Tag: Juda Agung

  • Pengamat Wanti-wanti Risiko Penggunaan Data Transaksi Elektronik untuk Skoring Kredit, Apa Saja?

    Pengamat Wanti-wanti Risiko Penggunaan Data Transaksi Elektronik untuk Skoring Kredit, Apa Saja?

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengingatkan sejumlah risiko penting dalam penggunaan data transaksi elektronik untuk penilaian kelayakan penyaluran kredit atau skoring kredit.

    Josua menyampaikan, risiko pertama adalah risiko penilaian yang keliru akibat data yang tidak lengkap atau tidak mewakili kondisi usaha sebenarnya.

    “UMKM yang masih sangat tunai, musiman, atau baru mulai memakai QRIS bisa tampak berisiko tinggi karena volumenya kecil, padahal usahanya sebenarnya sehat,” kata Josua, Senin (17/11/2025).

    Sebaliknya, lanjut Josua, usaha yang agresif mengarahkan pembayaran melalui QRIS tetapi memiliki biaya tinggi dan margin tipis bisa terlihat sangat prospektif di data, padahal daya tahannya lemah.

    Menurutnya jika tidak diimbangi penilaian kualitatif, hal ini berpotensi melahirkan bentuk baru dari ketertinggalan akses keuangan, terutama bagi pelaku usaha yang tertinggal dalam adopsi teknologi.

    Risiko kedua yakni perlindungan data dan penyalahgunaan informasi. Josua menuturkan, data QRIS pada dasarnya menunjukkan pola belanja dan pemasukan yang sangat pribadi bagi pelaku usaha maupun pemiliknya.

    Tanpa tata kelola yang kuat, Josua menilai data ini bisa dimanfaatkan untuk tujuan yang tidak disampaikan dengan jelas kepada pemilik data, misalnya penawaran produk yang berlebihan, penjualan data ke pihak lain, atau penetapan syarat kredit yang merugikan kelompok tertentu.

    Josua mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menekankan pentingnya pelindungan konsumen dan terus memperkuat pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan dan inovasi teknologi, termasuk melalui pengawasan penyelenggara pemeringkat kredit alternatif dan agregasi jasa keuangan yang memroses ratusan juta permintaan data skor kredit dalam setahun.

    Dia menambahkan, tingginya pengaduan terkait keuangan ilegal dan penipuan digital juga menunjukkan bahwa risiko kebocoran dan penyalahgunaan data bukan hal yang bersifat teoritis semata, tetapi sudah nyata terjadi dan perlu diantisipasi secara serius.

    Risiko selanjutnya yakni ketidakadilan dan bias dalam model penilaian. Menurutnya, ketika penilaian kelayakan sangat bergantung pada data transaksi elektronik, wilayah dan kelompok masyarakat yang akses internetnya lemah, literasi digitalnya rendah, atau lebih banyak bertransaksi tunai akan cenderung memperoleh skor yang lebih rendah.

    “Ini bisa menimbulkan bias terhadap daerah tertinggal, pelaku usaha di pasar tradisional, dan pelaku usaha perempuan yang sering kali berada di sektor mikro dengan keterbatasan teknologi,” tuturnya.

    Selain itu, lanjut dia, model penilaian yang rumit dan bersifat kotak hitam menyulitkan debitur untuk memahami alasan penolakan. “Padahal dari sisi pelindungan konsumen mereka berhak atas penjelasan yang wajar dan kesempatan untuk mengajukan keberatan,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa jejak digital QRIS dapat menjadi dasar penilaian kelayakan penyaluran kredit, utamanya bagi pelaku UMKM.

    Deputi Gubernur BI Juda Agung menjelaskan bahwa teknologi AI dapat mengolah jejak digital transaksi keuangan yang tercipta dari penggunaan sistem pembayaran digital seperti QRIS. Nantinya, data olahan AI tersebut akan menjadi basis alternative credit scoring alias penilaian kredit alternatif.

    Juda mencontohkan, pelaku UMKM yang sudah menggunakan QRIS akan meninggalkan jejak digital seperti berapa pemasukannya, berapa pengeluarannya, berapa yang disimpan, hingga berapa pelanggannya. 

    “Ini jejak-jejak digital keuangan dari si ibu ini [pelaku UMKM] bisa diubah oleh AI menjadi sebuah akses keuangan, ketika ibu ini memerlukan pinjaman dari bank atau pinjaman dari fintech lending, yang sering sekarang disebut dengan alternative credit scoring,” ujar Juda dalam acara FEKDI & IFSE 2025 di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).

    Langkah tersebut, sambung Juda, sejalan dengan arah kebijakan BI dalam mendorong transformasi digital sistem pembayaran dan memperluas inklusi keuangan. 

    Menurutnya, digitalisasi yang inklusif bukan tentang memiliki cip super atau algoritma paling mutakhir. Juda menekankan pentingnya teknologi digitalisasi keuangan untuk menyentuh hidup masyarakat paling membutuhkan.

    “Teknologi canggih perlu, tapi tidak cukup. Kita perlu pergeseran paradigma. Kita tidak hanya membutuhkan teknologi yang high-tech [teknologi canggih], tetapi right-tech atau teknologi tepat guna,” jelasnya.

  • Deputi Gubernur BI Juda Agung Dilantik Jadi Anggota DK OJK Ex-officio Bank Indonesia – Page 3

    Deputi Gubernur BI Juda Agung Dilantik Jadi Anggota DK OJK Ex-officio Bank Indonesia – Page 3

    Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya optimalisasi penyaluran dana Rp 200 triliun yang ditempatkan pemerintah di bank-bank Himbara.

    Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, menyebut keberadaan dana tersebut membuka ruang likuiditas yang lebih luas bagi industri perbankan.

    Meski masih terdapat kredit belum tersalur atau undisbursed loan, hal itu justru mencerminkan adanya komitmen perbankan untuk menyalurkan kredit sesuai dengan jadwal penarikan debitur.

    “Kita tahu sejak minggu lalu efektif dana Rp 200 triliun masuk ke bank-bank himbara. Sementara undisburshed (kredit belum tersalur) masih tinggi. Sebenarnya undisburshed menunjukkan bahwa bank itu komit untuk menyalurkan sejumlah dana kredit kepada debitur,” kata Indah dalam sosialisasi POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM, di Kantor OJK, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

    Indah menjelaskan bahwa secara industri, rasio pinjaman terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) saat ini berada di angka 86 persen.

    Angka tersebut masih dalam batas wajar, mengingat kisaran ideal LDR berada pada rentang 75 persen hingga 92 persen. Dengan tambahan dana pemerintah, posisi likuiditas bank menjadi semakin kuat untuk mendorong penyaluran kredit.

    “Kalau kita lihat berapa wajarnya LDR adalah 75 persen hingga 92 persen. Jadi disini masih ada ruang gerak, karena ketika masuk dana Pemerintah itu ke bank Himbara tentu akan meningkatkan deposit,” jelasnya.

     

  • Juda Agung dilantik sebagai Anggota DK OJK Ex-officio BI

    Juda Agung dilantik sebagai Anggota DK OJK Ex-officio BI

    Jakarta (ANTARA) – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung resmi dilantik sebagai Anggota Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ex-officio Bank Indonesia.

    Pengucapan sumpah jabatan Juda dilakukan di hadapan Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto di Gedung MA Jakarta, Selasa.

    “Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 72/P Tahun 2025 tanggal 11 Agustus 2025 saudara telah diangkat sebagai anggota DK OJK Ex-officio dari BI,” kata Sunarto.

    Juda ditetapkan menjadi Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Bank Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 72/P Tahun 2025 tentang Penggantian Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ex-officio dari Bank Indonesia.

    Pelantikan Juda melengkapi jajaran Anggota Dewan Komisioner OJK menjadi 11 orang yang terdiri dari sembilan ADK hasil Panitia Seleksi serta dua ADK Ex-officio Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.

    Pelantikan ini turut dihadiri sejumlah jajaran pejabat Kementerian Keuangan, Bank Indonesia serta Anggota Dewan Komisioner OJK beserta jajaran pejabat OJK lainnya.

    Dengan demikian, jajaran Anggota Dewan Komisioner OJK menjadi sebagai berikut.

    Ketua: Mahendra Siregar

    Wakil Ketua: Mirza Adityaswara

    Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan: Dian Ediana Rae

    Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon: Inarno Djajadi

    Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun: Ogi Prastomiyono

    Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen: Friderica Widyasari Dewi

    Anggota Dewan Komisioner/Ketua Dewan Audit: Sophia Isabella Wattimena

    Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya: Agusman

    Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto: Hasan Fawzi

    Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Bank Indonesia: Juda Agung

    Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Kementerian Keuangan: Thomas A.M. Djiwandono

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BSI Siap Dukung Rencana Pemerintah Implementasikan Penjamin Simpanan Emas

    BSI Siap Dukung Rencana Pemerintah Implementasikan Penjamin Simpanan Emas

    JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menyampaikan penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) akan memberikan dampak positif terhadap portofolio pembiayaan perseroan.

    Corporate Secretary PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Wisnu Sunandar dalam keterangan diterima di Yogyakarta, Jumat, memandang bahwa kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional akan berdampak positif pada kinerja bank.

    Sebagai bank syariah, mayoritas pembiayaan BSI menggunakan skema berbasis fixed rate. Dengan didukung oleh basis dana murah yang kuat serta produk wadiah, kondisi ini memberikan potensi peningkatan pada Net Imbalan (NIM) sehingga meningkatkan potensi profitabilitas.

    Di sisi lain, sejalan penurunan BI-Rate, BSI akan mengkaji margin pembiayaan agar dapat lebih kompetitif di market.

    Wisnu mengungkapkan bahwa perseroan masih dapat mempertahankan pertumbuhan positif.

    Sebelumnya pada Maret 2025, aset BSI tercatat naik 12 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pembiayaan tumbuh 16,21 persen, sedangkan dana pihak ketiga (DPK) naik 7,40 persen.

    BSI menyampaikan, pihaknya optimistis kebijakan penurunan suku bunga ini akan sekaligus memperluas peran perbankan syariah dalam mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

    Di samping itu, perseroan juga masih akan fokus pada bisnis yang memiliki keunikan (uniqueness) syariah seperti ekosistem halal, terutama haji, serta terus memperkuat bisnis emas.

    Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia bulan Agustus 2025, suku bunga acuan diputuskan turun 25 basis poin (bps) sehingga kini berada pada level 5 persen.

    Secara total, BI sudah memangkas bunga acuan sebanyak lima kali sebesar 125 bps yang dimulai pada September 2024 serta berlanjut pada Januari, Mei, Juli, dan Agustus 2025.

    Dalam konferensi pers pada Rabu (20/8), Gubernur BI Perry Warjiyo mencatat bahwa penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat pasca BI-Rate dipangkas 100 bps sejak September 2024 hingga Juli 2025.

    Pada Juli 2025, suku bunga kredit tercatat sebesar 9,16 persen atau masih relatif sama dengan bulan sebelumnya.

    Namun demikian, Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan bahwa transmisi penurunan BI-Rate ke suku bunga perbankan mulai menunjukkan tanda-tanda positif meskipun pengaruhnya masih relatif terbatas atau belum terlalu kuat.

    Secara rinci, Juda mencatat suku bunga dana pihak ketiga (DPK) turun sebesar 10bps dari 4,85 persen pada Juni 2025 menjadi 4,75 persen pada Juli 2025.

    Sementara suku bunga kredit baru, yakni kredit yang benar-benar baru diberikan oleh bank, juga mengalami penurunan, khususnya suku bunga kredit korporasi, komersial dan UMKM. Adapun suku bunga kredit konsumsi masih belum mengalami penurunan.

    “(Suku bunga) kredit korporasi itu turun 27bps dari 7,58 persen ke 7,31 persen. Kredit komersial itu turun dari 8,35 persen ke 8,26 persen atau 9bps dari bulan Juni ke Juli. UMKM turun 15bps dari 11,01 persen menjadi 10,86 persen,” kata Juda.

    Bank Indonesia pun memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

  • BI Rate Turun, Menko Airlangga Desak Perbankan Ikut Pangkas Suku Bunga

    BI Rate Turun, Menko Airlangga Desak Perbankan Ikut Pangkas Suku Bunga

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan alias BI Rate sebesar 25 basis poin ke level 5,00%.

    Airlangga meyakini keputusan Bank Indonesia akan berdampak positif ke perekonomian Indonesia. Kendati demikian, dia juga mengingatkan agar perbankan juga mengikuti langkah Bank Indonesia agar dampaknya ke pertumbuhan ekonomi maksimal.

    “Bagus lah buat ekonomi [penurunan BI Rate ke 5,00%]. Harapannya transmisi ke perbankan bisa lebih cepat, sehingga suku bunga perbankan juga bisa turun,” ujar Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).

    Pemangkasan BI Rate ke level 5,00% sendiri disampaikan dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini, Rabu (20/8/2025). Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa keputusan untuk kembali menurunkan suku bunga acuan itu telah didasarkan asesmen proyeksi dan berbagai arah ke depan.

    “Keputusan penurunan suku bunga ini konsisten dengan rendahnya perkiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas perekonomian,” terang Perry dalam pengumuman hasil rapat RDG secara daring.

    Ke depan, lanjutnya, BI akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini bakal berada di atas titik tengah 4,6% secara tahunan atau year on year (YoY) hingga 5,4% YoY

    Penurunan Bunga Kredit Masih Lambat

    Adapun BI melaporkan transmisi pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate belum terlalu terlihat pada suku bunga kredit perbankan. Padahal, BI sudah memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar total 75 basis poin sejak awal 2025. 

    Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat. Pada Juli 2025, suku bunga kredit tercatat sebesar 9,16%, masih relatif sama dengan bulan sebelumnya.

    “Bank Indonesia memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil RDG Agustus 2025 pada Rabu (20/8/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Juda Agung menjelaskan jika melihat data-data terkini, transmisi suku bunga yang terjadi saat ini tidak secepat pada penurunan BI Rate sebelumnya. Meski demikian, kata Juda, terlihat data yang cukup menggembirakan meskipun belum kuat.

    Salah satunya, suku bunga deposito perbankan turun dari 4,85% pada Juni 2025 menjadi 4,75% pada Juli 2025 atau susut 10 bps. Suku bunga kredit baru juga mengalami penurunan, khususnya untuk kredit korporasi, komersial, dan UMKM.

    “Suku bunga kredit korporasi turun 27 bps dari 7,58% ke 7,31%, komersial 8,35% ke 8,26% atau 9 bps, dan UMKM turun 15 bps dari 11,01% pada Juni 2025 ke 10,86% Juli 2025,” jelas Juda.

    Dia juga menyebutkan, jika dilihat dari kelompok bank, bank BUMN, BPD, dan KCBA atau bank asing telah kompak menurunkan suku bunga kredit. Sementara, bank umum swasta nasional (BUSN) masih mengalami kenaikan suku bunga kredit.

    “Dengan adanya penurunan suku bunga BI Rate lebih lanjut hari ini, kemudian likuiditas yang masih sangat tinggi, dan ekspansi pemerintah yang lebih cepat pada semester II, kami optimis apa yang kita lakukan, baik konteks BI rate maupun penyediaan likuiditas akan tertransmisi lebih baik pada semester II/2025,” jelasnya.

  • Deputi Gubernur BI sampaikan 5 arahan kepada Kepala Kantor BI Kepri

    Deputi Gubernur BI sampaikan 5 arahan kepada Kepala Kantor BI Kepri

    Khususnya produk industri, di tengah dinamika global seperti kebijakan tarif dari Amerika Serikat

    Batam (ANTARA) – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menyampaikan lima pesan dan arahan kepada Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Kepulauan Riau (KPw BI Kepri) Rony Widijarto P pada prosesi pengukuhan yang diselenggarakan di Kota Batam.

    Pertama, Juda menyampaikan pentingnya penguatan langkah strategis dan koordinasi erat dengan pemerintah daerah untuk menjaga daya saing ekspor produk unggulan Kepri.

    “Khususnya produk industri, di tengah dinamika global seperti kebijakan tarif dari Amerika Serikat,” kata Juda Agung dalam keterangan resmi diterima di Batam, Sabtu.

    Lalu, BI diharapkan terus mendukung kemudahan masuknya investasi asing langsung (FDI) yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi daerah.

    “Ketiga, untuk melanjutkan sinergi pengendalian inflasi bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID),” kata dia.

    Keempat, Juda menekankan pentingnya pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA), khususnya di Batam yang merupakan salah satu pintu gerbang perdagangan internasional Indonesia.

    “Terakhir, untuk terus mendukung pembangunan infrastruktur serta penguatan ekosistem industri dan pariwisata di wilayah Kepulauan Riau,” ujarnya.

    Rony menggantikan Suryono yang kini mendapat tugas baru sebagai Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumatera Utara.

    Dalam sambutannya, Juda Agung juga menyampaikan apresiasi atas kinerja Suryono selama memimpin BI Kepri.

    Deputi Gubernur BI itu juga mengapresiasi peran serta Gubernur Kepri, para wali kota, bupati dan seluruh pemangku kepentingan atas kolaborasi yang solid dengan BI.

    Ia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Kepri dalam tiga triwulan terakhir tercatat lebih tinggi dari rata-rata nasional.

    Inflasi tahun 2024 juga terkendali dalam rentang sasaran 2,5 ± 1 persen dan diperkirakan tetap stabil hingga akhir 2025.

    Sementara itu, Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyoroti kerja sama BI dengan Pemerintah Provinsi dalam mendorong UMKM naik kelas melalui kurasi produk dan akses pasar.

    Dengan pengukuhan Rony Widijarto P, Pemerintah Provinsi Kepri berharap sinergi antara BI dan pemda dapat semakin diperkuat guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

    Pewarta: Amandine Nadja
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI: Perlambatan kredit pada Maret belum cerminkan pelemahan mendasar

    BI: Perlambatan kredit pada Maret belum cerminkan pelemahan mendasar

    Dari sisi likuiditas, alat likuid perbankan terhadap DPK kan masih sekitar 26 persen. Artinya, memang ruangnya (ruang penyaluran kredit) masih ada.

    Jakarta (ANTARA) – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung memandang perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada Maret 2025 belum mencerminkan pelemahan yang mendasar pada fungsi intermediasi perbankan.

    Hal itu, menurut Juda, mengingat minat penyaluran kredit (lending standard) perbankan masih cukup tinggi. Adapun pada Maret 2025, BI mencatat pertumbuhan kredit sebesar 9,16 persen year on year (yoy), lebih rendah dari 10,30 persen (yoy) pada bulan Februari 2025.

    “Kalau kita lihat dari sisi perbankannya, minat perbankannya itu masih cukup tinggi. Indeks lending standar yaitu persyaratan-persyaratan kredit seperti agunan, bunga, dan persyaratan-persyaratan yang lain itu belum ada tanda-tanda pengetatan,” kata Juda dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan April 2025, di Jakarta, Rabu.

    Selain dari sisi minat penyaluran kredit, Juda mengatakan bahwa kondisi likuiditas perbankan masih memadai yang tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) pada Maret 2025 sebesar 26,22 persen.

    “Dari sisi likuiditas, alat likuid perbankan terhadap DPK kan masih sekitar 26 persen. Artinya, memang ruangnya (ruang penyaluran kredit) masih ada,” kata dia lagi.

    Juda menyebutkan, memang ada beberapa bank yang penghimpunan pendanaan dari dalam negerinya sudah mengalami pengurangan sehingga bank mengambil pendanaan dari luar negeri.

    “Ada bank-bank tertentu yang loan to deposit (LDR)-nya sudah tinggi, AL/DPK-nya relatif rendah, tetapi demand terhadap kreditnya tinggi kepada bank itu, dia (bank) bisa ambil dana dari luar, dari dana non-DPK,” ujar dia.

    Dari sisi penawaran, BI masih melihat pertumbuhan kredit yang cukup tinggi di beberapa sektor utama seperti sektor industri pengolahan, sektor pertambangan, serta sektor pengangkutan dan jasa sosial. Namun, ujar Juda, juga perlu dicermati pertumbuhan kredit di sektor perdagangan dan konstruksi dengan pertumbuhan yang rendah.

    “Pertumbuhan kredit ini akan terus kita lihat ke depan, terutama tentu saja dari sisi demand. Pertumbuhan ekonomi ke depan kita terus cermati dan juga berbagai langkah yang akan kita lakukan termasuk beberapa penguatan kebijakan makroprudensial KLM dan pelonggaran atau penguatan untuk pendanaan dari dana-dana non-DPK,” kata Juda.

    BI memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan akan menuju ke batas bawah kisaran 11-13 persen pada 2025.

    Ke depan, menurut BI, berbagai risiko ketidakpastian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik perlu menjadi perhatian, karena dapat mempengaruhi prospek permintaan kredit dan preferensi penempatan aset likuid perbankan.

    Sehubungan dengan itu, BI akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, termasuk mengoptimalkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

    BI juga memperkuat implementasi ketentuan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) untuk mendorong pendanaan perbankan bagi manajemen likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil.

    Terakhir, BI akan terus mempererat koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong pertumbuhan kredit dalam mendukung pembiayaan ekonomi.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • BI Masih Optimistis soal Rupiah walau sedang Terlemah sejak 1998

    BI Masih Optimistis soal Rupiah walau sedang Terlemah sejak 1998

    Bisnis.com, JAKARTA — Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menyebut nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih dalam level yang belum mengkhawatirkan. 

    Untuk diketahui, tren pelemahan rupiah terjadi belakangan ini. Pada hari ini, Selasa (8/4/2025), mata uang rupiah kembali ditutup melemah dengan menyentuh level Rp16.891 per dolar Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, terdapat prediksi dari sejumlah analis bahwa rupiah dapat bergerak menuju sekitar Rp17.000 per dolar AS. 

    “Enggak [mengkhawatirkan]. Sudah bagus,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui pada sela-sela acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025). 

    Juda juga menilai belum melihat adanya dampak pelemahan rupiah saat ini terhadap utang-utang korporasi Indonesia dalam mata uang dolar AS. 

    Menurutnya, Indonesia telah menyiapkan berbagai strategi seperti hedging atau upaya untuk melindungi nilai aset atau kewajiban dari fluktasi harga yang tidak diinginkan pasar. 

    “Kita kan sudah ada kewajiban hedging dan sebagainya korporasi,” lanjut Deputi Gubernur BI yang ditetapkan sejak 2021 lalu itu. 

    Di sisi lain, Juda pun masih optimistis terhadap level rupiah saat ini dan dampaknya terhadap inflasi. Dia menyebut inflasi masih di bawah kendali. 

    “Masih rendah terkendali,” ucapnya. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, mata uang rupiah parkir di level Rp16.891 per dolar AS pada akhir perdagangan Selasa (8/4/2025). Rupiah menjadi mata uang yang merosot paling dalam secara (year to date/YtD) dibandingkan dengan mata uang negara-negara Asia lainnya. 

    Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 69,5 poin atau 0,41% ke Rp16.891 per dolar AS. Di level tersebut, rupiah sudah melemah 4,49% sepanjang tahun berjalan 2025. 

    Secara tahun berjalan, rupiah menjadi mata uang Asia yang merosot paling dalam di hadapan dolar AS. 

    Bloomberg mencatat rupiah merosot bersama baht Thailand yang turun 1,34% (YtD). Sementara itu, penurunan tipis dialami oleh rupee India sebesar 0,66%, yuan China -0,52%, ringgit Malaysia turun 0,38%, dan dolar Taiwan turun 0,67% sepanjang tahun berjalan 2025.

    Pelemahan rupiah dan sejumlah mata uang asing terhadap dolar AS belum lama ini turut dipengaruhi oleh sentimen terhadap kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Indonesia mendapatkan tarif impor 32%. 

  • BI fokus pada upaya jaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan

    BI fokus pada upaya jaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    BI fokus pada upaya jaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 05 Maret 2025 – 16:20 WIB

    Elshinta.com – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menyampaikan bahwa Bank Indonesia fokus pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

    Kebijakan makroprudensial tetap diarahkan pro-growth dan longgar untuk mendorong intermediasi sesuai dengan siklus keuangan melalui penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

    “Mulai 1 April 2025, penguatan KLM yang sebelumnya ditetapkan 4 persen dari DPK, ditingkatkan menjadi 5 persen per 1 April 2025 dengan potensi tambahan likuiditas lebih dari Rp80 triliun, sehingga secara total menjadi Rp375 triliun,” kata Juda melalui keterangan resminya di Jakarta, Rabu.

    Kebijakan ini, menurut bank sentral, ditujukan untuk mendorong kredit perbankan ke sektor riil atau sektor-sektor yang memiliki daya ungkit tinggi dalam penciptaan lapangan kerja, yang sejalan dengan program Asta Cita pemerintah.

    Dukungan kebijakan makroprudensial juga dilakukan melalui sinergitas Bank Indonesia dengan kebijakan kementerian/lembaga yang saat ini difokuskan pada dua sektor utama, yaitu perumahan dan pertanian, termasuk hilirisasi dan ketahanan pangan.

    Komitmen Bank Indonesia yang terus menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan telah terangkum dalam buku Kajian Stabilitas Keuangan No. 44, Februari 2025 (KSK 44) yang diluncurkan pada Rabu di Jakarta.

    Buku KSK 44 juga mencatat bahwa stabilitas sistem keuangan pada 2024 tetap terjaga dan mendukung kinerja ekonomi Indonesia agar tetap bertumbuh.

    Hal ini turut ditopang dengan tingkat inflasi yang berada di dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen dan stabilitas nilai tukar rupiah terjaga baik, di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat.

    Sejalan dengan itu, intermediasi perbankan juga tumbuh didukung faktor penawaran dari minat penyaluran kredit dan kecukupan kapasitas pembiayaan oleh perbankan dan industri keuangan non-bank.

    Adapun peluncuran buku KSK ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mitra strategis untuk memahami kondisi terkini stabilitas sistem keuangan Indonesia.

    Dengan begitu, langkah-langkah mitigasi dapat dirumuskan, membangun kepercayaan pelaku sektor keuangan terhadap sistem keuangan, serta bentuk transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial.

    Sebagai penutup rangkaian acara peluncuran buku KSK 44, Bank Indonesia menggelar seminar “Peran Pembiayaan Sektor Prioritas Untuk Mendukung Terwujudnya Asta Cita” yang mengulas topik-topik hangat seperti arah kebijakan makroprudensial yang sejalan dengan Asta Cita, strategi perbankan untuk mendorong intermediasi yang sehat, dan dukungan pembiayaan perbankan pada sektor perumahan.

    Sejumlah narasumber hadir dalam seminar tersebut antara lain Asisten Gubernur Bank Indonesia Solikin M. Juhro, Direktur Consumer PT Bank Tabungan Nasional (Persero) Tbk Hirwandi Gafar, serta Ketua Badan Advokasi dan Perlindungan Anggota DPP Real Estate Indonesia Adri Istambul Lingga Gayo. 

    Sumber : Antara

  • BI Tambah Insentif ke Bank Rajin Beri Pinjaman Rp39 T di 2025

    BI Tambah Insentif ke Bank Rajin Beri Pinjaman Rp39 T di 2025

    Jakarta, CNN Indonesia

    Bank Indonesia (BI) bakal menambah insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) untuk perbankan sebesar Rp39 triliun di Januari 2025.

    Insentif makroprudensial merupakan insentif yang diberikan oleh bank sentral berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah. Insentif ini diperuntukkan kepada bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu.

    Adapun sektor prioritas untuk penyaluran kredit yang dimaksud adalah hilirisasi minerba dan non minerba (pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, serta pembiayaan inklusif (UMKM, KUR dan Ultra Mikro/UMi), dan pembiayaan hijau.

    Dengan begitu, tambahan insentif likuiditas makroprudensial itu dapat mendukung penyaluran kredit perbankan.

    “Kami sudah coba melakukan simulasi, ini sebagai informasi bahwa total insentif likuiditas yang akan diterima bank kami perkirakan sebesar Rp290 triliun,” ujar Deputi Gubernur BI Juda Agung dalam konferensi pers, Rabu (18/12).

    “Jadi naik dari total yang diterima oleh bank di bulan Desember (2024) Rp251 triliun, ada kenaikan tambahan likuiditas sebesar Rp39 triliun, dari Rp251 (triliun) ke Rp290 triliun,” imbuhnya.

    Insentif tersebut nantinya diberikan ke 124 bank yang terdiri dari bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bank umum swasta nasional (BUSN), Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan kantor cabang asing (KCBA).

    Ia merinci sebanyak lima bank BUMN bakal menerima Rp126 triliun, 73 BUSN bakal menerima Rp129 triliun, 39 bank BPD menerima Rp30 triliun, dan tujuh bank KCBA bakal menerima Rp4,9 triliun.

    “Artinya semua bank akan menerima. Berbeda dengan yang lama, semua bank akan menerima karena sektornya memang seperti perdagangan, itu kan banyak sekali kreditnya. Sehingga semua bank akan menerima totalnya Rp290 triliun,” jelasnya.

    (del/agt)