Tag: Juliari P Batubara

  • KPK Minta Bantuan Bank BUMN ungkap Kasus Korupsi Bansos Presiden

    KPK Minta Bantuan Bank BUMN ungkap Kasus Korupsi Bansos Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang staf bank BUMN sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Presiden pada pandemi Covid-19.

    Saksi itu yakni Adila Inal Almanar, yang diperiksa penyidik KPK, Kamis (5/6/2025). Dia diperiksa terkait dengan fasilitas kredit perbankan yang diberikan kepada perusahaan diduga terlibat kasus dugaan korupsi bansos Presiden.

    “KPK meminta bantuan BRI untuk memberikan informasi mengenai fasilitas kredit yang pernah diterima oleh Perusahaan yang terkait dengan perkara tersebut,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, dikutip Sabtu (7/6/2025). 

    Adapun terdapat total empat orang saksi yang diperiksa KPK saat itu. Selain saksi Adila, penyidik turut memanggil Marketing PT Multi Sari Sedap, Petrus; Direktur PT Mitra Pangan Nusantara, Anen Candra Tjen; serta Direktur PT Integra Padma Mandiri, Budi Pamungkas. 

    Budi mengonfirmasi bahwa saksi Petrus tidak hadir. Sementara itu, saksi Anen dan Budi diperiksa terkait dengan harga dasar paket bansos Covid-19 saat itu. 

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah menduga terjadi korupsi dalam pengadaan bansos Presiden saat penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di lingkungan Kementerian Sosial (Kemensos) 2020.

    KPK telah menetapkan satu orang tersangka yaitu Direktur Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), Ivo Wongkaren. Ivo sudah menjalani masa kurungan berkaitan dengan kasus lain yakni korupsi penyaluran bansos PKH.

    Pada kasus tersebut, komisi antirasuah menduga terdapat sekitar 6 juta paket bansos bentuk sembako presiden yang dikorupsi pada saat pandemi Covid-19. Total 6 juta paket itu terdiri dari paket sembako presiden yang disalurkan pada tahap 3, 5 dan 6. Masing-masih tahap itu berisi 2 juta paket sembako.

    Penyidikan kasus bansos presiden itu merupakan pengembangan dari perkara pengadaan bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Alat bukti terkait bansos presiden ditemukan ketika melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada kasus Juliari 2020 lalu.   

    Pada kasus bansos presiden, KPK menyebut potensi kerugian keuangan negara yang ada mencapai sekitar Rp250 miliar dari total nilai proyek pengadaan sekitar Rp900 miliar dari anggaran Kementerian Sosial (Kemensos). Penyidik menduga kerugian keuangan negara itu terjadi saat pengadaan bansos presiden 2020 lalu di wilayah Jabodetabek. 

  • KPK Sita Dokumen dari Pegawai Bulog dan Kemensos terkait Korupsi Rp900 Miliar Bansos Presiden

    KPK Sita Dokumen dari Pegawai Bulog dan Kemensos terkait Korupsi Rp900 Miliar Bansos Presiden

    GELORA.CO – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen terkait kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Bantuan Sosial (Bansos) Presiden untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada Kementerian Sosial RI tahun 2020.

    Dokumen-dokumen tersebut disita dari tiga orang saksi yang berasal dari pegawai Bulog dan Kemensos, yaitu M. Gilang Sasi Kirono (Kasi Bantuan Hukum Divisi Hukum dan Kepatuhan Bulog), Diding (Kabag Keuangan Ditjen Linjamsos), dan Robbin Saputra (PNS Kementerian Sosial RI).

    “Penyidik melakukan penyitaan terhadap dokumen terkait perkara, dan mendalami keterangan saksi atas dokumen tersebut,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (27/5/2025).

    Namun, Budi enggan memerinci jenis dokumen yang disita dari ketiga saksi tersebut. Ia berdalih bahwa materi penyidikan bersifat rahasia dan akan diungkapkan dalam proses persidangan.

    Ketiga saksi menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, hari ini. Sementara dua saksi lainnya, yakni Yuli Andhika (Staf Direktorat Pengembangan Sistem Katalog LKPP) dan Yulianto Prihhandoyo (Direktur Advokasi Pemerintah Pusat LKPP), tidak memenuhi panggilan penyidik.

    “Meminta penjadwalan ulang,” ujar Budi.

    Sebelumnya diberitakan, kasus dugaan korupsi pengadaan Bansos Presiden ini telah naik ke tahap penyidikan sejak 26 Juni 2024. Berdasarkan perhitungan awal, kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi dalam kasus ini mencapai Rp125 miliar.

    Dalam perkara tersebut, penyidik KPK telah menetapkan satu tersangka, yakni Ivo Wongkaren (IW). Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ivo diduga merupakan tangan kanan eks Menteri Sosial Juliari Batubara dalam proyek pengadaan Bansos pada masa pandemi Covid-19.

    Kuota Bansos Juliari Batubara

    Tim penyidik KPK juga tengah mendalami pembagian jatah atau plotting kuota dari eks Menteri Sosial Juliari Batubara (JB) kepada sejumlah perusahaan yang diduga terlibat dalam proyek Bansos Presiden saat pandemi.

    Informasi tersebut terungkap dalam pemeriksaan mantan Kepala Biro Umum Kemensos, Adi Wahyono (AW), yang dilakukan di Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat, Jumat (30/8/2024).

    “Saksi (AW) hadir, pertanyaan seputar plotting kuota dari menteri (JB) untuk perusahaan-perusahaan yang telah ditentukan,” kata eks Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (30/8/2024).

    Tessa tidak merinci identitas perusahaan-perusahaan yang disebut sebagai titipan eks Menteri dari kader PDIP tersebut.

    Plotting kuota oleh menteri itu menjadi bagian penting dari penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Bansos Presiden terkait penanganan Covid-19 di Jabodetabek pada tahun 2020.

    Sebagai informasi, total ada enam juta paket sembako dari program Bansos Presiden yang diduga dikorupsi. Paket-paket tersebut berasal dari penyaluran tahap tiga, lima, dan enam—masing-masing terdiri atas dua juta paket sembako.

    “Tahap tiga, lima, dan enam, per tahap itu kurang lebih sekitar dua juta paket. Jadi, kalau tiga tahap itu, dikalikan dua juta, sekitar enam juta, ya, enam juta paket,” ujar Tessa, Kamis (4/7/2024).

    Adapun nilai proyek untuk tiga tahap penyaluran Bansos Presiden yang berujung pada dugaan korupsi ini mencapai hampir Rp1 triliun.

    “Untuk nilai kontraknya sendiri totalnya sekitar Rp900 miliar untuk tiga tahap ya,” ungkap Tessa.

  • KPK Segera Lanjutkan Pemeriksaan Saksi Kasus Bansos Presiden

    KPK Segera Lanjutkan Pemeriksaan Saksi Kasus Bansos Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memulai pemeriksaan sejumlah saksi pada kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Presiden Covid-19. 

    Pada Kamis (27/3/2025), Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut satgas penyidikan yang menangani kasus itu saat ini masih fokus untuk menuntaskan perkara lain di mana para tersangkanya sudah ditahan dengan keterbatasan waktu penahanan. 

    Sementara itu, KPK saat ini baru menetapkan satu orang tersangka di kasus bansos presiden yakni Direktur Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren. Ivo sudah menjalani masa kurungan berkaitan dengan kasus lain yakni korupsi penyaluran bansos PKH.

    “Tentunya dalam waktu tidak lama lagi, kita akan melakukan proses berkelanjutan, termasuk salah satunya pemeriksaan saksi-saksi di perkara tersebut [bansos presiden],” ujar Tessa kepada wartawan, dikutip Jumat (28/3/2025). 

    Saat ini, terang Tessa, KPK belum menetapkan pihak lain sebagai tersangka. 

    Pada kasus tersebut, komisi antirasuah menduga terdapat sekitar 6 juta paket bansos bentuk sembako presiden yang dikorupsi pada saat pandemi Covid-19. Total 6 juta paket itu terdiri dari paket sembako presiden yang disalurkan pada tahap 3, 5 dan 6. Masing-masih tahap itu berisi 2 juta paket sembako.

    Penyidikan kasus bansos presiden itu merupakan pengembangan perkara dari kasus suap pengadaan bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Alat bukti terkait bansos presiden ditemukan ketika melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada kasus Juliari 2020 lalu.  

    Pada kasus bansos presiden, KPK menyebut potensi kerugian keuangan negara yang ada mencapai sekitar Rp250 miliar dari total nilai proyek pengadaan sekitar Rp900 miliar dari anggaran Kementerian Sosial (Kemensos). Penyidik menduga kerugian keuangan negara itu terjadi saat pengadaan bansos presiden 2020 lalu di wilayah Jabodetabek. 

  • Rangkuman Ringkas 11 Klasemen Liga Korupsi Indonesia, Pertamina Juara 2

    Rangkuman Ringkas 11 Klasemen Liga Korupsi Indonesia, Pertamina Juara 2

    PIKIRAN RAKYAT – Ramai di internet, Liga Korupsi Indonesia, plesetan dari liga sepakbola untuk merunutkan ranking kasus korupsi Tanah Air. Didedahkan kasus-kasus korupsi RI dengan penyebab kerugian terbanyak menempati urutan pertama.

    Selengkapnya, berikut rangkuman kasus korupsi yang masuk Klasemen Sementara Liga Korupsi Indonesia:

    1. PT Timah Tbk – 300 T

    Kasus korupsi tata niaga timah PT Timah Tbk yang melibatkan Harvey Moeis, suami aktris Sandra Dewi, mengakibatkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Kasus ini bermula dari kerja sama ilegal antara Harvey, yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT), dan Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, pada 2018-2019. Mereka terlibat dalam penggelapan dana dan penyewaan smelter ilegal.

    Skema ini menyamarkan kegiatan pertambangan ilegal dengan sewa peralatan smelter, lalu mengalihkan dana ke rekening yang dikelola kelompok mereka untuk membiayai operasional tambang ilegal. Kerugian finansial mencapai Rp2,28 triliun dari kerja sama ilegal dan Rp26,65 triliun dari pembayaran bijih timah. Kerugian lingkungan diperkirakan Rp271,07 triliun akibat kerusakan tanah, pencemaran air, dan ekosistem di Bangka Belitung seluas 170 juta hektar.

    2. Pertamina – 193 T

    Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023 menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Kasus ini melibatkan tujuh tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, yang diduga terlibat dalam pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax, pengaturan harga, impor ilegal, dan mark-up kontrak pengiriman minyak.

    Korupsi ini bermula pada 2018 saat pemerintah mendorong pemenuhan minyak dalam negeri, tetapi beberapa tersangka memilih impor. Kerugian negara mencakup biaya subsidi, impor minyak, dan mark-up harga, dengan total kerugian selama 2018-2023 diperkirakan mencapai Rp968,5 triliun.

    Kasus ini juga terkait dengan keluhan masyarakat mengenai kualitas BBM Pertamax yang menyebabkan kerusakan kendaraan. Meskipun pihak Pertamina membantah adanya praktik oplos, mereka mengklaim ada kesalahan komunikasi terkait isu tersebut.

    3. BL BLBI – 138 T

    KPK mengeluarkan SP3 untuk kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) yang melibatkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Kasus ini terkait penyimpangan dalam penyaluran dana BLBI yang disalurkan oleh Bank Indonesia pada 1998. Dari Rp147,7 triliun dana yang disalurkan, sekitar Rp138,4 triliun merugikan negara.

    Sjamsul dan Itjih awalnya dijerat sebagai tersangka dalam kasus yang melibatkan Syafruddin Temenggung, namun MA membebaskan Syafruddin, menyatakan tidak ada unsur tindak pidana.

    Sjamsul dan Itjih kabur ke Singapura, menjadi buron, dan akhirnya KPK mengeluarkan SP3 pada 2021. Kasus ini bermula dari perjanjian dengan BPPN pada 1998 untuk menyelesaikan kewajiban BDNI sebesar Rp47,258 triliun. Sjamsul diduga merugikan negara Rp4,58 triliun akibat misrepresentasi aset yang dijadikan jaminan.

    4. Duta Palma – 78 T

    Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait usaha kelapa sawit oleh PT Duta Palma Group, yang melibatkan Surya Darmadi, terus diselidiki sejak 2022. Kejaksaan Agung menyebutkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 100 triliun, dengan rincian kerugian keuangan Rp 4,9 triliun dan kerugian perekonomian Rp 99,2 triliun. Surya Darmadi diduga terlibat dalam penyerobotan lahan hutan di Riau dan pencucian uang.

    Surya Darmadi sempat menjadi buronan KPK namun menyerahkan diri pada 2022. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Kejagung setelah KPK menghentikan penyidikan dengan SP3 pada 2024. Kejaksaan Agung juga menyita aset dan uang tunai dari PT Duta Palma Group dan entitas terkait, dengan total penyitaan mencapai Rp 450 miliar. Upaya pemulihan kerugian negara terus dilakukan melalui penyitaan aset yang diduga hasil dari tindak pidana ini.

    5. PT TPPI – 37 T

    PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI), BUMN di sektor migas, mengalami kesulitan finansial setelah krisis ekonomi 1998. Pada 2008, untuk menyelamatkan perusahaan, JK meminta PT TPPI dibantu, yang kemudian direspons oleh Kepala BP Migas Raden Priyono dengan mengucurkan dana 2,7 miliar dolar AS. Kasus ini akhirnya terungkap sebagai dugaan korupsi.

    Raden Priyono, mantan Deputi BP Migas Djoko Harsono, dan Dirut PT TPPI Honggo Wendratno (yang menjadi buronan) diadili karena korupsi dana tersebut, yang setara dengan Rp 37,8 triliun. JK menyatakan bahwa kebijakan penyelamatan PT TPPI merupakan kebijakan negara untuk mengurangi impor BBM dan memanfaatkan industri petrochemical milik Pertamina, dan menilai kasus ini adalah kasus perdata.

    6. PT ASABRI – 22 T

    Kasus ini melibatkan manipulasi harga saham oleh pihak dalam dan luar Asabri, termasuk Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, dan Lukman Purnomosidi, yang merugikan investasi Asabri.

    Antara 2012 hingga 2019, Asabri membeli saham dengan harga tinggi, namun dijual dengan harga lebih rendah, merugikan keuangan negara. Terkait kasus ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka, termasuk mantan pejabat Asabri dan pihak swasta yang terlibat.

    Tersangka dikenakan pasal tindak pidana korupsi dan diancam dengan hukuman sesuai UU Pemberantasan Korupsi.

    7. PT JIWASRAYA – 17 T

    Dugaan kerugian negara terkait skandal Jiwasraya bertambah menjadi sekitar Rp17 triliun, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang mencapai Rp13,7 triliun. Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini menahan enam tersangka dan telah menyita aset senilai ratusan miliar rupiah. Kasus ini masih dalam penyelidikan.

    Direktur Utama Jiwasraya menyatakan kerugian negara akibat gagal bayar mencapai Rp13 triliun, yang dikaitkan dengan saham yang dimiliki oleh Benny Tjokrosaputro. Kuasa hukum Benny Tjokrosaputro membantah tuduhan tersebut, menganggapnya sebagai fitnah yang merugikan nama baik klien mereka.

    8. KEMENSOS – 17 T

    Kasus korupsi bansos Covid-19 yang melibatkan Juliari Batubara, mantan Menteri Sosial, terungkap setelah KPK menangkap pejabat Kemensos pada Desember 2020. Juliari diduga menerima suap sekitar Rp 32,48 miliar dari vendor pengadaan bansos. Pada 23 Agustus 2021, Juliari divonis 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar.

    Juliari mengajukan pembelaan, meminta dibebaskan, namun ICW mendesak hukuman berat. Keputusan hakim meringankan hukuman dengan alasan hujatan masyarakat terhadap Juliari. Pada Agustus 2022, KPK melaporkan bahwa Juliari telah melunasi uang pengganti Rp 14,5 miliar ke kas negara.

    9. Sawit CPO – 12 T

    Kejaksaan Agung memeriksa saksi FA, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan di Kementerian Perdagangan, terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO (minyak sawit mentah) dan turunannya pada 2021-2022. Kasus ini melibatkan tiga korporasi besar: Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup, yang ditetapkan sebagai tersangka dengan kerugian negara mencapai Rp 6,47 triliun.

    Kasus ini bermula dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan eksportir memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), namun beberapa perusahaan tidak memenuhinya dan tetap mendapatkan izin ekspor. Sejumlah pejabat Kemendag dan eksekutif perusahaan juga menjadi tersangka.

    10. Garuda Indonesia – 9 T

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima hasil audit BPKP terkait pengadaan pesawat oleh PT Garuda Indonesia (2011-2021) yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp8,8 triliun. Audit mengungkapkan pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR-72 yang terlalu mahal, mengakibatkan biaya operasional lebih tinggi daripada pendapatan.

    Kejagung menetapkan dua tersangka baru, Emirsyah Satar (mantan Direktur Utama Garuda) dan Soetikno Soedarjo (eks Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi), sehingga total tersangka menjadi lima orang. Kasus ini terkait dengan pengadaan pesawat yang tidak sesuai prosedur, mengakibatkan kerugian finansial negara sebesar USD 609,8 juta.

    11. BTS KOMINFO – 8 T

    Kasus korupsi proyek pembangunan BTS 4G di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus berlanjut. Kejaksaan Agung telah menerima laporan kerugian negara yang mencapai Rp8,32 triliun, yang berasal dari biaya penyusunan, mark-up harga, dan BTS yang tidak terbangun.

    Proyek ini terkait dengan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan pendukungnya di lima paket BAKTI Kominfo pada 2020-2022. Kejaksaan telah memeriksa lebih dari 60 saksi dan mencegah 23 orang bepergian ke luar negeri.

    Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka, termasuk Direktur BAKTI Kominfo Anang Achmad Latief dan Direktur Utama PT Moratelindo Galumbang Menak. Menteri Kominfo Johnny G. Plate dan adiknya juga telah diperiksa terkait kasus ini. Proyek BTS bertujuan untuk memperluas akses internet ke desa-desa 3T di Indonesia, dengan target 9.113 desa untuk dibangun BTS antara 2020-2022. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 4
                    
                        Prabowo "Reshuffle" Kabinet di Hari Ke-122 Pemerintahan, Lebih Cepat Dibanding Jokowi
                        Nasional

    4 Prabowo "Reshuffle" Kabinet di Hari Ke-122 Pemerintahan, Lebih Cepat Dibanding Jokowi Nasional

    Prabowo “Reshuffle” Kabinet di Hari Ke-122 Pemerintahan, Lebih Cepat Dibanding Jokowi
    Penulis
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto merombak susunan Kabinet Merah Putih pada Rabu (19/2/2025), bertepatan pada hari ke-122 pemerintahan Prabowo-Gibran yang dimulai pada 20 Oktober 2024.
    Reshuffle pertama yang dilakukan Prabowo ini lebih cepat dibandingkan perombakan perdana kabinet yang dilakukan Presiden ketujuh Republik Indonesia Joko Widodo.
    Untuk diketahui, Jokowi baru melakukan
    reshuffle Kabinet
    Kerja pada 12 Agustus 2015 atau hari ke-296 sejak ia dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober 2014.
    Ketika itu, Jokowi mencopot tujuh pejabat sekaligus yakni Darmin Nasution yang diangkat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, menggantikan Sofyan Djalil.
    Kemudian, Sofyan Djalil diangkat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, menggantikan Andrinof Chaniago; Rizal Ramli diangkat sebagai Menko Bidang Kemaritiman, menggantikan Indroyono Susilo.
    Lalu, Luhut Binsar Pandjaitan diangkat sebagai Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno; Thomas Lembong diangkat sebagai Menteri Perdagangan, menggantikan Rachmat Gobel.
    Kemudian, Pramono Anung diangkat sebagai Sekretaris Kabinet, menggantikan Andi Widjajanto; serta Teten Masduki diangkat sebagai Kepala Staf Kepresidenan, menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan.
    Pada periode kedua pemerintahannya, 2019-2024, Jokowi juga baru merombak susunan kabinetnya di hari ke-429, tepatnya pada 22 Desember 2020.
    Ketika itu, Jokowi melantik enam orang menteri, yakni Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial menggantikan Juliari Batubara yang jadi tersangka korupsi.
    Kemudian, Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan menggantikan Terawan Agus Putranto, Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio.
    Lalu, Yaqut Cholil Quomas atau alias Gus Yaqut sebagai Menteri Agama mengganti Fachrul Razi, Wahyu Sakti Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Edhy Prabowo yang tersandung korupsi, serta M Lutfi menggantikan Agus Suparmanto sebagai Menteri Perdagangan.
    Berbeda dengan Jokowi, Prabowo hannya mencopot satu orang menteri yakni Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro.
    Posisi Satryo digantikan Wakil Rektor Institut Teknologi Bandung Brian Yuliarto.
    Selain mencopot Mendikti Saintek, Prabowo juga melantik empat orang kepala lembaga pada reshuffle perdananya.
    Para pejabat itu adalah Muhammad Yusuf Ateh sebagai Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Agustina Arumsari sebagai Wakil Kepala BPKP,
    Kemudian, Amalia Adininggar Arumsari sebagai Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Sonny Harry Budiutomo Harmadi sebagai Wakil Kepala BPS, dan Letjen Nugroho Sulistyo Budi sebagai Kepala Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menelanjangi Retorika Palsu

    Menelanjangi Retorika Palsu

    Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla*

    SELAMA hampir satu dasawarsa memegang kendali kekuasaan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia dari tahun 2014 hingga 2024, meninggalkan catatan kelam dalam perjalanan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Janji perubahan dan kesejahteraan yang digaungkan di awal masa kepemimpinannya justru berujung pada serangkaian kegagalan yang merusak tatanan berbangsa dan bernegara.

    Salah satu tragedi yang membekas dalam ingatan publik adalah kematian ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019. Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar tentang transparansi dan kejujuran dalam proses demokrasi di Indonesia. Hingga kini, penyebab kematian massal tersebut masih diselimuti kabut misteri, tanpa investigasi yang memadai dan memuaskan publik. Alih-alih menjadi pesta demokrasi, Pilpres 2019 justru menyisakan duka dan ketidakpercayaan terhadap proses pemilu di bawah pemerintahan PDIP.

    Kemudian, Kasus Kanjuruhan pada tahun 2022, di mana ratusan suporter tewas akibat tragedi di stadion, menjadi bukti nyata buruknya manajemen keamanan dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini memperlihatkan betapa nyawa rakyat sering kali dianggap murah dan diabaikan oleh sistem yang korup dan tidak profesional. Keputusan hukum yang ringan bagi para pelaku juga menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam memberikan keadilan bagi korban.

    Selanjutnya, masih segar dalam ingatan kita soal kematian enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Cikampek pada tahun 2020 menambah daftar hitam pelanggaran hak asasi manusia di era pemerintahan PDIP. Peristiwa ini menimbulkan kontroversi besar karena banyaknya kejanggalan dalam proses hukum dan penyelidikan yang tidak transparan. Kasus ini menyoroti praktik kekerasan negara yang mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

    Tak hanya itu, dalam sepuluh tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa sebagian besar kasus korupsi yang terungkap melibatkan pejabat dan kader PDIP. Mulai dari kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara, hingga berbagai skandal lainnya yang melibatkan kepala daerah dan anggota legislatif dari partai tersebut. Kasus ini menambah catatan suram PDIP sebagai partai penguasa yang gagal menjaga integritas dan amanah rakyat.

    Selain itu, kasus perampasan tanah dan alih fungsi lahan juga menjadi warisan buruk selama kekuasaan PDIP. Pulau Galang di Kepulauan Riau, yang memiliki potensi strategis dan sejarah besar, dialihfungsikan tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat lokal. Demikian pula dengan proyek Pantai Indah Kapuk (PIK 2) yang melibatkan alih fungsi lahan besar-besaran di pesisir Jakarta, memunculkan polemik karena prosesnya yang sarat dengan isu ketidakadilan dan dugaan perampasan tanah rakyat.

    Kedua kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana oligarki ekonomi dan politik yang dipelihara selama era PDIP telah menguasai sumber daya alam dan mengorbankan hak-hak rakyat kecil. Proyek-proyek raksasa ini mengabaikan kesejahteraan rakyat demi keuntungan segelintir elite, yang sering kali berafiliasi dengan kekuasaan.

    Dalam satu dekade terakhir, Indonesia seharusnya menikmati bonus demografi dengan ledakan jumlah kaum milenial yang produktif. Namun, kesempatan emas ini terbuang sia-sia akibat kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Pengangguran di kalangan anak muda meningkat, sementara lapangan kerja bagi tenaga kerja asing justru dipermudah. Kebijakan ini tidak hanya merampas hak rakyat atas pekerjaan, tetapi juga memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi di tengah masyarakat.

    Rakyat juga dipaksa menanggung beban ekonomi yang semakin berat. Penerapan pajak di hampir semua sektor ekonomi menambah penderitaan, sementara kenaikan harga kebutuhan pokok memperburuk daya beli masyarakat. Kebijakan ini mencerminkan minimnya keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil, yang justru menjadi korban utama dari ketidakstabilan ekonomi.

    Ironi Retorika Keadilan PDIP

    Di tengah catatan kelam ini, sangat ironis ketika Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, yang kini menjadi tersangka korupsi, justru berbicara tentang perjuangan untuk keadilan rakyat. Pernyataan ini tidak hanya kontradiktif, tetapi juga mencerminkan sikap hipokrit yang mencederai akal sehat rakyat.

    Selama sepuluh tahun kekuasaan, PDIP memiliki kesempatan emas untuk memperbaiki sistem hukum, ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Namun, yang terjadi justru sebaliknya—kerusakan yang sistemik dan tatanan yang hancur lebur. Kini, setelah kehilangan kekuasaan, mereka berusaha membangun opini negatif terhadap pemerintahan baru, seolah-olah mereka telah lama menjadi partai oposisi.

    Rakyat Indonesia tentu tidak mudah melupakan semua ini. Politik pencitraan dan retorika kosong tidak lagi cukup untuk menutupi kegagalan yang telah tercatat dalam sejarah. Bangsa ini membutuhkan kepemimpinan yang jujur, berintegritas, dan benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan sekadar membangun narasi untuk menyelamatkan citra politik yang telah runtuh.

    Sudah saatnya Indonesia melangkah maju dengan meninggalkan pola-pola politik lama yang merusak dan beralih pada kerja nyata demi mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat. Rakyat menuntut keadilan yang sesungguhnya, bukan sekadar janji-janji kosong yang berulang kali dikhianati.

    *Penulis adalah Purnawirawan TNI AL, pemerhati masalah kebangsaan

  • KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Pihak Korporasi pada Kasus Bansos Presiden 2020

    KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Pihak Korporasi pada Kasus Bansos Presiden 2020

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku penyidik membuka peluang untuk menetapkan tersangka korporasi dalam dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Presiden pada pandemi Covid-19 pada 2020. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan, lembaganya masih membuka peluang untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak individu tambahan maupun korporasi terkait dengan kasus tersebut. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK sebelumnya telah menetapkan seorang tersangka dari pihak swasta yaitu Direktur Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren.

    “Seandainya itu ada korporasi yang terlibat dan menikmati yang digunakan secara aktif untuk mengambil keuntungan dengan secara melawan hukum, itu kita akan tetapkan sebagai tersangka termasuk tambahan tersangka individu,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Minggu (10/11/2024). 

    Meski demikian, Tessa menyebut penetapan individu tambahan atau korporasi sebagai tersangka harus dilakukan berdasarkan mekanisme gelar perkara atau expose. 

    Adapun sejauh ini KPK telah memeriksa berbagai saksi terkait dengan kasus yang diduga merugikan keuangan negara itu. Contohnya, pada pekan ini, Kamis (7/11/2024), penyidik memeriksa dua orang swasta yaitu Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha Teddy Munawar serta Direktur PT Inkubisc Steven Kusuma. 

    Keduanya dimintai konfirmasi atas dokumen yang disita oleh penyidik KPK, terkait dengan spesifikasi barang bansos termasuk harga beli dari supplier dan harga jualnya ke Kementerian Sosial (Kemensos). 

    Tessa enggan memerinci lebih lanjut soal materi pemeriksaan terhadap dua orang saksi itu. Namun, dia memastikan penyidik mendalami harga beli dan harga jual bansos itu karena adanya indikasi ketidakwajaran harga. 

    “Tentunya kalau wajar kan tidak mungkin ada perkara pidana yang ditangani oleh KPK, pastinya akan ada selisih baik itu kemahalan yang juga akan dihitung oleh teman-teman yang menghitung perhitungan kerugian negara ya,” ungkap pria yang juga merupakan penyidik pada kasus tersebut. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK menduga terdapat 6 juta paket bansos Presiden yang diduga dikorupsi pada pandemi Covid-19 lalu. Total 6 juta paket itu terdiri dari paket yang disalurkan pada tahap 3, 5 dan 6. Terdapat 2 juta paket sembako di masing-masing tahap. 

    Alat bukti kasus tersebut ditemukan ketika KPK melakukan penyidikan pada kasus suap pengadaan bansos Covid-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

    Pada kasus bansos presiden, KPK menyebut potensi kerugian keuangan negara yang ada mencapai sekitar Rp250 miliar. Penyidik menduga kerugian keuangan negara itu terjadi saat pengadaan bansos presiden 2020 lalu di wilayah Jabodetabek. 

    Mengenai perincian proyeknya, Tessa menyebut nilai proyek bansos presiden itu sekitar Rp900 miliar dari anggaran Kementerian Sosial (Kemensos).  

    “Untuk nilai kontraknya sendiri totalnya sekitar Rp900 miliar untuk tiga tahap ya, sekitar segitu,” ungkap Tessa pada keterangan terpisah.

  • Usut Bansos Presiden yang Diduga Rugikan Negara Rp125 Miliar, KPK Periksa Teddy Munawar dan Steven Kusuma

    Usut Bansos Presiden yang Diduga Rugikan Negara Rp125 Miliar, KPK Periksa Teddy Munawar dan Steven Kusuma

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penyaluran bantuan sosial (bansos) Presiden pada masa pandemi covid-19, tampaknya tak luput dari praktik korupsi. Terbukti, KPK sudah menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

    Pada Kamis (7/11), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha Teddy Munawar dan Direktur PT Inkubics, Steven Kusuma untuk dimintai keterangan.

    Keduanya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pengadaan bantuan sosial presiden terkait penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada Kementerian Sosial RI tahun anggaran 2020.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama TM dan SK,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika dalam keterangannya.

    Belum diketahui materi pemeriksaan yang ingin didalami penyidik kepada para saksi. KPK mengembangkan perkara korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara dan mantan Dirut Transjakarta yang juga eks PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), Kuncoro Wibowo.

    Saat ini, KPK sudah meningkatkan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan bansos presiden pada masa pandemi Covid-19.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren sebagai tersangkanya. Ivo sebelumnya sudah diproses hukum dalam kasus penyaluran bansos. KPK menaksir kerugian keuangan negara akibat kasus dugaan korupsi pengadaan bansos presiden itu mencapai Rp125 miliar. (fajar)

  • KPK Sebut Kasus Korupsi Bansos Presiden Pengembangan Perkara Eks Mensos Juliari Batubara

    KPK Sebut Kasus Korupsi Bansos Presiden Pengembangan Perkara Eks Mensos Juliari Batubara

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) presiden tahun 2020.

    Tepatnya terkait bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek pada Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020.

    Perkara yang tengah diusut KPK sekarang merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada tahun 2020.

    Operasi senyap tersebut waktu itu turut menyeret Juliari Peter Batubara saat menjabat Menteri Sosial.

    “[Pengembangan] dari laporan masyarakat pada saat OTT Kemensos tahun 2020, yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan,” jelas Jubir KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (27/6/2024).

    Kasus Juliari sendiri telah inkrah. Eks politikus PDIP itu saat ini mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

    Untuk kasus korupsi bansos presiden, sementara diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp125 miliar.

    Modus korupsi perkara ini ialah dengan sengaja mengurangi kualitas bansos.

    Dalam perkara korupsi bansos presiden ini menjerat pengusaha bernama Ivo Wongkaren (IW) sebagai tersangka.

    Kasus bansos presiden juga terungkap dalam dakwaan perkara distribusi Bantuan Sosial Beras (BSB) di Kemensos yang turut menyeret Ivo Wongkaren.

    BSB ditujukan kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2020 untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19.

    Bantuan tersebut direncanakan dilaksanakan pada Agustus–Oktober 2020.

    Dalam waktu yang hampir bersamaan, Kemensos juga melaksanakan program bansos presiden di wilayah Jabodetabek.

    Ivo terlibat dalam proyek itu dan menjadi salah satu vendor Pelaksana menggunakan PT Anomali Lumbung Artha (ALA).

    “Dalam pekerjaan bansos banpres, PT ALA memiliki paket dalam jumlah lebih besar dibandingkan perusahaan lain yang menjadi vendor pekerjaan bansos banpres,” sebagaimana dikutip dari surat dakwaan jaksa KPK.

    Adapun Ivo Wongkaren telah dinyatakan bersalah dalam kasus distribusi bansos beras untuk KPM pada Program PKH Kemensos.

    Dia telah divonis 13 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara, serta uang pengganti Rp120.118.816.820.