Tag: Josua Pardede

  • Konsensus Ekonom Proyeksi Inflasi Turun Moderat pada Oktober 2025

    Konsensus Ekonom Proyeksi Inflasi Turun Moderat pada Oktober 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus sejumlah ekonom memproyeksikan terjadinya penurunan inflasi secara moderat pada Oktober 2025, baik secara bulanan maupun tahunan.

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Oktober 2025 pada Senin (3/11/2025) esok.

    17 ekonom yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan median atau nilai tengah IHK pada Oktober 2025 mengalami inflasi sebesar 0,08% secara bulanan (month on month/MoM).

    Nilai tersebut turun dibandingkan realisasi inflasi sebesar 0,21% MoM pada bulan sebelumnya atau September 2025.

    Adapun estimasi tertinggi diberikan oleh Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang dan Ekonom Citigroup Securities Indonesia Helmi Arman masing-masing sebesar 0,23%. Sementara estimasi terendah disampaikan oleh Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sebesar -0,05%.

    Sementara secara tahunan (year on year/YoY), 28 ekonom memproyeksi median IHK pada Oktober berada di zona inflasi sebesar 2,64%. Nilai tersebut juga turun tipis dibandingkan realisasi inflasi sebesar 2,65% YoY pada September 2025.

    Estimasi tertinggi terpantau berada di angka 2,9% yang dikeluarkan oleh Ekonom OCBC Lavanya Venkateswaran. Sementara estimasi terendah di angka 2,25% oleh Ekonom Capital Economics Ltd Gareth Leather.

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro memperkirakan inflasi naik 0,02% MtM. Dia menilai inflasi utama tetap rendah, ditopang oleh stabilnya harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) dan koreksi musiman pada harga pangan.

    Dalam laporan Office of Chief Economist Bank Mandiri, dijelaskan komponen harga bergejolak (volatile prices) diperkirakan akan terjadi deflasi ringan sebesar -0,3% MtM, sejalan dengan pola musiman selama periode panen di kuartal III/2025.

    Penurunan harga terjadi pada beberapa komoditas utama, antara lain beras turun 0,8%, bawang merah 7,6%, dan cabai rawit 6,2%. Sementara itu, sejumlah komoditas lain justru mencatat kenaikan, seperti telur ayam naik 2,6% dan cabai merah 3,3%.

    Komponen inflasi inti (core inflation) diperkirakan meningkat 0,2% mtm, didorong oleh kenaikan harga emas dan perbaikan konsumsi masyarakat, sebagaimana tercermin dalam Mandiri Spending Index (MSI) yang naik 1,2% mtm pada Oktober 2025.

    “Faktor tersebut sebagian diimbangi oleh depresiasi rupiah yang lebih ringan, yang turut membantu membatasi tekanan inflasi secara keseluruhan,” ujar Asmo dalam laporan Office of Chief Economist Bank Mandiri, dikutip Minggu (2/11/2025).

    Untuk kelompok administered prices, diperkirakan terjadi penurunan -0,2% MtM.

    Harga bahan bakar non-subsidi naik rata-rata 0,5% MtM, namun tertahan oleh turunnya tarif angkutan udara sebesar 0,2% MtM, yang memberikan efek penahan terhadap laju inflasi secara keseluruhan.

    Secara tahunan, Asmo memperkirakan inflasi utama Oktober 2025 berada di level 2,6% YoY. Sementara inflasi inti diproyeksikan mencapai 2,2% YoY, mencerminkan aktivitas permintaan domestik yang stabil serta pengaruh kenaikan harga emas sepanjang Oktober.

  • Kurs Dolar AS Lesu, Rupiah Sentuh 16.610 Usai The Fed Pangkas Suku Bunga

    Kurs Dolar AS Lesu, Rupiah Sentuh 16.610 Usai The Fed Pangkas Suku Bunga

    Liputan6.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Kamis, (30/10/2025). Rupiah naik tujuh poin atau 0,04% menjadi 16.610 per dolar AS dari sebelumnya 16.617.

    Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan diperdagangkan di kisaran 16.575-16.700 per dolar AS.

    “Meskipun pasar sebagian besar telah mengantisipasi penurunan suku bunga acuan FOMC (Federal Open Market Committee) bulan Oktober 2025, investor berfokus pada arahan mengenai potensi arah suku bunga kebijakan ke depannya,” kata dia seperti dikutip dari Antara.

    Pada rapat FOMC, The Fed memangkas Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 basis points (bps) ke kisaran target 3,75–4 persen dari sebelumnya 4–4,25 persen.

    Keputusan itu disebut menghasilkan dua dissenting opinion berbeda. Pertama, Gubernur Stephen Miran mendukung penurunan yang lebih besar sebesar 50 bps, konsisten dengan FOMC sebelumnya.

    Adapun Presiden The Fed Kansas City Jeff Schmid lebih memilih mempertahankan suku bunga tak berubah.

    Dalam pidato pasca rapat, Ketua The Fed Jerome Powell mencatat pemotongan suku bunga pada Desember 2025 bukan kepastian. Hal ini menandakan sikap hati-hati di tengah tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja AS.

    Powell juga menekankan inflasi AS masih tinggi dibandingkan tahun lalu, kendati pertumbuhan ekonomi AS tetap moderat.

    “Meskipun nadanya hati-hati, Powell mengonfirmasi bahwa The Fed akan mengakhiri program quantitative tightening-nya pada Desember 2025,” tutur Josua.

    Seiring komentar Powell, investor menilai akan ada ekspektasi untuk pelonggaran lebih lanjut.

    “Menurut perangkat FedWatch, probabilitas penurunan suku bunga lagi pada di Desember 2025 menurun menjadi sekitar 65 persen dari sekitar 80 persen sebelum pertemuan,” ujar dia.

  • Rupiah akan diperdagangkan berkisar Rp16.575-Rp16.700 per dolar AS

    Rupiah akan diperdagangkan berkisar Rp16.575-Rp16.700 per dolar AS

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah akan diperdagangkan dalam kisaran Rp16.575-Rp16.700 per dolar Amerika Serikat (AS).

    “Meskipun pasar sebagian besar telah mengantisipasi penurunan suku bunga acuan FOMC (Federal Open Market Committee) bulan Oktober 2025, investor berfokus pada arahan mengenai potensi arah suku bunga kebijakan ke depannya,” ujar dia kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Pada rapat FOMC, The Fed memangkas Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 basis points (bps) ke kisaran target 3,75–4 persen dari sebelumnya 4–4,25 persen.

    Keputusan itu disebut menghasilkan dua dissenting opinion berbeda. Pertama, Gubernur Stephen Miran mendukung penurunan yang lebih besar sebesar 50 bps, konsisten dengan FOMC sebelumnya.

    Adapun Presiden The Fed Kansas City Jeff Schmid lebih memilih mempertahankan suku bunga tak berubah.

    Dalam pidato pasca rapat, Ketua The Fed Jerome Powell mencatat pemotongan suku bunga pada Desember 2025 bukan kepastian. Hal ini menandakan sikap hati-hati di tengah tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja AS.

    Powell juga menekankan bahwa inflasi AS masih tinggi dibandingkan tahun lalu, kendati pertumbuhan ekonomi AS tetap moderat.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ekonom: Pemotongan DAU di PP 38/2025 logis, harusnya proporsional

    Ekonom: Pemotongan DAU di PP 38/2025 logis, harusnya proporsional

    Jika pemotongan dilakukan secara kaku tanpa mempertimbangkan kondisi fiskal daerah, pelayanan publik berpotensi terganggu.

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai ketentuan pemotongan DAU atau DBH bagi pemerintah daerah (pemda) yang menunggak pembayaran pinjaman merupakan mekanisme logis sebagai pengaman fiskal, namun pelaksanaannya harus tetap proporsional.

    Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 telah ditetapkan pada 10 September 2025. PP ini memungkinkan pemerintah pusat memberikan pinjaman kepada pemdan, BUMN, dan BUMD, dengan menggunakan dana dari APBN.

    “Jika pemotongan dilakukan secara kaku tanpa mempertimbangkan kondisi fiskal daerah, pelayanan publik berpotensi terganggu,” kata Yusuf saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

    Yusuf mengingatkan, kebijakan tersebut bisa menjadi beban tambahan bagi daerah, terutama yang memiliki ruang fiskal sempit dan masih bergantung pada transfer pusat untuk membiayai layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur publik.

    Karena itu, mekanisme pemotongan dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) sebaiknya diterapkan secara selektif dan proporsional, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan kemungkinan skema restrukturisasi atau penjadwalan ulang pembayaran.

    “Prinsip utamanya adalah menjaga disiplin fiskal tanpa mengorbankan fungsi layanan publik yang menjadi tanggung jawab daerah,” kata Yusuf.

    Hal senada juga disampaikan Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede saat dihubungi secara terpisah. Ia memandang, syarat kesediaan pemotongan transfer umum dan bagi hasil bagi pemda adalah alat disiplin yang kuat untuk melindungi APBN dari gagal bayar.

    PP 38/2025 mewajibkan surat pernyataan kesediaan pemotongan serta surat kuasa pemotongan dari kepala daerah sebagai bagian dari berkas permohonan pinjaman.

    Secara manajemen risiko, ujar Josua, mekanisme penyekat seperti ini menurunkan kemungkinan arus kas negara tersendat ketika terjadi tunggakan. Namun di sisi lain, ia menambahkan bahwa mekanisme tersebut memang berpotensi memberatkan pemda yang sangat bergantung pada transfer pusat.

    “Jika pemotongan dilakukan besar-besaran tanpa batas, layanan dasar tertentu seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar bisa terganggu,” kata dia pula.

    Oleh sebab itu, menurut Josua, pemotongan seharusnya diposisikan sebagai langkah terakhir setelah upaya restrukturisasi. Jika memang harus dilakukan, porsinya harus dibatasi agar tidak menggerus belanja wajib.

    “Pemerintah juga perlu mensyaratkan bahwa pemda yang mengajukan pinjaman telah mengoptimalkan kasnya sendiri dan memastikan proyek yang dibiayai memberi tambahan pendapatan atau penghematan agar beban cicilan tidak murni menekan belanja layanan,” kata Josua.

    Pasal 13 ayat (1) PP 38/2025 merinci mengenai sejumlah dokumen yang harus disertakan pemda dalam permohonan pinjaman kepada pemerintah pusat, salah satunya surat pernyataan kesediaan dilakukan pemotongan DAU dan/atau DBH dalam rangka pembayaran tunggakan. Pemohon juga harus melampirkan surat kuasa pemotongan DAU dan/atau DBH dari gubernur/wali kota/bupati.

    Adapun dokumen lain yang harus dilampirkan, di antaranya persetujuan DPRD, pertimbangan tertulis menteri bidang dalam negeri dan menteri bidang perencanaan pembangunan nasional, studi kelayakan, perhitungan APBD dan rasio kemampuan keuangan daerah, laporan keuangan yang telah diaudit tiga tahun terakhir, serta APBD tahun berjalan.

    Pasal 12 ayat (1) juga merinci syarat-syarat yang harus dipenuhi pemda, antara lain jumlah sisa pembiayaan utang daerah ditambah jumlah pembiayaan utang yang akan ditarik tidak melebihi 75 persen dari jumlah pendapatan APBD tahun sebelumnya yang tidak ditentukan penggunaannya.

    Pemda harus memiliki rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pembiayaan utang daerah paling sedikit 2,5, tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah pusat dan/atau kreditur lain, dan syarat lainnya.

    Pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat bertujuan untuk mendukung pembangunan/penyediaan infrastruktur, penyediaan pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, pembiayaan sektor ekonomi produktif/modal kerja, dan/atau pembangunan/program lain sesuai dengan kebijakan strategis pemerintah pusat.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ekonom beri rekomendasi agar APBN tetap prudent usai PP 38/2025 terbit

    Ekonom beri rekomendasi agar APBN tetap prudent usai PP 38/2025 terbit

    Perlu segera diterjemahkan dalam peraturan presiden (perpres) yang operasional….

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memberikan sejumlah rekomendasi yang perlu ditempuh pemerintah agar pengelolaan APBN tetap prudent seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat.

    “Langkah pertama adalah menetapkan plafon tahunan dan lima tahunan untuk total portofolio pinjaman pemerintah pusat, dipatok sebagai bagian dari ruang pembiayaan dalam APBN serta disejajarkan dengan prioritas pembangunan nasional,” kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

    PP 38/2025 telah mengamanatkan penyusunan kebijakan pemberian pinjaman berperiode lima tahun yang memuat kapasitas fiskal, manajemen risiko, sektor prioritas, serta kriteria penerima.

    Hal itu, ujar Josua, perlu segera diterjemahkan dalam peraturan presiden (perpres) yang operasional, termasuk batas akumulasi portofolio per segmen penerima baik pemda, BUMN, maupun BUMD, serta batas eksposur per entitas

    Rekomendasi kedua yakni penetapan harga yang mencerminkan risiko. Bunga pinjaman sebaiknya menutup biaya dana pemerintah plus cadangan kerugian yang wajar, dengan tambahan biaya di muka untuk menutup ongkos pengelolaan.

    PP mengatur bahwa bunga dan biaya menjadi penerimaan negara bukan pajak. Menurut Josua, pemanfaatan ketentuan ini penting agar skema tidak menjadi subsidi terselubung dan tetap adil bagi kas negara.

    “Keringanan biaya dapat diberikan secara terarah hanya untuk proyek dengan manfaat publik yang jelas dan tercatat sebagai kebijakan anggaran yang eksplisit,” ujar dia lagi.

    Langkah ketiga yakni memastikan proyek yang dibiayai memiliki arus kas balik atau menghasilkan penghematan belanja yang terukur.

    Untuk pemda, prioritas dapat diberikan pada proyek yang menambah pendapatan sah atau menekan biaya layanan dasar.

    Sementara untuk BUMN dan BUMD, pemberian pinjaman harus disertai jaminan yang memadai, dengan pengecualian bahwa aset dari penyertaan modal daerah tidak boleh dijadikan agunan sebagaimana penjelasan pasal.

    Langkah keempat, membangun jalur pengamanan pembayaran sejak awal. Selain mekanisme pemotongan transfer ke daerah sebagaimana diatur dalam PP, penerima pinjaman perlu menyiapkan rekening khusus penerimaan proyek dan dana cadangan layanan utang.

    Pemerintah juga perlu membangun mekanisme peringatan dini untuk mendeteksi penurunan rasio kemampuan bayar yang mendekati ambang batas.

    “PP 38/2025 sendiri mewajibkan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan utang sedikitnya 2,5 serta menata seluruh proses penilaian kelayakan oleh Menteri Keuangan, angka ambang dan tata cara penilaian ini harus dipatuhi tanpa pengecualian,” kata Josua.

    Langkah kelima, menyinkronkan skema ini dengan kondisi riil APBN agar tidak mengganggu belanja prioritas.

    Laporan APBN Kita menunjukkan penyerapan belanja kementerian/lembaga per akhir September baru sekitar 60 persen dan masih perlu akselerasi, sementara pembiayaan utang untuk menutup defisit diproyeksikan Rp731,5 triliun pada 2025.

    “Ini berarti ruang fiskal harus dibagi cermat antara belanja yang langsung dirasakan masyarakat dan penyaluran pinjaman. Jangan sampai pinjaman justru menekan percepatan belanja yang sedang dikejar pemerintah,” kata Josua.

    Selanjutnya, langkah keenam, mengutamakan kolaborasi pembiayaan. Untuk proyek yang layak dibiayai perbankan atau pasar, pemerintah sebaiknya menjadi pelengkap yang mengurangi risiko awal, bukan menggantikan seluruh pembiayaan.

    Dengan begitu, dana APBN menjadi pemicu dan tidak menyingkirkan peran swasta. Hal ini sejalan dengan tujuan PP untuk mendorong sektor produktif sekaligus menjaga risiko pada tingkat yang bisa ditanggung APBN.

    Langkah terakhir atau ketujuh ialah memperkuat keterbukaan portofolio. Josua mengingatkan, pemerintah perlu mempublikasikan daftar pinjaman yang disetujui, kemajuan proyek, status pembayaran, hingga tindakan korektif.

    “PP mengatur penatausahaan, pelaporan, pemantauan, evaluasi, dan bahkan opsi penyelesaian masalah seperti pembatalan sebagian atau seluruh pinjaman bila terjadi penyimpangan. Seluruh kanal ini harus aktif dan dilaporkan berkala,” kata Josua pula.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rupiah Loyo terhadap Dolar AS Hari Ini 29 Oktober 2025, Investor Menanti Hasil Rapat FOMC – Page 3

    Rupiah Loyo terhadap Dolar AS Hari Ini 29 Oktober 2025, Investor Menanti Hasil Rapat FOMC – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Rabu, (29/10/2025). Rupiah turun sebesar 5 poin atau 0,03% ke posisi 16.613 dari sebelumnya 16.608.

    Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibayangi sentimen investor yang menanti hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada pekan ini.

    “Kurangnya sentimen global dan domestik yang kuat juga berkontribusi terhadap terbatasnya pergerakan mata uang,” ujar dia seperti dikutip dari Antara.

    Saat ini, fokus pasar disebut tetap tertuju pada pertemuan FOMC mendatang yang dijadwalkan diumumkan malam ini.

    Dia mengatakan, investor telah sepenuhnya memperhitungkan estimasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 basis points (bps).

    Mengutip Anadolu, pasar tenaga kerja AS yang melemah secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir dan inflasi berada di bawah ekspektasi memperkuat potensi Federal Reserve (The Fed) akan terus memangkas suku bunga hingga 2026.

    Mengenai inflasi September AS naik 0,3%, lebih rendah dari perkiraan di sekitar 0,4%. Secara year on year (yoy), inflasi naik menjadi 0,3%, di bawah perkiraan yang sebesar 4,1%.

    Begitu pula inflasi inti hanya naik 0,2%, dibandingkan perkiraan 0,3%. Secara yoy, inflasi turun ke 3% dibandingkan perkiraan bertahan di angka 3,1%.

    Mengenai lapangan kerja non pertanian AS, hanya meningkat 22 ribu pada Agustus 2025, di bawah harapan. Selanjutnya, lapangan kerja di sektor swasta menurun 32 ribu pada September, bertentangan dengan estimasi peningkatan. Adapun tingkat pengangguran naik dari 4,2% menjadi 4,3%.

    “(Berdasarkan faktor-faktor tersebut), hari ini, rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang Rp16.550–Rp16.650 per dolar AS,” kata Josua.

  • Catatan Ekonom Tentang Kinerja 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Catatan Ekonom Tentang Kinerja 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan memasuki masa satu tahun pada Senin (20/10/2025) esok.

    Meski menawarkan keberlanjutan kebijakan pemerintahan terdahulu, Prabowo-Gibran telah mengambil sejumlah pendekatan ekonomi yang berbeda. 

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (FEB Unand) Syafruddin Karimi melihat bahwa Prabowo dan pendahulunya Joko Widodo (Jokowi) memiliki prioritas dan instrumen ekonomi yang berbeda.

    Syafruddin mencontohkan, Jokowi menaruh bobot besar pada infrastruktur fisik dan hilirisasi mineral seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, irigasi, serta larangan ekspor bijih nikel untuk menarik smelter.

    Kebijakan itu, sambungnya, ditopang penerbitan Omnibus Law untuk menyederhanakan regulasi tenaga kerja dan investasi.

    Sementara itu, dia melihat pemerintahan Prabowo memutar fokus ke program kesejahteraan skala nasional seperti makan bergizi gratis hingga sekolah rakyat.

    Selain itu, pemerintahan Prabowo membentuk Danantara untuk konsolidasi aset dan investasi strategis, membuka kembali pasar karbon bagi pembeli asing, menambah opsi pembiayaan termasuk dim sum bond, dan insentif diskon 100%pajak pertambahan nilai (PPN) properti sampai 2027.

    “Pendekatan baru ini lebih menekankan permintaan domestik dan mobilisasi aset negara, dibanding dorongan fisik infrastruktur yang mendominasi dekade sebelumnya,” jelas Syafruddin kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mencatat setidaknya ada lima perbedaan pendekatan ekonomi antara pemerintahan Prabowo dengan Jokowi. Pertama, Prabowo lebih jor-joran mengeluarkan instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek.

    Dia mencontohkan paket stimulus ekonomi terbaru yang diumumkan pemerintahan Prabowo untuk pemulihan daya beli dan menyerap tenaga kerja: mulai program magang bagi lulusan baru perguruan tinggi, insentif pajak untuk pekerja pariwisata, bantuan pangan, diskon iuran JKK/JKM, perumahan pekerja, percepatan OSS/RDTR, hingga program perkotaan untuk pelaku ekonomi digital.

    “Ini menambah bantalan sosial ekonomi di luar skema rutin bansos,” ujar Josua kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).

    Kedua, penguatan likuiditas domestik. Di satu sisi, bank sentral mulai mengarahkan kebijakan ke pro-pertumbuhan: suku bunga acuan sudah turun 150 basis poin dari 6,25% menjadi 4,75% sejak Prabowo-Gibran menjabat.

    Di sisi lain, sambung Josua, ada manajemen kas negara yang proaktif untuk menurunkan biaya dana dan mempercepat kredit. Pada medio September 2025, pemerintah menempatkan Rp200 triliun dana lima bank Himbara.

    “Corak kebijakan yang lebih langsung ke transmisi perbankan,” ujar Josua.

    Ketiga, reformasi arus barang dan devisa melalui PP No. 8/2025. Lewat aturan itu, pemerintah mengatur penempatan dana hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) 100% selama 12 bulan.

    Menurut Josua, kebijakan itu bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa dan menata ulang tata niaga impor agar bahan baku dan barang strategis lebih lancar sekaligus pelengkap kebijakan hilirisasi yang sudah berjalan sejak periode pemerintahan sebelumnya. 

    Keempat, diplomasi ekonomi lebih agresif. Josua mencontohkan pemerintah mencapai kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat hingga mendorong penyelesaian perjanjian dagang komprehensif dengan Uni Eropa (IEU-CEPA).

    Kelima, Proyek Strategis Nasional masih menjadi tulang punggung konektivitas dan daya saing (228 proyek/16 program, nilai konstruksi Rp6.480 triliun) dan fokus hilirisasi mineral/industri tetap berlanjut.

    Hanya saja, Josua melihat pemerintahan Prabowo lebih fokus ke injeksi likuiditas, percepatan perizinan berbasis risiko, dan program sosial berskala besar seperti Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat. 

  • Konsumsi Tinggi namun Tabungan Menipis, Fenomena Makan Tabungan?

    Konsumsi Tinggi namun Tabungan Menipis, Fenomena Makan Tabungan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah indikator pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2025 menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat masih tinggi, namun dibarengi dengan keuangan yang lebih sempit. 

    Adapun Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa IKK September 2025 turun 2,2 poin menjadi 115, dari bulan sebelumnya 117,2. Level itu menyentuh titik terendah sejak 2022. 

    Pada komposisi penggunaan pendapatan rumah tangga, proporsi konsumsi masyarakat mendominasi yakni sebesar 75,1% pada September 2025 atau naik dari bulan sebelumnya yakni 74,8%. 

    Sementara itu, proporsi tabungan sebesar 13,7% pada September maupun Agustus 2025. Proporsi pembayaran cicilan sebesar 11,2% pada September 2025, atau lebih rendah dari Agustus 2025 sebesar 11,4%. 

    Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Tbk. Josua Pardede, kenaikan porsi konsumsi dan cicilan serta turunnya porsi tabungan dalam hampir dua tahun terakhir menggambarkan rumah tangga sedang bertahan dengan strategi keuangan yang lebih sempit. 

    “Menjaga pola belanja kebutuhan sehari-hari dan memenuhi kewajiban kredit, sambil mengorbankan bantalan tabungan,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (9/10/2025).

    Menurut Josua, pola ini konsisten dengan temuan survei yang dilakukan BI bahwa keyakinan terhadap kondisi saat ini masih moderat dan pasar kerja belum sepenuhnya memuaskan. Hal itu tercermin dari indeks ketersediaan kerja yang berada di bawah batas optimis. 

    Sementara itu, harapan enam bulan ke depan tetap cukup tinggi sehingga sebagian rumah tangga merasa aman menekan tabungan untuk menjaga gaya hidup dan kewajiban bulanan. 

    “Arah naik konsumsi dan cicilan serta penyusutan tabungan, sementara Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) yang masih di bawah 100 dan indeks pembelian barang tahan lama yang belum merata di semua kelompok pendapatan menjelaskan kenapa bantalan tabungan tergerus,” lanjut Josua. 

    Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet melihat ada dua aspek yang terlihat dari situasi terkini proporsi penggunaan pendapatan masyarakat. 

    Tingginya porsi konsumsi, terang Yusuf, menunjukkan optimisme konsumen yang masih terjaga. Akan tetapi, penurunan tingkat tabungan disertai kenaikan cicilan menunjukkan melemahnya ketahanan finansial rumah tangga. 

    Dia menilai kondisi itu berpotensi meningkatkan kerentanan terhadap guncangan ekonomi, seperti kenaikan suku bunga atau stagnasi pertumbuhan upah riil. 

    “Dari perspektif sektor keuangan dan perbankan, tren ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi peningkatan kredit macet, terutama di kalangan rumah tangga berpendapatan menengah ke bawah yang paling rentan terhadap tekanan ekonomi. Hal yang saya khawatirkan kita punya kecenderungan lebih dominan pada aspek yang kedua dibandingkan aspek yang pertama,” pungkasnya. 

  • Cadangan Devisa Turun Tiga Bulan Beruntun, Masih Aman?

    Cadangan Devisa Turun Tiga Bulan Beruntun, Masih Aman?

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa telah menurun dalam tiga bulan beruntun.

    Bank Indonesia mencatat cadangan devisa sebesar US$148,7 miliar pada akhir September 2025. Angka itu menandakan terjadinya tren penurunan cadangan devisa dari US$152,6 pada Juni 2025, US$152 miliar pada Juli 2025, dan US$150,7 miliar pada Agustus 2025. 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku tidak khawatir dengan perkembangan cadangan devisa tersebut. Menurutnya, penurunan tersebut terjadi karena otoritas sedang melakukan stabilisasi pasar.

    Lagi pula, sambungnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan terus naik beberapa waktu belakangan. Purbaya pun meyakini pasar mulai semakin percaya diri dengan perusahaan-perusahaan dan perkembangan ekonomi Indonesia ke depan.

    “Itu asing pelan-pelan akan masuk lagi. Jadi dia [cadangan devisa] untuk menambah sentimen positif ke ekonomi, harus seperti itu emang, cadev [cadangan devisa] emang digunakan untuk itu,” kata Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai penurunan cadangan devisa terjadi akibat dua faktor utama yang berlangsung bersamaan, yakni pembayaran utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo dan intervensi BI di pasar valuta asing.

    Di luar dua faktor utama itu, sambungnya, ada tiga penekan tambahan yang membuat tren penurunan bertahan. Pertama, penguatan dolar yang menggerus nilai cadangan berdenominasi mata uang non dolar secara perhitungan.

    Kedua, normalisasi penerimaan devisa ekspor setelah lonjakan pada paruh pertama tahun ini. Ketiga, arus modal portofolio yang mudah berubah mengikuti dinamika kebijakan dagang dan politik di negara maju.

    Meski mengalami penurunan, posisi cadangan devisa saat ini dinilai masih aman. Menurut Josua, level US$148,7 miliar setara dengan pembiayaan enam bulan impor, jauh di atas ambang batas kecukupan internasional tiga bulan.

    “Sehingga daya tahan eksternal tetap terjaga,” ujar Josua kepada Bisnis, dikutip Rabu (8/10/2025).

    Untuk prospek ke depan, Josua menilai arah cadangan devisa akan sangat bergantung pada keseimbangan antara kebutuhan stabilisasi rupiah dan masuknya arus devisa baru. Dia memperkirakan, dengan peluang pelonggaran suku bunga global dan fundamental domestik yang relatif solid, tekanan terhadap cadangan akan mulai berkurang.

    Dia memproyeksikan cadangan devisa berpeluang stabil lalu naik tipis di kisaran US$150–156 miliar pada akhir tahun. Hanya saja, dia mengingatkan bahwa risiko eksternal seperti penguatan kembali dolar, ketidakpastian geopolitik, atau kenaikan impor dan pembayaran eksternal masih bisa menahan pemulihan cadangan.

    Sebaliknya, perbaikan harga komoditas ekspor dan penguatan arus modal portofolio ke surat berharga negara (SBN) maupun saham akan menjadi faktor penopang tambahan.

    “Ke depan, peluang stabil hingga meningkat kembali lebih besar dibanding penurunan berlanjut, selama ketidakpastian eksternal mereda dan aliran devisa membaik,” kata Josua.

    Dia menyimpulkan, faktor-faktor yang perlu dipantau ke depan meliputi kekuatan dolar, perkembangan harga komoditas, arus portofolio ke SBN dan saham, serta jadwal pembayaran eksternal pemerintah dan BUMN.

    Laporan Bank Indonesia 

    Sebelumnya, Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia mencapai US$148,7 miliar atau sekitar Rp2.461 triliun per akhir September 2025.

    Posisi cadangan devisa ini lebih rendah US$2 miliar atau Rp33 triliun dari posisi pada akhir Agustus 2025 yang mencapai US$150,7 miliar.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Deny Prakoso mengatakan penurunan ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.

    Posisi cadangan devisa akhir September 2025 tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

    ”Bank Indonesia menilai cadangan devisa ini tetap kuat mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ungkap Ramdan dalam keterangan resminya, Selasa (7/10/2025).

    Dia menambahkan, BI meyakini ketahanan sektor eksternal tetap kuat sejalan dengan prospek ekspor yang tetap terjaga serta neraca transaksi modal dan finansial yang diperkirakan tetap mencatatkan surplus.

    Hal ini sejalan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan imbal hasil investasi yang tetap menarik.

    ”Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkasnya.

  • Efek Domino Penurunan Suku Bunga The Fed ke Indonesia – Page 3

    Efek Domino Penurunan Suku Bunga The Fed ke Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menilai pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,00 – 4,25 persen bukan sekadar langkah domestik Amerika Serikat.

    Kebijakan ini memicu efek domino di pasar keuangan global, terutama pada imbal hasil obligasi dan nilai tukar dolar AS. Indeks dolar sempat melemah, membuka ruang likuiditas global lebih longgar.

    “Dampak globalnya, pemangkasan The Fed menurunkan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan, pada fase awal, sempat melemahkan indeks dolar,” kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis (18/9/2025).

    Bagi negara berkembang, langkah The Fed memberi peluang besar. Turunnya imbal hasil obligasi pemerintah AS membuat investor global melirik aset dengan imbal hasil lebih tinggi, termasuk di pasar emerging market seperti Indonesia. Hal ini dapat memperbaiki arus modal masuk sekaligus menurunkan biaya pendanaan.

    “Ini biasanya melonggarkan kondisi keuangan dunia, menurunkan biaya pendanaan global, dan membuka peluang aliran modal kembali ke negara berkembang,” ujarnya.

    Di sisi lain, The Fed tetap menekankan kehati-hatian karena inflasi masih di atas sasaran. Namun tren yang ditunjukkan melalui proyeksi hingga 2027 menandakan arah suku bunga AS tetap turun, meski lambat.

    “Namun, pasar juga membaca pesan kehati-hatian The Fed, sehingga penguatan aset berisiko bisa berlangsung naik-turun mengikuti rilis data tenaga kerja dan inflasi AS berikutnya,” ujarnya.