Tag: Kasman Singodimedjo

  • DPR HUT ke-80 pada Hari Ini, Ini Sejarah Terbentuknya Parlemen di RI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 Agustus 2025

    DPR HUT ke-80 pada Hari Ini, Ini Sejarah Terbentuknya Parlemen di RI Nasional 29 Agustus 2025

    DPR HUT ke-80 pada Hari Ini, Ini Sejarah Terbentuknya Parlemen di RI
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasuki usia ke-80 tahun yang diperingatkan setiap 29 Agustus.
    Pada usia yang ke-80 tahun, DPR saat ini tengah menjadi sorotan publik karena berbagai tunjangan besar yang mereka terima.
    Salah satunya adalah tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan yang diterima oleh setiap anggota DPR.
    Selain tunjangan, pernyataan kontroversial sejumlah legislator juga tengah dikritik, karena dianggap tidak mencerminkan sosok yang mewakili rakyat.
    Hal tersebut membuat sejumlah kelompok masyarakat geram dan menggelar aksi di sekitaran Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin Senin (25/8/2025) dan Kamis (28/8/2025).
    Massa yang menggelar demonstrasi datang dari beragam kalangan, seperti mahasiswa, buruh, hingga pengemudi ojek online.
    Jauh sebelum kontroversinya pada belakangan ini, ada baiknya kembali ke belakang untuk melihat sejarah terbentuknya DPR yang diperingatkan setiap 29 Agustus.
    DPR memiliki tugas sebagai lembaga pengawasan atas kebijakan yang dibuat pemerintah dan sejumlah lembaga negara lainnya. Selain itu, DPR juga berfungsi sebagai lembaga legislasi dan anggaran.
    Awal mula terbentuknya DPR sebetulnya sudah ada cikal bakalnya sejak zaman penjajahan Belanda, tepatnya sejak 1916.
    Saat itu, pemerintahan Belanda di Indonesia membentuk parlemen bernama Volksraad. Namun berakhirnya masa penjajahan Belanda di Indonesia membuat
    Volksraad
    tidak diakui lagi.
    Sehari setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kita kenal sebagai Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
    ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto Suasana saat Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto/app/rwa.


    Maka mulai saat itu, penyelenggara negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-undang Dasar 1945.
    Sistem semacam parlemen baru pun mulai dibentuk pada era kemerdekaan Indonesia. Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan pada 29 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang.
    Komite Nasional Indonesia Pusat ini diakui sebagai cikal bakal lembaga parlemen di Indonesia. Tanggal ini pula yang dijadikan sebagai hari lahir DPR.
    Kala itu KNIP ini diketuai oleh Kasman Singodimedjo dan Wakil Ketuanya yang terdiri dari Sutardjo Kartohadikusumo, J. Latuharhary, dan Adam Malik.
    Dalam masa awal ini, KNIP telah mengadakan sidang di Solo pada 1946, Malang pada 1947, dan Yogyakarta pada 1949.
    Tidak sampai di situ, KNIP mengalami sejumlah perubahan pada 15 Februari 1950. Mulai dari DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 15 Februari 1950-16 Agustus 1950.
    Kemudian berubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) pada 16 Agustus 1950-26 Maret 1956. Lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) pada 26 Juni 1960-15 November 1965.
    Hingga akhirnya menjadi DPR lewat hasil pemilihan umum (pemilu) kedua di Indonesia pada DPR 28 Oktober 1971.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Enam Tokoh Pahlawan Nasional: Kahar Mudzakkir-Ruhana Kuddus

    Enam Tokoh Pahlawan Nasional: Kahar Mudzakkir-Ruhana Kuddus

    JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh, yakni Abdul Kahar Mudzakkir, Alexander Andries (AA) Maramis, KH Masjkur, M Sardjito, Ruhana Kuddus, dan Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi.

    Pemberian gelar pahlawan nasional tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/TK/2019 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tertanggal 7 November 2019 dan diberikan langsung kepada para ahli waris di Istana Negara, Jakarta, Jumat 8 November.

    Enam tokoh yang semasa hidupnya berjuang di berbagai bidang, mendapatkan gelar pahlawan nasional tahun 2019 ini.

    Mereka adalah Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Dr.(H.C.) A.A. Maramis dan K.H. Masjkur. pic.twitter.com/Ds0g8je22L

    — Joko Widodo (@jokowi) November 8, 2019

    Keenam tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional tahun ini berasal dari beragam profesi dan latar belakang. Dua orang di antaranya merupakan anggota BPUPKI/PPKI, seorang sultan dari Sukawesi Tenggara, seorang dokter yang berjasa di dunia pendidikan, dan seorang perempuan yang berjasa di bidang jurnalis dan pendidikan.

    Berikut tokoh-tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional 2019: 

    Abdul Kahar Muzakkir 

    Abdul Kahar Muzakkir. Foto: Wikimedia Commons

    Abdoel Kahar Moezakkir (atau ejaan baru Abdul Kahar Muzakkir) merupakan tokoh pendiri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Tokoh asal Kotagede ini juga pernah menjadi rektor kampus tersebut periode 1948-1960.

    Selain mendirikan UII, Kahar Muzakkir memang dikenang sebagai cendekiawan Muslim dan pejuang nasional. Dia juga sempat duduk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 

    Dr. Sardjito

    Doktor Sardjito. Foto: Wikimedia Commons

    Dr. Sardjito merupakan dokter sekaligus rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 1950-1961. Selanjutnya dia juga menjadi rektor UII periode 1963 – 1970.

    Semasa hidupnya, Dr Sardjito kelahiran Magetan ini menciptakan sejumlah vaksin, misalnya untuk typhus, kolera, hingga disentri. Semasa perjuangannya, dia juga berkontribusi dengan membuat makanan dan multivitamin untuk para tentara RI yaitu Biskuit Sardjito. 

    Atas dedikasinya dalam bidang pendidikan dan kesehatan pada era perjuangan kemerdekaan, nama Dr Sardjito juga diabadikan sebagai nama rumah sakit di Yogyakarta, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito.

    AA Maramis 

    Mr. Alexander Andries Maramis (1897-1977) akhirnya menjadi Pahlawan Nasional RI tahun 2019. pic.twitter.com/sL4IulHZ22

    — Bode Grey Talumewo (@bode_talumewo) November 8, 2019

    Alexander Andries Maramis atau lebih dikenal sebagai AA Maramis merupakan tokoh yang berasal dari Manado, Sulawesi Utara. Ia merupakan anggota BPUPKI dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada era kemerdekaan RI. 

    AA Maramis juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dan tanda tangannya ada dalam Oeang Republik Indonesia (ORI) — mata uang RI sebelum rupiah. AA Maramis juga keponakan dari Maria Walanda Maramis, tokoh pejuang perempuan dari Sulawesi Utara, yang sebelumya juga mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

    Roehana Koeddoes

    Roehana Koeddoes Foto: Wikimedia Commons

    Roehana Koeddoes (atau Ruhana Kuddus dengan ejaan kini) akhirnya mendapat gelar Pahlawan Nasional. Jurnalis perempuan pertama di Indonesia ini, sempat gagal menjadi pahlawan nasional meski telah memenuhi seluruh persyaratan dalam proses pengusulan dari daerah.

    Roehana kelahiran Koto Gadang, Sumatera Barat, ini memiliki komitmen tinggi di bidang pendidikan dan literasi. Roehana hidup pada zaman yang sama dengan RA Kartini, di mana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Ia adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

    Roehana pernah menjadi pimpinan beberapa surat kabar pada masanya. Ia pernah menulis untuk surat kabar Poetri Hindia, Oetoesan Melajoe, hingga mendirikan surat kabarnya sendiri, Soenting Melajoe. Selain di dunia pers, Roehana juga aktif menjadi penggerak kerajinan di Sumbar, khususnya untuk kaum perempuan.

    Sultan Himayatuddin

    Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau dikenal dengan gelar Oputa Yi Koo adalah putra daerah yang memimpin perlawanan terhadap agresi, invasi, dan imperialisme Belanda di wilayah kesultanan Buton pada abad ke-18. Himayatuddin pernah menjabat dua kali dipilih jadi sultan, yakni sebagai Sultan Buton ke-XX (1750-1752) dan ke-XXIII (1760-1760). Beliau wafat pada tahun 1776 masehi.

    Ia mendapat gelar pahlawan karena kegigihannya melawan penjajah Belanda di Tanah Air. Bahkan, ia sampai harus sempat turun tahta akibat perlawanannya dulu.

    KH Masjkur

    Alhamdulillah, KH Masjkur insya Allah akan dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional, pada 10 November 2019.#KyaikuPahlawanku

    | simak sosok beliau berikut ini. 👇🏻

    credit: @nahdlatululama pic.twitter.com/N4pjOSX6c1

    — PWNU Jatim | #HariSantri2019 (@pwnujatim) November 7, 2019

    KH Masjkur adalah tokoh dan ulama dari Nahdlatul Ulama. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Agama di tiga era Perdana Menteri, yakni Amir Syarifuddin, Mohammad Hatta, Soesanto Tirtopordjo atau sekitar periode 1947-1949. Kemudian menjadi Menteri Agama lagi di era Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo sekitar periode 1953-1955. 

    Pada zaman perjuangan kemerdekaan, KH Masjkur ikut menjadi anggota BPUPKI. Ia juga pernah tercatat sebagai pendiri Pembela Tanah Air (PETA), yang kemudian berubah nama Laskar Rakyat dan akhirnya menjadi TNI. Pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, ia memimpin barisan Sabilillah. 

    Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan enam nama pahlawan nasional pada 2018 melalui SK Presiden Nomor 123/TK tahun 2018 tentang Penganugrahan Gelar Pahlawan Nasional.

    Enam orang itu yakni almarhum Abdurrahman Baswedan, tokoh dari Provinsi DI Yogyakarta; almarhumah Agung Hajjah Andi Depu, tokoh dari Provinsi Sulawesi Barat; dan almarhum Depati Amir, tokoh dari Provinsi Bangka Belitung.

    Kemudian, almarhum Mr. Kasman Singodimedjo, tokoh dari Provinsi Jawa Tengah; almarhum Ir. H. Pangeran Mohammad Noor, tokoh dari Provinsi Kalimantan Selatan; dan almarhum Brigjen KH Syam’un, tokoh dari Provinsi Banten.