Tag: Jusuf Kalla

  • Silfester Divonis Penjara dalam Kasus Memfitnah JK pada 2019, Namun hingga Kini Belum Dieksekusi

    Silfester Divonis Penjara dalam Kasus Memfitnah JK pada 2019, Namun hingga Kini Belum Dieksekusi

    GELORA.CO –  Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis melakukan kunjungan ke Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada Kamis, 31 Juli 2025. Agenda tersebut adalah mendesak pihak berwajib segera memproses hukum untuk Ketua Solidaritas Merah Putih, Silfester Matutina.

    Dari pantauan KBA News, mereka melakukan konferensi pers sekitar pukul 13:30 WIB. Mereka yang hadir dalam acara tersebut antara lain Ahmad Khozinudin, Roy Suryo, Kurnia Tri Royani dan beberapa Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis lainnya.

    Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis, Ahmad Khozinudin mengatakan, kasus Silfester Matutina tersebut terjadi tahun 2019.

    Kasus bermula, saat keluarga mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla (JK) mengadukan Silfester Matutina ke pihak kepolisian tahun 2017. Tim advokat keluarga JK melaporkan Silfester Matutina ke Bareskrim Polri. Ia menuding bahwa banyaknya masyarakat yang miskin saat itu disebabkan karena adanya korupsi yang dilakukan oleh keluarga JK.

    Selain itu, ia juga dilaporkan karena tudingan soal intervensi JK dalam Pilkada DKI 2017. Silfester Matutina memfitnah JK menggunakan agama dan menggunakan masjid untuk memenangkan Anies Baswedan. Pada intinya, laporan itu ditindaklanjuti dan berujung vonis hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA).

    Ahmad Khozinudin memaparkan, dalam putusan Kasasi dengan nomor perkara: 287 K/Pid/2019 atas nama terdakwa Silfester Matutina, yang telah diputus pada hari Senin tanggal 20 Mei 2019, telah menyatakan:

    Pertama, menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Terdakwa Silfester Matutina dan Pemohon Kasasi II/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut.

    Kedua, memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 297/Pid/2018/PT.DKI tanggal 29 Oktober 2018 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juli 2018 tersebut mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

    Ketiga, membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).

    Dasar pertimbangan Judex Juris putusan kasasi nomor: 287 K/Pid/2019 tanggal 20 Mei 2019 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 297/Pid/2018/PT.DKI tanggal 29 Oktober 2018 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juli 2018 tersebut adalah karena terdakwa Silfester Matutina telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan fitnah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 KUHP.

    “Hingga saat ini menurut berbagai sumber informasi yang kami terima belum pernah dilakukan eksekusi terhadap Silfester Matutina. Padahal, vonis 1 tahun 6 bulan untuk terdakwa Silfester Matutina telah berkekuatan hukum tetap,” kata Ahmad Khozinudin.

    Ia juga mengatakan, ada informasi bahwa Silfester Matutina telah meminta maaf kepada JK dan JK sudah memaafkan. Akan tetapi, kata dia, maaf dari JK ini tidak membatalkan putusan Kasasi Mahkamah Agung dan tidak bisa menunda apalagi membatalkan proses eksekusi.

    Kecuali, lanjut dia, Silfester Matutina meminta maaf saat keluarga JK membuat laporan. Kemudian, laporan tersebut dicabut, maka kasus selesai.

    Proses hukum terhadap Silfester Matutina telah melewati proses penyidikan di Polri, penuntutan oleh Jaksa, hingga vonis oleh Hakim di Pengadilan tingkat pertama.

    “Vonis itu, juga sudah diajukan Banding dan Kasasi. Hingga akhirnya, putusan Kasasi mengganjar pidana penjara 1 tahun 6 bulan, atas kelancangan mulut Silfester Matutina terhadap keluarga Pak JK,” ujarnya.

  • Mengapa Putusan Kasasi Silfester Matutina 1,5 Tahun Penjara Belum Dieksekusi?

    Mengapa Putusan Kasasi Silfester Matutina 1,5 Tahun Penjara Belum Dieksekusi?

    GELORA.CO – Hingga saat ini, Putusan MA Nomor 287 K/Pid/2019 atas terpidana Silfester Matutina dengan hukuman 1 tahun 6 bulan (1,5 tahun) penjara belum juga dieksekusi. 

    Sehingga perkumpulan Advokat Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis pada hari ini, Kamis (31/7/2025) mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) untuk menanyakan kelanjutan proses hukum putusan kasasi tersebut.

    “Kami datang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam rangka untuk menanyakan sekaligus meminta tentang eksekusi Putusan MA Nomor 287 K/Pid/2019 atas terpidana Silfester Matutina, Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet),” kata Ahmad Khozinudin, Koordinator Litigasi Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis.

    Adapun kasus hukum yang menimpa Silfester merupakan perkara lama. Pada 29 Mei 2017, Silfester dilaporkan oleh 100 advokat dari Aadvokat Peduli Kebangsaan atas tuduhan pasal pidana Pencemaran Nama Baik terhadap Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

    Silvester telah divonis 1 tahun 6 bulan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung melalui Putusan MA Nomor 287 K/Pid/2019, di mana Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

     

    Namun hingga saat ini, Silfester belum pernah menjalani hukuman tersebut. Hal itu lantaran Silfester sudah meminta maaf kepada Jusuf Kalla (JK). Namun permintaan maaf atau damai ini dinilai tidak bisa menggugurkan vonis hukum yang telah dijatuhkan.

    Monitorindonesia.com, Kamis (31/7/2025) malam telah mengonfirmasi hal itu kepada Silfester. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Silfester belum memberikan respons.

    Pun, mantan Kajari Jaksel Haryoko Ari Prabowo yang baru saja dimutasi sebagai Aspidsus Kejati DKI Jakarta dan Juru Bicara MA, Yanto juga belum memberikan respons atas konfirmasi Monitorindonesia.com.

  • Jusuf Kalla kenang Suryadharma Ali sebagai orang yang baik

    Jusuf Kalla kenang Suryadharma Ali sebagai orang yang baik

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla alias JK mengenang almarhum Suryadharma Ali sebagai sosok yang baik.

    “Kami pernah sama-sama menjadi menteri. Beliau adalah sosok yang baik dalam hidupnya,” kata JK dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Selain itu, JK juga mengenang Suryadharma Ali, yang merupakan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebagai sosok yang telah mendedikasikan diri dengan memberikan jasanya kepada bangsa, negara, dan masyarakat Indonesia.

    JK pun mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendoakan almarhum Suryadharma Ali.

    “Sekali lagi mari kita mendoakan beliau,” ujarnya.

    JK melayat ke rumah duka Suryadharma Ali di Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, pada Kamis sekitar pukul 11.55 WIB. Ia diterima langsung keluarga almarhum.

    Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali meninggal dunia pada Kamis subuh sekitar pukul 04.18 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan.

    Almarhum dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jl. KH. Ahmad Kp. Mariuk, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Indonesia Bisa Jembatani Penyelesaian Perang Thailand-Kamboja Jika Dapat Mandat ASEAN
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Juli 2025

    Indonesia Bisa Jembatani Penyelesaian Perang Thailand-Kamboja Jika Dapat Mandat ASEAN Nasional 27 Juli 2025

    Indonesia Bisa Jembatani Penyelesaian Perang Thailand-Kamboja Jika Dapat Mandat ASEAN
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Guru Besar Hukum Internasional Universitas
    Indonesia
    ,
    Hikmahanto Juwana
    menilai Indonesia berpeluang menjadi jembatan perdamaian dalam perang antara
    Thailand
    dan
    Kamboja
    , asalkan mendapatkan mandat dari Ketua
    ASEAN
    saat ini, yaitu Malaysia.
    Menurut Hikmahanto, secara mekanisme ASEAN, permintaan untuk melakukan mediasi harus datang dari pihak yang berkonflik dan disampaikan kepada Ketua ASEAN. Mandat ini dapat diberikan kepada negara anggota lain, termasuk Indonesia.
    “Bisa saja (Indonesia jadi jembatan perdamaian Thailand-Kamboja) asalkan dapat pendelegasian dari Ketua ASEAN,” kata Hikmahanto kepada
    Kompas.com
    , Minggu (27/7/2025).
    Hikmahanto juga mengingatkan bahwa Indonesia pernah memainkan peran serupa saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai Presiden sekaligus Ketua ASEAN.
    Kala itu, SBY memediasi konflik antara Thailand dan Kamboja pada 2011.
    “Ya, Pak SBY pernah. Tapi waktu itu SBY sebagai Ketua ASEAN,” ungkap Hikmahanto.
    Namun, situasi saat ini berbeda karena posisi Ketua ASEAN dipegang oleh Malaysia.
    Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim saat ini disebut sedang mencoba melakukan mediasi.
    Menurut Hikmahanto, jika upaya Anwar tidak membuahkan hasil, barulah ia dapat menunjuk kepala pemerintahan lain di ASEAN, termasuk Presiden Indonesia, untuk mengambil alih proses mediasi.
    Selain itu, Anwar juga memiliki opsi menunjuk sosok mediator non-pemerintah, seperti tokoh diplomasi Indonesia.
    “Pak Anwar bisa juga minta mediator yang bukan kepala pemerintahan. Misalnya menunjuk Pak JK (Jusuf Kalla), Pak Hasan Wirajuda, Pak Marty (Marty Natalegawa), bahkan Ibu Retno (eks Menlu RI, Retno Marsudi),” kata Hikmahanto.
    Diketahui sebelumnya, sejumlah pihak di dalam negeri mendorong agar Indonesia mengambil peran sebagai penengah konflik menyusul ketegangan terbaru antara Thailand dan Kamboja terkait sengketa wilayah perbatasan.
    Salah satu dorongan itu datang dari DPR sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
    Dasco menilai bahwa Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan kedua negara tersebut dan karenanya memiliki posisi yang strategis untuk bertindak sebagai penengah.
    “Untuk urusan Kamboja dan Thailand, saya pikir hubungan Indonesia terhadap dua negara itu cukup baik. Mudah-mudahan Kementerian Luar Negeri maupun Presiden Indonesia juga bisa menjembatani agar hubungan kedua negara itu akan tetap baik,” kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/7/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mensesneg Undang Megawati, SBY dan Jokowi Hadiri HUT ke-80 RI di Istana: Insya Allah Hadir – Page 3

    Mensesneg Undang Megawati, SBY dan Jokowi Hadiri HUT ke-80 RI di Istana: Insya Allah Hadir – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadir memastikan upacara peringatan HUT ke-80 RI hanya akan digelar di halaman Istana Merdeka Jakarta pada 17 Agustus 2025.

    Para mantan-mantan presiden dan wakil presiden beserta keluarga diundang untuk menghadiri peringatan HUT ke-80 RI di Istana.

    Mulai dari, Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden ketujuh RI Joko Widodo alias Jokowi. Kemudian, Wapres keenam Try Sutrisno, Wapres ke-11 Boediono, Wapres ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), hingga Wapres ke-13 Ma’ruf Amin.

    “Tentu, kalau undangan presiden-presiden yang sudah purna, wakil presiden-wakil presiden yang sudah purna berserta dengan keluarga, seperti biasa, pasti insya Allah akan diundang,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (25/7/2025).

    Dia mengaku sudah menyampaikan undangan upacara HUT ke-80 RI secara lisan atau informasi kepada para mantan presiden dan wakil presiden. Kendati semuanya belum memberikan konfirmasi resmi, Prasetyo menyebut para mantan presiden dan wakil presiden berkenan hadir apabila tak ada halangan.

    “Konfirmasi lengkap belum, karena semuanya sedang berproses. Kalau komunikasi secara informal, saya sendiri sebagai Menteri Sekretaris Negara beberapa waktu yang lalu silaturahmi dengan presiden-presiden yang sudah purna, wakil presiden-wakil presiden yang sudah purna dan juga secara lisan kami sudah menyampaikan undangan,” jelasnya.

    “Dan secara lisan juga beliau-beliau insya Allah jika tidak ada halangan akan berkenaan hadir. Alhamdulillah kebetulan semuanya sudah kami sampaikan secara informal,” sambung Mensesneg.

    Sebagai presiden terpilih, Prabowo tidak hanya berkomitmen melanjutkan pemerintahan Jokowi saja, tetapi juga kepemimpinan presiden-presiden sebelumnya, baik SBY maupun Megawati.

  • Musda Golkar Sulsel Memanas, 16 Ketua DPD II Pendukung Appi Kumpul di Rumah Jusuf Kalla, Game Over?

    Musda Golkar Sulsel Memanas, 16 Ketua DPD II Pendukung Appi Kumpul di Rumah Jusuf Kalla, Game Over?

    Ia menggarisbawahi, pembahasan dalam pertemuan itu tidak khusus mengenai Musda Golkar Sulsel.

    “Tidak, tidak ada. Beliau sangat objektif saja,” jelas mantan Wakil Bupati Tana Toraja dua periode itu.

    JK menurut Victor, hanya menitipkan satu pesan agar dinamika internal Partai Golkar di Sulsel tetap dijaga dan tidak menimbulkan perpecahan.

    “Beliau bilang, jangan ada riak-riak soal Golkar di Sulsel. Partai ini sudah bagus, jangan diganggu dengan dinamika yang tak perlu,” ungkapnya.

    Menurut Victor, seluruh DPD II yang hadir telah menyatakan komitmen mendukung Appi sebagai calon Ketua DPD I.

    “Ada 17 DPD II yang hadir. Dua di antaranya diwakili oleh sekretaris atau wakil karena ketua berhalangan hadir. Tapi mereka tetap aktif berkoordinasi. Tapi secara keseluruhan, yang sudah nyatakan sikap (dukung Pak Appi) sudah 20 DPD II,” jelasnya.

    Adapun Ketua DPD II yang ikut mendampingi Appi dalam pertemuan tersebut diantaranya: Ketua Golkar Makassar (Appi), Maros (Suhartina Bohari), Jeneponto (Iksan Iskandar), Soppeng (Kaswadi Razak), Bulukumba (Nirwan Arifuddin), Bantaeng, Palopo, dan Luwu hadir.

    “Andi Kartini Ottong tidak ada, tapi Ketua Golkar Bantaeng Ibu Liestiaty Fachrudin hadir. Ketua Maros hadir, Pangkep juga ada, Ketua Wajo juga hadir,” terangnya.

    Diprediksi, ketokohan Jusuf Kalla, ditambah Aksa Mahmud sebagai figur senior dan Erwin Aksa sebagai Wakil Ketua Umum DPP Golkar dapat sangat mempengaruhi restu dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar yang saat ini dipimpin oleh Bahlil Lahadalia.

    JK, Aksa Mahmud dan Erwin Aksa dianggap masih memiliki pengaruh kuat di internal DPP Golkar, yang tentunya akan menjadi faktor penting dalam penentuan kepemimpinan Golkar Sulawesi Selatan ke depan. (*)

  • Rasio Pajak Indonesia Kian Tertekan, Pengamat Soroti Kerumitan Sistem

    Rasio Pajak Indonesia Kian Tertekan, Pengamat Soroti Kerumitan Sistem

    Bisnis.com, JAKARTA — Rasio pajak Indonesia yang terus menurun dinilai menjadi tantangan serius bagi upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat kapasitas fiskal.

    Pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa rasio pajak Indonesia saat ini baru mencapai 10 persen. Angka ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam yang sudah mencapai 18 persen, serta Malaysia, Filipina, dan Singapura yang berada di kisaran 12%–14%.

    Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, kesenjangannya semakin lebar. Negara-negara Eropa, misalnya, memiliki rasio pajak rata-rata hingga 41%.

    “Dengan penerimaan negara yang terbatas, yang bisa dilakukan oleh negara juga sangat terbatas. Sehingga dalam banyak kesempatan, karena penerimaannya sedikit, pengeluaran negara banyak, negara harus berutang,” ujarnya dalam program Broadcast di kanal YouTube Bisniscom, dikutip Senin (14/7/2025).

    Lebih lanjut, Wijayanto menambahkan bahwa persoalan bukan hanya rendahnya rasio pajak, tetapi juga lamanya durasi waktu untuk membayar pajak. Hal ini menurutnya mencerminkan kerumitan sistem perpajakan di Indonesia.

    Untuk perusahaan kecil dan menengah, survei menunjukkan bahwa butuh waktu sekitar 190 jam per tahun untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Singapura (64 jam), Malaysia (180 jam), dan Vietnam (150 jam).

    “Sebenarnya kalau kita lacak ke belakang, Indonesia dari tahun ke tahun ada perbaikan dari sisi durasi itu, walaupun kemudian akhir-akhir ini stagnan. Vietnam melakukan transformasi sistem perpajakan sehingga dalam waktu singkat bisa turun dari 280 jam ke 150 jam,” tambahnya.

    Menurutnya, pemerintah telah berupaya melakukan pembaruan sistem, salah satunya melalui penerapan core tax system atau Cortex. Namun, implementasi sistem ini belum berjalan sesuai harapan. Di masa transisi, justru muncul kompleksitas baru.

    “Kadang-kadang orang mencoba dua cara harusnya, cara lama dan cara yang baru. Jadi duplikasi pekerjaan, walaupun nanti kalau ini sudah berjalan dengan baik, masyarakat akan terbantu,” tuturnya.

    Ia menjelaskan, Cortex masih menemui banyak kendala karena pada dasarnya sistem perpajakan di Indonesia tergolong paling rumit—bukan hanya dari aspek regulasi, tetapi juga karena banyaknya diskresi yang bersifat kasuistis dan ad hoc.

    “Kebetulan Cortex ini, desain awalnya adalah ketika Pak JK [Jusuf Kalla] masih wapres. Saya staf khusus bidang ekonomi. Memang konsultan dari World Bank waktu itu sempat mengusulkan, supaya sebelum bikin Cortex, simplifikasi peraturan pajak. Tapi waktu itu memang kalau harus memperbaiki ini, perlu waktu, ya sudah jalan saja dengan apa adanya,” terangnya.

    Dalam diskusi tersebut, Wijayanto juga menyoroti seretnya penerimaan pajak, yang menurutnya mengkhawatirkan. Pasalnya, kontribusi pajak mencapai sekitar 80%–85% dari total penerimaan negara.

    Dia mengungkapkan bahwa pada 2008 rasio pajak Indonesia sempat berada di angka 13,3%, namun pada 2024 turun menjadi 10%, dan pada 2025 diperkirakan kembali turun ke kisaran 9,9%.

    “Kalau ini hanya turun di tahun ini, barangkali karena ada satu fenomena. Tapi kalau ini merupakan sesuatu yang terus terjadi, ini struktural. Ada something wrong dengan ekonomi kita,” katanya.

    Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada jangka menengah dan panjang, salah satu yang perlu dilakukan adalah memperbaiki iklim investasi agar pelaku usaha mau menanamkan modal atau melakukan ekspansi. Dengan demikian, penciptaan lapangan kerja meningkat, yang pada akhirnya berdampak positif pada penerimaan pajak.

    Adapun langkah jangka pendek yang membutuhkan ketegasan adalah mendorong sektor ekonomi bawah tanah (shadow economy), seperti kegiatan penyelundupan, agar bisa masuk ke dalam sistem legal. Dengan begitu, negara bisa memungut pajak dari aktivitas yang sebelumnya tidak tercatat.

  • Tak Sulit Makzulkan Gibran

    Tak Sulit Makzulkan Gibran

    PARA jenderal purnawirawan kumpul. Di antaranya adalah seorang mantan Panglima TNI hingga sejumlah Kepala Staf Angkatan. Satu kesepakatan: “Makzulkan Gibran Rakabuming Raka”.

    Surat tuntutan pemakzulan No 003/FPPTNI/V/2025 sudah mereka tanda tangani. Bahkan sudah pula dikirim ke MPR pada 2 Juni 2025.

    Ketua MPR adalah Ahmad Muzani. Seorang tokoh yang sekaligus menjadi Sekjen Gerindra. Orang kepercayaan Presiden Prabowo Subianto. Apa ini kebetulan? Tentu saja tidak. Dengan sangat cerdas, semua sudah dipersiapkan.

    Surat tuntutan pemakzulan Gibran ada di meja Ahmad Muzani. Ketua MPR, sekaligus Sekjen Gerinda. Ini poin pentingnya. Apa artinya? Muzani pegang tombol. Kapan tombol dipencet? Terserah dia. Tentu atas petunjuk ketum Partai Gerindra.

    Kapan MPR mensidangkan usulan pemakzulan Gibran? Bergantung kapan ketua MPR memencet tombol itu? Nasib Gibran ada di tombol itu.

    Saat ini, posisi Gibran melemah. Kapan saja bisa dimakzulkan? Setiap saat, kasus hukum bisa dimunculkan. Ubedilah Badrun adalah salah satu aktivis yang pernah melaporkan Gibran ke KPK. Artinya, posisi Gibran rentan.

    Di Indonesia, tidak sulit mencari kesalahan para pejabat. Apalagi, pejabat yang sebelumnya cukup lama menjadi anak walikota, anak gubernur dan anak presiden. Akan selalu ada celah jika punya niat untuk mencari kesalahan.

    Di sisi lain, sang ayah, Joko Widodo, tak lagi berkuasa. Sebagai wakil presiden, Gibran tak ubahnya Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin. Apalagi, Gibran tak punya partai. Tak ada kekuatan politik yang bisa back up Gibran. PSI, partai yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep tidak punya kursi di DPR. Jadi, memakzulkan Gibran bukan masalah yang sulit. 

    Ingat Tom Lembong? Ia adalah salah satu dari sekian banyak contoh pejabat, karena posisinya yang berseberangan dengan penguasa, ia harus hadapi tuntutan hukum.

     Pendukung Anies Baswedan ini hanya setahun menjabat sebagai Mendag. Posisinya saat ini jadi tersangka kaus korupsi. 

    Meski di persidangan, terbukti ia tidak menerima uang suap. Ini juga diakui sendiri oleh penuntut umum, yakni Kejaksaan. 

    Meski tak menerima uang suap dalam kasus korupsi yang dituduhkan, Tom tetap “harus” jadi tersangka. Tom dituntut 7 tahun penjara. Kenapa harus? Karena ada pihak yang mengharuskan Tom  dipenjara.

    Bagaimana dengan Gibran? Saat ini, Gibran wakil presiden. Selama posisi Gibran tidak menjadi ancaman buat Prabowo, Gibran aman. Aman sebagai wapres hingga 2029.

    Saat ini, apakah Gibran jadi ancaman bagi Prabowo? Disinilah tema utamanya.

    Jokowi bersedia memenangkan Prabowo di Pilpres 2024. Syaratnya? Gibran jadi wapres. Berapa lama? Ini pertanyaan bagus. 

    Masih ingat ungkapan Connie Bakrie, pengamat militer Indonesia yang sekarang bermukim di Rusia? Connie pernah bilang: “ada deal kalau Gibran akan menggantikan Prabowo di tahun ke-2. 

    Menurut Connie, informasi ini ia dapatkan dari Roslan Roeslani, ketua TKN (Tim Kemenangan Nasional) Prabowo-Gibran. Benarkah ungkapan Connie ini? Sulit diverifikasi faktanya. Tapi, tak berarti sulit dianalisis. 

    Bukti empirisnya, sulit Anda dapatkan. Itu rahasia. Bahkan super rahasia. Anda tidak akan bisa verifikasi dan validasi menggunakan data empiris.

    Di dunia politik, pembuktian empirisme tidak berlaku. Panggung belakang seringkali tak tersentuh oleh mata Anda. Tapi, Anda punya logika. Logika, kata filosof Perancis Immanuel Kant (1742-1804) mampu menembus ruang dan waktu. Logika memiliki kemampuan untuk menjangkau apa yang ada di panggung belakang.

    Mari kita mainkan logikanya. Jokowi menangkan Prabowo. Artinya, Jokowi menjadi faktor penentu kemenangan Prabowo di Pilpres 2024 kemarin.

    Clear dan ini jangan dibantah. Lalu, Jokowi “menyiapkan” Gibran sebagai cawapres dengan semua dinamika dan dramanya di MK (Mahkamah Konstitusi).

     Pertanyaannya: “apakah Gibran hanya disiapkan untuk menjadi wakil presiden Prabowo hingga 2029? Atau Gibran disiapkan untuk menjadi presiden pengganti Prabowo?”. Coba Anda renungkan sebelum melanjutkan membaca tulisan ini.

    Kalau Gibran hanya disiapkan sebagai wakil presiden, mendampingi Prabowo hingga 2029, maka riwayat karir Gibran akan tamat. Mungkin juga karir semua keluarga Jokowi. Kenapa? 

    Pemilu 2029, Prabowo akan nyalon presiden untuk periode kedua. Gibran belum tentu jadi wakilnya. Tim Prabowo akan lihat survei. Di survei 2029, nama Gibran belum tentu jadi “Top Score” sebagai cawapres Prabowo. 

    Pilpres 2029 akan memunculkan banyak nama. Di antaranya Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY dan Muhaimin Iskandar masih dalam posisi tawar yang seksi.

    Dalam posisi ketika tidak dipilih jadi cawapres Prabowo, apakah Gibran akan punya nyali untuk nyapres dan melawan Prabowo di Pilpres 2029? Gibran bukan tandingan Prabowo.

    Rekam jejak Gibran cukup kontroversial. Ini akan semakin menyulitkan posisi tawarnya di 2029. 

    Dari logika ini, kita bisa membaca bahwa Gibran tidak disiapkan untuk menjadi cawapres Prabowo di Pilpres 2029.  Rentan ! Apakah ini berarti bahwa “Gibran disiapkan Jokowi untuk mengganti Prabowo di tengah jalan”, sebagaimana informasi Connie Bakrie? Bagi publik, informasi Connie lebih masuk akal. Benar-tidaknya, selain Tuhan, hanya Prabowo dan Jokowi yang tahu.

    Kalau informasi Connie benar, realisasinya akan sulit. Apalagi posisi saat ini, Gibran tersandera oleh surat tuntutan pemakzulan. Nasib Gibran ada di meja ketua MPR yang juga merupakan sekjen Gerindra, orang kepercayaan Prabowo.rmol news logo article

    *) Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

  • 10
                    
                        Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada "Papa Minta Saham"
                        Nasional

    10 Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada "Papa Minta Saham" Nasional

    Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada “Papa Minta Saham”
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) menetapkan Muhammad
    Riza Chalid
    (MRC) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023
    Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan delapan orang lainnya karena diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285 triliun.
    “(Ditetapkan sebagai tersangka adalah) MRC selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak,” ujar Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
    Kejagung diketahui telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini. Sehingga, total sudah ada 18 tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pertamina tersebut.
    Sebelum ditetapkan sebagai tersangka di kasus
    korupsi Pertamina
    , nama Riza Chalid beberapa kali terseret dalam sejumlah skandal minyak dan gas (migas).
    Berikut sejumlah kasus yang menyeret nama Riza Chalid dirangkum
    Kompas.com
    .
    Nama Riza Chalid sempat terseret dalam skandal “
    papa minta saham
    ” yang membuat Ketua DPR RI periode 2014-2019, Setya Novanto, mengundurkan diri dan diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
    Riza disebut berada dalam pertemuan antara Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin di salah satu hotel di Jakarta pada 8 Juni 2015.
    Keberadaan Riza itu diketahui dari rekaman percakapan yang direkam Maroef. Dalam pertemuan itu diduga ada permintaan saham Freeport Indonesia oleh Setya Novanto dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
    Adanya Riza Chalid dalam pertemuan itu lantas dilaporkan Maroef kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said.
    Sudirman Said akhirnya membuat laporan terkait adanya rekaman tersebut dan dugaan keterlibatan Setya Novanto ke MKD DPR RI.
    Pelaporan dan proses sidang etik oleh MKD tersebut membuat Setya Novanto mengundurkan diri dari posisi Ketua DPR RI.
    Setya Novanto menyampaikan pengunduran diri melalui surat tertanggal 16 Desember 2015 yang ditandatanganinya di atas meterai dan ditembuskan kepada pimpinan MKD.
    Dalam surat itu disebutkan bahwa mundur sehubungan dengan penanganan dugaan pelanggaran etika yang ditangani di DPR RI, untuk menjaga martabat, dan untuk menciptakan ketenangan masyarakat.
    Kejagung juga diketahui menyelidiki kasus dugaan permintaan saham tersebut karena adanya dugaan pemufakatan jahat.
    Bahkan,
    kejagung
    sudah meminta keterangan Sudirman Said, Sekjen DPR, dan Maroef Sjamsuddin.
    Namun, Kejagung selalu gagal menghadirkan Riza Chalid untuk dimintai keterangan.
    Hingga akhirnya, Setya Novanto mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
    MK lantas memutuskan, penyadapan terhadap satu pihak harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan ketentuan sesuai UU ITE. Dengan kata lain, rekaman “papa minta saham” itu tidak bisa menjadi bukti dan patut dikesampingkan.
    Adanya putusan MK itu membuat penyidikan di Kejaksaan terhenti. Jaksa Agung ketika itu, HM Prasetyo menjelaskan bahwa tidak semua perkara itu berkonotasi ke persidangan.
    “Tergantung kepada fakta dan bukti yang ada, kalian tahu persis perjalan kasus itu. Ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil rekaman yang dinyatakan bukan barang bukti. Kamu tahu enggak itu? Tahu tidak tuh?” kata Prasetyo sebagaimana diberitakan Kompas.com pada 18 Juli 2018.
    “Jadi bukti-bukti yang tadinya kita anggap sebagai bisa melengkapi penanganan perkara ini, ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti itu, dan sekarang prosesnya sudah selesai,” ujarnya lagi.
    Senada dengan Kejagung, MKD DPR juga akhirnya mengabulkan permintaan pemulihan nama baik Setya Novanto yang diajukan Fraksi Partai Golkar.
    Nama Riza Chalid juga disebut-sebut terkait dengan kasus mafia migas yang diduga terjadi di dalam tubuh perusahaan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang telah dibubarkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2015.
    Menurut laporan
    DW.com
    , selama bertahun-tahun Riza Chalid disebut mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha PT Pertamina.
    Kasus yang berawal dari audit investigatif terhadap Petral yang dipimpin oleh Faisal Basri menemukan adanya kecurangan dalam proses pengadaan minyak melalui perusahaan minyak pemerintah asing (ENOC).
    Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menetapkan Mantan Direktur Utama Petral Bambang Irianto yang pernah menjadi Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES) sebagai tersangka kasus suap terkait dengan
    kasus Petral
    .
    “KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni, BTO, Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd periode 2009-2013,” kata Wakil Ketua KPK saat itu Laode M Syarif dalam konferensi pers pada 10 September 2019.
    Dalam kasus ini, Bambang diduga menerima 2,9 juta Dollar AS dari perusahaan Kernel Oil yang merupakan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES atau Pertamina.
    Uang itu diperoleh Bambang atas jasanya mengamankan jatah alokasi kargo perusahaan itu dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
    Laode mengungkapkan, dalam proses tender pada 2012, Bambang dan sejumlah pejabat PES lainnya diduga menentukan sendiri rekanan yang akan diundang mengikuti tender tanpa mengacu pada ketentuan yang berlaku.
    Salah satu peserta tender yang akhirnya terpilih asalah perusahaan Emirates National Oil Company (ENOC). Namun, ENOC dalam kasus ini hanyalah ‘perusahaan bendera’ untuk menyamarkan Kernel Oil yang tidak masuk daftar.
    Namun, penyidikan kasus ini tidak berkembang hingga memasuki pertengahan tahun 2025.
    Bahkan, KPK sempat digugat oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia ( LP3HI ) dan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) lantaran dugaan mangkraknya kasus Petral dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
    “Gugatan Praperadilan ini dimaksudkan memaksa KPK untuk terlibat melakukan pembenahan tata kelola BBM yang diduga telah terjadi penyimpangan puluhan tahun. KPK harus berani berlomba dengan Kejagung yang telah menangani kasus di Pertamina,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya pada 18 Maret 2025.
    Masih terkait dengan Petral, Riza Chalid juga pernah tersandung kasus impor minyak Petral pada tahun 2008.
    Dikutip dari pemberitaan
    Kompas.id
    pada 2 Maret 2025, kala itu, Petral membeli 600 barel minyak seharga 54 juta dollar AS atau setara dengan Rp 524 miliar melalui perusahaan Global Resources Energy dan Gold Manor. Kedua perusahaan itu ditengarai terafiliasi dengan Riza.
    Saat itu, impor minyak oleh Petral tersebut menuai kontroversi karena minyak yang diimpor itu disebut jenis baru yakni Zatapi.
    Anggota Komisi Komisi VII DPR kala itu, Alvin Lie mengatakan, Zatapi kemungkinan besar merupakan campuran minyak mentah Sudan Dar Blend dengan minyak mentah Malaysia.
    Menurut dia, berdasarkan pemberitaan Kompas pada 24 Maret 2008, harga Zatapi disamakan harga Tapis, yaitu sekitar 100 dollar Amerika Serikat (AS) per barel. Padahal, harga sebenarnya Dar Blend sekitar 70 dollar AS.
    Kemudian, kasus impor minyak Zatapi ini akhirnya ditangani Mabes
    Polri
    dan lima orang ditetapkan sebagai tersangka
    Mereka adalah Direktur Gold Manor SN, VP; Bagian Perencanaan dan Pengadaan Chrisna Damayanto; Manajer Pengadaan Kairuddin; Manajer Perencanaan Rinaldi; dan staf Perencanaan Operasi Suroso Atmomartoyo.
    Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri saat itu, Irjen Pol Abubakar Nataprawira menyebut, kelima tersangka tersebut terbukti melanggar Pasal 2 dan atau 3 Undang-Undang No. 31 tahun 99 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Pemberantasan Tipikor.
    Namun, pada Februari 2010, Polri memutuskan untuk menghentikan penyidikan kasus impor minyak Zatapi itu. Dengan alasan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak menemukan adanya kerugian negara dalam perkara tersebut.
    “Sudah kami hentikan sejak beberapa minggu lalu karena menurut BPKP tidak ada kerugian negara,” ujar Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri di Gedung DPR, Jakarta pada 23 Februari 2010.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • UNHAS: Nelson Mandela, Jusuf Kalla, Syekh Yusuf, dan Perdamaian Dunia

    UNHAS: Nelson Mandela, Jusuf Kalla, Syekh Yusuf, dan Perdamaian Dunia

    Oleh: Hafid Abbas
    (Promotor Doktor Kehormatan Nelson Mandela dari UNHAS 2005)

    Pada 1947, di masa awal kemerdekaan, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan multi campuses management dengan menempatkan Universitas Indonesia (UI) sebagai pembina dan pengelola berbagai universitas di tanah air sesuai dengan corak keunggulannya masing-masing, misalnya: Kampus UI di Bandung untuk Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UI di Surabaya (Kedokteran dan Kedokteran Gigi), dan Makassar (Ekonomi dan Hukum), dan seterusnya.

    Dengan pendekatan itu, mutu pendidikan tinggi lebih merata dan sekaligus menciptakan harmoni interaksi antarpusat-pusat keunggulan keilmuan (center of excellence) agar saling bersinergi bagi pemajuan ekonomi, sosial dan budaya antardaerah di seluruh tanah air.

    Barulah pada 1956, pusat-pusat keunggulan itu diperluas mandat keilmuannya menjadi universitas-universitas yang lebih otonom. Pada 10 Sept. 1956, misalnya, Kampus UI di Makassar secara resmi berubah menjadi Universitas Hasanuddin (UNHAS) seperti wujudnya saat ini.

    Karenanya tidaklah mengherankan jika alumni UNHAS banyak dikenal ketokohannya di bidang Ekonomi, seperti Jusuf Kalla dan Tanri Abeng, dan Baharuddin Lopa untuk hukum.

    Setelah melintasi perjalanan sejarahnya lebih tujuh dekade, kini UNHAS telah tercatat sebagai salah satu Universitas Berkelas Dunia, berada di peringkat 951-1000 menurut QS World University Ranking 2025, dengan pencapaian tertinggi pada indikator rasio dosen-mahasiswa di posisi ke-484 di dunia (Tribun-Timur, 24/06/2025). Sedangkan Webometrics (2024) menempatkan UNHAS di peringkat ke-480 terbaik di Asia, dan ke-11 terbaik di antara lebih 4500 perguruan tinggi di tanah air.