Tag: Katsunobu Kato

  • PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur, Pasar Dibayangi Ketidakpastian

    PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur, Pasar Dibayangi Ketidakpastian

    Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengatakan akan mengundurkan diri usai berminggu-minggu didesak untuk mundur imbas kekalahan kedua dalam pemilu nasional. Keputusan ini akan memicu persaingan kepemimpinan yang mungkin menimbulkan kekhawatiran bagi investor.

    “Setelah melihat negosiasi perdagangan AS berjalan lancar, saya merasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mundur dan memberi jalan kepada pengganti saya,” kata Ishiba dalam konferensi pers di Tokyo pada Minggu (7/9/2025) sebagaimana dilansir Bloomberg. 

    Ishiba akan tetap menjabat sebagai perdana menteri hingga penggantinya mengambil alih. Pengunduran diri Ishiba mengakhiri masa jabatan yang ditandai dengan hasil pemilu yang buruk dan melucuti koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) dari mayoritas di kedua majelis parlemen. Hal ini membuat pelaku pasar tidak yakin dengan rencana fiskal Jepang. 

    Pengunduran diri sang perdana menteri kemungkinan akan memicu ketidakpastian di kalangan investor selama beberapa minggu mendatang hingga pemimpin baru terpilih.

    Risiko ketidakstabilan lebih lanjut dapat membebani yen dan obligasi jangka panjang saat perdagangan dibuka besok pagi. Mata uang Jepang merupakan salah satu mata uang dengan kinerja terlemah di antara mata uang negara-negara G10 pekan lalu, sementara imbal hasil obligasi pemerintah Jepang jangka panjang mencapai titik tertinggi baru dalam beberapa dekade.

    “Perdana Menteri Ishiba dikenal karena sikapnya yang tegas terhadap disiplin fiskal,” kata Katsutoshi Inadome, ahli strategi senior di Sumitomo Mitsui Trust Asset Management, yang menyoroti kemungkinan tekanan kenaikan imbal hasil super-panjang. 

    Menurutnya,meskipun masih belum jelas siapa yang akan menjadi perdana menteri berikutnya, sulit membayangkan seseorang dengan sikap disiplin fiskal yang lebih baik atau bahkan setara dengannya.

    LDP dijadwalkan mengadakan pemungutan suara pada hari Senin untuk memajukan pemilihan pemimpin selama dua tahun, tetapi pemungutan suara tersebut tampaknya semakin mungkin berubah menjadi mosi tidak percaya terhadap perdana menteri. Pemungutan suara tersebut sekarang akan dibatalkan dan LDP akan mengadakan pemilihan pemimpin sebagai gantinya, kata Ishiba.

    “Meskipun saya merasa masih ada hal-hal yang ingin saya lakukan sebagai perdana menteri, saya telah membuat keputusan sulit untuk mundur,” ujarnya. 

    Ishiba menambahkan dia merasa jika melanjutkan jabatan di tengah pemungutan suara untuk pemilihan kepemimpinan awal, hal itu dapat menciptakan perpecahan yang tak terelakkan di dalam partai.

    Para anggota parlemen yang bersaing untuk memposisikan diri sebagai perdana menteri berikutnya membutuhkan setidaknya 20 anggota parlemen lainnya untuk mendukung pencalonan mereka agar dapat ikut serta dalam persaingan. 

    Siapa pun yang muncul sebagai pemenang dalam kontes partai kemudian harus memenangkan pemungutan suara di parlemen untuk menjadi perdana menteri di tengah parlemen yang terpecah belah.

    Kandidat potensial dari partai berkuasa termasuk Sanae Takaichi, mantan menteri dalam negeri yang menempati posisi kedua setelah Ishiba dalam pemilihan kepemimpinan LDP pada tahun lalu. Dia mendukung langkah-langkah stimulus dan kemungkinan besar lebih suka Bank Jepang bersikap lebih hati-hati terhadap kenaikan suku bunga.

    Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi, putra mantan perdana menteri, juga kemungkinan akan ikut campur, dan dapat memberikan LDP penampilan yang lebih segar dan menarik bagi generasi muda. Koizumi bertemu Ishiba pada hari Sabtu dan mendesaknya untuk mundur, menurut laporan Nikkei.

    Di antara kandidat potensial lainnya, Takayuki Kobayashi, mantan menteri keamanan ekonomi, berada di sayap kanan partai dan berpotensi menjadi pesaing Takaichi dalam meraih dukungan dari kelompok anggota parlemen tersebut. Yoshimasa Hayashi, kepala sekretaris kabinet saat ini, serta Menteri Keuangan Katsunobu Kato, mungkin juga tertarik untuk menggantikan Ishiba.

  • PM Ishiba Desak Trump Pangkas Tarif Resiprokal 24% untuk Jepang

    PM Ishiba Desak Trump Pangkas Tarif Resiprokal 24% untuk Jepang

    Bisnis.com, JAKARTA — Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba menyatakan bakal terus meminta Presiden AS Donald Trump untuk menurunkan tarif impor “resiprokal” terhadap Jepang.

    Meskipun pemerintah Jepang telah meminta Trump untuk memangkas tarif resiprokal, namun Ishiba pesimistis bahwa permintaan itu bakal langsung dikabulkan.

    “[Perubahan tarif impor Trump untuk Jepang] Tidak akan datang dalam semalam,” ujar Ishiba silansir Reuters pada Senin (7/4/2025), 

    PM Ishiba menyatakan bahwa pemerintah harus dapat mencari strategi agar bisa meredam imbas dari kebijakan tarif resiprokal yang dinilai kontroversial tersebut, khususnya terhadap ekonomi Negeri Sakura. 

    Salah satu langkah yang dilakukan, yaitu pemerintah Jepang bakal menawarkan dukungan pendanaan bagi perusahaan domestik dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi pekerjaan.

    Di samping itu, Ishiba juga menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan Trump. Menurutnya, Jepang tidak pernah melakukan tindakan tidak adil terhadap AS.

    “[Tarif impor Trump] Sangat mengecewakan dan disesalkan,” tutur Ishiba.

    Meskipun begitu, dia menekankan bahwa dirinya bersedia untuk mengunjungi AS dan bertemu dengan Trump sesegera mungkin. 

    Rencana itu, kata Shigeru, tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah atau strategi yang tepat untuk kepentingan Jepang.

    “Namun, dalam melakukannya, kita harus menyiapkan serangkaian langkah tentang apa yang dapat dilakukan Jepang,” pungkasnya.

    Terpisah, berdasarkan laporan kantor berita Nikkei Jepang, Ishiba juga telah memanggil menteri ekonomi utama, termasuk Menteri Keuangan Katsunobu Kato pada Minggu (6/4/2025) malam.

    Pemanggilan pejabat tinggi pada sektor ekonomi Jepang itu dalam rangka membahas sekaligus menginstruksikan kepada Menteri Ekonomi dan Menteri Keuangan agar selalu waspada dan merespons dengan tepat perkembangan pasar.

    Sekadar informasi, kebijakan Trump telah memberikan pukulan besar bagi ekonomi Jepang yang bergantung pada ekspor. Analis telah memperkirakan bea yang lebih tinggi dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi hingga 0,8%.

    Adapun, imbas tarif Trump juga telah memicu ketakutan akan resesi global juga telah menyebabkan penurunan tajam pada harga saham di seluruh dunia termasuk rata-rata saham Nikkei Jepang, yang anjlok hampir 9% pada Senin (7/4/2025) pagi.

    Presiden AS Donald Trump akhirnya memberlakukan pengenaan tarif dasar 10% untuk semua produk impor ke Amerika Serikat (AS) dan bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar di negara tersebut mulai Rabu (9/4/2025).

    Kamboja mendapat tarif timbal balik “resiprokal” tertinggi 49%, sementara Jepang kena 24% dan China 34%. 

  • Jepang Pening karena “Cabbage Shock”, Inflasi Meledak

    Jepang Pening karena “Cabbage Shock”, Inflasi Meledak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Inflasi meningkat di Jepang, selama Januari. Indeks Harga Konsumen (IHK) tahunan naik menjadi 4,0% dari 3,6% pada bulan sebelumnya, menandai pembacaan tertinggi sejak Januari 2023.

    Mengutip Trading Economics, dalam pembacaan kementerian dalam negeri dan komunikasi Jumat (21/2/2025), harga pangan naik tajam dalam 15 bulan terakhir, dengan 7,8%. Sayuran segar dan makanan segar memberikan kontribusi paling besar pada peningkatan ini.

    Melansir AFP, harga kubis di Jepang memang naik tiga kali lipat pada bulan Januari. Media lokal menyebutnya sebagai “cabbage shock”.

    Rekor suhu ekstrem musim panas lalu dan hujan lebat tahun lalu merusak panen. Harga beras juga melonjak lebih dari 70%.

    Bukan hanya itu, tagihan listrik warga Jepang juga kini melonjak 18%. Biaya gas juga tercatat naik 6,8% karena tidak ada subsidi energi diberikan sejak Mei 2024.

    Tingkat inflasi inti juga naik ke level tertinggi dalam 19 bulan sebesar 3,2%, naik dari 3,0% pada bulan Desember, melampaui konsensus sebesar 3,1%. Secara bulanan, ini meningkat sebesar 0,5%, setelah mencapai level tertinggi dalam 14 bulan pada bulan Desember.

    Data terbaru ini memicu spekulasi mengenai waktu kenaikan suku bunga bank sentral, Bank of Japan (BoJ) berikutnya, karena bank tersebut mundur dari pelonggaran moneter agresif selama bertahun-tahun untuk meningkatkan ekonomi yang lesu. Bulan lalu, BoJ kembali menaikkan suku bunga setelah melakukannya pada Maret 2024 untuk pertama kalinya dalam 17 tahun.

    “IHK Jepang yang lebih tinggi dari perkiraan memiliki semua potensi pukulan telak untuk mendongkrak nilai yen, dengan para pedagang siap menghadapi perubahan besar dalam ekspektasi terhadap kebijakan bank sentral,” kata analis SPI Asset Management, Stephen Innes.

    “Namun sebaliknya, hal itu berubah menjadi perang sengit karena pejabat tinggi turun tangan untuk mendinginkan reli yen,” katanya.

    Menteri Keuangan Katsunobu Kato memperingatkan pada hari Jumat bahwa imbal hasil obligasi yang lebih tinggi dapat menekan pengeluaran pemerintah. Karena itu berarti membayar lebih banyak untuk membayar utang pemerintah Jepang yang besar.

    Minggu ini, angka produk domestik bruto (PDB) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jepang melambat tajam tahun lalu. Meskipun tingkat untuk kuartal keempat melampaui ekspektasi.

    (sef/sef)

  • IMF: Pelemahan Yen Bawa Manfaat ke Ekonomi Jepang – Page 3

    IMF: Pelemahan Yen Bawa Manfaat ke Ekonomi Jepang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Dana Moneter Internasional (IMF) menilai Yen yang lemah akan bermanfaat bagi ekonomi Jepang, karena dorongan ekspor melebihi peningkatan biaya impor.

    Mengutip Channel News Asia, Senin (29/10/2024) kepala misi IMF di Jepang, Nada Choueiri juga mendesak Jepang untuk menaikkan suku bunga secara bertahap dan menyusun anggaran tambahan, ketika guncangan besar melanda ekonomi.

    “Kami akan menyarankan Bank of Japan untuk tetap berhati-hati, seperti yang telah mereka lakukan sejauh ini, dan bersikap secara bertahap dalam laju kenaikan suku bunga, karena ada ketidakpastian yang tinggi atas prospek inflasi,” ungkap Choueiri, dalam sebuah wawancara.

    Seperti diketahui, Yen telah melanjutkan penurunannya baru-baru ini terhadap Dolar Amerika Serikat karena ekspektasi bahwa perbedaan suku bunga AS-Jepang akan tetap lebar.

    Namun, kondisi ini menimbulkan masalah bagi otoritas yang khawatir akan pukulan terhadap rumah tangga dari kenaikan biaya impor akibat yen yang lemah.

    Tetapi Choueiri mengatakan bahwa manfaat dari peningkatan ekspor dari Yen yang lemah melebihi kenaikan biaya impor untuk Jepang, yang merupakan ekonomi yang “sangat berorientasi ke luar”.

    “Jadi, depresiasi Yen pada pertumbuhan bersih di Jepang,” katanya.

    Sebelumnya, pelemahan Yen memicu peringatan dari Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato, yang mengatakan bahwa pergerakan Yen yang sepihak dan cepat baru-baru ini memerlukan peningkatan kewaspadaan.

    “Penting untuk menyadari bahwa otoritas Jepang berkomitmen pada rezim nilai tukar yang fleksibel,” jelasnya, ketika ditanya apakah pergerakan Yen yang cepat akan mendukung intervensi di pasar mata uang.