Tag: KH Muhammad Najih Maimoen

  • Semangat Jihad Bela Palestina dengan Memperhatikan Kemaslahatan Umat

    Semangat Jihad Bela Palestina dengan Memperhatikan Kemaslahatan Umat

    loading…

    Dai M. Najih Arromadloni (Gus Najih) menyatakan ada banyak cara agar Indonesia dan rakyatnya bisa berkontribusi terhadap perjuangan Palestina dengan menjaga stabilitas dalam dan luar negeri. Foto/Ist

    JAKARTA – Ada banyak cara agar Indonesia dan rakyatnya tetap bisa berkontribusi terhadap perjuangan Palestina dengan menjaga stabilitas dalam dan luar negeri.

    Hal ini terkait fatwa International Union of Muslim Scholar atau atau Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) yang menyerukan seluruh umat Islam berjihad secara fisik atau berangkat langsung ke Gaza, Palestina.

    Menanggapi seruan jihad dari para ulama yang terafiliasi dengan IUMS, pengamat isu politik Timur Tengah M. Najih Arromadloni menjelaskan pentingnya mengemas semangat jihad melalui wadah kemanusiaan.

    “Perlu ditegaskan bahwa membela Palestina itu adalah suatu kewajiban. Kewajiban secara agama, kewajiban secara moral, dan kewajiban secara kemanusiaan. Mendukung kemerdekaan Palestina itu juga adalah amanat konstitusi Indonesia yang menegaskan bahwa penjajahan itu harus dihapus di seluruh muka bumi dan turut terlibat dalam menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia,” terang dai yang akrab dengan sapaan Gus Najih ini dalam keterangannya dikutip Kamis (17/4/2025).

    Gus Najih menyatakan bahwa fatwa jihad secara langsung yang dikeluarkan oleh IUMS bukanlah tanpa sebab. Sudah diketahui secara umum bahwa sejak 7 Oktober 2023 sudah ada hampir 200 ribu orang Palestina yang terbunuh dan luka-luka akibat genosida yang dilakukan oleh Israel.

    Sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, ada 11 ribu yang lain yang hilang, terkubur di bawah reruntuhan.

    Menyoroti fatwa IUMS yang terbilang kontroversial ini, Gus Najih menegaskan bahwa fatwa jihad yang dikeluarkan, yakni jihad dengan bersenjata, perlu dikoreksi bersama. Dalam hukum fikih Islam, jihad yang menggunakan senjata itu harus diorganisasi dan dipimpin oleh pemerintahan yang sah, bukan oleh ormas, bukan oleh perorangan, individu, atau pihak non-pemerintah.

  • Konflik Suriah Dampak Politik Lama Bukan Masalah Agama

    Konflik Suriah Dampak Politik Lama Bukan Masalah Agama

    loading…

    Alumnus Suriah, M. Najih Arromadloni mengatakan, apa yang terjadi di Suriah adalah dampak dari konflik yang sudah lama mendera negara tersebut. FOTO/IST

    JAKARTA – Konflik yang terjadi di Timur Tengah , termasuk Suriah seringkali dipolitisasi banyak pihak yang berusaha memanfaatkan isu-isu agama untuk kepentingan kelompoknya. Banyak narasi jihad dan khilafah di Indonesa pascatumbangnya Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk menarik masyarakat pergi ke negeri konflik.

    Menurut alumnus Suriah, M. Najih Arromadloni, apa yang terjadi di Suriah adalah dampak dari konflik yang sudah lama mendera negara tersebut. “Kelompok seperti Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah berupaya mengeksploitasi ketidakpuasan masyarakat dengan membingkai perjuangan mereka sebagai jihad. Namun, tindakan mereka lebih berkaitan dengan ambisi politik daripada murni keagamaan,” kata Gus Najih, panggilan karibnya, di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

    Ia menjelaskan, destabilisasi di Suriah menunjukkan bagaimana radikalisasi dapat memicu konflik berkepanjangan dan mengorbankan banyak nyawa. Tatanan sosial yang sebelumnya telah terbangun dirusak oleh kelompok HTS (Hayat Tahrir Al-Sham), sehingga menciptakan ketegangan antara kelompok-kelompok agama yang berbeda.

    Menurut Gus Najih, apa yang dilakukan kelompok HTS dan sejenis didasarkan pada ideologi radikalisme. Radikalisme sering muncul dari pemahaman yang sempit mengenai ajaran agama yang dianut kelompok atau bahkan orang tertentu. Hal ini tentu menodai makna jihad itu sendiri, yang sebenarnya sangat luas karena ia mencakup segala bentuk kebaikan yang dilakukan dengan kerja keras.

    “Jihad tidak selalu bicara soal peperangan. Upaya untuk membangun masyarakat yang lebih baik melalui pendidikan, ekonomi, dan sosial juga dianggap sebagai bagian dari jihad yang sebenarnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan edukasi tentang makna jihad yang sejati untuk menghindari narasi yang menyimpang,” katanya.

    Bentuk penyimpangan istilah jihad seringkali bisa ditemukan pada kepentingan politik praktis yang menggunakan istilah atau simbol keagamaan secara serampangan. Hal ini sengaja dimunculkan untuk memberikan kesan atau branding bahwa hanya kelompoknya lah yang paling benar atau pantas, sementara yang lainnya salah.

    Gus Najih mengatakan penyimpangan narasi yang menggunakan istilah keagamaan ini yang justru mencederai hubungan yang erat antara negara dan agama. Gus Najih yang juga berperan sebagai seorang Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU, menjelaskan bahwa sebenarnya relasi antara agama dan negara itu adalah saling melengkapi.

    “Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali, bahwa agama dan negara itu seperti saudara kembar. Syeikh Hasyim Asy’ari pun pernah mengatakan bahwa agama dan negara itu adalah seperti dua sisi mata uang yang keduanya saling melengkapi. Kita bisa beragama dengan damai,” katanya.

    Menurut Gus Najih, sejak awal para founding fathers bangsa Indonesia telah mengintegrasikan nilai-nilai agama dan kebijakan negara. Hal ini tercermin ketika beliau-beliau menyusun dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang nilai-nilainya sejalan dengan ajaran-ajaran agama yang ada. Intinya, sebagaimana tercermin dalam slogan “Hubbul Wathan Minal Iman,” bahwa mencintai tanah air itu adalah bagian dari iman.

    “Sebagai masyarakat yang pluralistik, kewaspadaan terhadap narasi-narasi yang membenturkan agama dengan negara atau tradisi sangat diperlukan Indonesia. Pemahaman makna jihad secara komprehensif dan penerapan prinsip-prinsip toleransi serta inklusivitas adalah langkah yang penting dalam melawan radikalisme dan terorisme. Dengan demikian, masyarakat yang lebih damai dan stabil dapat dibangun, serta munculnya kelompok-kelompok ekstremis seperti HTS dapat dicegah agar tidak membawa kerusakan lebih lanjut,” katanya.

    Gus Najih berharap agar masyarakat Indonesia mampu membangun kerukunan antarumat beragama sebagai bentuk pertahanan nasional terhadap potensi perpecahan yang justru menguntungkan pihak tertentu. Jangan sampai konflik di Timur Tengah ikut mencederai rasa toleransi yang telah terbangun sejak lama.

    “Strategi kontra radikalisasi menjadi sangat penting untuk melawan radikalisme. Program-program yang bertujuan menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan toleransi telah dikembangkan oleh pemerintah Indonesia melalui berbagai instansi dan lembaga terkait. Dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat sipil diharapkan dapat menciptakan kesadaran pada masyarakat Indonesia akan bahaya paham radikal dan mendorong dialog antaragama,” katanya.

    (abd)

  • 4
                    
                        Cabup Kebumen Arif Sugiyanto Bagi-bagi 3.000 Motor untuk Relawan Pendukungnya 
                        Regional

    4 Cabup Kebumen Arif Sugiyanto Bagi-bagi 3.000 Motor untuk Relawan Pendukungnya Regional

    Cabup Kebumen Arif Sugiyanto Bagi-bagi 3.000 Motor untuk Relawan Pendukungnya
    Tim Redaksi
    KEBUMEN, KOMPAS.com –
    Calon Bupati Kebumen nomor urut 2,
    Arif Sugiyanto
    , menyiapkan 3.000
    sepeda motor
    kepada para penggerak relawan pendukungnya pada
    Pilkada Kebumen
    2024.
    Secara simbolis, Arif menyerahkan 10 sepeda motor di Hotel Grand Kolopaking, Sabtu (23/11/2024).
    Arif mengatakan, dana yang digunakan untuk membeli motor merupakan uang pribadinya.
    Motor tersebut diberikan agar para relaawan semakian mudah dalam bekerja pada Pilkada Kebumen 2024.
    “Iya, ini uang pribadi,” kata Arif dalam keterangan resmi.
    “Mudah-mudahan ini bisa mendorong masyarakat agar bisa lebih gercep dalam bekerja sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kita siapkan 3.000 motor, menggunakan uang pribadi,” tegasnya.
    Sementara, Gus Najih, relawan Arif-Rista dari Gawagis Kabumian, menyampaikan terima kasih atas bantuan sepeda motor yang diberikan.
    Ia mengatakan, selama bekerja memenangkan Arif-Rista, Arif tidak pernah menjanjikan apa pun kepada dirinya dan juga relawan lainnya.
    “Tahu-tahu kejutan kita dikasih hadiah sepeda motor. Jadi kita tidak pernah dijanjikan apa-apa. Kita hanya bekerja secara tulus ikhlas untuk bersama-sama memenangkan Arif-Rista,” katanya.
    “Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Arif. Ini menjadi bukti bahwa beliau begitu perhatian kepada banyak orang, dan semoga ini menjadi berkah untuk kita semua,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PBNU Soroti Upaya Organisasi Terlarang Menyebarkan Paham lewat Seminar hingga Workshop

    PBNU Soroti Upaya Organisasi Terlarang Menyebarkan Paham lewat Seminar hingga Workshop

    Jakarta, Beritasatu.com – PBNU menyoroti adanya tren budaya populer yang dimanfaatkan oleh organisasi terlarang untuk menyebarkan paham yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. 

    “Pendekatan penyebaran paham ini tidak lagi menggunakan metode ceramah konvensional, melainkan dikemas dalam bentuk seminar, workshop, reuni, atau pertemuan skala besar,” ungkap Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Najih Arromadloni dilansir Antara, Sabtu (16/11/2024).

    Ia menekankan pentingnya meningkatkan kewaspadaan demi menjaga stabilitas keamanan dan kenyamanan masyarakat.

    Gus Najih menegaskan perlunya menghidupkan semangat hubbul wathan minal iman atau mencintai tanah air sebagai bagian dari iman, khususnya di kalangan pemuda, untuk memperkuat rasa cinta terhadap bangsa dan negara.

    “Mencintai tanah air adalah fitrah manusia dan sejalan dengan ajaran agama. Pada hakikatnya, membela negara juga berarti membela agama,” katanya.

    Ia menjelaskan bahwa meskipun hubbul wathan minal iman bukan merupakan redaksi hadis, secara esensi nilai tersebut sejalan dengan ajaran Rasulullah Saw. Oleh karena itu, semangat ini perlu terus digaungkan untuk memperkokoh nasionalisme, terutama di kalangan generasi muda.

    “Nasionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. Justru, nasionalisme adalah bagian dari ajaran Islam,” tutur Gus Najih. 

    Menurutnyaa, pernyataan bahwa nasionalisme tidak memiliki dasar agama adalah pandangan yang dangkal dan sembrono.

    Selain itu, Gus Najih menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai langkah menjaga persatuan serta memulihkan esensi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ia menilai masih banyak umat yang belum memahami ajaran kasih sayang dalam Islam, sehingga muncul berbagai penafsiran kaku yang tidak sesuai dengan budaya bangsa. 

    Hal ini sering kali menyebabkan intoleransi, kegaduhan, hingga radikalisme yang mengatasnamakan agama. “Kita perlu mengembalikan agama pada jati diri aslinya, yaitu sebagai rahmatan lil alamin, dengan karakter wasatiyah atau moderasi beragama,” jelasnya.

    Menurut Gus Najih, moderasi beragama adalah kunci untuk melindungi generasi muda dari pengaruh ideologi transnasional yang berpotensi memicu ekstremisme dan radikalisme. Konsep ini mengajarkan sikap toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, serta penolakan terhadap segala bentuk kekerasan atas nama agama.