Tag: Josua Pardede

  • Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kanan), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang (kedua kanan), Menteri UMKM Maman Abdurrahman (kanan), Menteri Perdagangan Budi Santoso (kedua kiri), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (kiri), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait (ketiga kiri) berpegangan tangan usai konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 19 Desember 2024 – 07:38 WIB

    Elshinta.com – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu  adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga,  yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Sumber : Antara

  • PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Neraca CAD Diramal Makin Defisit era Prabowo, Ekonom Permata Sebut Efek Mengandalkan Investasi Asing

    Neraca CAD Diramal Makin Defisit era Prabowo, Ekonom Permata Sebut Efek Mengandalkan Investasi Asing

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memperkirakan defisit neraca perdagangan Indonesia Indonesia akan semakin lebar pada tahun 2025.

    Josua menjelaskan pelebaran defisit neraca perdagangan merupakan dampak ikutan dari agenda ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang ingin mengejar pertumbuhan melalui peningkatan aktivitas investasi. Pasalnya, para pemodal asing ini juga akan mendorong impor barang modal untuk aktivitas bisnisnya.

    “Kami memproyeksikan kenaikan moderat pada CAD (current account deficit), naik dari 0,16% PDB pada 2023 menjadi 0,76% PDB pada keseluruhan tahun 2024. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2025 dengan CAD yang semakin melebar menjadi 1,22% dari PDB,” jelas Josua kepada Bisnis, Minggu (15/12/2024).

    Menurutnya, proyeksi tersebut berdasarkan sejumlah faktor seperti terjadinya normalisasi harga komoditas secara bertahap dan potensi dampak pelemahan permintaan global terutama akibat pelemahan pertumbuhan ekonomi China.

    Secara sederhana CAD adalah kondisi nilai total impor barang dan jasa ditambah dengan pembayaran transfer dan bunga ke luar negeri, melebihi nilai total ekspor barang dan jasa serta pendapatan dari luar negeri yang diterima oleh suatu negara. Dengan kata lain, perdagangan internasional yang dilakukan secata total mengalami kerugian. 

    Dia pun berharap upaya hilirisasi sedang digiatkan pemerintah dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah sehingga membantu membatasi defisit sampai batas tertentu.

    “Selain itu, potensi penurunan suku bunga kebijakan global, meskipun saat ini lebih terbatas, dapat mengimbangi sebagian dampak penurunan harga komoditas,” lanjutnya.

    Josua pun mewanti-wanti agar pemerintah terus memantau perkembangan perpolitikan di Amerika Serikat (AS) terutama usai Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS 2025—2029. Kemenangan Trump diyakini akan meningkatkan risiko Perang dagang ‘Jilid II’ antara AS dan China karena kebijakan ekonomi Trump yang berorientasi ke dalam.

    Akibatnya, ruang penurunan suku bunganya kebijakan global lebih lanjut semakin sempit, kondisi perdagangan semakin tidak pasti di tengah pertumbuhan ekonomi global yang sudah menantang, dan tekanan ke bawah pada harga komoditas semakin besar.

    Data Neraca Perdagangan

    Sementara itu, data terbaru dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan defisit transaksi berjalan mengalami penurunan, sejalan dengan neraca pembayaran Indonesia yang surplus US$5,9 miliar pada kuartal III/2024.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menjelaskan bahwa neraca transaksi berjalan mengalami defisit US$2,2 miliar atau setara dengan 0,6% dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III/2024. Jumlahnya lebih rendah dari defisit US$3,2 miliar atau setara 0,9% dari PDB pada kuartal II/2024.

    Ramdan menjelaskan bahwa neraca transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang berlanjut dan pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga komoditas di tengah impor yang tumbuh 

    Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa defisit neraca jasa turut menyempit. Penyempitan tersebut didorong oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Begitu juga defisit neraca pendapatan primer yang menurun, dipengaruhi oleh lebih rendahnya pembayaran imbal hasil investasi kepada investor asing atau nonresiden.

  • Rupiah Tembus ke Level Rp16.000 per Dolar AS, Bank Indonesia Intervensi 3 Pasar – Halaman all

    Rupiah Tembus ke Level Rp16.000 per Dolar AS, Bank Indonesia Intervensi 3 Pasar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan kemarin, Jumat (13/12/2024) sore, tertekan hingga menembus level Rp16.008.

    Menyikapi pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) mengaku telah melakukan intervensi ke pasar sebagai upaya menahan pelemahan rupiah semakin dalam.

    “Kami memasuki pasar dengan intervensi rangkap tiga yang cukup berani,” kata Edi Susianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI dalam pesan teks kepada Bloomberg, dikutip dari Kontan, Sabtu (14/12/2024).

    Adapun pasar yang diintervensi BI, kata Edi, di antaranya pasar spot, pasar forward non-deliverable domestik, dan pasar obligasi pemerintah untuk menjaga kepercayaan pasar.

    Diketahui, pelemahan rupiah didorong sentimen global, yang mana dolar AS menguat akibat ekonomi AS yang tangguh dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

    “Apa yang dilakukan BI saat ini adalah meredakan volatilitas yang berlebihan alih-alih mempertahankan 16.000 seolah-olah itu adalah level yang sakral,” kata Josua Pardede, kepala ekonom di PT Bank Permata Tbk di Jakarta.

    Menurutnya, pelemahan rupiah adalah hal yang wajar karena semua mata uang Asia melemah terhadap dolar.

    Rupiah telah merosot lebih dari 5 persen pada kuartal akhir ini, karena dolar AS yang bangkit kembali menghantam mata uang Asia. 

    Pemangkasan suku bunga BI yang diperkirakan sebagian besar ekonom akan terjadi paling cepat minggu depan dapat menambah tekanan pada rupiah. 

    Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Rupiah Tembus Rp 16.000, BI Intervensi Agresif

  • Rp 5,13 Triliun Modal Asing Kabur dari Indonesia, Ada Apa? – Page 3

    Rp 5,13 Triliun Modal Asing Kabur dari Indonesia, Ada Apa? – Page 3

    Permata Bank memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,15% pada 2025. Proyeksi itu diungkapkan Permata melalui Bank Permata Institute for Economic Research (PIER) dalam laporan 2025 Economic Outlook yang diluncurkan pada Selasa, 3 Desember 2024.

    “Dari sisi pertumbuhan ekonomi, PDB (Indonesia) di Tahun 2025 diperkirakan mencapai 5,15%. (Angka ini) masih di kisaran 5,1%-5,2%,” ujar Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede dalam konferensi pers di St Regis Jakarta, Selasa (3/12/2024).

    PIER juga memproyeksikan, konsumsi rumah tangga Indonesia akan mencapai kisaran 5% dari tahun ini, pergerakan investasi berkisar di 5%.

    Hal itu didukung oleh momentum pemilihan umum (pemilu) dan Pilkada di Indonesia yang sudah berakhir, yang mendorong kepercayaan diri investor untuk bergerak. “Karena post-election, tentunya optimisme dari investor juga akan rebound dan diharapkan akan pulih,” papar Josua.

    Namun, dengan adanya kebijakan pajak baru, yaitu tarif cukai hingga PPN 12%, PIER memperkirakan ada potensi kenaikan inflasi.

    “Jadi kami perkirakan tahun ini inflasi masih berkisar 2%, atau mungkin di bawahnya. Tetapi tahun depan akan berkisar di 3%,” tutur Josua

     

  • Ekonom perkirakan inflasi akhir 2024 di bawah 2 persen

    Ekonom perkirakan inflasi akhir 2024 di bawah 2 persen

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan inflasi Indonesia pada akhir 2024 akan berada di bawah 2 persen sesuai dengan kisaran target Bank Indonesia (BI) yang sebesar 1,5-3,5 persen.

    “Kami memperkirakan inflasi akan tetap berada di bawah 2 persen pada akhir tahun 2024, dengan proyeksi kenaikan menjadi sekitar 3 persen pada tahun 2025,” kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, inflasi diproyeksikan akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia sebesar 1,5-3,5 persen pada 2024, dengan tekanan inflasi menjelang akhir tahun yang diperkirakan akan tetap rendah.

    Tekanan harga energi global, yang didorong oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kawasan Euro, kemungkinan akan diimbangi oleh potensi penurunan permintaan global.

    Risiko kenaikan dapat muncul menjelang akhir tahun, terutama dari peningkatan permintaan musiman yang terkait dengan liburan Natal dan Tahun Baru.

    Josua memproyeksikan tingkat inflasi tahun 2024 berkisar antara 1,7-2 persen, dibandingkan dengan 2,81 persen pada 2023, yang mencerminkan lingkungan inflasi yang lebih terkendali.

    Lintasan inflasi yang lebih rendah tersebut dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan penurunan BI-Rate, terutama jika diselaraskan dengan potensi penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

    Pada 2025, inflasi diperkirakan akan meningkat seiring dengan beberapa langkah kebijakan pemerintah. Nota Keuangan 2025 menyoroti rencana untuk memberlakukan cukai pada minuman kemasan berpemanis dan meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).

    Selain itu, setelah perlambatan yang signifikan pada 2024, tingkat inflasi akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah. Di luar dampak yang disebabkan oleh kebijakan, inflasi diperkirakan akan meningkat karena permintaan konsumen yang membaik, yang berpotensi menyebabkan inflasi tarikan permintaan yang moderat.

    Meskipun diperkirakan akan meningkat, inflasi diproyeksikan akan tetap terkendali, mencapai sekitar 3,12 persen pada akhir 2025, sesuai dengan kisaran target Bank Indonesia.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • Ekonom ingatkan kenaikan PPN bisa picu peningkatan inflasi

    Ekonom ingatkan kenaikan PPN bisa picu peningkatan inflasi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom ingatkan kenaikan PPN bisa picu peningkatan inflasi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 03 Desember 2024 – 19:56 WIB

    Elshinta.com – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyampaikan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen dapat memicu peningkatan inflasi di dalam negeri.

    “Tahun ini inflasi diperkirakan berkisar di bawah dua persen, namun untuk tahun depan inflasi diproyeksikan meningkat ke 3,12 persen,” ujar Josua dalam acara 2025 Economic Outlook oleh Permata Bank di Jakarta, Selasa (3/12).

    Dalam kesempatan sama, Head of Macroeconomic and Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman menyampaikan bahwa pada dasarnya kenaikan PPN dapat berdampak positif terhadap pendapatan negara, dengan catatan bahwa kenaikan penerimaan negara harus dikembalikan lagi kepada masyarakat.

    “Kalau bisa dialokasikan lagi ke sektor yang meningkatkan roda ekonomi. Kita lihat, kenaikan PPN ini boleh, tapi komitmennya dikembalikan ke rakyat untuk pembangunan dan peningkatan ekonomi,” ujar Faisal.

    Namun demikian, Ia menegaskan bahwa penundaan PPN perlu menjadi opsi yang dipertimbangkan oleh pemerintah, karena saat ini konsumsi masyarakat yang menjadi penopang terbesar pertumbuhan ekonomi masih terguncang ditambah terjadinya penurunan jumlah kelas menengah.

    “Kami mendukung wacana ditunda dulu. Kelas menengah belum kembali ke kondisi secure (aman) seperti prapandemi (COVID-19). Kalau sudah pulih, bisa dilakukan secara gradual,” ujarnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia sebesar 1,55 persen year on year (yoy) pada November 2024, atau melandai dari capaian Oktober yang sebesar 1,71 persen (yoy).

    Secara bulanan, inflasi pada November 2024 tercatat sebesar 0,30 persen month to month (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan Oktober 2024 yang sebesar 0,08 persen (mtm).

    Sementara itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah berencana untuk menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang pada awalnya bakal diterapkan pada 1 Januari 2025.

    Menurut Luhut, penerapan kenaikan PPN yang diundur karena pemerintah berencana untuk memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial ke kelas menengah.

    Sumber : Antara

  • Ekonom Permata Bank nilai kenaikan UMP bisa dorong konsumsi domestik

    Ekonom Permata Bank nilai kenaikan UMP bisa dorong konsumsi domestik

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom Permata Bank nilai kenaikan UMP bisa dorong konsumsi domestik
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 03 Desember 2024 – 23:20 WIB

    Elshinta.com – Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada tahun 2025 merupakan langkah yang cukup progresif untuk mendorong konsumsi domestik, meskipun tidak sepenuhnya memenuhi tuntutan buruh yang menginginkan kenaikan sebesar delapan sampai 10 persen.

    Pemerintah telah menetapkan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen pada tahun 2025, atau di atas hitungan berdasarkan formula Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang berada di kisaran 3 – 4 persen.

    “Kenaikan UMP sebesar 6,5 persen ini sebenarnya cukup tinggi dibandingkan formula dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Langkah ini diharapkan dapat mendorong konsumsi kelas menengah, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi,” ujar Josua dalam diskusi 2025 Economic Outlook oleh Permata Bank di Jakarta, Selasa (3/12).

    Dia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan buruh dan keberlanjutan usaha.

    Dengan kenaikan UMP, Ia berharap pengeluaran masyarakat, terutama di sektor konsumsi, dapat kembali meningkat, sekaligus membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.

    Namun demikian, Ia juga mengingatkan belum pulihnya daya beli masyarakat saat ini, terutama kelas menengah, sehingga pemerintah perlu memperhatikan dampak kenaikan upah tersebut terhadap inflasi dan keberlanjutan usaha, khususnya di sektor yang padat karya.

    “Momentum pemulihan ekonomi harus terus dijaga. Selain kenaikan UMP, pemerintah juga perlu fokus pada ketahanan pangan dan kesejahteraan kelompok rentan seperti petani, karena sektor ini masih menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” ujar Josua.

    Lebih lanjut, Ia menyebut kebijakan kenaikan UMP juga diperkirakan akan memberikan tekanan tambahan terhadap inflasi domestik.

    Dia mengatakan inflasi saat ini berada di level yang terkendali yaitu di bawah dua persen, namun diperkirakan akan naik ke level tiga persen pada 2025 seiring dengan kebijakan kenaikan UMP dan PPN.

    “Kenaikan UMP di satu sisi dapat memperkuat daya beli, tetapi perlu diimbangi dengan kebijakan yang menjaga stabilitas harga, terutama kebutuhan pokok, agar tidak menimbulkan tekanan tambahan pada masyarakat,” ujarnya.

    Josua mengingatkan bahwa pemulihan ekonomi perlu terus didukung dengan kebijakan yang inklusif dan berfokus pada peningkatan kualitas tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja baru.

    Sumber : Antara

  • Inflasi Terendah Sejak Agustus 2021, Ekonom: Peluang Pangkas BI Rate Makin Besar

    Inflasi Terendah Sejak Agustus 2021, Ekonom: Peluang Pangkas BI Rate Makin Besar

    Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi Indeks Harga Konsumen atau IHK pada November 2024 tercatat sebesar 1,55% secara tahunan atau lebih rendah dari capaian Oktober 2024 yang sebesar 1,71%.

    Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan inflasi November yang melandai tersebut menjadi yang terendah sejak Agustus 2021. 

    “Ya memang [inflasi November] ini betul terendah sejak Agustus 2021. Karena inflasi pada bulan Juli 2021 secara year on year [YoY] adalah sebesar 1,52%,” ujarnya dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Senin (2/12/2024). 

    Tercatat inflasi tahunan pada Agustus 2021 sebesar 1,59% YoY, naik dari Juli 2021 yang sebesar 1,52%.

    Mengacu data historis BPS, usai kenaikan inflasi pada Agustus 2021 lalu, IHK terus mengalami kenaikan dan mencapai puncaknya pada September 2022 ke level 5,95% YoY. 

    Inflasi di atas 5% terus terjaga hingga Februari 2023 dan mulai reli penurunan hingga November 2024 ini. 

    Inflasi yang semakin melandai tersebut terdorong sejumlah komoditas yang mengalami deflasi November 2024. Seperti Cabai Merah dengan andil inflasi 0,29% YoY terhadap inflasi umum. 

    Kemudian Cabai Rawit merah memberikan andil deflasi sebesar 0,18% YoY, Bensin dengan andil 0,1%, Wortel dan Cabai Hijau masing-masing menyumbang andil 0,01%. 

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memproyeksikan tingkat inflasi 2024 berkisar antara 1,7%—2,0% YoY, dibandingkan dengan 2,61% pada 2023. 

    Kenaikan pada akhir tahun muncul sebagai dampak dari risiko menjelang akhir tahun, terutama dari kenaikan permintaan musiman yang terkait dengan liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru). 

    Sejalan dengan inflasi yang kian melandai, Josua melihat hal tersebut mencerminkan lingkungan inflasi yang lebih terkendali. 

    Dampaknya ke sisi moneter, Josua menyampaikan kondisi inflasi ini dapat menjadi pertimbangan Bank Indonesia (BI) untuk membuka ruang pemangkasan suku bunga acuan BI Rate yang saat ini ditahan pada level 6%. 

    “Lintasan inflasi yang lebih rendah ini dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan penurunan BI Rate, terutama jika diselaraskan dengan potensi penurunan suku bunga The Fed,” ujarnya, Senin (2/12/2024). 

    Ke depan, ⁠Josua memproyeksikan inflasi pada tahun mendatang akan meningkat seiring dengan beberapa langkah kebijakan pemerintah. 

    Terlebih, adanya rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang otomatis akan meningkatkan harga barang/jasa serta adanya rencana implementasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). 

    Selain itu, setelah perlambatan inflasi yang signifikan pada 2024, tingkat inflasi akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah. 

    Di luar dampak yang disebabkan oleh kebijakan, inflasi diperkirakan akan meningkat karena peningkatan permintaan konsumen, yang berpotensi menyebabkan inflasi sisi permintaan yang moderat.

    Meskipun diperkirakan akan meningkat, Josua meyakini inflasi akan tetap terkendali, mencapai sekitar 3,12% pada akhir 2025, dalam kisaran target Bank Indonesia sebesar 1,5 – 3,5%.

  • Ekonom proyeksikan inflasi IHK November 2024 naik jadi 0,30 persen

    Ekonom proyeksikan inflasi IHK November 2024 naik jadi 0,30 persen

    Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede dalam Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Jakarta, Senin (18/11/2024). ANTARA/Bayu Saputra

    Ekonom proyeksikan inflasi IHK November 2024 naik jadi 0,30 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 02 Desember 2024 – 09:39 WIB

    Elshinta.com – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan inflasi indeks harga konsumen (IHK) November 2024 secara bulanan (month on month/mom) naik menjadi 0,30 persen, dari 0,08 persen mom pada Oktober 2024.

    “Kenaikan ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan musiman menjelang akhir tahun, bertepatan dengan liburan Natal dan tahun baru, sejalan dengan pola musiman pada umumnya,” kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

    Ia menuturkan seiring dengan berkurangnya dampak dari musim panen, harga-harga pangan secara umum meningkat. Indeks harga bergejolak, yang sebagian besar mencakup komoditas pangan, diperkirakan akan mencatat tingkat inflasi bulanan sebesar 0,95 persen mom, naik secara signifikan dari -0,11 persen mom pada Oktober 2024, yang sebagian besar dipengaruhi oleh kenaikan harga bawang merah, daging ayam, dan minyak goreng.

    Indeks harga yang diatur pemerintah juga diperkirakan mengalami inflasi bulanan sebesar 0,12 persen mom, berbalik dari -0,25 persen mom pada Oktober 2024, didorong oleh harga bahan bakar non-subsidi yang lebih tinggi. Sementara itu, inflasi inti diproyeksikan relatif stabil pada level 0,20 persen mom, sedikit lebih rendah dari 0,22 persen mom pada Oktober 2024, didukung oleh peningkatan permintaan musiman, pelemahan rupiah, dan kenaikan harga emas.

    “Prakiraan ini mengindikasikan bahwa inflasi kumulatif dari Januari hingga November 2024 akan mencapai sekitar 1,12 persen year to date (ytd), menandai penurunan yang signifikan dari 2,35 persen ytd yang tercatat pada periode yang sama tahun 2023 yang lalu,” ujarnya.

    Lebih lanjut Josua mengatakan tingkat inflasi tahunan diperkirakan menurun lebih lanjut menjadi 1,55 persen secara year on year (yoy) pada November 2024, turun dari 1,71 persen yoy pada Oktober 2024, mendekati batas bawah kisaran target. Sebaliknya, inflasi inti tahunan diproyeksikan naik tipis menjadi 2,26 persen yoy dari 2,21 persen yoy di bulan sebelumnya.

    Indeks harga yang diatur pemerintah diperkirakan akan mencerminkan inflasi sebesar 0,92 persen yoy, sementara indeks harga bergejolak diproyeksikan mencatat deflasi 0,61 persen yoy, dibandingkan dengan inflasi 0,77 persen yoy dan deflasi 0,89 persen yoy pada Oktober 2024.

    Sumber : Antara