Tag: Josua Pardede

  • Sri Mulyani Bakal Tarik Utang Baru untuk Bayar Jatuh Tempo 2025

    Sri Mulyani Bakal Tarik Utang Baru untuk Bayar Jatuh Tempo 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pihaknya akan mengambil langkah penerbitan utang baru alias refinancing untuk membayar utang jatuh tempo 2025. 

    Tercatat dalam profil utang pemerintah, terdapat jatuh tempo senilai Rp800,33 triliun. Termasuk di dalamnya jatuh tempo kepada Bank Indonesia dalam rangka burden sharing senilai Rp100 triliun. 

    Sri Mulyani optimistis pemerintah akan melunaskan utang yang ada dengan refinancing. Meski demikian, terkait waktu penerbitan, denominasi, maupun jenis Surat Berharga Negara (SBN), masih pemerintah ramu. 

    “Kami menyusun strategi untuk pembiayannya. Untuk itu kami juga duduk dengan BI, kalau jumlah yang tadi jatuh tempo plus adanya tambahan defisit, kami akan melihat berapa yang akan kita issue [terbitkan] di dalam negeri dan berapa di luar negeri,” ujarnya, dikutip pada Jumat (15/11/2024). 

    Pemerintah mengambil langkah tersebut karena sepanjang APBN dianggap stabil dan kredibel oleh investor, tidak sedikit yang menunggu penerbitan surat utang milik pemerintah Indonesia. 

    Sepanjang ini pun, Sri Mulyani menyampaikan investor yang memiliki SBN dan akan jatuh tempo, lebih memilih melakukan revolve atau pembelian kembali SBN ketimbang mencairkannya. 

    “Mereka [investor] biasanya menunggu apakah kami akan meng-issue yang baru kemudian mereka revolve aja. Itu kalau mereka percaya terhadap APBN dan pengelolaan keuangan negara,” jelasnya. 

    Aksi berbagi beban alias burden sharing antara pemerintah dan bank sentral, di mana Bank Indonesia membeli surat utang negara di pasar perdana untuk menstabilkan sistem keuangan dan membiayai APBN selama pandemi Covid-19, tercatat senilai Rp836,56 triliun. 

    Sejatinya, Bank Indonesia (BI) dilarang untuk membeli surat berharga negara (SBN) di pasar primer. Namun melalui kebijakan burden sharing–istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Gubernur BI Perry Warjiyo–BI diperkenankan membeli langsung surat utang untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19.

    Pembiayaan yang masuk ke APBN tersebut saat itu digunakan sebagai sumber dana program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Skema burden sharing sebagaimana SKB II yang hanya berlaku pada 2020 telah diterbitkan sebesar Rp397,56 triliun untuk Public Goods.

    Penerbitan SBN dalam rangka SKB III yang diperuntukkan untuk kontribusi di bidang kesehatan dan kemanusiaan mencapai Rp215 triliun pada tahun 2021 dan Rp224 triliun pada 2022. 

    Total jatuh tempo utang tersebut mulai pada 2025 (Rp100 triliun), 2026 (Rp154,5 triliun), 2027 (Rp210,5 triliun), 2028 (Rp208,06 triliun), 2029 (Rp107,5 triliun), dan 2030 (Rp56 triliun). 

    Pilihan Terbaik

    Ekonom United Overseas Bank Limited (UOB) Enrico Tanuwidjaja menyampaikan langkah refinancing menjadi pilihan terbaik saat ini dengan mempertimbangkan kondisi pasar keuangan global, regional, maupun domestik. 

    “Peran serta investor dalam revolving is the best. Saya percaya pilihan yang akan ditempuh Kemenkeu telah mempertimbangkan banyak hal termasuk dalam hal BI,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (15/11/2024). 

    Melalui penerbitan utang baru, surat utang tersebut akan berpindah tangan dari sebelumnya oleh Bank Indonesia, ke berbagai pihak termasuk investor asing. 

    Sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede meyampaikan dengan skema tersebut, dapat memperpanjang profil jatuh tempo utang, memberikan pemerintah lebih banyak ruang untuk membayar di masa depan. 

    Meskipun demikian, Josua mewanti-wanti pilihan refinancing dapat meningkatkan beban pembayaran bunga, terutama jika penerbitan dilakukan pada suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan beban bunga utang yang jatuh tempo.

    Untuk itu, pemerintah perlu memastikan penetapan suku bunga yang menarik bagi investor tetapi tetap dalam batas fiskal yang sehat. 

    Meski terdapat pilihan lainnya seperti debt switching, mengerek penerimaan pajak untuk bayar utang, maupun penggunaan cadangan dari APBN, pemerintah harus mempertimbangkan kestabilan fiskal. 

    “Pada akhirnya, strategi terbaik harus mempertimbangkan stabilitas fiskal, keberlanjutan utang, serta efek terhadap pasar modal, termasuk dampaknya terhadap rating kredit pemerintah dan kepercayaan investor,” ujarnya. 

  • Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 54 Bulan Beruntun, Oktober 2024 Tercatat USD 2,48 Miliar – Page 3

    Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 54 Bulan Beruntun, Oktober 2024 Tercatat USD 2,48 Miliar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Neraca perdagangan Indonesia Oktober 2024 mengalami surplus USD 2,48 miliar. Surplus neraca perdagangan ini terutama berasal dari sektor nonmigas sebesar USD 4,80 miliar, namun sektor migas defisit senilai USD 2,32 miliar.

    Dengan surplus neraca perdagangan yang dibukukan pada Oktober ini, neraca perdagangan Indonesia surplus 54 bulan secara beruntun sejak Mei 2020.

    “Pada Oktober 2024 nilai ekspor mencapai USD 24,41 miliar atau naik 10,69% dibandingkan September 2024,” kata Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Jumat (15/11/2024).

    Nilai ekspor migas tercatat senilai USD 1,35 miliar atau naik sebesar 16,88%. Nilai ekspor nonmigas juga tercatat naik sebesar 10,35% dengan nilai USD 23,07 miliar.

    Sedangkan nilai impor Indonesia Oktober 2024 mencapai USD 21,94 miliar, naik 16,54 persen dibandingkan September 2024 atau naik 17,49 persen dibandingkan Oktober 2023.

    Impor migas Oktober 2024 senilai USD 3,67 miliar, naik 44,98 persen dibandingkan September 2024 atau naik 14,32 persen dibandingkan Oktober 2023.

    Impor nonmigas Oktober 2024 senilai USD 18,27 miliar, naik 12,13 persen dibandingkan September 2024 atau naik 18,14 persen dibandingkan Oktober 2023.

    Prediksi

    Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan surplus perdagangan Oktober 2024 sebesar USD 2,74 miliar, didorong oleh permintaan domestik yang relatif kuat.

    “Kami memproyeksikan surplus perdagangan Indonesia menyusut menjadi 2,74 miliar dolar AS di bulan Oktober, turun dari 3,26 miliar dolar AS di bulan September,” kata Josua dikutip dari Antara. 

    Ia menuturkan meskipun ekspor dan impor diperkirakan akan mencatat pertumbuhan tahunan, laju pertumbuhan impor diperkirakan akan melebihi laju pertumbuhan ekspor.

    Pertumbuhan ekspor tahunan pada Oktober 2024 diperkirakan akan terus melambat, sejalan dengan pelemahan ekonomi global.

     

  • Neraca Dagang Oktober 2024 Diramal Tetap Surplus, Imbas Impor Melemah

    Neraca Dagang Oktober 2024 Diramal Tetap Surplus, Imbas Impor Melemah

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memperkirakan neraca perdagangan barang Indonesia Oktober 2024 masih akan mencatatkan surplus senilai US$2,74 miliar atau lebih rendah dari September US$3,26 miliar. Bukan karena ekspor yang melaju, tetapi akibat impor yang mengalami pelemahan.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menyampaikan meski demikian, ekspor dan impor diperkirakan akan mencatat pertumbuhan tahunan (year on year/YoY). 

    ⁠Sejalan dengan perlambatan global, pertumbuhan impor tahunan Indonesia diperkirakan melambat dari 8,55% YoY pada September 2024 menjadi 7,26% pada Oktober 2024. 

    “Proyeksi pertumbuhan impor masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor, yang mengindikasikan permintaan domestik yang relatif lebih kuat dibandingkan dengan permintaan eksternal,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (15/11/2024). 

    Josua menyampaikan berdasarkan data ekspor impor China, Negeri Tirai Bambu tersebut melaporkan bahwa pertumbuhan ekspor tahunannya ke Indonesia meningkat tajam menjadi 28,14% YoY pada Oktober, naik dari 12,52% YoY dari bulan sebelumnya. Tercatat komoditas yang masuk dari China 90% merupakan bahan baku dan barang modal. 

    Sementara itu, Josua memperkirakan pertumbuhan ekspor Indonesia melambat menjadi 2,80% YoY pada Oktober 2024 atau turun dari 6,44% dari bulan sebelumnya. Perlambatan ini sebagian besar disebabkan oleh melemahnya permintaan global, terutama dari China, dan berlanjutnya normalisasi harga komoditas.

    Negara yang menjadi pasar ekspor utama Indonesia itu, telah menunjukkan tanda-tanda tren pertumbuhan yang cenderung ‘slower-for-longer’. Impor China dari Indonesia mengalami kontraksi sebesar -5,50% YoY pada Oktober 2024, penurunan tajam dari pertumbuhan 7,88% yang tercatat pada September 2024.

    Dengan demikian, Josua mempertahankan prospek defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) untuk full year 2024 dengan pelebaran secara moderat, dari 0,16% PDB pada 2023 menjadi 0,78% PDB.

    Sebelumnya, konsensus yang Bloomberg himpun dari 18 ekonom, memperkirakan surplus neraca perdagangan yang berlanjut tersebut dengan nilai tengah (median) US$3,09 miliar. Tetap lebih rendah dari realisasi September.

    Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom dari JP Morgan Chase Bank NA Sin Beng Ong dengan nominal US$3,6 miliar dan estimasi terendah oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual di angka US$2,16 miliar. 

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan realisasi ekspor, impor, dan neraca perdagangan Oktober 2024 pada Jumat (15/11/2024) pukul 09.00 WIB. 

  • Data Ekonomi AS Lagi-lagi Menekan Rupiah

    Data Ekonomi AS Lagi-lagi Menekan Rupiah

    Jakarta: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terpantau masih melemah pada pembukaan perdagangan hari ini.
     
    Mengacu data Bloomberg, Kamis, 14 November 2024, pada pagi ini rupiah melemah 63 poin atau 0,4 persen menjadi Rp15.847 per USD.
     
    Sementara berdasarkan data Yahoo Finance rupiah melemah 80 poin atau 0,51 persen menjadi Rp15.849 per USD. Pada perdagangan hari ini rupiah akan bergerak di level Rp15.769-Rp15.849 per USD.
     

    Melansir Antara, rupiah melemah setelah rilis data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat (AS) Oktober 2024.
     
    “Tren penguatan dolar AS masih berlanjut karena pasar masih mengantisipasi kemungkinan kebijakan perang dagang atau kenaikan tarif perdagangan AS di pemerintahan Trump,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
     
    Inflasi utama bulanan AS tercatat sebesar 0,2 persen month on month (mom), sesuai dengan ekspektasi. 
    Inflasi utama tahunan sedikit naik menjadi 2,6 persen year on year (yoy), juga sejalan dengan estimasi pasar.
     
    Data IHK tersebut meningkatkan ekspektasi investor mengenai kemungkinan penurunan suku bunga kebijakan pada Desember 2024.
     
    Indeks dolar AS rebound karena beberapa pernyataan dari pejabat Fed, yang mendukung untuk mempertahankan pendekatan hati-hati mereka mengenai jalur Fed Funds Rate (FFR). 
     
    Meskipun mereka mengatakan tentang kemajuan disinflasi di AS, mereka cenderung mempertahankan sikap pendekatan bertahap untuk penurunan suku bunga kebijakan.
     
    Akibatnya, ekspektasi FFR high-for-longer pada tahun 2025 meningkat, sehingga mendorong permintaan Dolar AS. Indeks Dolar AS naik sebesar 0,43 persen menjadi 106,48 dan yield US Treasury 10 tahun meningkat sebesar dua basis poin (bps) menjadi 4,45 persen.
      
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Rupiah Hari Ini Melemah setelah Pengumuman Inflasi AS

    Rupiah Hari Ini Melemah setelah Pengumuman Inflasi AS

    “Tren penguatan dolar AS masih berlanjut karena pasar masih mengantisipasi kemungkinan kebijakan perang dagang atau kenaikan tarif perdagangan AS di pemerintahan Trump,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.

    Inflasi utama bulanan AS tercatat sebesar 0,2% month on month (mom), sesuai ekspektasi. Sedangkan inflasi utama tahunan sedikit naik menjadi 2,6 % year on year (yoy), juga sejalan dengan estimasi pasar.

    Data IHK tersebut meningkatkan ekspektasi investor mengenai kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada Desember 2024.

    Sementara indeks dolar AS rebound karena beberapa pernyataan pejabat Fed, yang mendukung mempertahankan pendekatan hati-hati mereka mengenai jalur Fed Funds Rate (FFR). Meski mereka mengatakan kemajuan disinflasi di AS, tetapi cenderung mempertahankan sikap bertahap dalam penurunan suku bunga.

    Akibatnya, ekspektasi FFR high for longer pada 2025 meningkat, sehingga mendorong permintaan olar AS. Indeks dolar AS naik sebesar 0,43% menjadi 106,48 dan yield US Treasury 10 tahun meningkat sebesar 2 basis poin (bps) menjadi 4,45%.

    Josua memperkirakan, kurs rupiah berada di rentang Rp 15.725 per dolar AS sampai Rp 15.850 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

  • Rupiah Dibuka Loyo dari Dolar AS, Data Inflasi Jadi Sentimennya – Page 3

    Rupiah Dibuka Loyo dari Dolar AS, Data Inflasi Jadi Sentimennya – Page 3

    Indeks dolar AS mengalami rebound setelah beberapa pejabat Fed menyatakan dukungan terhadap pendekatan hati-hati dalam menentukan arah suku bunga Fed Funds Rate (FFR).\

    Meskipun ada kemajuan dalam penurunan inflasi di AS, Fed diperkirakan akan tetap pada pendekatan bertahap untuk menurunkan suku bunga kebijakan.

    Sebagai dampaknya, ekspektasi FFR yang lebih tinggi hingga tahun 2025 meningkat, yang mendorong permintaan terhadap dolar AS. Indeks Dolar AS naik sebesar 0,43 persen ke posisi 106,48, sementara yield obligasi AS bertenor 10 tahun meningkat dua basis poin menjadi 4,45 persen.

    Josua Pardede memperkirakan kurs rupiah akan berada di kisaran Rp15.725 hingga Rp15.850 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

  • Rupiah melemah setelah rilis IHK AS Oktober 2024

    Rupiah melemah setelah rilis IHK AS Oktober 2024

    Jakarta (ANTARA) –

    Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada akhir perdagangan Kamis melemah setelah rilis data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat (AS) Oktober 2024.
     

    Pada awal perdagangan Kamis, rupiah turun 56 poin atau 0,35 persen menjadi Rp15.840 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.784 per dolar AS.

     

    “Tren penguatan dolar AS masih berlanjut karena pasar masih mengantisipasi kemungkinan kebijakan perang dagang atau kenaikan tarif perdagangan AS di pemerintahan Trump,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

     

    Inflasi utama bulanan AS tercatat sebesar 0,2 persen month on month (mom), sesuai dengan ekspektasi. Inflasi utama tahunan sedikit naik menjadi 2,6 persen year on year (yoy), juga sejalan dengan estimasi pasar.

     

    Data IHK tersebut meningkatkan ekspektasi investor mengenai kemungkinan penurunan suku bunga kebijakan pada Desember 2024.

     

    Indeks dolar AS rebound karena beberapa pernyataan dari pejabat Fed, yang mendukung untuk mempertahankan pendekatan hati-hati mereka mengenai jalur Fed Funds Rate (FFR). Meskipun mereka mengatakan tentang kemajuan disinflasi di AS, mereka cenderung mempertahankan sikap pendekatan bertahap untuk penurunan suku bunga kebijakan.

     

    Akibatnya, ekspektasi FFR high-for-longer pada tahun 2025 meningkat, sehingga mendorong permintaan Dolar AS. Indeks Dolar AS naik sebesar 0,43 persen menjadi 106,48 dan yield US Treasury 10 tahun meningkat sebesar dua basis poin (bps) menjadi 4,45 persen.

     

    Josua memperkirakan kurs rupiah berada di rentang Rp15.725 per dolar AS sampai dengan Rp15.850 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • Rupiah Perkasa Usai Fed Pangkas Bunga Lagi – Page 3

    Rupiah Perkasa Usai Fed Pangkas Bunga Lagi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan Senin ini. Penguatan rupiah ini terjadi setelah Bank Sentral AS atau Federal Reserve (Fed) memangkas suku bunga di Jumat lalu.

    Pada Senin (11/11/2024), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi naik 14 poin atau 0,09 persen menjadi 15.658 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.672 per dolar AS.

    Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan rupiah dibuka menguat setelah pemangkasan suku bunga kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

    “Rupiah dibuka menguat seiring dengan pemangkasan suku bunga The Fed dan penegasan sikap independen yang disampaikan oleh Chairman Fed, Jerome Powell,” kata Josua dikutip dari Antara.

    Josua menuturkan pernyataan Powell tersebut meningkatkan keyakinan investor dan mendukung sentimen risk-on di pasar keuangan global.

    Dalam Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,5-4,75 persen.

    Sepanjang pekan lalu, rupiah bergerak dinamis akibat hasil Pemilihan Umum (Pemilu) AS dan pengumuman FOMC, dan masih mampu menguat 0,32 persen week to week (wtw).

    Mayoritas imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) turun 4-14 basis poin (bps), kecuali obligasi tenor 20 tahun, terutama karena apresiasi rupiah.

    Pekan lalu, rata-rata harian volume perdagangan obligasi pemerintah tercatat Rp18,73 triliun, lebih rendah dari pekan sebelumnya, sebesar Rp 21,84 triliun, secara rata-rata.

    Kepemilikan asing pada SBN turun sebesar Rp 0,54 triliun menjadi Rp881 triliun (14,78 persen dari total) pada 7 November 2024.

    Josua memperkirakan rupiah akan berada di rentang 15.650 per dolar AS hingga 15.750 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

  • Ekonom Ramal BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6% pada RDG November 2024

    Ekonom Ramal BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6% pada RDG November 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede meyakini Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan di level 6% dalam pertemuan bulanan Rapat Dewan Gubernur pada 19—20 November 2024.

    Josua tidak menampik bahwa Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) memutuskan kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50%—4,75% pada pertemuan FMOC (Federal Open Market Committee) November 2024.

    Keputusan The Fed itu, sambung Josua, memungkinkan Bank Indonesia (BI) untuk lebih fleksibel dalam memutuskan kebijakan terkait suku bunga acuan. Kendati demikian, Josua menjelaskan bahwa pemotongan suku bunga oleh The Fed semakin melambat.

    Sebelumnya, The Fed langsung memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps. Namun, bulan ini The Fed hanya memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 bps.

    “Pemotongan suku bunga yang lebih lambat oleh The Fed diperkirakan akan membatasi arus masuk modal ke pasar portofolio Indonesia, yang bisa memberi tekanan pada rupiah,” jelas Josua kepada Bisnis, Sabtu (9/11/2024).

    Apalagi, sambungnya, hasil Pilpres Amerika Serikat (AS) 2024 sudah terlihat yaitu dimenangi oleh calon presiden oposisi Donald Trump. Perubahan lanskap politik di AS tersebut diyakini akan semakin membuat BI berpikir dua kali apabila ingin memangkas suku bunga acuan.

    Tak hanya faktor eksternal, Josua menjelaskan BI telah memperluas insentif likuiditas ke sektor-sektor pencipta lapangan kerja tinggi dan insentif untuk UMKM serta sektor-sektor seperti pertanian, manufaktur, dan perdagangan mulai Januari 2025.

    Dengan demikian, diharapkan permintaan domestik dapat terdorong. Menurut Josua, kebijakan perluasan insentif likuiditas tersebut juga akan pengaruhi langkah BI ke depan.

    “BI diperkirakan akan tetap hati-hati dalam memutuskan arah suku bunga ke depannya dan memperhatikan stabilitas rupiah serta kondisi likuiditas dalam negeri,” tutupnya.

    Sebagai informasi, secara historis, BI seringkali mengikuti langkah bank sentral AS sebagai langkah melakukan stabilitas ekonomi.

    Usai mengumumkan bahwa suku bunga acuan tetap di level 6% pada RDG Oktober lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan arah penurunan suku bunga BI Rate ke depan tidak hanya akan berpedoman terhadap arah kebijakan The Fed.

    BI, sambungnya, tetap mencermati ruang penurunan suku bunga BI Rate dengan mempertimbangkan perkembangan inflasi, nilai tukar rupiah, serta pertumbuhan ekonomi. 

    “Arah stance kebijakan moneter tetap. Semula hanya pro-stability, mulai bulan lalu adalah seimbang antara pro-stability dan pro-growth,” ungkap Perry dalam konferensi pers, Rabu (16/10/2024). 

  • Lika-liku Industri Mamin saat Ekspor Diproyeksi Tumbuh Solid

    Lika-liku Industri Mamin saat Ekspor Diproyeksi Tumbuh Solid

    Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom memperkirakan ekspor industri makanan dan minuman (mamin) Indonesia hingga akhir 2024 dan 2025 akan tetap tumbuh solid meski di tengah tantangan global.

    Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut industri mamin terus menjadi sektor andalan dalam pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Pada kuartal III/2024, industri ini berkontribusi sebesar 40,2% terhadap PDB industri pengolahan non-migas.

    Menurut Josua, penguatan permintaan domestik dan global terhadap produk-produk olahan Indonesia, terutama di sektor mamin memberi dorongan bagi ekspor. Kendati demikian, ada tantangan yang dihadapi industri mamin UMKM dalam menggeber ekspor.

    Salah satunya adalah tantangan dari ketidakpastian ekonomi global dan tekanan inflasi yang masih berlanjut dapat mempengaruhi permintaan di pasar ekspor utama seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan beberapa negara Asia.

    “Ketidakpastian ini berdampak pada daya beli di negara-negara tujuan ekspor, sehingga dapat membatasi pertumbuhan ekspor Indonesia,” ujar Josua kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (8/11/2024).

    Di samping itu, Josua mengungkap, kenaikan harga bahan baku, terutama komoditas pangan akibat faktor cuaca seperti El Nino juga dapat meningkatkan biaya produksi yang pada gilirannya memengaruhi harga produk ekspor.

    Dia menjelaskan, dengan biaya yang lebih tinggi, maka produk mamin Indonesia berpeluang menghadapi persaingan yang lebih ketat di pasar global.

    Tantangan lain yang dihadapi industri ini adalah logistik, termasuk biaya pengiriman yang tinggi dan ketidakseimbangan kapasitas transportasi. Tantangan ini dapat memengaruhi efektivitas rantai pasok.

    Bahkan, infrastruktur distribusi yang tidak merata juga dapat menghambat kelancaran ekspor, terutama bagi UMKM di industri mamin.

    Di samping itu, Josua juga menyebut bahwa pasar ekspor sering kali memiliki standar yang ketat terkait kualitas, keamanan, dan sertifikasi produk.

    Menurutnya, tantangan dalam memenuhi standar yang ketata ini, terutama untuk produk yang diekspor ke negara maju, dapat membatasi potensi ekspor jika perusahaan tidak siap memenuhi persyaratan tersebut.

    Untuk itu, dia menilai, perlu adanya kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi sederet permasalahan ekspor produk UMKM, termasuk mamin.

    “Dukungan kebijakan dari pemerintah serta peningkatan efisiensi di sektor manufaktur diharapkan dapat mengatasi beberapa tantangan ini dan mendukung pertumbuhan ekspor industri mamin di Indonesia ke depannya,” tandasnya.