Tag: Karim Suryadi

  • Dilema Reshuffle Kabinet Bikin Prabowo Gelisah

    Dilema Reshuffle Kabinet Bikin Prabowo Gelisah

    FAJAR.CO.ID — Isu reshuffle Kabinet Merah Putih kian berembus kencang seiring banyaknya kontroversi seputar menteri pembantu Presiden Prabowo. Sinyal perombakan kabinet ini dianggap bentuk kegelisahan Prabowo dalam menyikapi kondisi pemerintahannya.

    Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Karim Suryadi menilai Presiden Prabowo Subianto sedang gelisah saat ini. Kegelisahan itu membuat sinyal reshuffle kabinet pun dikeluarkan.

    “Meskipun presiden tidak pernah sekalipun menyalahkan menterinya di depan publik, kegelisahan begitu terasa,” kata Karim, Jumat (7/2).

    Karim Suryadi mengungkapkan Prabowo sebenarnya sudah menilai sejumlah menteri pembantunya tidak berkinerja baik dalam 100 hari pemerintahannya.

    Prabowo bahkan memberikan peringatan akan menyingkirkan menteri maupun pejabat yang tidak seirama dengan visi misinya mensejahterakan rakyat.

    Prabowo merasa ada beberapa menteri yang kinerjanya tidak bagus.

    Menurut Karim, kinerja beberapa menteri itu menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

    Dia mencontohkan kasus pagar laut di Tangerang, Banten, yang terus berlarut sampai saat ini.

    “Menteri dan jajaran terkait terkesan takut,” kata Karim.

    Karim juga mencontohkan penembakan terhadap warga Indonesia di Malaysia.

    Belum lagi gas LPG 3 Kg yang sempat langka akibat kesalahan kebijakan menata distribusi gas elpiji 3 kg. Akibatnya terjadi kegaduhan dan huru-hara akibat sulitnya masyarakat kecil mendapatkan gas LPG 3 Kg. Seorang lansia bahkan tewas usai antre LPG 3 kg.

  • Pakar nilai pernyataan Prabowo soal “reshuffle” tunjukkan kegelisahan

    Pakar nilai pernyataan Prabowo soal “reshuffle” tunjukkan kegelisahan

    Meskipun Presiden tidak pernah sekalipun menyalahkan menterinya di depan publik, namun kegelisahan begitu teras

    Jakarta (ANTARA) – Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Karim Suryadi menilai pernyataan soal perombakan kabinet atau reshuffle menunjukkan kegelisahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Meskipun Presiden tidak pernah sekalipun menyalahkan menterinya di depan publik, namun kegelisahan begitu terasa,” kata Prof Karim saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.

    Ia menjelaskan bahwa kegelisahan Presiden berdasarkan sejumlah kinerja menterinya yang dinilai kurang baik, sehingga kegaduhan akibat kebijakan lebih kuat dirasakan dibandingkan manfaat untuk rakyat.

    “Sekadar contoh, kasus pemagaran laut yang berlarut-larut, bahkan menteri dan jajaran terkait terkesan takut. Kemudian, penembakan warga negara Indonesia di Malaysia, hingga kesengsaraan rakyat mendapatkan gas melon gara-gara harus berebut beli di pangkalan,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia memandang bahwa perombakan kabinet menjadi keharusan sebagai konsekuensi evaluasi terhadap kinerja para menteri.

    Ia juga memandang bahwa perombakan perlu untuk merawat kepercayaan publik kepada Presiden Prabowo Subianto, sehingga masa “bulan madu” tidak cepat berakhir.

    “Poin inilah yang saya sebut berkejaran dengan waktu. Jika pemerintah terlambat mewujudkan harapan, atau janji yang sudah dilontarkan, maka kepercayaan akan tergerus, dan bukan kabar baik jika pemerintahan kehilangan kepercayaan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memperingatkan jajaran menteri dan kepala lembaga pemerintah bahwa mereka bakal diganti jika tidak bekerja dengan benar.

    “Rakyat menuntut pemerintah yang bersih dan benar, yang bekerja dengan benar. Jadi, saya ingin tegakkan itu. Kepentingan hanya untuk bangsa, rakyat, tidak ada kepentingan lain, yang tidak mau bekerja benar-benar untuk rakyat ya saya akan singkirkan,” kata Presiden Prabowo menjawab pertanyaan wartawan terkait reshuffle Kabinet Merah Putih selepas puncak peringatan Harlah Ke-102 NU di Jakarta, Rabu (5/2).

    Walaupun demikian, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan bahwa belum ada rencana perombakan kabinet.

    “Hah? Reshuffle apa? Enggak ada reshuffle, belum,” kata Prasetyo saat ditanya terkait isu reshuffle kabinet di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/2).

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tantangan Jabar 2025, Akademisi: Gubernur Harus Berani Tidak Populer
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        31 Desember 2024

    Tantangan Jabar 2025, Akademisi: Gubernur Harus Berani Tidak Populer Bandung 31 Desember 2024

    Tantangan Jabar 2025, Akademisi: Gubernur Harus Berani Tidak Populer
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur baru di Jawa Barat diminta membangun fondasi yang kuat. Berbagai keputusan atau pendekatan yang diambil sebisa mungkin menghindari proyek besar yang hanya bertujuan meningkatkan popularitas jangka pendek.
    Hal itu disampaikan Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran (
    Unpad
    ) sekaligus Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Profesor Arief Anshory Yusuf dalam diskusi “Outlook Ekonomi, Hukum, dan Politik Indonesia dan Jawa Barat 2025.
    “Fokus harus diarahkan pada kebijakan yang bersifat mendasar dan jangka panjang, meskipun hasilnya tidak langsung terlihat,” ucap Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Arief Anshory Yusuf dalam rilisnya, Selasa (31/12/2024).
    Arief mengingatkan, pemerintah yang sukses bukanlah yang mencari glorifikasi saat masa jabatannya, tetapi yang membangun dasar kokoh bagi masa depan.
    “Jadi harus berani untuk tidak populer, tetapi tetap berorientasi pada hasil yang substansial,” tegas Arief.
    Menurutnya, Jabar sangat dikenal sebagai hub-manufaktur di Indonesia. Di mana pemerintah, baik pusat maupun provinsi, masih sangat mengandalkan sektor manufaktur.
    “Ketergantungan dengan sektor manufaktur ini terlihat dari kebijakan hilirisasi yang menjadi langkah untuk menghidupkan kembali industrialisasi yang mengalami stagnasi,” tutur Arief.
    Langkah ini, dimotivasi fakta Indonesia, termasuk Jabar mengalami stagnasi industrialisasi. Namun, kontribusi sektor manufaktur Jabar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sudah tidak signifikan seperti dulu.
    “Manufaktur Jabar menghadapi tantangan berat, termasuk persaingan ketat dengan negara-negara seperti Vietnam dan Tiongkok. Bahkan upah minimum pekerja di Vietnam misalnya, itu hanya setengah dari Indonesia. Dan ini menjadikannya lebih kompetitif,” papar dia.
    Ini berakibat, manufaktur tidak lagi menjadi pendorong utama pertumbuhan di Jabar. Perubahan tersebut pun terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi Jabar yang kini tak lagi di atas nasional.
    Stagnasi di sektor manufaktur mendorong terjadinya tersierisasi atau pergeseran ke sektor jasa yang lebih banyak. Namun, tersierisasi yang terjadi di Jabar cenderung ke arah jasa berkualitas rendah.
    “Selama ini kita seolah berasumsi re-industrialisasi akan berhasil atau hilirisasi akan sukses. Padahal ada rencana lain yang bisa dilakukan yakni memfasilitasi tersierlisasi. Misalnya mengembangkan sektor pariwisata dengan serius, atau pengembangan start-up agar kualitas pekerja meningkat,” ungkapnya.
    Untuk itu, peningkatan kualitas tenaga kerja menjadi tantangan besar bagi Jabar. Pendidikan rata-rata penduduk Jabar masih rendah, dengan angka lama sekolah yang berada di peringkat bawah secara nasional.
    Oleh karena itu, pendidikan menjadi kunci untuk menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif, terutama untuk mendukung sektor startup dan pariwisata yang potensial.
    Lalu dalam lanskap politik Indonesia, Guru Besar dari Universitas Pendidikan Indonesia, Profesor Karim Suryadi mengatakan, dinamika kekuasaan memperlihatkan pola yang relatif stabil dan harmonis.
    Koalisi Indonesia Maju, sebagai koalisi politik dominan, terus menguasai berbagai lini pemerintahan dengan dukungan mayoritas partai politik di parlemen. Hal ini menciptakan suasana “bulan madu” politik yang diperkirakan akan terus berlanjut dalam waktu dekat.
    Menurutnya, keberhasilan KIM dalam membangun soliditas diantara partai-partai anggotanya, menjadi fondasi utama stabilitas tersebut.
    “Dengan menguasai mayoritas kursi di DPR, koalisi ini memiliki kemampuan yang kuat untuk mengendalikan arah legislasi dan kebijakan nasional. Kesepakatan bersama dalam koalisi ini juga meminimalkan potensi friksi,” ungkap Karim.
    Namun, stabilitas ini bukan tanpa tantangan. Risiko terbesar dalam periode bulan madu politik adalah terjadinya stagnasi akibat kurangnya dinamika oposisi yang sehat.
    “Demokrasi membutuhkan checks and balances untuk memastikan bahwa kekuasaan dijalankan secara transparan dan akuntabel,” ucapnya.
    Disisi lain, lanjutnya, salah satu efek dari dominasi politik ini adalah semakin minimnya partisipasi masyarakat dalam proses politik.
    Sementara itu, paparan pada bidang hukum,
    akademisi
    Unpad, Mei Sunanto menilai, reformasi hukum di Indonesia belum ada perubahan besar yang terasa.
    Langkah yang diambil cenderung setengah hati dan tidak menyentuh tiga elemen utama sistem hukum, yakni substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
    “Banyak undang-undang yang dibuat belum benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat. Tidak sedikit langkah yang diambil tidak ada landasan hukumnya atau dengan kata lain hanya berbasis diskresi,” ungkap Mei.
    Selain itu, lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan peradilan masih menghadapi masalah besar, misalnya saat ini muncul tren penegakan hukum cenderung lebih cepat dilakukan jika kasusnya menjadi viral terlebih dahulu.
    “Kesadaran hukum masyarakat masih rendah. Banyak orang tidak memahami hak dan kewajiban mereka. Di sisi lain, aparat hukum sering kali masih bekerja dengan mentalitas transaksional, bukan pelayanan yang adil,” papar Mei.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Independesi dan Objektivitas Perhimpunan Survei Dipertanyakan karena Hal Ini

    Independesi dan Objektivitas Perhimpunan Survei Dipertanyakan karena Hal Ini

    Jakarta: Independensi dan objektivitas dewan etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dipertanyakan. Pernyataan muncul usai beberapa lembaga survei keluar dari keanggotaan perhimpunan.

    “Yang menjadi pertanyaan saya bagaimana tingkat independensi dan obyektifitas dewan etik. Apakah dewan etik keanggotannya itu terbebas dari kepentingan lembaga survei atau tidak?” kata Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia Karim Suryadi, dalam keterangan yang diterima, Kamis, 7 November 2024.

    Menurut dia, publik juga bertanya-tanya atas dewan etik yang menyoal perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta. Sebab, ada juga perbedaan yang mengemuka dalam survei di Pilkada Jawa Tengah.

    “Mengapa misalnya Jakarta yang dicermati, yang Jawa Tengah tidak. Ada urusan apa? Kan sama-sama melibatkan kepentingan publik. Jangan ada tebang pilih, kemudian independensi keanggotaan dewan etik itu mutlak harus dimiliki,” pungkasnya.
     

    Sebanyak 3 lembaga survei keluar dari Persepi. Pertama, yakni Poltracking Indonesia mempertanyakan integritas himpunan tersebut,

    “Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas, pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas,” ungkap Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi.

    Keluarnya Poltracking sisusul Parameter Politik Indonesia (PPI). Hengkangnya PPI disertai surat pernyataan pengunduran diri. Alasannya, mundur secara sukarela.

    “Kami sampaikan bahwa Parameter Politik Indonesia, menyatakan diri mundur dan keluar secara sukarela dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi),” demikian pernyataan melalui surat yang ditandatangani Direktur Parameter Politik Indonesia, Sadam Husen Falahuddin.

    Kemudian Voxpol Center Research and Consulting menyatakan mundur. Voxpol menyatakan mundur dari keanggotaan melalui surat ke Persepi.

    “Melalui surat ini, kami Voxpol Center Research and Consulting menyatakan keluar dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi),” demikian bunyi surat itu.

    Pengunduran ini dibenarkan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Ia mengatakan Voxpol tidak lagi menjadi bagian dari PERSEPI.

    Jakarta: Independensi dan objektivitas dewan etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dipertanyakan. Pernyataan muncul usai beberapa lembaga survei keluar dari keanggotaan perhimpunan.
     
    “Yang menjadi pertanyaan saya bagaimana tingkat independensi dan obyektifitas dewan etik. Apakah dewan etik keanggotannya itu terbebas dari kepentingan lembaga survei atau tidak?” kata Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia Karim Suryadi, dalam keterangan yang diterima, Kamis, 7 November 2024.
     
    Menurut dia, publik juga bertanya-tanya atas dewan etik yang menyoal perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta. Sebab, ada juga perbedaan yang mengemuka dalam survei di Pilkada Jawa Tengah.
    “Mengapa misalnya Jakarta yang dicermati, yang Jawa Tengah tidak. Ada urusan apa? Kan sama-sama melibatkan kepentingan publik. Jangan ada tebang pilih, kemudian independensi keanggotaan dewan etik itu mutlak harus dimiliki,” pungkasnya.
     

    Sebanyak 3 lembaga survei keluar dari Persepi. Pertama, yakni Poltracking Indonesia mempertanyakan integritas himpunan tersebut,
     
    “Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas, pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas,” ungkap Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi.
     
    Keluarnya Poltracking sisusul Parameter Politik Indonesia (PPI). Hengkangnya PPI disertai surat pernyataan pengunduran diri. Alasannya, mundur secara sukarela.
     
    “Kami sampaikan bahwa Parameter Politik Indonesia, menyatakan diri mundur dan keluar secara sukarela dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi),” demikian pernyataan melalui surat yang ditandatangani Direktur Parameter Politik Indonesia, Sadam Husen Falahuddin.
     
    Kemudian Voxpol Center Research and Consulting menyatakan mundur. Voxpol menyatakan mundur dari keanggotaan melalui surat ke Persepi.
     
    “Melalui surat ini, kami Voxpol Center Research and Consulting menyatakan keluar dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi),” demikian bunyi surat itu.
     
    Pengunduran ini dibenarkan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Ia mengatakan Voxpol tidak lagi menjadi bagian dari PERSEPI.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)