat legitimasi aturan yang dihasilkan.

    “Nah, pembahasan yang dilakukan—terutama dengan rapat di hotel mewah— akhirnya mengalihkan perhatian publik dari substansi revisi bergeser ke isu efisiensi anggaran dan transparansi,” ungkap dia.

    “Padahal, jika prosesnya lebih terbuka, publik bisa lebih memahami dan menilai secara objektif perubahan yang sedang dibahas, tanpa terdistorsi oleh kecurigaan dan prasangka,” sambungnya.

    Menurutnya DPR sebenarnya memiliki kesempatan untuk membangun kepercayaan publik terhadap revisi UU TNI. 

    Mengingat substansi revisi ini mengandung perbaikan, lanjut dia, maka seharusnya tidak perlu membatasi partisipasi publik dalam pembahasannya. 

    “Ini bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar mendapat dukungan dan pemahaman yang luas dari masyarakat,” kata Fahmi.

    “Dengan begitu, revisi ini tidak hanya memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi juga diterima dan dipahami dengan baik oleh berbagai pihak yang akan terdampak oleh implementasinya,” pungkasnya.

    Kata DPR Soal Rapat di Hotel Mewah

    Diberitakan sebelumnya Ketua Panja RUU TNI sekaligus Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto memandang kritik terkait rapat yang digelar di hotel mewahtersebut adalah pendapat publik.

    Dia juga membandingkan rapat lainnya para legislator Senayan yang dilaksanakan di hotel mewah.

    “Kalau dari dulu coba cek UU Kejaksaan di Hotel Sheraton, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Intercon (Hotel Intercontinental), kok nggak kamu kritik?” kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont pada Sabtu (15/3/2025).

    Saat ditanya soal efisiensi, Utut tak menjawab secara tegas.

    Dia hanya mengatakan bahwa rapat panja ini juga sebagai rapat konsinyering. “Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokan gitu ya,” kata Utut.

    Rapat Revisi UU TNI Digeruduk Masyarakat Sipil

    Telah diberitakan juga sebelumnya, rapat Panja membahas RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta selama dua hari rampung pada Sabtu (15/3/2025) tengah malam. 

    Rapat tertutup antara Komisi I DPR dan pemerintah itu juga sempat diwarnai interupsi masyarakat sipil yang menggeruduk lokasi rapat.

    Mereka yang terdiri dari tiga orang membentangkan spanduk penolakan RUU TNI.

    Mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI. 

    Rapat sempat terhenti sejenak.

    Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar.

    Bahkan, ada sedikit insiden fisik antara pihak pengamanan dan masyarakat sipil tersebut.

    Pantauan di lokasi, rapat RUU TNI selesai pada pukul 22.30 WIB. 

    Namun, baik dari pimpinan Komisi I DPR dan pihak pemerintah, tak ada yang memberikan keterangan saat rapat tersebut rampung.

    Sejumlah pejabat yang meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan antara lain Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto hingga Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI lainnya, Dave Laksono dan Ahmad Heryawan, tampak tidak terlihat keluar ruangan rapat saat para peserta rapat membubarkan diri.

    Utut yang keluar melalui pintu depan, ditanya awak media soal kesimpulan rapat panja. 

    Namun, Utut enggan bicara soal kesimpulan rapat Panja RUU TNI tersebut.

    Utut terus ditanya soal hasil rapat Panja selama dua hari tersebut. 

    Namun, Politisi PDIP tersebut terus berjalan dan tidak menggubris pertanyaan wartawan soal kesimpulan rapat.