Tag: Kemal Kilicdaroglu

  • Erdogan Vs Imamoglu: Pertarungan Presiden Melawan Wali Kota yang Bisa Mengakhiri Kekuasaan 22 Tahun – Halaman all

    Erdogan Vs Imamoglu: Pertarungan Presiden Melawan Wali Kota yang Bisa Mengakhiri Kekuasaan 22 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, ANKARA – Dalam keramaian jalanan yang dipenuhi dengan demonstrasi dan teriakan kebangkitan demokrasi, Turki seolah berada di ambang perubahan besar.

    Pada titik kritis ini, eksekutif berkuasa, Presiden Recep Tayyip Erdogan, mendapati ancaman serius dari seorang pemimpin oposisi yang meroket popularitasnya, Ekrem Imamoglu, seorang Wali Kota Istanbul.

    Pergulatan politik ini bukan sekadar persaingan antara dua tokoh, namun bagi sebagian masyarakat Turki menjadi simbol perlawanan terhadap pemerintah yang berkuasa.

    Imamoglu, yang menjabat sebagai Wali Kota Istanbul sejak 2019, dinilai menjadi sosok yang mampu menyuarakan aspirasi rakyat dengan bahasa yang mudah dipahami.

    Dengan latar belakang keluarga yang konservatif dari Trabzon, Imamoglu berbicara kepada berbagai lapisan masyarakat, dari kalangan religius hingga nasionalis.

    Dia dianggap sebagai pemimpin yang “merasa” dengan kondisi rakyat, sebuah aset politik di tengah krisis ekonomi yang semakin mengimpit.

    Satu hal yang pasti, perjalanan politiknya bukanlah hal mudah.

    Kemenangan awalnya dalam pemilihan walikota, yang diraih dengan selisih 23.000 suara sebelum diulang dan dimenangkan dengan lebih dari 800.000 suara, merupakan tamparan telak bagi Erdogan.

    “Kemenangan itu bukan hanya angka, tapi tanda bahwa rakyat menginginkan perubahan,” kata seorang pendukung Imamoglu di tengah kerumunan demonstrasi.

    Ini adalah momen bersejarah, kembali mengembalikan Istanbul ke tangan oposisi setelah lebih dari dua dekade.

    Serangan Balik Erdogan

    Namun, di balik kebangkitan Imamoglu, terjadi tindakan represif yang dilakukan oleh Erdogan.

    Pada 23 Maret 2025, Imamoglu ditangkap dengan tuduhan korupsi dan terorisme, yang diwarnai oleh tuduhan yang dianggap banyak pengamat sebagai upaya balas dendam politik.

    Penangkapan ini diikuti dengan penahanan lebih dari seratus orang, termasuk pejabat pemerintahan lokal yang dekat dengannya, menciptakan rasa ketidakadilan di kalangan masyarakat.

    Rangkaian peristiwa yang cepat ini telah membuka jalan bagi protes besar-besaran di seluruh negeri sejak akhir pekan.

    Turki tengah terguncang dengan cara yang belum pernah dialaminya selama bertahun-tahun.

    Selama berhari-hari, penduduk di Istanbul, Ankara, Izmir, Bursa, Antalya, Adana, dan kota-kota besar lainnya telah melanggar larangan demonstrasi pemerintah. Dan mereka tampaknya tidak meninggalkan jalan.

    Pertarungan Erdogan-Imamoglu bukan lagi sekadar persaingan politik – ini menjadi konfrontasi yang menentukan yang dapat membentuk kembali masa depan Turki.

    Imamoglu, wali kota Istanbul sejak 2019, dipandang oleh Erdogan sebagai ancaman politik yang nyata bagi Erdogan, yang telah memerintah Turki selama 22 tahun.

    Pertarungan kekuasaan di Turki

    Selama 100 tahun sejarahnya, Republik Turki modern terbiasa dengan transisi kekuasaan yang damai dalam demokrasi parlementer yang layak.

    Meskipun rezim militer sementara menghasilkan hasil yang mencolok, tentara pada akhirnya selalu membuka jalan bagi politik sipil dalam waktu singkat.

    Bagi rakyat Turki, perubahan kepemimpinan merupakan hal yang biasa dalam lingkungan yang relatif kompetitif.

    Keadaan kemudian berubah dengan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang beraliran Islam dan pemimpinnya yang karismatik Erdogan, yang berkuasa pada awal tahun 2000-an sebagai bagian dari integrasi negara tersebut ke dalam model pemerintahan neoliberal Barat.

    Rakyat Turki tidak mengenal penguasa lain sejak saat itu.

    Para analis Barat mengatakan, sepanjang masa pemerintahannya, Erdogan mengandalkan campuran manuver politik, retorika populis, kontrol kelembagaan, dan kondisi internasional yang menguntungkan untuk menyingkirkan para pesaing dan mempertahankan dominasi.

    Namun, Imamoglu menghadirkan tantangan yang berbeda.

    Skala dan kecepatan kampanye untuk menyingkirkan wali kota Istanbul telah mengejutkan para pengamat di seluruh spektrum politik.

    Para analis menyamakan tontonan media tersebut dengan “operasi Ergenekon” yang terkenal pada tahun 2000-an, ketika para tersangka perencana kudeta terseret dalam penangkapan massal yang dipimpin oleh jaringan Gulenis di dalam badan peradilan – banyak di antaranya kemudian menyerang Erdogan selama kudeta yang gagal pada tahun 2016 untuk menggulingkannya.

    Bagi sebagian besar orang, serangkaian penahanan massal minggu lalu merupakan tanda yang jelas bahwa Erdogan sedang mencoba untuk menyingkirkan penantangnya yang paling kredibel menjelang pemilihan presiden berikutnya.

    Kebangkitan Imamoglu yang meroket

    Perjalanan Imamoglu menuju keunggulan nasional berlangsung cepat dan, bagi Erdogan, sangat merepotkan.

    Awalnya wali kota Beylikduzu, distrik yang berkembang pesat di tepi barat Istanbul, Imamoglu relatif tidak dikenal di luar daerah pemilihannya.

    Namun pada tahun 2019, pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP) yang pro-Kemalist, Kemal Kilicdaroglu, mencalonkannya sebagai kandidat partai untuk Istanbul – sebuah pilihan yang mengejutkan pada saat itu.

    Hampir semua orang terkejut, Imamoglu menang.

    Namun, kemenangannya dengan 23.000 suara ditentang oleh AKP Erdogan, yang menuntut penghitungan ulang dan akhirnya membatalkan hasilnya.

    Dewan Pemilihan Tertinggi secara kontroversial memerintahkan pemilihan ulang, dengan alasan adanya penyimpangan meskipun tidak ada bukti konkret.

    Alih-alih melemahkan momentum Imamoglu, langkah tersebut justru menggalang dukungan publik untuknya.

    Dalam pemilihan ulang pada bulan Juni 2019, ia menang dengan lebih dari 800.000 suara, memberikan Erdogan kekalahan politik paling menyakitkan hingga saat ini dan mengembalikan kendali kota terbesar di Turki kepada oposisi setelah beberapa dekade.

    Bagi Erdogan, kekalahan itu bersifat pribadi. Istanbul adalah kota tempat ia memulai karier politiknya sebagai wali kota pada tahun 1990-an.

    Di tingkat internasional, Imamoglu juga menarik perhatian.

    Para pembuat kebijakan Barat memandangnya sebagai seseorang yang dapat memulihkan keseimbangan dan kepastian hubungan luar negeri Turki.

    Ancaman Pemilu

    Dalam konteks pemilihan umum yang mendatang, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menghadapi tantangan serius dari mantan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu.

    Pada pemilihan presiden 2023, Erdogan berhasil mempertahankan kursinya meskipun menghadapi tantangan berat dari pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP), Kemal Kilicdaroglu, yang didukung oleh koalisi nasional.

    Namun, hasil pemilihan tersebut memicu keretakan dalam koalisi, dan CHP mengalami perpecahan internal.

    Erdogan, sebagai presiden saat ini, berusaha mengatasi ancaman dari Imamoglu, yang baru-baru ini terpilih kembali sebagai Wali Kota Istanbul dengan selisih lebih dari satu juta suara melawan kandidat yang didukung Erdogan, Murat Kurum.

    Imamoglu kini dianggap sebagai kandidat alami untuk pemilihan presiden 2028.

    Setelah kemenangan Imamoglu pada pemilihan lokal 2024, pemerintah Erdogan melancarkan serangkaian tindakan hukum yang mencurigakan terhadapnya.

    Imamoglu menghadapi tuduhan korupsi dan memiliki hukuman penjara yang ditangguhkan akibat komentar yang dianggap menghina lembaga pemilihan.

    Bulan ini, gelar universitasnya tiba-tiba dibatalkan, berpotensi mendiskualifikasinya dari pencalonan presiden.

    Serangan hukum ini terjadi menjelang pemilihan mendatang di Turki, dengan fokus pada ketidakberdayaan oposisi dalam menghadapi kekuasaan pemerintah.

    Tindakan tersebut mencakup penangkapan massal pejabat kota dan pengusaha yang dianggap memiliki hubungan dengan Imamoglu.

    Kolumnis Mehmet Ali Guller berpendapat bahwa menyingkirkan Imamoglu dari panggung politik merupakan inti dari strategi pihak penguasa.

    “Erdogan ingin memperoleh hak untuk dipilih kembali, dan kali ini tanpa batas, dengan konstitusi baru. Ini adalah ‘alasan internal’ untuk proses kesepakatan dengan Ocalan, yang dimulai di bawah kepemimpinan Bahceli. Erdogan berharap untuk terlebih dahulu mengubah konstitusi dengan memperoleh suara DEM di bawah instruksi Ocalan, dan kemudian memenangkan pemilihan,” ujarnya dikutip Cradle.

    Pendapat itu diamini Analis politik Turki Aydin Sezer. Menurutnya, strategi dalam jangka pendek, Erdogan ingin memastikan bahwa ia bisa maju sebagai kandidat di Pilpres mendatang, sekaligus mengeleminasi saingannya.

    “Bagi Erdogan, tidak ada cara lain selain menyelesaikan ini dengan sukses. Ia mengambil risiko yang serius.”

     

  • Transformasi Angkatan Laut Turki & Ambisi Kekuatan Maritim di Perairan Mediterania hingga Laut Hitam – Halaman all

    Transformasi Angkatan Laut Turki & Ambisi Kekuatan Maritim di Perairan Mediterania hingga Laut Hitam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, Turki telah meningkatkan ambisi maritimnya secara signifikan di Laut Mediterania.

    Tujuannya adalah untuk menegaskan pengaruh dan melindungi kepentingannya di kawasan tersebut.

    Latihan Mavi Vatan 2025, yang berlangsung dari 7 hingga 16 Januari 2025, menjadi salah satu contoh nyata dari aspirasi strategis maritim Ankara.

    Keberadaan sumber daya energi dan jalur perdagangan yang strategis telah mendorong Turki untuk bersaing langsung dengan pemain regional lainnya.

    Angkatan Laut Turki kini menjadi instrumen kunci dalam manuver geopolitik negara tersebut.

    TCG Anadolu: Simbol Ambisi Maritim

    Dalam konteks pemilihan presiden Mei 2023, kapal TCG Anadolu yang disebut oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sebagai kapal induk drone UCAV pertama di dunia, melakukan tur di pelabuhan-pelabuhan Turki.

    Kapal ini tidak hanya merayakan peluncurannya tetapi juga menjadi simbol kampanye Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP).

    Kemal Kilicdaroglu, pemimpin partai oposisi, mengkritik penggunaan TCG Anadolu dalam kampanye politik. “Militer harus tetap di luar politik,” kata Kilicdaroglu.

    Transformasi Angkatan Laut Turki

    Erman Çete, jurnalis Turki dan salah satu penulis buku perang Suriah, menulis, peluncuran TCG Anadolu menandakan transformasi yang lebih luas, di mana Turki muncul sebagai kekuatan maritim yang serius.

    Ia merujuk pada pernyataan Erdogan, tingkat lokalisasi kapal ini mencapai 70 persen, dan ini menjadi salah satu pilar kebijakan baru Turki di dalam dan luar negeri.

    Pengembangan Kapal Perang

    Angkatan Laut Turki saat ini sedang membangun 31 kapal perang, termasuk kapal induk, penghancur berpeluru kendali, frigat multirole, dan kapal selam serang.

    TCG Anadolu, yang dirancang sebagai kapal serbu amfibi multipurpose, kini sedang dioptimalkan untuk sistem pesawat tempur tanpa awak (UCAV).

    Doktrin Maritim: Mavi Vatan

    Pengembangan Angkatan Laut Turki tidak hanya terbatas pada TCG Anadolu.

    Turki juga membangun berbagai jenis kapal lainnya, termasuk Korvet Kelas ADA dan Kapal Patroli HISAR.

    Semua ini berlandaskan doktrin Mavi Vatan, yang bertujuan untuk memperluas kontrol maritim Turki di kawasan Mediterania Timur, Aegean, dan Laut Hitam.

    Meskipun Erdogan dan AKP menggunakan perkembangan ini untuk kepentingan politik domestik, kritik menyatakan bahwa pembangunan angkatan laut yang kuat adalah proses jangka panjang.

    Retired Rear Admiral Ali Deniz Kutluk menyatakan bahwa setiap proyek pengembangan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan strategis yang lebih besar.

    Dengan doktrin Mavi Vatan, Turki berusaha mengeklaim dan mempertahankan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang luas.

    Meskipun ada tantangan dari negara-negara tetangga seperti Yunani dan Siprus, ambisi Turki untuk menguasai jalur transit laut ke Eropa tetap menjadi tujuan utama dalam kebijakan luar negerinya.

    Ekspansi angkatan laut Turki yang agresif telah menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Yunani, Mesir, dan Israel, yang semuanya memiliki klaim yang tumpang tindih di Mediterania Timur. Yunani, khususnya, telah bereaksi keras terhadap doktrin “Tanah Air Biru”, karena takut akan pelanggaran batas wilayah perairannya.

    “Oleh karena itu, perluasan angkatan laut Turki tidak hanya tentang pertahanan tetapi juga tentang persaingan kekuatan regional. Penempatan pasukan angkatan laut Turki yang tegas di perairan yang disengketakan ini telah meningkatkan ketegangan diplomatik dan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konfrontasi militer,” ujarnya dikutip dari Cradle.

    Meskipun ada ketegangan dengan sekutu barat atas berbagai masalah seperti sistem rudal S-400 Rusia dan sengketa energi, Turki tetap menjadi anggota NATO yang penting. 

    Ia menambahkan, latihan angkatan laut baru-baru ini dengan AS, seperti latihan gabungan Agustus 2024 di Mediterania Timur, menandakan bahwa Ankara terus mempertahankan hubungan militer yang kuat dengan Washington.

    Latihan tersebut dipahami sebagai latihan harmonisasi antarkapal antara Turki, yang memiliki angkatan laut kapal serbu amfibi di Mediterania Timur, dan AS, dengan tujuan untuk ‘mencegah agresi dan memastikan stabilitas’ di kawasan tersebut.

    Kapal perang amfibi AS USS Wasp muncul di media Turki berkat pengumumannya di akun media sosial kapal perang tersebut. “Latihan harmonisasi” antara Wasp dan TCG Anadolu di Mediterania Timur didampingi oleh kapal pendarat AS USS Oakhill dan fregat Turki TCG Gokova.

    Wasp telah berada di Mediterania sejak akhir Juni. Kapal ini merupakan salah satu dari dua kapal serbu amfibi AS yang dikirim ke wilayah tersebut untuk melawan serangan Iran atau Hizbullah terhadap Israel di tengah kampanye militer negara pendudukan tersebut di Gaza, tempat lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas.

    Ambisi regional

    Meskipun belum dapat menyaingi kekuatan angkatan laut global seperti AS atau Tiongkok, Turki kini memiliki angkatan laut terkuat di Asia Barat dan menempati peringkat di antara 10 kekuatan angkatan laut teratas di seluruh dunia.

    Mantan komandan AL Turki Sevim mencatat bahwa meskipun kekuatan angkatan laut Turki telah berkembang pesat, negara ini masih dalam fase transisi, menjadi ‘kekuatan berukuran sedang’ di tingkat global dan ‘kekuatan berskala besar’ di tingkat regional.

    Ia menyarankan bahwa peran Turki di masa depan akan bergantung pada bagaimana negara ini mengintegrasikan kemajuan angkatan laut ini ke dalam strategi geopolitik yang lebih luas. 

  • Erdogan Unggul Tipis, Pemilu Turki Lanjut Putaran Kedua

    Erdogan Unggul Tipis, Pemilu Turki Lanjut Putaran Kedua

    Ankara

    Turki akan menggelar Pemilu putaran kedua setelah Presiden petahana Recep Tayyip Erdogan unggul tipis dari saingan utamanya, Kemal Kilicdaroglu. Erdogan gagal melewati ambang batas suara 50 persen yang diperlukan untuk menghindari putaran kedua.

    Dilansir The Guardian, Senin (15/5/2023), Erdogan meraih 49,51 persen melawan 44,88 persen suara yang diraih Kilicdaroglu dengan sejumlah kecil suara luar negeri yang tersisa untuk dihitung. Putaran kedua akan berlangsung pada 28 Mei.

    Kepala Dewan Pemilihan Tertinggi, Ahmet Yener, mengatakan ada sisa 35.874 suara luar negeri yang belum terhitung. Tidak ada yang akan mengamankan mayoritas suara yang diperlukan untuk memenangkan pemilihan secara langsung.

    Jajak pendapat pra-pemilihan menunjukkan Erdogan berpotensi kalah dalam Pemilu untuk pertama kali setelah 20 tahun berkuasa. Pemilihan ini menjadi yang paling kritis dalam sejarah negara mayoritas Muslim ini.

    Kandidat nasionalis ketiga, Sinan Ogan, meraih 5,17 persen suara. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Erdogan dan sekutu sayap kanannya juga mendekati mayoritas langsung dalam pemilihan parlemen paralel.

    Hasilnya adalah kekecewaan pahit bagi Kilicdaroglu dan para pendukung Partai Rakyat Republik (CHP), dengan beberapa pihak di kubu oposisi mempertanyakan apakah kandidat mereka, yang dipilih setelah perdebatan sengit selama setahun adalah kandidat yang tepat.

    Oposisi mengharapkan keuntungan dari kemarahan pemilih pada krisis ekonomi Turki setelah kebijakan suku bunga rendah Erdogan yang tidak ortodoks membuat lira anjlok dan inflasi melonjak hingga mencapai 85 persen tahun lalu.

    (haf/dwia)

  • Erdogan Unggul Tipis, Pilpres Turki Bisa Lanjut ke Putaran Kedua

    Erdogan Unggul Tipis, Pilpres Turki Bisa Lanjut ke Putaran Kedua

    Ankara

    Pilpres Turki berpotensi untuk berlanjut ke putaran kedua dengan tidak adanya capres yang meraup suara di atas 50 persen. Presiden Recep Tayyip Erdogan unggul tipis atas capres oposisi, Kemal Kilicdaroglu, namun gagal mencapai suara mayoritas untuk bisa memperpanjang kekuasaannya selama 20 tahun terakhir.

    Seperti dilansir Reuters, Senin (15/5/2023), dengan nyaris 97 persen suara sah telah dihitung, menurut kantor berita Anadolu, Erdogan memimpin dengan perolehan suara 49,39 persen sedangkan Kilicdaroglu meraup 44,92 persen suara.

    Data Dewan Pemilu Tinggi Turki yang menunjukkan 91,93 persen suara telah dihitung, menempatkan Erdogan di posisi pertama dengan 49,49 persen suara.

    Baik Erdogan maupun Kilicdaroglu belum memenuhi ambang batas 50 persen suara yang diperlukan untuk menghindari putaran kedua, yang dijadwalkan akan digelar pada 28 Mei mendatang.

    Pilpres tahun ini tidak hanya memutuskan siapa yang memimpin Turki, namun juga bisa menentukan apakah negara itu akan kembali ke jalur yang lebih sekuler dan demokratis.

    Akan ditentukan juga bagaimana cara Ankara akan mengatasi krisis biaya hidup dan mengelola hubungan penting dengan Rusia, Timur Tengah serta negara-negara Barat.

    Kilicdaroglu yang meyakini dirinya akan menang jika pilpres berlanjut ke putaran kedua, menyerukan para pendukungnya untuk bersabar dan menuduh partai yang menaungi Erdogan dengan mengganggu penghitungan dan pelaporan hasil suara.

  • Suara Pilpres Turki Masuk 91%, Erdogan dan Kilicdaroglu Bersaing Ketat

    Suara Pilpres Turki Masuk 91%, Erdogan dan Kilicdaroglu Bersaing Ketat

    Jakarta

    Penghitungan suara Pilpres Turki sudah mencapai 91%. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memimpin dengan 49,86% sedangkan Kemal Kilicdaroglu dapat suara 44,38%. Meski begitu, keduanya saling klaim menang.

    Dilansir reuters Senin (15/5/2023), dengan hampir 91% kotak suara dihitung, kedua belah pihak mengklaim unggul dan menentang angka tersebut.

    Jajak pendapat sebelum pemilihan menunjukkan persaingan yang sangat ketat tetapi membuat Kilicdaroglu, yang memimpin aliansi enam partai, unggul tipis. Dua jajak pendapat pada hari Jumat bahkan menunjukkan dia di atas ambang 50%.

    Pemungutan suara presiden tidak hanya akan memutuskan siapa yang memimpin Turki, negara anggota NATO berpenduduk 85 juta jiwa, tetapi juga apakah Turki akan kembali ke jalur demokrasi yang lebih sekuler; bagaimana ia akan menangani krisis biaya hidup yang parah; dan mengelola hubungan kunci dengan Rusia, Timur Tengah dan Barat.

    Menurut kantor berita milik negara Anadolu, dengan hampir 91% kotak suara dihitung, Erdogan memimpin dengan 49,86% dan Kilicdaroglu dengan 44,38%.

    Oposisi menyarankan hasil diterbitkan dalam urutan yang secara artifisial meningkatkan penghitungan Erdogan.

    Seorang pejabat senior dari aliansi oposisi mengatakan: “Tampaknya tidak akan ada pemenang di putaran pertama. Tapi, data kami menunjukkan Kilicdaroglu akan memimpin,” ujarnya.

    Diketahui, tempat pemungutan suara di seluruh Turki berakhir pada Minggu (14/5) pukul 5 sore waktu setempat (1400GMT).

    Lebih dari 64,1 juta orang terdaftar untuk memilih, termasuk lebih dari 1,76 juta yang memberikan suara mereka di luar negeri dan 4,9 juta pemilih pemula.

    Sebanyak 191.885 kotak suara disiapkan untuk pemilih di Tanah Air. Setiap pemilih memberikan dua surat suara, satu untuk presiden dan satu lagi untuk anggota parlemen, keduanya akan menjabat selama lima tahun.

    (eva/mae)