Tag: Kamala Harris

  • Video: Trump & Harris Fokus ke Wilayah Penentu Kemenangan

    Video: Trump & Harris Fokus ke Wilayah Penentu Kemenangan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jelang pemilihan Presiden AS yang berlangsung pada 5 November, capres Donald Trump maupun Kamala Harris akan berfokus pada negara bagian yang menjadi penentu kemenangan status mereka.

    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, (Senin, 4/11/2024).

  • Donald Trump Menang Pilpres AS, Petaka Besar Buat China

    Donald Trump Menang Pilpres AS, Petaka Besar Buat China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jika Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), China akan menghadapi petaka besar di sektor teknologi. 

    Para eksekutif perusahaan teknologi di China mengatakan, gaya kepemimpinan Trump yang tidak terduga dapat memberikan hukuman lain bagi industri yang kini sudah dikenakan sanksi pembatasan ekspor pada pemerintahan Joe Biden.

    Seperti diketahui, Trump memulai perang dagang China-AS selama masa jabatannya sebagai presiden pada 2017-2021. Trump melarang ekspor teknologi milik perusahaan AS ke China dengan alasan praktik perdagangan yang tidak adil dan keamanan nasional. Belum lagi pengaruh Trump kepada negara sekutu yang membuat mereka ikut memblokir teknologi dari China.

    Dalam survei pemilih, ia imbang dengan saingannya dari Partai Demokrat, Kamala Harris, yang diharapkan para eksekutif dapat melanjutkan kebijakan petahana untuk melakukan perubahan bertahap dan berkala pada kontrol ekspor teknologi. Ketepatan membuat Harris menjadi pilihan utama bagi banyak eksekutif.

    Para analis memberikan gambaran tentang bagaimana sektor teknologi China mengukur masa depan di bawah presiden berikutnya.

    Setengah dari analisis menganggap kemenangan Trump sebagai hal yang negatif dalam jangka pendek, karena kemungkinan yang lebih besar untuk mengintensifkan kontrol ekspor dan sanksi terhadap sektor semikonduktor China.

    Selama masa jabatan Trump sebagai presiden, ia mengenakan tarif pada barang-barang China senilai miliaran dolar dan memberikan sanksi kepada konglomerat termasuk pembuat chip SMIC dan produsen telekomunikasi Huawei.

    “Sebagai pemrakarsa peningkatan komprehensif dalam pengendalian sains dan teknologi China, jika Trump kembali berkuasa industri semikonduktor domestik mungkin akan semakin ditekan,” tulis perusahaan pialang Topsperity Securities yang berbasis di Shanghai, dikutip dari Reuters, Senin (4/11/2024).

    Sementara itu Material Energy Times, mengatakan kebijakan unilateralis Trump mungkin juga akan menghadapi tantangan dan ketidak-kerjasamaan dari komunitas internasional.

    Sementara kebijakan yang akan diwarisi Harris dari Presiden Joe Biden berdampak dalam waktu jangka panjang, terkoordinasi, dan dapat diprediksi. Ini dapat membuat industri lebih stabil tapi lebih lama bagi industri semikonduktor China untuk kembali berdagang normal dengan AS.

    Terlepas dari siapa yang memenangkan pemilihan Presiden AS, sektor teknologi China jauh lebih berfokus pada produksi dalam negeri dan mandiri dibandingkan saat Trump atau Biden menjabat, menurut analis dan tinjauan data Reuters.

    (fab/fab)

  • IHSG berpotensi rebound di tengah `wait and see` Pilpres AS

    IHSG berpotensi rebound di tengah `wait and see` Pilpres AS

    Arsip foto – Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melalui layar komputer di Jakarta, Senin (21/10/2024). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.

    IHSG berpotensi rebound di tengah `wait and see` Pilpres AS
    Dalam Negeri   
    Widodo   
    Senin, 04 November 2024 – 10:03 WIB

    Elshinta.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin berpotensi bergerak rebound (berbalik menguat) di tengah sikap ‘wait and see’ pelaku pasar terhadap Pemilihan Presiden (Pilpres) di Amerika Serikat.

    IHSG dibuka melemah 0,14 poin atau 0,00 persen ke posisi 7.505,10. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 0,01 poin atau 0,00 persen ke posisi 912,59.

    “Pelaku pasar cenderung berhati-hati jelang Pilpres AS pada 5 November 2024 dan pengumuman FOMC The Fed. IHSG pada awal pekan ini berpotensi rebound sejalan dengan sentimen positif dari indeks- indeks global,” sebut Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Senin.

    Dari dalam negeri, pada Selasa pekan ini (5/11) akan ada rilis pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2024 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang diperkirakan melandai sejalan dengan melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat, serta absennya Hari Besar Keagamaan.

    Pada Rabu (6/11), Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2024 dan diperkirakan PDB masih akan relatif stabil di atas 5 persen.

    Dari mancanegara, akan diselenggarakan pesta demokrasi berupa Pemilihan Presiden (Pilpres) di AS pada Selasa (5/11), serta terdapat penyelenggaraan The Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed pada 6-7 November 2024 waktu AS.

    Pilpres AS, yang mana Donald Trump akan bertanding dalam pemungutan suara dengan Kamala Harris.

    Sementara itu, Bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat lalu (1/11) berhasil rebound, meskipun pasar tenaga kerja melemah, indeks Dow Jones menguat 288,73 poin atau 0,69 persen di level 42.052,19, indeks S&P 500 naik 0,41 persen di level 5.728,80, sedangkan Nasdaq Composite melonjak 0,8 persen ke 18.239,92.

    Bursa saham regional Asia pagi ini antara lain, indeks Hang Seng menguat 23,25 poin atau 0,11 persen ke level 20.529,75, indeks Shanghai menguat 2,39 poin atau 0,07 persen ke 3.274,40, dan indeks Straits Times meenguat 18,56 poin atau 0,52 persen ke 3.573,98.

    Sementara itu, indeks Nikkei (Jepang) libur memperingati hari libur nasional negara tersebut.

    Sumber : Antara

  • Kapan, Siapa Kandidatnya dan Bagaimana Sistemnya?

    Kapan, Siapa Kandidatnya dan Bagaimana Sistemnya?

    Jakarta

    Amerika Serikat (AS) akan segera menggelar pemilihan umum (Pemilu). Pemilu ini adalah untuk menentukan siapa yang akan menjadi Presiden AS berikutnya. Pemilihan Presiden (Pilpres AS) ini diselenggarakan setiap empat tahun sekali.

    Berikut ini serba-serbi tentang Pemilu Amerika Serikat 2024:

    Kapan Pemilu di Amerika Serikat 2024?

    Tanggal pemungutan suara untuk Pemilu Amerika Serikat 2024 adalah pada Selasa, 5 November 2024 waktu setempat. Jutaan warga Amerika Serikat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih akan mendatangi tempat pemungutan suara pada tanggal tersebut untuk memilih Presiden mereka berikutnya.

    Nantinya pemenang dalam Pemilu AS 2024 akan menjabat sebagai Presiden AS selama empat tahun di Gedung Putih, mulai Januari 2025. Mengutip dari Al Jazeera, di AS, warga negara harus memenuhi beberapa kriteria kelayakan yang sangat mendasar untuk dapat memilih, yaitu: Warga negara Amerika Serikat, penduduk negara bagian tempat mereka terdaftar untuk memberikan suara, dan sudah berusia 18 tahun atau lebih.

    Siapa Saja Kandidat yang Berpartisipasi?

    Mengutip dari BBC, pada awalnya ada 15 bakal calon Presiden AS, yakni 9 orang dari Partai Republik, 4 orang dari Partai Demokrat, dan 2 orang lainnya dari kubu independen. Namun dari 15 orang tersebut, pada akhirnya hanya tersisa 2 orang kandidat Presiden AS, yaitu Kamala Harris dan Donald Trump.

    Nama Kamala Harris sendiri muncul setelah Presiden Joe Biden mengumumkan pengunduran dirinya dalam persaingan pemilihan Presiden AS. Biden kemudian mendukung Harris untuk menggantikannya sebagai kandidat dari Partai Demokrat. Sementara di Partai Republik, mantan Presiden AS Donald Trump mengungguli pesaing terakhirnya, mantan Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley.

    Kamala Harris dan Donald Trump (Foto: BBC World)Bagaimana Mekanisme Pemilu Amerika?

    Cara memberikan suara dalam Pemilu AS yaitu warga negara AS akan mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih calon Presiden AS dan calon anggota Electoral College (lembaga pemilihan umum AS). Pada akhirnya, jumlah suara anggota Electoral College ini yang menentukan siapa pemenang untuk menjadi Presiden AS.

    Jumlah perwakilan anggota Electoral College untuk setiap negara bagian disesuaikan dengan total populasi di daerah tersebut. Secara keseluruhan, total anggota Electoral College adalah 538 orang. Seorang kandidat presiden harus mendapatkan suara terbanyak, yakni 270 suara atau lebih, untuk memenangkan pemilihan.

    Perlu diketahui, seperti dikutip dari Al Jazeera, bahwa Presiden AS tidak dipilih oleh suara populer nasional, atau jumlah total suara yang diterima setiap kandidat. Melainkan oleh suara terbanyak dari anggota lembaga pemilih atau Electoral College, yakni orang-orang yang akhirnya memberikan suara untuk presiden.

    Jadi untuk memenangkan Pilpres AS, seorang kandidat presiden harus memenangkan dukungan dari mayoritas pemilih. Para pemilih akhirnya memberikan suara mereka pada bulan Desember 2024, sekitar sebulan setelah pemilihan. Suara mereka kemudian disertifikasi oleh Kongres pada awal Januari 2025, ketika Presiden AS dikonfirmasi dan secara resmi menjabat.

    (wia/imk)

  • VIDEO: Salah Satu Pendiri Perusahaan Kripto Ripple, Chris Larsen Dukung Kamala Harris

    VIDEO: Salah Satu Pendiri Perusahaan Kripto Ripple, Chris Larsen Dukung Kamala Harris

    Salah satu pendiri perusahaan kripto Ripple, Chris Larsen muncul sebagai pendukung penting Wakil Presiden Kamala Harris menjelang pemilihan presiden AS. Menurut Larsen, jika Harris menjabat sebagai presiden, meningkatkan inovasi dalam sektor kripto AS.

    Ringkasan

  • Kamala Harris Sudah Gunakan Hak Pilih di Pilpres AS

    Kamala Harris Sudah Gunakan Hak Pilih di Pilpres AS

    Jakarta

    Wakil Presiden sekaligus Capres dari Partai Demokrat, Kamala Harris mengatakan telah menggunakan hak pilihnya dalam Pilpres Amerika Serikat (AS). Dia menyampaikan surat suara pemilihan sudah dikirim melalui pos ke negara bagian asalnya, California.

    Hal itu disampaikan Harris saat berkampanye di negara bagian Michigan pada Minggu (3/11/2024). Surat pemilihan sedang dalam perjalanan ke California.

    “Saya sebenarnya baru saja mengisi surat suara saya,” kata Harris kepada wartawan dilansir AFP, Senin (4/11/2024).

    “(Surat) sedang dalam perjalanan ke California,” ujarnya.

    Seperti diketahui, pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) akan digelar pada 5 November 2024. Berdasarkan hasil survei, Capres yang diusung Partai Demokrat, Kamala Harris, unggul dari Capres yang diusung Partai Republik, Donald Trump di negara bagian, Iowa.

    Survei ini dilakukan oleh Des Moines Register/Mediacom yang dirilis pada Sabtu (2/11). Suara di negara bagian Iowa sebelumnya dimenangkan oleh Trump pada Pemilu tahun 2016 dan 2020.

    Survei menyebut suara pemilih perempuan bertanggung jawab atas perubahan haluan pemilih tersebut.

    Survei itu dilakukan terhadap 808 calon pemilih, yang dilakukan pada tanggal 28-31 Oktober. Hasil survei itu menunjukkan Harris mengungguli Trump dengan perolehan suara 47%, sementara Trump memperoleh 44% suara di Iowa.

    Margin of error berada dalam kisaran 3,4 persen. Survei ini menandai perubahan haluan dari survei yang dilakukan pada bulan September yang menempatkan Trump dengan keunggulan 4 poin di Iowa.

    Sementara itu, tim kampanye Trump merilis memo dari kepala survei dan kepala konsultan datanya yang menyebut survei Des Moines Register sebagai “a clear outlier” atau dalam istilah analisis data, nilai yang jelas-jelas berbeda dengan yang lain. Tim kampanye Trump mengatakan bahwa survei yang dilakukan Emerson College, yang juga dirilis pada hari Sabtu, lebih mencerminkan keadaan elektoral Iowa.

    Survei Emerson College Polling/RealClearDefense dilakukan terhadap sejumlah calon pemilih yang sama pada tanggal 1-2 November. Survei Emerson College Polling itu memiliki hasil yang sangat berbeda, hasilnya Trump mengungguli Harris dengan selisih 10 poin. Survei ini juga memiliki margin of error 3,4 persen.

    Hasil survei Emerson College menunjukkan Trump unggul jauh atas Harris di kalangan pria dan independen. Sementara Harris tampil baik di kalangan pemilih yang berusia di bawah 30 tahun.

    Secara nasional, Harris dan Trump terlihat terkunci dalam persaingan ketat untuk Gedung Putih, dengan pemungutan suara awal yang sedang berlangsung. Adapun hari Pemilihan jatuh pada hari Selasa (5/11).

    Siapa pun yang memenangkan Iowa akan mengumpulkan enam suara Electoral College. Total 270 dibutuhkan untuk merebut Gedung Putih. Kedua partai telah memusatkan upaya mereka selama hari-hari terakhir kampanye mereka di negara-negara bagian “medan pertempuran” seperti North Carolina, Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin.

    (dek/dek)

  • Pemilu AS Makin Dekat, Apa Dampaknya pada Pasar Keuangan?

    Pemilu AS Makin Dekat, Apa Dampaknya pada Pasar Keuangan?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tidak terasa, pemilu presiden AS sudah semakin dekat, para investor pun sedang dalam mode waspada. Ini mengingat, hasil kebijakan ekonomi Kamala Harris dan Donald Trump yang kontras dapat berdampak signifikan terhadap pasar keuangan.

    Dengan keputusan-keputusan penting yang menyangkut tarif pajak, regulasi, kebijakan energi, dan perdagangan, potensi peningkatan volatilitas pasar tergantung pada siapa yang melenggang ke Gedung Putih dan seperti apa keseimbangan kekuatan baru di Kongres AS nantinya.

    Analis Keuangan Octa Broker, Kar Yong Ang membeberkan perbedaan visi ekonomi para kandidat dan kemungkinan skenario untuk reaksi pasar pasca-pemilu, yang menyediakan wawasan penting bagi trader untuk menavigasi lanskap keuangan yang tidak menentu ke depannya.

    Asal tahu saja, kurang dari seminggu menuju pemilu presiden AS, investor dan trader bersiap menghadapi potensi dampaknya pada pasar keuangan. Meskipun kedua kandidat (Kamala Harris dan Donald Trump) menyatakan ingin mencapai tujuan yang sama khususnya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan basis manufaktur AS, namun pendekatan mereka terhadap kebijakan ekonomi sangatlah berbeda.

    Oleh sebab itu, respon pasar keuangan hampir pasti akan berbeda tergantung siapa yang akhirnya melenggang ke Gedung Putih. Tak hanya itu, penting juga memperhitungkan kemungkinan perubahan dalam dominasi kekuasaan di Capitol Hill, karena 33 dari 100 senator dan seluruh 435 delegasi di DPR juga akan mencalonkan diri kembali pada November ini.

    Foto: Pemilu Amerika Serikat (Dok Ist)

    “Di Octa Broker, kami memutuskan untuk menyampaikan pandangan kami tentang apa yang dapat diharapkan dari pemilu mendatang dan dampak apa yang mungkin terjadi pada pasar keuangan secara umum, juga emas dan dolar AS secara khusus,” ungkap dia dalam keterangan resminya, Minggu (3/11/2024).

    Sebelum memaparkan kemungkinan skenarionya, berikut ini adalah rangkuman visi kebijakan ekonomi Wakil Presiden Kamala Harris, kandidat Partai Demokrat, dan mantan Presiden Donald Trump, kandidat Partai Republik, dan menggarisbawahi perbedaan utama mereka. Perlu diingat, pembahasan ini akan berfokus secara khusus pada kebijakan ekonomi kandidat yang diperkirakan akan memiliki dampak terbesar pada pasar keuangan dan memengaruhi trader rata-rata.

    Dengan demikian, fokus umumnya adalah pada kebijakan pajak, regulasi, kebijakan energi, kebijakan luar negeri, dan tarif. Artikel ini tidak akan membahas detail kebijakan lainnya, seperti hak aborsi, imigrasi, perumahan, dan kebijakan perawatan kesehatan.

    Perbandingan Kandidat

    Kebijakan pajak

    Harris secara umum mendukung pajak yang lebih tinggi, terutama bagi orang kaya. Ia mendukung usulan untuk meningkatkan tarif pajak penghasilan tertinggi menjadi 39,6% (dari 37%) dan memperkenalkan pajak minimum baru sebesar 25% pada individu dengan kekayaan bersih tinggi yang melebihi US$100 juta, termasuk pada keuntungan modal yang belum terealisasi. Ia juga mengusulkan kenaikan pajak keuntungan modal menjadi 28% (dari 20%) dan kenaikan tarif pajak perusahaan menjadi 28%.

    Penurunan pajak merupakan landasan platform ekonomi Donald Trump. Pada dasarnya ia mendukung penurunan pajak karena alasan ideologis, tetapi juga melihatnya sebagai cara untuk mendorong perusahaan manufaktur agar tetap berproduksi di dalam negeri dan tidak melakukan alih daya produksi ke negara lain. Ia berjanji akan menurunkan tarif pajak perusahaan menjadi 15% (dari 21%) untuk perusahaan yang berproduksi di Amerika Serikat. Trump juga ingin memperpanjang semua pemotongan pajak individu yang diterapkan pada tahun 2017, tetapi diproyeksikan akan berakhir pada tahun 2025.

    Regulasi
    Harris bukanlah pelopor deregulasi. Ia menginginkan pengawasan yang lebih ketat pada industri perbankan dan kemungkinan akan mendukung persyaratan modal baru untuk bank-bank besar. Selain itu, Harris berjanji akan menerapkan ‘larangan pertama kalinya untuk peningkatan harga yang tidak wajar pada pangan dan bahan makanan’. Meskipun Harris memulai karier politiknya di Silicon Valley, ia kini menyerukan peraturan untuk mengatasi bahaya Artificial Intelligence (AI) dan menambah aturan privasi data. Ia tampak mendukung terciptanya pendekatan federal terhadap tata kelola AI.

    Karena alasan ideologis, Trump meyakini regulasi yang lebih ramping dan ingin memangkas birokrasi di bidang AI dan kripto. Partai Republik secara umum berjanji membela hak warga Amerika untuk menambang Bitcoin (BTC) dan mengelola aset digital secara mandiri. Selain itu, mereka menjanjikan kebebasan transaksi digital dari pengawasan dan kontrol pemerintah. Mereka juga berencana membatalkan perintah eksekutif Presiden Biden tentang AI, yang mereka yakini menghambat inovasi.

    Kebijakan energi

    Harris dipandang sebagai pendukung setia energi bersih dan terbarukan. Sebelumnya ia mengadvokasi ‘biaya polusi iklim’ dan mengusulkan penghapusan subsidi federal untuk bahan bakar fosil. Namun, ia telah berulang kali menyatakan tidak mendukung pelarangan rekahan hidraulik dan tetap mendukung ekstraksi minyak dan gas.

    Trump telah berjanji untuk membantu industri minyak dan gas dengan menyetujui jaringan pipa baru serta mengizinkan kembali perekahan hidraulik di tanah federal. Secara umum, Trump bukan merupakan penggemar berat energi terbarukan dan telah mengatakan bahwa ia akan mempertimbangkan penghentian keringanan pajak untuk pembelian kendaraan listrik.
    Kebijakan luar negeri

    Harris sejalan dengan presiden saat ini, Joe Biden. Ia mengatakan bahwa Amerika Serikat akan mendukung Ukraina ‘selama diperlukan’ dan menyerukan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Harris mendukung kerja sama militer di dalam NATO dan memilih bekerja sama dengan Tiongkok dalam menghadapi tantangan internasional utama.

    Trump mempertahankan pendekatan yang cukup agresif terhadap Tiongkok. Ia menganggap Tiongkok sebagai pesaing strategis dan ingin mengurangi defisit perdagangan bilateral Amerika Serikat yang besar dengan negara tersebut. Trump adalah pendukung setia Israel dan telah mengambil sikap bermusuhan terhadap Iran. Dia berkeinginan menjadi perantara kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina dan sangat tidak mungkin melanjutkan pemberian bantuan militer untuk Ukraina.

    Perdagangan

    Harris mengatakan bahwa pakta perdagangan harus mencakup ketentuan yang melindungi pekerja Amerika dan lingkungan. Ia bukan penggemar tarif baru, tetapi menyarankan bahwa Amerika Serikat harus mengurangi ketergantungan pada perdagangan dengan Tiongkok.
    Trump condong ke arah proteksionisme. Ia secara tegas berjanji untuk ‘menghentikan alih daya produksi dan mengubah Amerika Serikat menjadi negara adikuasa manufaktur’. Ia telah menguraikan rencana untuk tarif luas sebesar 10% hingga 20% untuk hampir semua impor dan tarif sebesar 60% atau lebih untuk barang-barang yang berasal dari Tiongkok. Trump secara terbuka mengatakan bahwa ia akan merundingkan ulang kesepakatan perdagangan bebas Amerika Utara.

    “Ketika Anda bangun pada tanggal 6 November untuk mengecek hasil pemilu presiden AS, ada dua hal yang perlu diingat. Pertama, penting untuk disadari bahwa kemenangan kandidat yang mana pun akan sangat menentukan. Kedua, sangat penting juga untuk memastikan komposisi baru Badan Legislatif,” ujar Kar Yong Ang.

    Menurutnya, jika Harris atau Trump memenangkan suara nasional dengan mayoritas tipis atau Electoral College memberi hasil yang beragam dan tidak pasti, investor mungkin akan merasa gelisah dan volatilitas pasar akan meningkat.

    “Hasil yang bertentangan tidak baik untuk pasar, karena dapat memicu perselisihan di antara pihak-pihak dan menunda keputusan ekonomi penting dalam skenario terbaik dan menyebabkan keresahan sosial serta kekerasan dalam skenario terburuk,” imbuhnya.

    Dia melanjutkan, komposisi DPR dan Senat sama pentingnya karena keduanya akan sangat menentukan keseimbangan kekuasaan dan arah undang-undang.

    Menurut simulasi ABC News, Partai Republik memenangi kendali Senat sebanyak 88 kali dari 100, yang berarti sangat tidak mungkin Partai Demokrat dapat menguasai majelis tinggi Kongres AS. Namun, jika menyangkut DPR, peluangnya adalah 50/50. Jadi, tampaknya masuk akal bila disimpulkan bahwa hanya ada empat skenario potensial dalam pemilu ini (lihat tabel di bawah).

    Skenario 1 dan 2

    Skenario 1 dan 2 mengasumsikan bahwa Kamala Harris yang menjadi Presiden Amerika Serikat berikutnya, tetapi kekuasaan eksekutifnya sangat terbatas atau terbatas sebagian. Apabila Partai Republik menguasai DPR dan Senat, inisiatif kebijakan Harris akan diblokir atau diubah secara substansial.

    Secara keseluruhan, masa jabatan presiden Harris yang berhadapan dengan Kongres yang bermusuhan akan menciptakan lingkungan politik yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi, hal yang tidak disukai para investor. Akibatnya, kinerja ekonomi akan buruk, saham akan turun, dan dolar akan melemah.

    “Pemerintah yang dilumpuhkan oleh disfungsi dan kebuntuan adalah skenario terburuk bagi ekonomi AS secara umum dan dolar AS secara khusus.’Kemungkinan kelumpuhan pemerintah dalam jangka panjang sangat tinggi dalam skenario ini. Pasar saham AS pasti akan terpukul,” kata dia.

    Inisiatif progresif Harris mengenai iklim dan lingkungan jelas akan terhambat, sementara kebijakan fiskal dan ekonomi akan menjadi pokok pertikaian utama, yang akan berujung pada kebuntuan besar dalam anggaran. Pada saat yang sama, masa kepresidenan Harris dapat mengakibatkan penurunan belanja pemerintah, yang akan berdampak pada deflasi, sehingga memicu Federal Reserve (Fed) untuk terus menurunkan suku bunga. Namun, itu juga akan berdampak negatif terhadap dolar AS dalam jangka panjang.

    Sebaliknya, pelemahan greenback mungkin berdampak positif pada komoditas, terutama emas, karena harganya akan lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya. Faktor bullish lain untuk komoditas secara umum dan emas, khususnya, adalah bahwa konflik di Eropa Timur kemungkinan akan berlarut-larut di bawah pemerintahan Harris, mengingat ia lebih mendukung penyediaan senjata daripada mendorong kesepakatan damai.

    “Secara keseluruhan, saya rasa masa kepresidenan Harris akan disambut dengan reaksi bearish di pasar ekuitas AS, terutama di sektor energi. Perusahaan yang berfokus pada energi terbarukan mungkin berkinerja lebih baik, tetapi tetap akan menurun dalam jangka panjang karena Harris akan kesulitan mendorong agenda lingkungannya. Dolar AS hampir pasti akan sell-off, sementara euro dan yuan Tiongkok akan menguat,” jelasnya.

    Skenario 3 dan 4

    Skenario 3 dan 4 mengasumsikan bahwa Donald Trump yang menjadi Presiden Amerika Serikat, tetapi kekuasaan eksekutifnya akan dibatasi sebagian oleh DPR yang didominasi Demokrat atau, alternatifnya, ia berhasil meraih kemenangan besar dengan Partai Republik mengambil alih kendali penuh atas kedua dewan Kongres.

    Dalam kasus ini, investor kemungkinan akan bersorak (setidaknya dalam jangka pendek) karena Trump berjanji memangkas birokrasi dan menurunkan pajak. Indeks saham akan meningkat, dan dolar dapat menguat. Namun, tetap akan ada risiko jangka panjang yang terkait dengan kebijakan perdagangan Trump.

    “Ketakutan atas keberlanjutan utang AS tentu akan meningkat di bawah kepemimpinan Trump. Ia akan memperpanjang sekaligus memperbesar pemotongan pajak, yang pada dasarnya akan mengakibatkan pelonggaran kebijakan fiskal, dan pada akhirnya akan memaksa Fed untuk bersikap hawkish,” ungkap dia.

    Dia menambahkan, kemenangan telak Partai Republik tentunya merupakan skenario yang paling menguntungkan bagi dolar AS dalam jangka menengah. Pemotongan pajak yang bersifat inflasi akan meningkatkan perekonomian dan berpotensi memaksa Fed untuk menghentikan kampanye pemotongan suku bunga, yang akan mendukung dolar AS versus mata uang lainnya.

    Akan tetapi, defisit AS yang sangat besar kemungkinan akan terus meluas. Reuters memperkirakan bahwa rencana pemotongan pajak Donald Trump akan menambah sekitar $3,6 triliun hingga $6,6 triliun pada defisit federal selama satu dekade.

    Di satu sisi, pemotongan pajak dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi AS, yang seharusnya mendukung harga minyak, terutama mengingat Trump kemungkinan akan memberlakukan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran.

    Di sisi lain, produksi minyak mentah dan gas alam AS dapat meningkat karena pemerintahan Trump kemungkinan akan mendukung perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam produksi bahan bakar fosil.

    Kebijakan perdagangan diperkirakan tidak akan menjadi prioritas utama Trump, tetapi ia mungkin tetap memberlakukan tarif baru pada tahun 2025-2026. Pertama dan terutama, ini akan berdampak negatif pada Tiongkok dan mata uangnya, yuan.

    Pada saat yang sama, kemenangan Trump akan menjadi faktor pendorong utama bagi industri kripto secara umum dan mata uang digital secara khusus. Ia tidak merahasiakan dukungannya terhadap kripto dan bahkan menganjurkan pembentukan cadangan Bitcoin nasional.

    Secara keseluruhan, Yong merasa masa kepresidenan Trump akan disambut dengan reaksi bullish di pasar ekuitas AS, terutama di sektor energi, dan khususnya dalam hasil kemenangan telak. Perusahaan yang berfokus pada energi terbarukan akan berkinerja buruk, bitcoin akan menguat, sementara euro dan yuan Tiongkok akan jatuh.

    “Namun, sebagian dari pasar telah memperhitungkan kemenangan Trump. Oleh karena itu, dalam skenario klasik ‘beli rumor, jual berita’, harga aset yang baru saja saya sebutkan di atas mungkin benar-benar turun segera setelah pemilu, tetapi kemungkinan akan tetap didukung pada tahun 2025,” tandas dia.

    (rah/rah)

  • Kamala Harris Unggul di lowa Versi Survei, Timses Trump Sebut Data Berbeda

    Kamala Harris Unggul di lowa Versi Survei, Timses Trump Sebut Data Berbeda

    Jakarta

    Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) akan digelar pada 5 November 2024. Berdasarkan hasil survei, Capres yang diusung Partai Demokrat, Kamala Harris, unggul dari Capres yang diusung Partai Republik, Donald Trump di negara bagian, Iowa.

    Survei ini dilakukan oleh Des Moines Register/Mediacom yang dirilis pada Sabtu (2/11). Suara di negara bagian Iowa sebelumnya dimenangkan oleh Trump pada Pemilu tahun 2016 dan 2020.

    Survei menyebut suara pemilih perempuan bertanggung jawab atas perubahan haluan pemilih tersebut.

    “Survei tersebut menunjukkan bahwa perempuan –khususnya mereka yang lebih tua atau yang independen secara politik– mendorong perubahan haluan akhir-akhir ini ke arah Harris,” demikian dikutip dari rilis survei Des Moines Register, dilansir Reuters, Minggu (3/11/2024).

    Survei itu dilakukan terhadap 808 calon pemilih, yang dilakukan pada tanggal 28-31 Oktober. Hasil survei itu menunjukkan Harris mengungguli Trump dengan perolehan suara 47%, sementara Trump memperoleh 44% suara di Iowa.

    Margin of error berada dalam kisaran 3,4 persen. Survei ini menandai perubahan haluan dari survei yang dilakukan pada bulan September yang menempatkan Trump dengan keunggulan 4 poin di Iowa.

    Sementara itu, tim kampanye Trump merilis memo dari kepala survei dan kepala konsultan datanya yang menyebut survei Des Moines Register sebagai “a clear outlier” atau dalam istilah analisis data, nilai yang jelas-jelas berbeda dengan yang lain. Tim kampanye Trump mengatakan bahwa survei yang dilakukan Emerson College, yang juga dirilis pada hari Sabtu, lebih mencerminkan keadaan elektoral Iowa.

    Hasil survei Emerson College menunjukkan Trump unggul jauh atas Harris di kalangan pria dan independen. Sementara Harris tampil baik di kalangan pemilih yang berusia di bawah 30 tahun.

    Secara nasional, Harris dan Trump terlihat terkunci dalam persaingan ketat untuk Gedung Putih, dengan pemungutan suara awal yang sedang berlangsung. Adapun hari Pemilihan jatuh pada hari Selasa (5/11).

    Siapa pun yang memenangkan Iowa akan mengumpulkan enam suara Electoral College. Total 270 dibutuhkan untuk merebut Gedung Putih. Kedua partai telah memusatkan upaya mereka selama hari-hari terakhir kampanye mereka di negara-negara bagian “medan pertempuran” seperti North Carolina, Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin.

    (yld/knv)

  • Spekulasi Alasan Elon Musk Mati-matian Dukung Donald Trump

    Spekulasi Alasan Elon Musk Mati-matian Dukung Donald Trump

    Jakarta

    Donald Trump salah satu orang yang menentang keras soal kebijakan dan penggunaan mobil listrik. Di lain pihak, Elon Musk adalah CEO dari Tesla. Uniknya, Musk merupakan seseorang yang mendukung Donald Trump untuk maju menjadi presiden AS kembali, melawan Kamala Harris.

    Alih-alih jadi penghambat upaya Partai Republik untuk menghapus program yang mempromosikan mobil listrik, ahli berpendapat Musk dapat meraih keuntungan lain dengan mendukung Presiden ke-45 AS itu. Dia dapat menggunakan pengaruhnya untuk meringankan pengawasan regulasi terhadap teknologi mobil tanpa pengemudi Tesla atau untuk mempertahankan kredit udara bersih yang telah menambah miliaran dolar pada laba bersih Tesla.

    Pakar juga menekankan bahwa Musk harus memutuskan apakah akan memprioritaskan Tesla atau bisnisnya yang lain, seperti SpaceX. SpaceX sendiri menjadi andalan pemerintah federal untuk peluncuran roket. Intinya, ada banyak kepentingan bisnis Musk yang terkait dengan pemerintah.

    “Ia tidak akan mendukung Trump jika ia tidak merasa ada manfaat bagi dirinya dan perusahaannya. Jelas ia bertaruh karena suatu alasan,” kata Will Rhind, kepala eksekutif GraniteShares, sebuah perusahaan investasi yang menawarkan dana yang difokuskan pada Tesla.

    Saat dimintai komentar oleh NY Times, Tesla tidak menanggapi. Sementara itu, spekulasi mengapa Musk mendukung Trump sudah cukup banyak dibicarakan. Berikut ini beberapa kemungkinannya.

    1. Kredit polusi

    The Environmental Protection Agency and California mewajibkan produsen mobil untuk memenuhi standar polusi atau membeli kredit dari perusahaan seperti Tesla yang melampaui standar tersebut. Memperjuangkan kredit tersebut mungkin menjadi prioritas utama bagi Musk.

    Pada kuartal ketiga, Tesla memperoleh sampai USD 739 juta, atau sepertiga dari labanya, dari penjualan kredit udara bersih. Namun, banyak pihak yang berkepentingan ingin menghentikan kredit tersebut, tidak hanya dari Partai Republik tetapi juga produsen mobil lain yang tidak menjual cukup banyak mobil listrik untuk mematuhi standar polusi.

    2. Subsidi perakitan

    Tesla telah meraup miliaran dolar dari program federal yang dirancang untuk memberi penghargaan kepada produsen yang membuat baterai dan kendaraan listrik. Subsidi tersebut dapat memangkas biaya produksi kendaraan hingga ratusan dolar. Tesla, yang membuat lebih banyak kendaraan listrik daripada produsen mobil lain, mungkin telah memperoleh lebih banyak keuntungan daripada produsen lain dari subsidi tersebut.

    Namun, regulator terkadang jadi penghalang. National Highway Traffic Safety Administration mengatakan bulan ini bahwa mereka sedang menyelidiki apakah sistem Tesla yang disebut sebagai ‘full self-driving (supervised)’ bertanggung jawab atas kasus empat tabrakan, termasuk kasus yang menewaskan seorang pejalan kaki.

    Musk diperkirakan akan menggunakan pengaruhnya di Gedung Putih untuk mengatasi hal ini.

    3. Mengubah pandangan Trump

    Sebagai pendukung Trump, Musk mungkin dapat ‘melunakkan’ penolakan Partai Republik terhadap kendaraan listrik. Survei menunjukkan bahwa Demokrat jauh lebih mungkin membeli mobil bertenaga baterai daripada Republik.

    Namun Mike Murphy, seorang aktivis politik Republik yang sudah lama menjabat dan merupakan kepala eksekutif EV Politics Project, tidak berpikir hal itu bakal mudah.

    “Elon menjadi sosok yang menonjol di dunia MAGA (Make America Great Again),” ujar Murphy. Namun, mengubah pandangan Partai Republik tentang kendaraan listrik, adalah ‘hal yang sangat sulit untuk dilakukan’.

    Terlepas dari spekulasi itu, Musk baru-baru ini mengaku memberi suara untuk Trump karena orang terkaya di dunia itu menilai usaha SpaceX menguasai Planet Mars sangat tergantung pada Trump.

    “Saya merasa lebih optimis tentang hal itu dengan Trump di Gedung Putih daripada tanpa Trump di Gedung Putih,” katanya yang dikutip detikINET dari Daily Mail.

    (ask/ask)

  • Mendidih, AS-Rusia di Ambang Konflik Militer Langsung!

    Mendidih, AS-Rusia di Ambang Konflik Militer Langsung!

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengingatkan bahwa Amerika Serikat dan Rusia kini sangat dekat untuk terlibat dalam “konflik militer langsung.”

    Hal itu dicetuskan pejabat tinggi Rusia itu dalam sebuah wawancara yang diterbitkan di sebuah harian Turki pada hari Jumat (1/11), beberapa hari menjelang pemilihan presiden AS pada 5 November mendatang.

    “Di bawah presiden saat ini (Joe Biden), yang telah membawa lingkaran Russophobia (sentimen anti-Rusia) di AS ke kesimpulan logisnya, negara-negara kami berada di ambang konflik militer langsung,” katanya kepada harian Hurriyet, tanpa merinci lebih lanjut, dilansir AFP dan Al Arabiya, Sabtu (2/11/2024).

    Lavrov juga menegaskan konflik di Timur Tengah hanya dapat diselesaikan dengan menghentikan kekerasan dan menciptakan kondisi untuk pembentukan negara Palestina yang merdeka. “Tidak akan ada pemenang dalam perang yang sedang berlangsung,” ujarnya.

    Ketika ditanya tentang pemilihan presiden AS minggu depan, yang akan mempertemukan mantan presiden Republik Donald Trump dengan calon presiden dari partai Demokrat, Kamala Harris, Lavrov mengatakan hasilnya tidak akan banyak berpengaruh bagi Rusia.

    “Kami tidak punya preferensi. Ketika pemerintahan Trump berkuasa, ia menerapkan sanksi anti-Rusia dalam jumlah tertinggi dibandingkan dengan pendahulunya,” katanya.