Tag: Karen Agustiawan

  • KPK Apresiasi MA yang Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

    KPK Apresiasi MA yang Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

    KPK Apresiasi MA yang Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mengapresiasi
    Mahkamah Agung
    (MA) yang memperberat kasasi eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
    Karen Agustiawan
    , menjadi 13 tahun dari sebelumnya 9 tahun.
    Karen Agustiawan merupakan terdakwa dalam
    kasus korupsi
    pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2014.
    “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan kasasi atas terdakwa GKK atau KA mantan Direktur Utama Pertamina, dalam perkara dugaan korupsi pada pengadaan LNG di Pertamina, yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Minggu (2/3/2025).
    Tessa mengatakan, konsistensi putusan pengadilan pada tingkat pertama, banding, dan kasasi tersebut membuktikan proses penanganan perkara di KPK telah sesuai ketentuan dan prosedur hukum.
    “Melalui putusan tersebut, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi trigger bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti pada upaya-upaya pencegahan, agar korupsi tidak kembali terjadi,” ujarnya.
    Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
    Putusan diketok oleh majelis kasasi MA yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, pada Jumat (28/2/2025).
    “Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat.
    Majelis kasasi menyatakan menolak permohonan kasasi dari pihak Karen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Meski demikian, majelis kasasi menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat banding yang tetap menghukum Karen 9 tahun penjara.
    Selain itu, dalam putusannya, majelis kasasi memperbaiki kualifikasi dan pidana.
    Karen, yang oleh pengadilan sebelumnya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kini dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 pada undang-undang yang sama.
    Adapun Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor berlaku pada setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan negara.
    Pasal ini berlaku bagi penyelenggara negara maupun swasta.
    Sementara, Pasal 3 menyangkut perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan berlaku bagi penyelenggara negara.
    Selain hukuman 13 tahun penjara, Karen juga dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    “Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 juncto Pasal 64,” sebagaimana dikutip dari putusan tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun 
                        Nasional

    5 Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun Nasional

    Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Skandal korupsi di
    Pertamina
    tak hanya terjadi pertama kali ini saja. Perusahaan pelat merah itu sudah beberapa kali digerogoti
    kasus korupsi
    .
    Berikut beberapa kasus korupsi di Pertamina:
    1. Tata kelola minyak mentah dan produk kilang
    Terbaru,
    Kejaksaan Agung
    mengungkap perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Kasus korupsi
    ini menyeret nama beberapa petinggi Pertamina, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS);
    Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; dan pejabat di PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF).
    Kemudian, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW);
    Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ); dan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya serta VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
    Dalam perhitungan sementara, kerugian negara pada tahun 2023 akibat korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Dilansir dari keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-
    blending
    atau dioplos di depo/storage menjadi Pertamax. Pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
     
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir pada Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    2. Pengadaan LNG
    Kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2014 menyeret nama eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
    Karen disangkakan melakukan pembelian gas secara sepihak dan tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku, seperti kajian komprehensif.
    Hal ini menyebabkan kargo LNG mengalami kelebihan suplai sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
    Atas perbuatannya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Karen dari 9 tahun penjara menjadi 13 tahun penjara, pada Jumat (28/2/2025).
    3. Perdagangan minyak mentah dan produk kilang di PES
    Pada 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan pemberian hadiah dalam kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte.Ltd (PES).
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan Bambang Irianto selaku Managing Director periode 2009-2013 sebagai tersangka.
    Kasus dugaan suap ini menjadi salah satu kasus yang mendapat perhatian Presiden Joko Widodo untuk segera diselesaikan KPK pada 2019 silam.
    Kasus ini mulai diselidiki KPK sejak Juni 2014. Namun, KPK baru berhasil menetapkan Bambang sebagai tersangka pada September 2019.
    Bambang diduga menerima uang sedikitnya 2,9 juta dollar AS atau setara Rp 40,75 miliar karena membantu pihak swasta terkait bisnis migas di lingkungan PES.
    4. Pengelolaan dana pensiun
    Pada 2017, Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina periode 2013-2015 Muhammad Helmi Kamal Lubis ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun Pertamina.
    Tak hanya Helmi, putra sulung pendiri Astra Internasional William Soeryadjaja, Edward Seky Soeryadjaya juga ditetapkan sebagai tersangka.
    Kasus tersebut bermula pada pertengahan 2014. Edward yang juga Direktur Ortus Holding Ltd berkenalan dengan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina Muhammad Helmi Kamal Lubis.
    Perkenalan itu berlanjut dengan deal bisnis, yakni permintaan agar dana pensiun Pertamina membeli saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
    Dari pertemuan itu, Muhammad Helmi Kamal Lubis pun melakukan pembelian saham SUGI senilai Rp 601 miliar melalui PT Millenium Danatama Sekuritas.
    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara dalam pembelian saham SUGI tersebut sebesar Rp 599 miliar.
    5. Korupsi Investasi di BMG Australia
    Pada 2018, Kejaksaan Agung menetapkan seorang Manajer MNA Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero), berinisial BK terkait dugaan korupsi penyalahgunaan investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia oleh Pertamina tahun 2009.
    Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Kasus itu bermula saat PT Pertamina (Persero) pada tahun 2009, melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd.
    Perjanjian jual beli ditandatangani pada tanggal 1 Mei 2009, dengan modal sebesar 66,2 juta dollar Australia atau senilai Rp 568 miliar dengan asumsi mendapatkan 812 barrel per hari.
    Namun, ternyata Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 hanya dapat menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pty.Ltd rata-rata sebesar 252 barrel per hari.
    Pada 5 November 2010, Blok BMG Australia dinyatakan ditutup setelah ROC Oil Ltd, Beach Petroleum, Sojitz, dan Cieco Energy memutuskan penghentian produksi minyak mentah (non production phase/npp) dengan alasan lapangan tidak ekonomis.
    6. Digitalisasi SPBU
    Pada 2025, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) tahun 2018–2023.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, perkara korupsi ini sedang bergulir di tahap penyidikan.
    “Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) bulan September 2024,” kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
    Tessa mengatakan, KPK sudah menetapkan tersangka dalam korupsi
    digitalisasi SPBU
    PT Pertamina. Namun, ia tidak mengungkapkan identitas tersangka tersebut.
    “Sudah ada tersangkanya,” ujar Tessa.
    Adapun dugaan korupsi digitalisasi PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023 muncul pertama kali dalam jadwal pemeriksaan sejumlah saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin (20/1/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasasi Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ditolak, Hukuman Diperberat Jadi 13 Tahun

    Kasasi Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ditolak, Hukuman Diperberat Jadi 13 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan dalam perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG). 

    Kasasi bernomor perkara 1076 K/Pid.Sus/2025 itu telah diputus kemarin, Jumat (28/2/2025), dan kini dalam proses minutasi oleh Majelis Hakim. Pada amar putusan kasasi, Majelis Hakim justru memperberat hukuman Karen menjadi 13 tahun penjara. 

    “Tolak, Perbaikan kualifikasi dan pidana, terbukti pasal 3 TPK [UU Tindak Pidana Korupsi] jo Pasal 55 jo pasal 64, pidana penjara 13 tahun,” demikian dikutip dari situs resmi MA, Sabtu (1/3/2025). 

    Selain pidana badan, Majelis Hakim Kasasi turut memperberat pidana denda yang dijatuhkan ke Direktur Utama Pertamina 2009-2014 itu. Total hukuman denda yang dijatuhkan kepadanya yakni Rp650 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis tingkat pertama terhadap Karen berdasarkan putusan banding yang dibacakan 30 Agustus 2024 lalu. 

    Adapun pada pengadilan tingkat pertama, Karen dijatuhi hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan. 

    Namun demikian, Karen lolos dari jerat pidana uang pengganti yang turut dibebankan kepadanya sebesar Rp1,09 miliar dan US$104,016 sebagaimana tuntutan jaksa KPK. 

    Jaksa KPK mendakwa Karen menyebankan kerugian keuangan negara sebesar US$113,83 juta akibat kebijakan pengadaan atau impor LNG Pertamina dari perusahaan Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction, LLC atau CCL. Perusahaan itu juga dituntut oleh jaksa KPK membayar kerugian keuangan negara sebesar US$113,83 juta itu.

    CCL merupakan perusahaan produsen LNG berbasis di negara bagian Texas, AS, serta merupakan anak usaha dari Cheniere Energy, Inc.   

    JPU KPK menyatakan bahwa persetujuan pengembangan bisnis gas Pertamina pada beberapa kilang LNG potensial di AS itu dilakukan tanpa pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa dasar justifikasi, analisis, maupun tanggapan tertulis pada Dewan Komisaris perseroan.

    Jaksa juga menyebut LNG dari CCL tidak berhasil diserap lantaran harga yang dibeli dari perusahaan AS itu terlalu mahal untuk kilang Pertamina. Alhasil, lanjut jaksa, LNG dari CCL tidak bisa diserap oleh pasar domestik. 

    Pertamina pun disebut menjual sebanyak delapan kargo gas alam cair dari CCL itu di pasar spot dengan harga lebih rendah. Kemudian, perseroan juga harus membayar suspension fee atas batalnya pembelian sebanyak tiga kargo LNG lainnya. 

    Di sisi lain, Karen turut didakwa ‘bermanuver’ sendiri untuk menjalin komunikasi dengan salah satu pihak pemegang saham Cheniere Energy, Inc. Tujuannya yakni untuk mendapatkan jabatan di perusahaan investasi tersebut.  

    Dalam surat dakwaan yang sama, JPU juga menyebut Blackstone merupakan pemilik saham dari induk CCL yaitu Cheniere Energy, Inc. Karen disebut menjalin komunikasi dengan Blackstone untuk mendapatkan jabatan di perusahaan itu usai meloloskan kontrak pengadaan LNG antara CCL dan Pertamina. 

    Meski demikian, dalam pertimbangan hakim, gaji yang diterima Karen dari Blackstone sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 merupakan penghasilan resmi lantaran sudah dipotong pajak sekaligus dilaporkan dalam SPT 2015. Uang itu juga diterima setelah Karen mengundurkan diri dari perseroan. 

    “Majelis hakim sependapat dengan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa bahwa uang diterima dari Blackstone melalui manajemen sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 adalah penghasilan resmi sebagai senior advisor [Blackstone],” kata Hakim Ketua Maryono, pada sidang pembacaan putusan, Juni 2024 lalu.

    Menanggapi putusan kasasi terhadap Karen, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengapresiasi putusan MA tersebut. Dia menilai majelis hakim mulai dari tingkat pertama, banding hingga kasasi konsisten membuktikan bahwa penanganan kasus Karen oleh KPK sudah sesuai prosedur hukum.

    “Konsistensi putusan pada tingkat pertama, banding, dan kasasi tersebut-yang justru memperberat, telah menguji sekaligus membuktikan proses penanganan perkara di KPK telah sesuai ketentuan dan prosedur hukum,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (1/3/2025). 

    Melalui putusan tersebut, lanjut Tessa, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi dorongan bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti pada upaya-upaya pencegahan, agar korupsi tidak kembali terjadi.

  • Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Hukumannya Diperberat MA Jadi 13 Tahun Penjara – Halaman all

    Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Hukumannya Diperberat MA Jadi 13 Tahun Penjara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut profil Karen Agustiawan, eks Direktur Utama Pertamina yang hukumannya diperberat menjadi 13 tahun penjara.

    Nama Karen Agustiawan saat ini mencuri perhatian.

    Hal ini lantaran mantan Direktur Utama (eks Dirut) Pertamina ini mendapatkan hukuman yang diperberat oleh Mahkamah Agung (MA).

    Hukuman yang dijatuhkan Karen Agustiawan mulanya dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

    Dilansir Kompas, putusan tersebut disahkan pada Jumat (28/2/2025) hari ini oleh majelis kasasi MA yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

    Majelis kasasi menolak permohonan kasasi dari pihak Karen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Meski demikian, majelis kasasi menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat banding yang tetap menghukum Karen 9 tahun penjara. 

    Dalam putusan tersebut. majelis kasasi juga memperbaiki kualifikasi dan pidana.

    Karen Agustiawan dinilai melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam pengadilan sebelumnya.

    Saat ini, Karen Agustiawan dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 pada undang-undang yang sama.

    Karen agustiawan bahkan juga dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair 6 bulan kurungan disamping menjalani hukuman 13 tahun penjara.

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan hukuman mantan Dirut Pertamina ini 9 tahun penjara.

    Karen Agustiawan dinilai bersalah karena melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor.

    Lantas siapa Karen Agustiawan sebenarnya ?

    Berikut Tribunnews rangkum profil Karen Agustiawan eks Dirut Pertamina yang hukumannya diperberat menjadi 13 tahun penjara :

    Karen Agustiawan adalah Mantan Direktur Utama Pertamina.

    Dikutip dari Wikipedia, namanya juga pernah muncul dalam Asia’s 50 Power Businesswomen 2011.

    Kehidupan Pribadi

    Karen Agustiawan memiliki gelar Ir. Hj. Karen Agustiawan.

    Perempuan berumur 67 tahun ini diketahui bernama asli Galaila Karen Kardinah.

    Karen Agustiawan lahir pada 19 Oktober 1958 di Bandung.

    Ia merupakan anak dari pasangan Dr. Sumiyatno dan R. Asiah.

    Ayah Karen Agustiawan merupakan utusan pertama Indonesia di World Health Organization dan presiden terdahulu dari Biofarma, perusahaan farmasi.

    Karen Agustiawan menikah dengan Herman Agustiawan.

    Suaminya tak lain adalah mantan pegawai di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang sekarang bekerja di Dewan Energi Nasional.

    Dari pernikahannya tersebut, Karen dan Herman dikaruniai 3 anak.

    Karier

    Perjalanan karier Karen Agustiawan dimulai setelah dirinya lulus dari jurusan Teknik Fisika di Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1983.

    Ia mengawali karier dari tahun 1998 sampai 2002, sebagai profesional di Landmark Concurrent Solusi Indonesia sebagai business development manager.

    Lalu sebagai commercial manager for consulting and project management di Halliburton Indonesia pada 2002-2006.

    Kemudian ia berkarier di PT Pertamina (Persero) sebagai staf ahli direktur utama PT Pertamina (Persero) untuk bisnis hulu (2006-2008), kemudian dipercaya menjabat sebagai direktur hulu sejak 5 Maret 2008 hingga ia ditunjuk oleh pemegang saham untuk memimpin Pertamina sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) pada 5 Februari 2009. 

    Karen Agustiawan resmi berhenti dari jabatannya sebagai CEO PT Pertamina tertanggal 1 Oktober 2014 dan menjadi dosen guru besar di Harvard University, Boston, AS.

    (TRIBUNNEWS/Ika Wahyuningsih,Kompas)

  • KPK Apresiasi MA yang Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman pidana badan eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
    Karen Agustiawan
    , dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau
    liquefied natural gas
    (LNG).
    Karen yang sebelumnya dihukum 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diperberat menjadi 13 tahun bui oleh majelis kasasi Mahkamah Agung (MA).
    Baik pengadilan tingkat pertama, banding, maupun kasasi sama-sama menilai tindakan Karen dalam membeli LNG secara melawan hukum terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,8 triliun.
    Majelis kasasi MA menyatakan, Karen terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    “Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat (28/2/2025).
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan waktu cukup lama untuk menangani perkara dugaan korupsi Karen ini.
    Meski sudah menangani kasus tersebut bertahun-tahun, KPK baru resmi mengumumkan Karen sebagai tersangka pada Selasa (19/9/2023).
    Adapun pengadaan LNG yang menjadi materi penyidikan KPK berlangsung sejak 2011-2021.
    Sebelum resmi menahan Karen pada Selasa itu, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat perusahaan minyak dan gas pelat merah tersebut.
    Di antara mereka adalah eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dan eks Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
    Perkara ini berawal dari rencana Pertamina membeli gas alam cair untuk menanggulangi defisit gas dalam negeri pada 2009-2040.
    Karen yang menjabat Direktur Utama pada 2009-2014 kemudian meneken kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier luar negeri, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat (AS).
    Namun, kontrak pembelian itu dilakukan Karen tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku seperti kajian komprehensif.
    “Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” kata ketua KPK saat itu, Firli Bahuri.
    Setelah pembelian tersebut, semua kargo yang dibeli dari CCL LLC tidak terserap di pasar domestik.
    Akibatnya, kargo LNG mengalami kelebihan suplai dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
    Kondisi ini menimbulkan kerugian nyata.
    Pertamina akhirnya harus menjual LNG itu dengan rugi ke pasar internasional.
    Menurut Firli, tindakan Karen bertentangan dengan ketentuan di internal Pertamina.
    Di antaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.
    “Dari perbuatan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dollar AS, yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun (perhitungan awal),” tutur Firli.
    Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, Karen menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) melalui tim kuasa hukumnya pada Jumat (6/10/2023).
    KPK menghadirkan 121 bukti untuk menghadapi dalil-dalil Karen dan menghadirkan ahli.
    Setelah persidangan selama tujuh hari, hakim memutuskan menolak permohonan Karen.
    Setelah berkas penyidikan lengkap, Karen diserahkan kepada jaksa penuntut umum.
    Ia pun diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam tahapan pembuktian, Karen mendapatkan hak untuk menghadirkan saksi meringankan atau a de charge.
    Tak tanggung-tanggung, mantan bos perusahaan pelat merah itu menghadirkan Wakil Presiden RI ke-10, Jusuf Kalla (JK).
    “Saya ingin hadirkan Pak JK karena beliau kan yang terlibat di Perpres ya, yang tadi dibilang ya bahwa harus lebih banyak (penggunaan) gas dan itu memang kita lakukan,” kata Karen.
    Namun, Karen kembali kalah melawan KPK.
    Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menghukum Karen 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan penjara.
    Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
    Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Karen divonis 11 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahkamah Agung Perberat Vonis Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun – Page 3

    Mahkamah Agung Perberat Vonis Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun – Page 3

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, yakni 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

    Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan untuk menerima permohonan banding dari penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa, tetapi hanya melakukan perubahan terbatas pada amar putusan terkait barang bukti.

    Di pengadilan tingkat pertama, Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan LNG di Pertamina.

    Karen terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Dalam perkara ini, Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011 hingga 2014.

    Mantan Dirut Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun.

    Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.

     

  • MA Vonis Mantan Dirut Pertamina 13 Tahun Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Gas Alam

    MA Vonis Mantan Dirut Pertamina 13 Tahun Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Gas Alam

    JABAR EKSPRES – Mahkamah Agung (MA) berikan vonis berat kepada mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquid natural gas (LNG) dari 9 tahun penjara jadi 13 tahun penjara.

    Tidak hanya dibui, MA juga menghukum Karen untuk membayar denda sebesar Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan. Denda tersebut lebih besar dari putusan pengadilan sebelumnya yaitu Rp500 juta subsider 3 bulan.

    “Pidana penjara 13 tahun, denda Rp650 juta susider enam bulan kurungan,” demikian petikan amar putusan tingkat kasasi Nomor 1076 K/PID.SUS/2025 dikutip dari laman resmi MA RI, Jumat (28/2).

    BACA JUGA: PU Menang Banding, Vonis Emil Ermindra di Kasus Korupsi Timah Diperberat jadi 20 Tahun Penjara

    Pada dasarnya, Majelis Kasasi menolak permohonan kasasi Karen ataupun jaksa penuntut umum KPK. Namun majelis kasasi memutus untuk memperbaiki kualifikasi dan pidana dari putusan pengadilan banding yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.

    “Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 junto Pasal 64,” lanjut putusan amar tersebut.

    Putusan kasasi diputus pada Jumat (28/2) oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto selaku ketua mejelis dengan anggota 1 Sinintha Yuliansih Sibarani dan anggota 2 Achmad Setyo Pudjoharsoyo, serta Agustina Dyah Prasetyaningsih sebagai painter pengganti.

    BACA JUGA: Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kejagung Geledah Rumah Pengusaha Riza Chalid

    “Perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi (pengarsipan berkas perkara menjadi arsip negara) oleh majelis,” demikian tertulis pula di laman MA.

    Sebelumnya,  Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhada Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan yaitu 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

  • MA Perberat Vonis Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun Penjara

    MA Perberat Vonis Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun Penjara

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Vonis yang sebelumnya sembilan tahun penjara kini diperberat menjadi 13 tahun penjara.

    Selain hukuman penjara, MA juga menetapkan denda sebesar Rp 650 juta dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan putusan sebelumnya, yang hanya menetapkan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

    “Pidana penjara 13 tahun, denda Rp 650 juta subsider enam bulan kurungan,” demikian bunyi petikan amar putusan kasasi Nomor 1076 K/PID.SUS/2025 yang dikutip dari laman resmi MA RI, Jumat (28/2/2025).

    Dalam putusan tingkat kasasi ini, majelis hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan baik oleh Karen Agustiawan maupun jaksa penuntut umum KPK. Namun, majelis memutuskan untuk mengubah kualifikasi perkara dan memperberat hukuman Karen Agustiawan ini dari putusan pengadilan banding yang sebelumnya menguatkan putusan tingkat pertama.

  • KPK Apresiasi MA yang Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

    6 Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun Nasional

    Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Mahkamah Agung
    (MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
    Karen Agustiawan
    , dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
    Putusan diketok oleh majelis kasasi MA yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Jumat (28/2/2025) hari ini.
    “Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat.
    Majelis kasasi menyatakan menolak permohonan kasasi dari pihak Karen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Meski demikian, majelis kasasi menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat banding yang tetap menghukum Karen 9 tahun penjara. 
    Selain itu, dalam putusannya, majelis kasasi memperbaiki kualifikasi dan pidana.
    Karen, yang oleh pengadilan sebelumnya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kini dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 pada undang-undang yang sama.
    Adapun Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor berlaku pada setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan negara.
    Pasal ini berlaku bagi penyelenggara negara maupun swasta.
    Sementara, Pasal 3 menyangkut perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan berlaku bagi penyelenggara negara.
    Selain hukuman 13 tahun bui, Karen juga dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair 6 bulan kurungan. “Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 juncto Pasal 64,” sebagaimana dikutip dari putusan tersebut.
    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan hukuman Karen 9 tahun penjara.
    Karen dinilai bersalah melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor.
    “Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT.PST, tanggal 24 Juni 2024,” demikian bunyi amar putusan banding yang dikutip di situs Mahkamah Agung (MA), Senin (2/9/2024).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RUU BUMN: ‘Proteksi Berlapis’ Direksi – Komisaris Perusahaan Pelat Merah

    RUU BUMN: ‘Proteksi Berlapis’ Direksi – Komisaris Perusahaan Pelat Merah

    Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan memberikan proteksi berlapis kepada pegawai, direksi, hingga dewan komisaris.

    Mereka dikeluarkan dari rumpun penyelenggara negara hingga adanya adopsi business judgement rule yang memungkinan keputusan bisnis yang ditempuh oleh direksi BUMN tidak bisa dipidanakan.

    RUU BUMN telah saat ini telah disahkan oleh DPR. Implementasi beleid baru tersebut akan segera berlaku setelah diundangkan dan diteken oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam catatan Bisnis, amandemen UU BUMN itu sejatinya telah dibahas sejak era Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi). Namun pengesahannya berlangsung di era Prabowo. Rapat paripurna pengesahan RUU BUMN dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

    “Apakah RUU No.19/2003 tentang BUMN dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?,” tanya Dasco yang dijawab setuju oleh peserta rapat.

    Sekadar catatan, rancangan Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara. Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN.

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

    Adapun Pasal 87 angka 5 menyatakan bahwa pegawai BUMN juga bukan penyelenggara negara. Namun demikian, aturan itu hanya melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

    Sementara, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat. 

    Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN.

    Itu artinya tidak ada celah dari undang-undang lain untuk mengintervensi status BUMN bukan sebagai penyelenggara negara.

    Ketentuan ini juga berlaku terhadap UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), terutama Pasal 2, yang mengkategorikan pegawai BUMN sebagai penyelenggara negara. Aturan inilah yang sering menjadi rujukan penegak hukum untuk menindak oknum di BUMN.  

    Business Judgement Rule 

    Selain status penyelenggara negara, poin lainnya yang masuk dalam amandemen UU BUMN adalah business judgement rule (BJR). Prinsip ini memungkinan seorang direksi BUMN kebal hukum kendati keputusaan yang diambil terindikasi melanggar undang-undang bahkan merugikan negara. 

    “Pengaturan terkait business judgement rule atau aturan yang melindungi kewenangan direksi dalam pengambilan keputusan juga mendapat perhatian khusus dalam RUU BUMN,” demikian keterangan yang dilansir Antara, Minggu (2/2/2025).

    Melansir Kemenkeu Learning Center, business judgement rule adalah prinsip hukum yang diadopsi dari tradisi common law di Amerika. Prinsip BJR melindungi direksi BUMN dari risiko penuntutan hukum atas keputusan bisnis yang telah ditempuh.

    Isu BJR menjadi bahan perdebatan belakangan ini. Apalagi, banyak petinggi atau direksi BUMN yang terjerat perkara hukum karena salah atau keputusan yang ditempuh merugikan keuangan negara. Salah satunya bekas Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.

    Ketentuan mengenai BJR itu diatur dalam RUU BUMN, terutama Pasal 9F. Ada dua usulan frasa dalam pasal tersebut. DPR meminta supaya direksi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian BUMN. Namun demikian, dalam pembahasan, pemerintah meminta frasa itu diubah menjadi anggota direksi tidak dapat diminta ganti kerugian investasi. Ketentuan ini juga mencakup kepada Dewan Pengawas dan Dewan Komisaris.

    “Pengaturan terkait Business Judgement Rule yang dapat memberikan manfaat bagi pelaksanaan aksi korporasi BUMN dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN,” Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini.

    Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto sepakat dengan rencana pemerintah dan DPR untuk mengadopsi prinsip business judgement rule dalam amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Fitroh berpendapat bahwa semua penegak hukum perlu berhati-hati dalam menerapkan Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi alias Tipikor khususnya dalam aktivitas bisnis. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memuat frasa bahwa korupsi tidak hanya terkait upaya memperkaya diri sendiri, tetapi juga mencakup tindakan untuk memperkaya orang lain.

    “Saya termasuk yang sepakat harus benar-benar hati-hati, dalam menerapkan pasal 2 atau 3 khususnya dalam bisnis, harus benar-benar ada niat jahat dan bukan sekedar asal rugi menjadi korupsi. Sebagaimana pernah saya sampaikan dalam fit and proper test,” ujar Fitroh kepada Bisnis, Minggu (2/2/2025).

    Di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengemukaan bahwa isu mengenai direksi BUMN bukan penyelenggara negara masih sebatas wacana. “Ini kan masih bersifat wacana.”

    “Saat ini kita masih berpegang pada UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN pada penjelasan Pasal 2 angka 7,” pungkas Harli.