Tag: Josua Pardede

  • RI Butuh Investasi Rp962,7 Triliun untuk Penuhi Target 2025, Rosan Yakin Tercapai

    RI Butuh Investasi Rp962,7 Triliun untuk Penuhi Target 2025, Rosan Yakin Tercapai

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P. Roeslani meyakini target investasi senilai Rp1.905,6 triliun bakal tercapai pada akhir tahun, sebagaimana yang Presiden Prabowo Subianto sampaikan.

    Hingga semester I/2025, Rosan membukukan realisasi investasi yang masuk telah mencapai Rp942,9 triliun atau 49,5% dari target 2025. Artinya, Rosan masih memiliki tugas untuk mengejar investasi senilai Rp962,7 triliun pada sisa tahun ini.

    Rosan tak khawatir terkait target tersebut meski terjadi persaingan penanaman modal di global, karena penanaman modal dalam negeri (PMDN) tumbuh kuat mendorong capaian investasi.

    “Kami sangat yakin pada akhir tahun, komitmen yang sudah disampaikan itu akan terealisasi,” ungkapnya dalam konferensi pers, Selasa (29/7/2025).

    Terlebih, pada pekan lalu pihaknya baru saja mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dan mengonfirmasi bahwa investasi yang masuk meningkat.

    Di mana impor barang modal dalam dua bulan terakhir mencatatkan kenaikan yang tinggi, bahkan all time high. Masuknya impor tersebut saat ini akan berdampak pada bulan berikutnya atau semester II/2025.

    Rosan bercerita, bahwa Wamenkeu Anggito terkejut karena barang modal yang masuk untuk memenuhi kebutuhan investasi masih tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan pabrik sangat meningkat.

    “Jadi, ini mengonfirmasi target-target kami ke depannya. InsyaAllah kami optimistis,” tambahnya. 

    Sementara menanggapi pernyataan Prabowo yang menyampaikan bahwa target investasi tersebut telah tercapai lebih cepat, Rosan membenarkannya meski per semester I/2025 baru mencapai 49,5%. Pasalnya trajektori komitmen dari para investor dalam dan luar negeri terpantau akan memenuhi target investasi.

    Rosan menjelaskan meski sinyal tercapainya target sudah kuat, tetapi pembukuan realisasi akan dilakukan sesuai dengan jangka waktunya. Sebagaimana investasi yang masuk pada kuartal II dicatat dalam laporan kuartal II, begitu pula pada kuartal-kuartal selanjutnya.

    “Kami membukukan sesuai dengan realisasi yang sudah dijalankan di Indonesia ini pada saat mereka melakukan investasi. Jadi itu sangat inline dengan apa yang disampaikan oleh Pak Presiden,” lanjutnya.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai barang modal yang tinggi mengindikasikan bahwa investor sedang mempersiapkan operasional lebih besar. Umumnya, direalisasikan dalam jangka 3—6 bulan ke depan setelah barang modal tersebut tiba.

    Menurutnya, cara Rosan menggunakan impor barang modal sebagai proksi investasi memang tepat, karena secara empiris korelasi antara impor barang modal dengan investasi riil cukup kuat.

    “Dengan tingginya angka impor barang modal ini, outlook investasi di paruh kedua tahun 2025 sangat mungkin akan membaik dibandingkan semester pertama,” tuturnya.

  • Ekspor Data Pribadi ke AS Sulit Genjot Ekonomi Tanpa Pengawasan Ketat

    Ekspor Data Pribadi ke AS Sulit Genjot Ekonomi Tanpa Pengawasan Ketat

    Bisnis.com, JAKARTA – Rencana kesepakatan ekspor data pribadi ke Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari perjanjian perdagangan bilateral dinilai dapat membawa manfaat ekonomi bagi Indonesia, selama didukung dengan pengawasan yang ketat. 

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengatakan kesepakatan ekspor data pribadi lintas negara dapat meningkatkan daya saing bisnis digital Indonesia, seperti e-commerce, fintech, dan startup teknologi lainnya. 

    “Karena akses data lintas batas yang menjadi faktor penting bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen, meningkatkan personalisasi produk, serta efisiensi operasional melalui teknologi AI [kecerdasan buatan] dan big data,” kata Josua kepada Bisnis pada Senin (28/7/2025). 

    Selain mendukung pertumbuhan sektor digital, Josua menilai kesepakatan ini juga berpotensi menarik lebih banyak investasi asing, terutama dari perusahaan teknologi global yang membutuhkan ekosistem data yang terbuka dan terintegrasi. Terlebih Indonesia menjadi bagian dari ekosistem data global yang transparan dan terintegrasi.

    Meski demikian, Josua menekankan manfaat ekonomi tersebut harus diseimbangkan dengan langkah mitigasi risiko yang matang. 

    Dia menyoroti empat aspek utama yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam mengatur ekspor data pribadi. 

    Pertama adalah aspek keamanan data, di mana Pemerintah wajib memastikan data pribadi warga negara Indonesia yang ditransfer ke AS tidak rentan terhadap kebocoran atau penyalahgunaan, melalui klausul khusus dalam perjanjian yang mencakup kewajiban perlindungan data sesuai standar internasional yang berlaku seperti General Data Protection Regulation (GDPR) atau Asia-Pacific Economic Cooperation Cross-Border Privacy Rules (APEC CBPR). 

    Kedua adalah aspek kedaulatan data. Menurutnya Pemerintah harus menetapkan batasan jelas terkait jenis data yang dapat diekspor, khususnya data strategis atau sensitif, untuk mencegah kemungkinan eksploitasi ekonomi atau intelijen yang merugikan kepentingan nasional. 

    Ketiga, Pemerintah perlu memastikan terdapat mekanisme pengawasan yang efektif untuk menjamin kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perlindungan data. 

    “Serta menetapkan konsekuensi hukum yang jelas apabila terjadi pelanggaran,” katanya. 

    Keempat, Pemerintah harus memastikan adanya prinsip transparansi dan akuntabilitas, baik dari pihak AS maupun perusahaan yang terlibat, guna menjaga kepercayaan publik terhadap praktik ekspor data pribadi ini.

    Josua menyimpulkan, kesepakatan ekspor data pribadi ini memiliki potensi besar dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Namun, dia mengingatkan potensi tersebut hanya bisa diwujudkan jika pemerintah mampu menyusun regulasi yang tegas dan sistem pengawasan yang ketat.

    “Untuk meraih manfaat ekonomi tersebut, pemerintah harus menjalankan langkah mitigasi yang tepat, melalui regulasi yang jelas, pengawasan ketat, serta mekanisme perlindungan data yang andal, sehingga potensi risiko keamanan data dan pelanggaran privasi bisa ditekan serendah mungkin,” pungkasnya.

  • Menggairahkan sektor riil di tengah longgarnya kebijakan moneter

    Menggairahkan sektor riil di tengah longgarnya kebijakan moneter

    Jakarta (ANTARA) – Bank sentral Indonesia semakin menunjukkan keyakinan kuat dalam mengarahkan kebijakan moneternya yang pro-growth. Sejak awal tahun, penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) terhitung sudah tiga kali dilakukan.

    Penurunan masing-masing sebesar 25 basis point (bps) yang terjadi pada Januari, Mei, dan Juli sehingga kini berada pada level 5,25 persen. Bahkan, ruang penurunan BI-Rate masih terbuka hingga akhir 2025.

    Secara teori, pelonggaran moneter semestinya mendorong gairah kredit. Namun yang perlu diingat, penurunan BI-Rate tidak otomatis langsung menurunkan suku bunga kredit perbankan dan tidak seketika menggerakkan sektor riil.

    Transmisi kebijakan moneter memang memiliki jeda waktu atau lag effect yang bervariasi antarsektor. Penyesuaian di pasar uang biasanya terjadi lebih cepat, hanya dalam hitungan minggu. Untuk suku bunga dana, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan hingga perubahan BI-Rate benar-benar tercermin.

    Sementara itu, transmisi ke suku bunga kredit berjalan lebih lambat, bahkan bisa memakan waktu hingga satu tahun. Adapun efeknya terhadap perekonomian nasional diperkirakan baru benar-benar terasa sekitar satu setengah tahun setelah pelonggaran moneter.

    Bank Indonesia (BI) mencatat, efek penurunan BI-Rate sudah terasa di pasar uang. Namun, suku bunga kredit perbankan masih tinggi yaitu 9,16 persen pada Juni 2025 atau tidak jauh berbeda dari 9,18 persen pada Mei 2025. Suku bunga deposito 1 bulan juga meningkat, dari 4,81 persen pada Mei 2025 menjadi 4,85 persen pada Juni 2025.

    Kinerja penyaluran kredit juga belum bergairah. Pada Juni 2025, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77 persen year on year (yoy) atau menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43 persen (yoy).

    Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, perkembangan tersebut dari sisi penawaran bukan disebabkan masalah likuiditas mengingat rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) tergolong tinggi, yakni 27,05 persen pada Juni 2025. Dari sisi penawaran, lambatnya penyaluran kredit turut dipengaruhi oleh sikap hati-hati perbankan.

    Di tengah pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 6,96 persen (yoy) pada Juni 2025, bank justru cenderung menahan diri dalam menyalurkan kredit. Sebagai gantinya, dana lebih banyak dialihkan ke surat-surat berharga, sementara standar penyaluran kredit (lending standard) pun diperketat.

    Untuk mendorong kredit, seluruh upaya dilakukan bank sentral secara all out. BI juga menempuh strategi makroprudensial yang terus dioptimalkan, salah satunya melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) melalui pengurangan giro wajib minimum (GWM). Pemberian insentif ini ditujukan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

    Hingga minggu pertama Juli 2025, total insentif KLM mencapai Rp376 triliun. Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra mikro, dan hijau.

    “Bank Indonesia terus all out untuk mendorong pertumbuhan kredit,” kata Perry.

    Dengan suku bunga kredit dan kinerja kredit yang belum menunjukkan sinyal positif, selanjutnya pertanyaan pun muncul mengenai seberapa efektif transmisi kebijakan bank sentral terhadap sektor riil.

    Masalah struktural

    Menurut Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede, transmisi BI-Rate ke bunga kredit memang cenderung lambat akibat beberapa faktor struktural di pasar perbankan.

    Faktor ini seperti risiko kredit yang tinggi dan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang masih tebal. Bank belum terlalu agresif menurunkan bunga kredit karena profitabilitas perlu dijaga, terutama di tengah tekanan biaya dana yang juga meningkat.

    Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perbankan (PKEP) Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengemukakan bahwa NIM perbankan saat ini telah mengalami penurunan signifikan dibanding beberapa tahun lalu.

    Jika dahulu margin bisa mencapai angka yang tinggi, kini hanya berkisar di angka 4 persen. Penurunan ini menandakan bahwa ruang profitabilitas bank sudah cukup sempit, sehingga mereka cenderung lebih selektif dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru.

    Dalam kondisi ini, bank juga lebih memilih menempatkan dana pada surat-surat berharga yang menawarkan imbal hasil menarik dengan risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan kredit.

    Karena itu, meskipun likuiditas di industri perbankan relatif longgar, penyaluran kredit tetap tidak optimal. Imbal hasil dari instrumen keuangan seperti surat utang pemerintah atau instrumen pasar uang dianggap lebih kompetitif dibanding margin dari kredit komersial.

    Dari sisi permintaan, dunia usaha juga belum menunjukkan minat tinggi untuk mengambil kredit. Ketidakpastian ekonomi global dan domestik membuat pelaku usaha memilih menunda ekspansi.

    Sejumlah BUMN yang biasanya menjadi penggerak permintaan kredit juga belum banyak mengajukan pembiayaan karena tengah fokus pada efisiensi dan konsolidasi internal. Kondisi ini mencerminkan bahwa sisi permintaan kredit belum pulih secara optimal.

    Pandangan ini sejalan dengan Ekonom LPEM UI, Teuku Riefky, yang menekankan bahwa lambatnya pertumbuhan kredit tidak bisa dilepaskan dari lemahnya kondisi sektor riil.

    Ia menjelaskan bahwa transmisi kebijakan moneter melalui penurunan BI-Rate hanya akan efektif apabila sektor riil merespons positif. Namun, dalam kenyataannya, daya beli masyarakat masih lemah, kepercayaan konsumen belum sepenuhnya pulih, dan dunia usaha menghadapi tekanan biaya produksi serta ketidakpastian pasar.

    Dalam situasi seperti ini, meskipun bank siap menyalurkan kredit, permintaan dari sisi debitur tidak mencukupi.

    Riefky juga menyoroti sejumlah hambatan struktural yang memperburuk kondisi ini, mulai dari iklim investasi yang belum ramah, birokrasi yang panjang, hingga regulasi yang tidak konsisten.

    Semua ini menciptakan lingkungan usaha yang mahal dan berisiko tinggi, sehingga pelaku usaha lebih memilih menahan diri daripada memperluas bisnis melalui pembiayaan dari perbankan.

    Secara keseluruhan, lambatnya penurunan bunga kredit dan terbatasnya pertumbuhan kredit tidak semata-mata disebabkan oleh faktor suku bunga acuan, tetapi terutama karena belum pulihnya sisi permintaan kredit akibat lemahnya sektor riil.

    Dalam situasi ini, efektivitas kebijakan moneter berpotensi tereduksi karena terbatasnya respons dari sisi permintaan kredit.

    Bahkan pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan suku bunga acuan belum mampu mendorong ekspansi kredit secara signifikan apabila dunia usaha masih enggan berekspansi karena prospek pertumbuhan yang belum meyakinkan.

    Sejumlah bank juga disebut merevisi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2025, menyesuaikan target pertumbuhan kredit agar lebih realistis dari sebelumnya yang optimistis tumbuh dua digit.

    Oleh karena itu, penguatan sektor riil menjadi prasyarat utama agar transmisi kebijakan moneter dan pertumbuhan kredit benar-benar dapat dirasakan oleh perekonomian secara lebih luas dan berkelanjutan.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rupiah melemah terbatas karena BI pangkas suku bunga

    Rupiah melemah terbatas karena BI pangkas suku bunga

    melemah sebesar 20 poin atau 0,14 persen menjadi Rp16.287 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.267 per dolar AS.

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah melemah secara terbatas menyusul keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) ke level 5,25 persen.

    “Dalam RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI, BI memutuskan untuk memotong suku bunga 25 bps ke level 5,25 persen, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” kata Josua Pardede kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

    Selain itu, suku bunga deposit facility diputuskan juga turun sebesar 25 bps menjadi pada level 4,5 persen.

    Begitu pula suku bunga lending facility yang diputuskan untuk turun sebesar 25 bps menjadi pada level 6 persen.

    Besok, kurs rupiah berpotensi melemah terbatas sejalan dengan risiko kenaikan inflasi produsen Amerika Serikat (AS).

    Pelemahan mata uang Indonesia sendiri dinilai akan terbatasi oleh potensi inflow di pasar keuangan domestik pasca-pemotongan suku bunga.

    Analis Bank Woori Saudara Rully Nova menyampaikan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh faktor global, yakni indeks dolar AS yang kembali menguat.

    “Sementara dari domestik, pasar obligasi negara masih dalam tekanan karena meningkatnya kekhawatiran melebarnya defisit transaksi berjalan akibat tarif Presiden Trump,” ujar dia.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Rabu di Jakarta melemah sebesar 20 poin atau 0,14 persen menjadi Rp16.287 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.267 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.288 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.281 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,25% – Page 3

    Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,25% – Page 3

    Sebelumnya, Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menilai keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan saat ini memang memiliki pertimbangan tersendiri, terutama dalam konteks stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi domestik.

    Namun, jika kebijakan suku bunga dipertahankan terlalu lama tanpa penyesuaian, ada beberapa risiko yang dapat timbul.

    “Pertama, nilai tukar rupiah dapat terus berada dalam tekanan, karena daya tarik aset domestik bisa berkurang dibandingkan negara-negara lain yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi,” kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis (19/6/2025).

    Kedua, pelemahan rupiah yang berkepanjangan dapat meningkatkan inflasi impor, khususnya melalui kenaikan harga energi dan komoditas impor lainnya, sehingga berpotensi mendorong inflasi domestik lebih tinggi dari target BI.

    Ketiga, investor asing bisa menjadi semakin berhati-hati atau bahkan menarik dana investasi portofolio mereka, sehingga meningkatkan volatilitas di pasar keuangan domestik.

    Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,25%.

    Keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, kestabilan nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Kendati demikian, Josua menyebut untuk saat ini keputusan Bank Indonesia pertahankan BI Rate secara umum tepat. Hal itu guna mempertahankan momentum pemulihan ekonomi dan menjaga keseimbangan antara stabilitas inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar.

  • Rupiah bergerak stabil di tengah ketidakpastian perang dagang

    Rupiah bergerak stabil di tengah ketidakpastian perang dagang

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah bergerak stabil di tengah ketidakpastian perang dagang
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 11 Juli 2025 – 19:22 WIB

    Elshinta.com – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai nilai tukar (kurs) Rupiah cenderung bergerak datar atau stabil (sideways) di tengah ketidakpastian terkait perang dagang.

    Bahkan, ketika Trump mengumumkan bahwa Indonesia dikenai tarif sebesar 32 persen pada 1 Agustus 2025, pergerakan Rupiah masih cukup stabil.

    “Sentimen menguat pada sesi Asia setelah Presiden AS (Amerika Serikat) Donald Trump mengancam akan memberikan blanket tariff sebesar 15-20 persen kepada mitra dagangnya,” kata dia kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Mengutip Anadolu, Presiden AS Donald Trump pada Rabu (9/7), mengumumkan bahwa Washington akan mengenakan tarif sebesar 20-30 persen untuk barang-barang dari tujuh negara yang akan dimulai pada 1 Agustus 2025.

    Filipina akan dikenakan tarif sebesar 20 persen, Brunei dan Moldova 25 persen, sedangkan Sri Lanka, Irak, Aljazair, dan Libya akan dikenakan tarif 30 persen.

    Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif 25 persen untuk Jepang dan Korea Selatan mulai 1 Agustus.

    Trump kemudian mengumumkan tarif untuk belasan negara, termasuk 25 persen untuk Malaysia, Kazakhstan, dan Tunisia. Lalu 30 persen untuk Afrika Selatan dan Bosnia dan Herzegovina, serta 32 persen untuk Indonesia.

    AS akan mengenakan tarif 35 persen untuk Serbia dan Bangladesh, lalu 36 persen untuk Kamboja dan Thailand, serta 40 persen untuk Laos dan Myanmar.

    Presiden AS itu juga mengenakan tarif sebesar 35 persen atas barang-barang impor dari Kanada mulai 1 Agustus.

    “Di tengah sentimen perang dagang tersebut, Rupiah hanya bergerak dalam rentang Rp16.210-16.248 per dolar, dan ditutup menguat 0,04 persen (atau 6 poin) ke level Rp16.218 per dolar AS (dari sebelumnya Rp16.212 per dolar AS),” ujar Josua.

    Pada pekan depan, Rupiah akan dipengaruhi oleh rilis dari inflasi AS, pertumbuhan ekonomi Tiongkok, serta pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia). Nilai tukar rupiah diperkirakan melemah terbatas pada perdagangan minggu depan dalam rentang Rp16.175-Rp16.275 per dolar AS.

    Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru melemah tipis ke level Rp16.221 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.220 per dolar AS.

    Sumber : Antara

  • Pemerintah Diminta Tak Gegabah Penuhi Permintaan Trump Pacu Investasi di Amerika

    Pemerintah Diminta Tak Gegabah Penuhi Permintaan Trump Pacu Investasi di Amerika

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai pemerintah Indonesia tak perlu gegabah memenuhi permintaan Trump untuk menanamkan modal di Negeri Paman Sam, demi menurunkan tarif resiprokal. 

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai rencana pemerintah Indonesia untuk menanamkan investasi di AS melalui instrumen seperti Danantara, memang langkah strategis merespons tekanan dari AS yang menerapkan kebijakan tarif resiprokal sebesar 32%. 

    “Namun, pemerintah juga harus hati-hati dan tidak gegabah dalam memenuhi permintaan Trump tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (11/7/2025). 

    Pasalnya terdapat beberapa pertimbangan penting. Salah satunya, Pemerintah perlu secara matang mengevaluasi manfaat jangka panjang dibandingkan sekadar merespons tekanan jangka pendek.

    Investasi yang tidak tepat sasaran hanya demi memenuhi permintaan AS bisa menjadi beban fiskal di kemudian hari tanpa manfaat ekonomi yang setimpal. Selain itu, Josua mendorong agar Indonesia sebaiknya tidak hanya fokus ke AS semata. 

    Dalam kondisi saat ini pula, justru Indonesia harus terus mendiversifikasi investasi internasionalnya, terutama di negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi lebih setara dan komplementer. Asean, Timur Tengah, Uni Eropa, maupun mitra dagang lainnya juga harus tetap menjadi prioritas. Hal yang paling penting, setiap investasi besar harus melalui proses kajian ekonomi, sosial, dan lingkungan yang mendalam. 

    “Pertimbangan ini sangat krusial agar tidak terjebak dalam keputusan politik sesaat, namun benar-benar memberikan dampak positif berkelanjutan bagi Indonesia,” lanjut Josua.

    Untuk diketahui, AS masuk dalam 10 negara dengan investasi terbanyak di Indonesia. Per kuartal I/2025, AS menduduki posisi keenam dengan nilai investasi mencapai US$802,16 juta dengan total 2.652 proyek. 

     

    Potensi Investasi RI di AS

    Pada dasarnya, Trump secara eksplisit mengharapkan Indonesia membuka pasar dan meningkatkan investasi di AS, sebagai imbalan untuk mengurangi atau bahkan menghapus tarif tersebut.

    Melihat potensi investasi di AS, Josua menyampaikan bahwa Indonesia memiliki beberapa opsi strategis yang layak dipertimbangkan. 

    Pertama, sektor energi, khususnya energi terbarukan dan pengolahan mineral kritis seperti nikel, mangan, kobalt, dan tembaga yang secara eksplisit diminati oleh AS. 

    Di mana AS membutuhkan pasokan mineral kritis tersebut untuk mendukung industri kendaraan listrik dan baterai. Investasi pengolahan mineral kritis ini sejalan dengan potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia dan kebutuhan pasar AS yang tinggi.

    Kedua, investasi potensial di sektor pertanian dan produk pangan. AS memiliki pasar konsumsi besar dengan standar tinggi untuk produk organik dan premium.

    Menurut Josua, investasi seperti pendirian fasilitas pengolahan atau distribusi pangan, akan memberikan Indonesia akses langsung ke pasar AS yang luas sekaligus memperbaiki posisi neraca perdagangan antar kedua negara.

    Adapun, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah telah merencanakan investasi di AS oleh BUMN dan Danantara.

    Meski demikian, Airlangga tidak menjabarkan lebih lanjut terkait rencana investasi di AS melalui badan pengelola invetasi yang baru dibentuk pada Februari 2025 lalu. Baik terkait sektor, lokasi, maupun besaran dana yang akan ditanamkan di Negeri Paman Sam tersebut.

  • Rupiah melemah dipengaruhi perkiraan defisit APBN melebar 

    Rupiah melemah dipengaruhi perkiraan defisit APBN melebar 

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah melemah dipengaruhi perkiraan defisit APBN melebar 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 02 Juli 2025 – 19:10 WIB

    Elshinta.com – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi perkiraan defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang melebar.

    “Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa defisit APBN di tahun 2025 diperkirakan melebar menjadi 2,78 persen dari target APBN sebesar 2,50 persen sebelumnya,” kata dia kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

    Kendati demikian, Menkeu disebut menyampaikan bahwa pemerintah masih dapat menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai penyangga, sehingga pemerintah tak perlu menambah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) melebihi target.

    Pada Selasa (2/7), Sri Mulyani mengajukan permohonan penggunaan SAL sebesar Rp85,6 triliun kepada DPR RI.

    Outlook defisit APBN hingga akhir 2025 diproyeksikan mencapai Rp662 triliun atau setara 2,78 persen dari produk domestik bruto (PDB).

    Angka itu lebih tinggi dibandingkan target defisit dalam APBN 2025 yang sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    Pelebaran defisit ini disebabkan oleh potensi tidak tercapainya target penerimaan negara.

    Total pendapatan negara diperkirakan hanya akan mencapai Rp2.865,5 triliun, atau sekitar 95,4 persen dari target dalam pagu anggaran sebesar Rp3.005,1 triliun.

    Untuk menghindari ketergantungan penuh pada pembiayaan melalui penerbitan utang, Menkeu berencana memanfaatkan sebagian dari SAL tahun anggaran 2024 yang tercatat Rp457,5 triliun.

    Melihat dari sisi global, pelemahan kurs rupiah didorong penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat terhadap mata uang Asia akibat rilis data Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS).

    “Data tersebut memberikan sinyal pengetatan pasar tenaga kerja di AS,” ujar Josua.

    Senada, Analis Bank Woori Saudara Rully Nova juga mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah karena peningkatan risiko fiskal akibat defisit anggaran pemerintah mendekati 3 persen dari APBN.

    Faktor lainnya juga berasal dari rencana penerapan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump pada 9 Juli 2025.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Rabu di Jakarta melemah sebesar 47 poin atau 0,29 persen menjadi Rp16.247 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.200 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.236 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.196 per dolar AS.

    Sumber : Antara

  • APBN RI Bisa Tekor Banyak Jika Minyak Naik di Atas US per Barel

    APBN RI Bisa Tekor Banyak Jika Minyak Naik di Atas US$82 per Barel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Memanasnya medan peperangan di Timur Tengah yang diperparah dengan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk ikut menyerang Iran. Keputusan ini memicu gejolak di pasar global dan berisiko mendongkrak harga komoditas termasuk minyak.

    Harga minyak diperkirakan akan naik sebesar US$3 hingga US$5 per barel, setelah serangan udara AS yang menargetkan fasilitas nuklir Iran. Kenaikan harga komoditas, terutama minyak ini dapat memberikan tekanan kepada Indonesia.

    Adapun, saat ini, Brent ditutup pada harga US$ 77,01 per barel pada hari Jumat, dan West Texas Intermediate (WTI) milik AS pada US$ 73,84.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengemukakan kenaikan harga minyak ini menambah tekanan defisit neraca perdagangan Indonesia karena meningkatnya biaya impor energi. Kombinasi harga minyak yang tinggi dan pelemahan rupiah menambah beban fiskal berupa peningkatan subsidi energi yang signifikan.

    “Berdasarkan sensitivitas fiskal, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 di atas asumsi APBN (USD 82 per barel) menyebabkan tambahan beban neto sekitar Rp7 triliun, sehingga defisit anggaran berpotensi melebar lebih dekat ke batas 3% PDB. Kondisi ini memperberat tekanan terhadap rupiah melalui peningkatan risiko fiskal dan prospek pelebaran defisit transaksi berjalan (CAD),” kata Josua dalam catatannya kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/6/2025).

    Menurut analisis terbaru, kata Josua, peningkatan harga minyak global akibat konflik ini telah mencapai lebih dari 7%, dengan Brent mencapai sekitar US$ 74 per barel, dan berpotensi melonjak hingga di atas US$ 100 per barel jika konflik semakin meluas, terutama apabila jalur pasokan melalui Selat Hormuz terganggu.

    Adapun sejak konflik Israel dan Iran dimulai pada 13 Juni, dengan Israel menyerang fasilitas nuklir Iran dan rudal Iran menghantam gedung-gedung di Tel Aviv-harga Brent telah naik 11%, sedangkan WTI meningkat sekitar 10%.

    Sejauh ini kondisi pasokan yang stabil dan ketersediaan kapasitas produksi cadangan di antara anggota OPEC telah membatasi kenaikan harga minyak. Menurut analis di UBS Giovanni Staunovo risiko biasanya akan memudar jika tidak terjadi gangguan pasokan.

    “Arah pergerakan harga minyak selanjutnya akan bergantung pada apakah terjadi gangguan pasokan, yang kemungkinan besar akan menyebabkan harga naik, atau jika konflik mereda, yang akan menyebabkan premi risiko berkurang,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rupiah melemah dipengaruhi potensi AS terlibat konflik Iran-Israel

    Rupiah melemah dipengaruhi potensi AS terlibat konflik Iran-Israel

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi kemungkinan Amerika Serikat (AS) turut serta dalam konflik Iran-Israel.

    “Depresiasi nilai tukar rupiah kemudian berlanjut setelah kekhawatiran terkait dengan kemungkinan AS ikut serta dalam konflik Israel-Iran, yang pada gilirannya mendorong ketidakpastian geopolitik semakin meningkat di Timur Tengah,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Menurut laporan Wall Street Journal, Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada para pejabat senior AS bahwa dirinya telah menyetujui rencana untuk menyerang Iran, tetapi belum memberikan perintah final soal pelaksanaannya.

    Mengutip sumber anonim, laporan itu menyebutkan bahwa Trump masih menunggu langkah Iran untuk menghentikan program nuklirnya.

    Dia mengincar fasilitas pengayaan uranium bawah tanah Fordow milik Iran, tetapi untuk menyerangnya, diperlukan senjata paling kuat.

    Trump memberi sinyal akan ada keputusan penting dalam waktu dekat, kemungkinan pekan depan, tetapi dia juga membuka kemungkinan keputusan itu dikeluarkan lebih cepat.

    Dia juga telah memberi tahu pemimpin Israel Benjamin Netanyahu untuk “terus melancarkan” serangan ke Iran, tetapi belum memberikan indikasi apa pun soal keterlibatan AS dalam konflik tersebut.

    Di sisi lain, rupiah melemah juga disebabkan keputusan Federal Reserve (The Fed) dalam Federal Open Market Committee (FOMC) tetap mempertahankan suku bunga.

    Mengutip Anadolu Agency, Fed mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25-4,5 persen sesuai ekspektasi pasar. Keputusan ini dilakukan dalam upaya untuk mencapai lapangan kerja maksimal dan inflasi pada tingkat 2 persen dalam jangka panjang.

    The Fed memperingatkan bahwa ketidakpastian tentang prospek ekonomi telah berkurang, tetapi tetap tinggi.

    Komite disebut akan terus mengurangi kepemilikan atas sekuritas Treasury dan utang lembaga, serta sekuritas beragun hipotek lembaga.

    “Pada hari Jumat (20/6/2025), rupiah diperkirakan bergerak sideways di tengah libur di AS. Kami perkirakan rupiah bergerak dalam rentang Rp16.350-16.475 per dolar AS,” ungkap Josua.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Kamis di Jakarta melemah sebesar 94 poin atau 0,57 persen menjadi Rp16.406 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.313 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.378 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.319 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.