Tag: Josua Pardede

  • Rupiah melemah seiring kekhawatiran investor atas ekonomi global

    Rupiah melemah seiring kekhawatiran investor atas ekonomi global

    USD/IDR (dolar AS/rupiah) diperkirakan akan berada di rentang Rp16.325-Rp16.425 pada perdagangan hari Kamis ini

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah melemah sejalan dengan kekhawatiran investor terhadap arah pertumbuhan ekonomi global.

    “Kekhawatiran ini tercermin dalam meningkatnya permintaan terhadap dolar AS (Amerika Serikat) di seluruh Asia,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Para pelaku pasar disebut masih mengevaluasi kondisi ekonomi AS, arah kebijakan moneter, serta perkembangan kondisi perang dagang dan geopolitik.

    Di samping itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memperingatkan ekonomi AS lebih rentan daripada yang ditunjukkan oleh beberapa indikator seperti fluktuasi suku bunga, inflasi yang terus berlanjut, dan peran besar pemerintah dalam mendorong pertumbuhan lapangan kerja.

    Scott juga menyoroti pentingnya kebijakan tarif sebagai sumber penerimaan utama negara AS.

    Kini, investor menantikan estimasi kedua pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) serta laporan Personal Consumption Expenditures (PCE) yang akan dirilis akhir pekan ini untuk mendapatkan insight lebih lanjut mengenai prospek ekonomi AS.

    “USD/IDR (dolar AS/rupiah) diperkirakan akan berada di rentang Rp16.325-Rp16.425 pada perdagangan hari Kamis ini,” kata Josua.

    Nilai tukar rupiah (kurs) pada pembukaan perdagangan hari Kamis di Jakarta melemah 12 poin atau 0,08 persen menjadi Rp16.393 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.381 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pemerintah Mau Terbitkan SBN Perumahan, Ekonom Wanti-Wanti Risiko Crowding Out

    Pemerintah Mau Terbitkan SBN Perumahan, Ekonom Wanti-Wanti Risiko Crowding Out

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana menerbitkan surat utang untuk pembiayaan program 3 juta rumah. Bank Indonesia bahkan berkomitmen membeli SBN Perumahan itu di pasar sekunder.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai langkah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) itu berpotensi menimbulkan efek crowding out atau berkurangnya investasi sektor swasta di sektor riil.

    “Pembelian SBN ini berisiko mendorong crowding out para investor bila tidak dilaksanakan secara hati-hati,” ujar Josua kepada Bisnis, Senin (24/2/2025).

    Di samping itu, dia berpendapat komitmen pembelian SBN Perumahan oleh BI di pasar sekunder itu bertujuan untuk untuk menjaga stabilitas risk premia obligasi domestik.

    Risk premia obligasi sendiri merujuk tambahan imbal hasil yang diminta investor sebagai kompensasi atas risiko yang lebih tinggi dalam berinvestasi di obligasi.

    “[Saat ini] ketidakpastian global masih tinggi akibat risiko perang dagang,” ingat Josua.

    Sejalan, Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo menilai pemerintah tidak boleh hanya bergantung kepada SBN Perumahan.

    Banjaran mendorong pemerintah mengembangkan skema pembiayaan lain. Menurutnya, penerbitan SBN Perumahan saja tidak akan cukup.

    “Mungkin perlu dikembangkan pola lain. Selain KPBU [Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha], ada DIRE [Dana Investasi Real Estat] misalnya,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (23/2/2025).

    KPBU sendiri merujuk skema pembiayaan di mana pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta, biasanya untuk membangun dan mengelola infrastruktur atau layanan publik.

    Sementara itu, DIRE merupakan bentuk investasi kolektif yang memungkinkan investor memiliki kepemilikan tidak langsung atas aset properti melalui pasar modal. Investasi DIRE bisa berbasis ekuitas maupun berbasis utang.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa APBN akan mendukung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar bisa mempunyai rumah pribadi.

    Untuk memaksimalkan upaya tersebut, sambungnya, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan surat utang demi target tiga juta rumah bisa tercapai.

    “Kami hari ini juga berdiskusi untuk meningkatkan kemampuan dalam mendukung MBR ini, dengan penerbitan surat berharga negara [SBN] perumahan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Kamis (20/2/2025) malam.

    Menurut bendahara negara itu, pembiayaan melalui penerbitan SBN perumahan itu merupakan modifikasi dari skema FLPP atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan. Dengan demikian, target penerima manfaat bisa bertambah.

    Saat ini, pemerintah sudah memberikan dukungan 220.000 rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk FLPP. Hanya saja, Kementerian PKP mempunyai target hingga tiga juta rumah per tahun—bukan cuma 220.000.

    “Kami akan terus mengembangkan berbagai kreativitas financing [pembiayaan] bersama sehingga dari sisi APBN disiplin fiskalnya tetap terjaga namun responsif,” jelas Sri Mulyani.

  • Peluang Investasi atau Beban Baru bagi Negara?

    Peluang Investasi atau Beban Baru bagi Negara?

    PIKIRAN RAKYAT – Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Banyak pihak mempertanyakan transparansi, tata kelola, dan potensi dampaknya terhadap ekonomi nasional.

    Meski menuai kecaman, sejumlah pakar menilai Danantara dapat memberikan manfaat besar jika dikelola dengan baik.

    Pentingnya Tata Kelola dan Transparansi

    Guru Besar Universitas Indonesia (UI) sekaligus pengamat pasar modal Budi Frensidy menyoroti tantangan utama dalam pengelolaan Danantara, yaitu tata kelola, pengawasan, dan manajemen risiko.

    Menurutnya, Danantara dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia jika dikelola secara profesional, kompeten, dan transparan.

    “Jika dia mampu dikelola secara profesional, kompeten, dan transparan hingga mampu memberikan return besar untuk pemegang sahamnya,” ucap Budi Frensidy, Jumat 21 Februari 2025.

    Dia juga menekankan bahwa pengelolaan Danantara harus berada di tangan profesional yang berintegritas tinggi dan tidak terafiliasi dengan kepentingan politik.

    “Sepenuhnya serahkan ke para profesional yang berintegritas dan berkomitmen tinggi, serta tidak terafiliasi dengan partai politik dan kelompok tertentu,” ujar Budi Frensidy.

    Kunci Keberhasilan: Transparansi dan Independensi

    Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam pengelolaan Danantara agar daya saingnya meningkat.

    “Dengan kepemilikan 99 persen pada holding operasional dan investasi, Danantara bisa mengkonsolidasikan aset BUMN secara lebih efektif, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi beban fiskal negara dalam pengelolaan perusahaan pelat merah,” tuturnya.

    Akan tetapi, M. Rizal Taufikurahman juga mengingatkan bahwa potensi benturan kepentingan dan intervensi politik bisa menjadi tantangan besar.

    “Tantangan utama yang harus dihadapi adalah potensi benturan kepentingan, intervensi politik, dan moral hazard dalam pengelolaan BUMN. Tanpa transparansi, Danantara bisa berubah menjadi beban negara, bukan solusi,” katanya.

    M. Rizal Taufikurahman menambahkan bahwa kompleksitas birokrasi yang berlebihan dapat meredam daya saing Danantara di pasar global.

    Manfaat Holding Company bagi Tata Kelola BUMN

    Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin menilai bahwa konsep holding company seperti Danantara dapat meningkatkan koordinasi dan pengawasan terhadap BUMN yang selama ini dikelola secara terpisah.

    “Dengan adanya Danantara, monitoring dari parent company akan lebih transparan dan efektif,” ucapnya dalam keterangan di Yogyakarta, Minggu 24 Februari 2025.

     Eddy Junarsin menekankan bahwa keberhasilan Danantara tidak cukup hanya pada pembentukan holding company, tetapi juga memerlukan langkah strategis seperti merger dan akuisisi agar lebih efisien.

    “Perlu ada langkah lanjutan agar Danantara tidak sekadar menjadi entitas administratif tanpa daya tarik strategis bagi investor global,” ujarnya.

    Standar ESG dalam Menarik Investor Asing

    Rizal Taufikurahman menegaskan bahwa Danantara harus menerapkan standar Environmental, Social, and Governance (ESG) agar menarik bagi investasi asing.

    “Untuk menarik investor luar negeri, pemerintah harus memastikan bahwa Danantara dikelola secara profesional, bebas dari intervensi politik, dan menerapkan standar tata kelola berbasis ESG,” tuturnya.

    Rizal juga mengingatkan bahwa regulasi yang transparan dan kepastian hukum sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan investor.

    “Tanpa fondasi ini, investor global akan ragu menanamkan modalnya di Danantara,” katanya.

    Dampak Ekonomi Berkelanjutan dan Lapangan Kerja

    Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede menilai bahwa kehadiran Danantara dapat mendorong ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja.

    “Dengan strategi diversifikasi portfolio yang mencakup greenfield, brownfield, dan akuisisi strategis, Danantara mampu mendorong ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja,” ujarnya.

    Josua Pardede menjelaskan bahwa melalui co-investment dengan investor global, Danantara dapat memperkuat pasar modal Indonesia serta meningkatkan produksi dan ekspor nasional.

    “Danantara diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui investasi strategis di sektor prioritas, seperti energi terbarukan, ketahanan pangan, hilirisasi nikel, dan industri berorientasi ekspor,” ucapnya.

    Katalisator Peningkatan Investasi Nasional

    Pengamat BUMN dan Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan melihat Danantara sebagai katalisator peningkatan investasi nasional. Menurutnya, Danantara dapat menjadi instrumen strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung program pembangunan nasional.

    “Saat ini, rasio investasi terhadap PDB kita sekitar 29 persen, dan tentu berpeluang ditingkatkan. Danantara bisa berperan besar di sini,” tuturnya.

    Akan tetapi, Herry Gunawan mengingatkan pentingnya penerapan tata kelola perusahaan dan manajemen risiko yang memadai.

    “Jangan sampai keputusan dibuat oleh satu pihak tanpa mekanisme kontrol yang baik,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Neraca Dagang RI Diramal Bisa Bertahan Surplus, Ini Alasannya

    Neraca Dagang RI Diramal Bisa Bertahan Surplus, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom melihat Indonesia berpeluang mempertahankan surplus neraca perdagangan ke depannya. Tren surplus ini terbuka lebar walaupun ada potensi kenaikan impor jelang Ramadan dan risiko perlambatan ekonomi global.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus selama 57 bulan beruntun sejak Mei 2020.

    BPS merilis data pada Januari 2025, neraca perdagangan Indonesia surplus US$3,45 miliar. Surplus neraca dagang Indonesia ini terbentuk dari realisasi nilai ekspor sebesar US$21,45 miliar dan nilai impor mencapai US$18 miliar.

    Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia berpeluang mencatatkan surplus di tengah kemungkinan kenaikan impor.

    “Peluang surplus masih ada, walau kemungkinan ada kenaikan impor akibat konsumsi menjelang puasa dan lebaran,” kata Eko kepada Bisnis, Senin (17/2/2025).

    Untuk itu, Eko menilai pemerintah perlu mengantisipasi kenaikan impor bahan baku industri dan barang konsumsi menjelang persiapan lebaran.

    Di samping itu, kata dia, juga perlu adanya antisipasi atas kebijakan Amerika Serikat (AS) terkait tarif ke negara-negara mitra Indonesia

    Di sisi lain, Eko memperkirakan bahwa ada kemungkinan tren impor dan ekspor neraca perdagangan Indonesia mengalami penurunan lebih dominan imbas perang dagang AS vs China yang akan semakin memanas pada 2025.

    “Untuk 2025 ini, jika eskalasi perang dagang terus berlanjut, bisa saja surplus yang pada 2024 senilai US$31 miliar berisiko turun ke US$25 miliar di tahun ini,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Eko menuturkan, jika penerapan tarif juga terjadi ke negara-negara yang bukan mitra dagang utama AS, maka yang lebih memungkinkan adalah diplomasi secara berkelompok, seperti menggandeng India, Malaysia, dan beberapa negara mitra dagang AS.

    Terlebih, sambung dia, fokus AS masih ke mitra utama seperti China, Meksiko, dan Kanada. Sehingga, harapannya tidak meluas ke mitra non-utama.

    Dihubungi terpisah, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga sepakat Indonesia masih mencatatkan surplus neraca perdagangan di periode berikutnya.

    “Neraca perdagangan Indonesia kemungkinan besar akan tetap mencatat surplus dalam beberapa bulan ke depan, didorong oleh tren pelemahan impor yang lebih dalam dibanding ekspor,” kata Josua kepada Bisnis.

    Jika menengok data BPS pada Januari 2025, surplus meningkat menjadi US$3,45 miliar akibat penurunan impor sebesar 15,18% secara bulanan (month-to-month/mtm), sementara ekspor hanya turun 8,56% mtm.

    Josua menyebut tren ini mengindikasikan bahwa aktivitas impor, terutama untuk bahan baku dan barang modal, masih tertahan akibat permintaan domestik yang belum sepenuhnya pulih.

    “Meskipun surplus tetap bertahan, risikonya adalah penurunan ekspor yang bisa berlanjut jika permintaan global tidak membaik, terutama dari China yang mengalami perlambatan ekonomi dan penurunan aktivitas manufaktur,” ungkapnya.

    Maka dari itu, menurut Josua, dalam neraca perdagangan bulan berikutnya, ada beberapa faktor perlu diantisipasi. Pertama, harga komoditas yang masih dalam tren normalisasi berpotensi menekan nilai ekspor Indonesia.

    Josua mengatakan bahwa harga batubara, minyak sawit, dan logam industri telah mengalami penurunan signifikan, yang dapat menggerus penerimaan ekspor jika tren ini berlanjut.

    Kedua, efek dari ketidakpastian global, seperti kebijakan perdagangan AS di bawah potensi kepemimpinan Donald Trump yang lebih proteksionis.

    Hal ini dapat berdampak pada ekspor non-komoditas Indonesia ke pasar utama. Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga akan mempengaruhi daya saing ekspor dan biaya impor.

    “Ke depan, tren ekspor dan impor Indonesia masih berpotensi mengalami tekanan, dengan kemungkinan ekspor tetap melemah dalam jangka pendek sebelum berangsur pulih seiring dengan pemulihan ekonomi global,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, jika permintaan dari China dan negara mitra dagang utama lainnya kembali meningkat, maka ekspor dapat naik. Akan tetapi, dia mengingatkan adanya risiko perlambatan global yang masih menjadi ancaman.

    Di sisi lain, Josua menilai impor diperkirakan akan kembali meningkat dalam beberapa bulan mendatang, terutama karena proyeksi peningkatan aktivitas investasi domestik yang didorong oleh kebijakan fiskal ekspansif pemerintah baru.

    Namun, dia menuturkan bahwa kenaikan impor ini akan sangat bergantung pada stabilitas nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga domestik yang mempengaruhi biaya impor bahan baku dan barang modal.

    “Secara keseluruhan, meskipun surplus perdagangan berpotensi bertahan, ada risiko menyempitnya surplus jika ekspor terus melemah dan impor kembali naik seiring dengan pemulihan aktivitas ekonomi domestik,” pungkasnya.

  • Ekspor Januari 2025 Anjlok 8,56% jadi US,45 Miliar

    Ekspor Januari 2025 Anjlok 8,56% jadi US$21,45 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja ekspor Indonesia pada Januari 2025 tercatat mencapai US$21,45 miliar, anjlok 8,56% secara bulanan atau dibandingkan Desember 2024.

    Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan nilai ekspor minyak dan gas alias migas tercatat US$1,06 miliar atau turun 31,35% (month to month/MtM).

    Sementara nilai ekspor dari komoditas nonmigas juga turun sebesar 6,96% (MtM) dengan nilai US$20,4 miliar. 

    “Penurunan nilai ekspor Januari 2025 secara MtM terutama didorong penurunan nilai ekspor nonmigas, utamanya bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani nabati, serta biji logam terak dan abu,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (17/2/2025).

    Amalia menjelaskan penurunan nilai ekspor migas terutama didorong penurunan nilai ekspor gas dengan andil -1,08%.

    Sementara secara tahunan (year on year/YoY), secara YoY, nilai ekspor Januari 2025 mengalami peningkatan sebesar 4,68%.

    Kenaikan ini didorong peningkatan ekspor nonmigas, terutama pada ekspor Kapal, Perahu dan Struktur Terapung (HS 89) senilai US$501,05 juta.

    “Kemudian Logam Mulia dan Perhiasan/Permata [HS 71], ini kenaikannya US$293,5 juta dan Bahan Kimia Anorganik [HS 28] naik US$240,25 juta,” jelasnya.

    Adapun realisasi ini melampaui perkiraan ekonomi. Sebelumnya Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memprediksikan Surplus perdagangan Januari 2025 masih akan melanjutkan tren 56 bulan berturut-turut, namun akan menyusut lebih lanjut dari bulan sebelumnya.

    Josua menjelaskan kondisi perdagangan global yang menurun tercermin dari Baltic Dry Index yang menunjukkan tren penurunan yang signifikan pada Januari 2025.

    Hal ini mengindikasikan perlambatan perdagangan global dan berkurangnya permintaan untuk pengiriman bahan baku di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai risiko Perang Dagang 2.0 dan perlambatan global.

    Akibatnya, pertumbuhan ekspor bulanan pada Januari 2025 diproyeksikan turun 7,42% month to month (MtM)—sejalan dengan tren awal tahun— ditambah pengaruh melemahnya permintaan eksternal.

  • Ekonom Prediksi Neraca Perdagangan Menyusut pada Januari 2025

    Ekonom Prediksi Neraca Perdagangan Menyusut pada Januari 2025

    JAKARTA – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan surplus perdagangan bulan Januari 2025 akan menyusut, didorong oleh normalisasi harga komoditas, meningkatnya kekhawatiran perang dagang, dan pelemahan ekonomi global.

    “Surplus perdagangan Indonesia diperkirakan akan berlanjut, meskipun menyempit dari 2,24 miliar dolar AS di bulan Desember 2024 menjadi 1,76 miliar dolar AS di bulan Januari 2025,” ujarnya dalam keterangannya, Minggu, 16 Februari.

    Josua menyampaikan Baltic Dry Index menunjukkan tren penurunan yang signifikan di bulan Januari 2025, yang mengindikasikan perlambatan perdagangan global dan berkurangnya permintaan untuk pengiriman bahan baku.

    Menurutnya hal ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai risiko Perang Dagang 2.0 dan perlambatan global.

    Selain itu, Josua menyampaikan pertumbuhan ekspor bulanan di Januari 2025 diproyeksikan menurun, dipengaruhi oleh melemahnya permintaan eksternal.

    “Ekspor Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,99 persen (yoy) di Januari 2025, naik dari 4,78 persen (yoy) di Desember 2024. Namun, secara bulanan, ekspor diproyeksikan turun 7,42 persen (mom), sejalan dengan tren historis di setiap awal tahun,” jelasnya.

    Josua menyampaikan kontraksi ini lebih lanjut didorong oleh melemahnya permintaan eksternal, terutama dari Tiongkok, di mana indikator ekonomi menunjukkan sinyal perlambatan yang berkelanjutan dan harga komoditas global terus mengalami normalisasi.

    Menurutnya aktivitas impor diperkirakan akan melampaui ekspor, didorong oleh permintaan domestik yang kuat.

    Adapun, pertumbuhan impor tahunan Indonesia diproyeksikan mencapai 7,92 persen (yoy) di Januari 2025, turun dari 11,07 persen (yoy) di Desember 2024. Sementara secara bulanan, impor diperkirakan akan turun 5,85 persen (mom), kontraksi yang lebih kecil dari ekspor.

    Menurut Josua hal ini sejalan dengan tren awal tahun pada umumnya, namun diperlemah oleh permintaan domestik yang kuat.

    Secara khusus, PMI Manufaktur Indonesia naik di Januari 2025 dari Desember 2024, tetap di atas 50, menandakan ekspansi yang berkelanjutan.

  • Was-Was Perang Dagang Trump 2.0, Surplus Neraca Dagang Diprediksi Makin Sempit

    Was-Was Perang Dagang Trump 2.0, Surplus Neraca Dagang Diprediksi Makin Sempit

    Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran akan perang dagang 2.0 usai Donald Trump menduduki kursi Presiden AS terus muncul dan berdampak terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia. 

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memprediksikan surplus perdagangan Januari 2025 masih akan melanjutkan tren 56 bulan berturut-turut, namun akan menyusut lebih lanjut dari bulan sebelumnya.  

    Dirinya memperkirakan surplus neraca dagang menyempit dari US$2,24 miliar pada Desember 2024 menjadi US$1,76 miliar pada Januari 2025.

    “Didorong oleh normalisasi harga komoditas, meningkatnya kekhawatiran perang dagang, dan pelemahan ekonomi global,” tuturnya, Minggu (16/2/2025). 

    Josua menjelaskan kondisi perdagangan global yang menurun tercermin dari Baltic Dry Index yang menunjukkan tren penurunan yang signifikan pada Januari 2025. 

    Hal ini mengindikasikan perlambatan perdagangan global dan berkurangnya permintaan untuk pengiriman bahan baku di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai risiko Perang Dagang 2.0 dan perlambatan global.

    Akibatnya, pertumbuhan ekspor bulanan pada Januari 2025 diproyeksikan turun 7,42% month to month (MtM)—sejalan dengan tren awal tahun—ditambah pengaruh melemahnya permintaan eksternal. 

    Utamanya, permintaan dari China di mana indikator ekonomi menunjukkan sinyal perlambatan yang berkelanjutan. Selain itu, harga komoditas global terus mengalami normalisasi. Sementara secara tahunan, ekspor masih akan tumbuh 5,99% year on year (YoY). 

    Sementara itu, aktivitas impor masih cukup kuat dan didorong permintaan domestik. Josua memproyeksikan impor mencapai 7,92% YoY pada Januari 2025 atau lebih rendah dari pertumbuhan 11,07% YoY di Desember 2024. 

    Impor yang kuat juga tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang naik pada Januari 2025 ke level 51,9 dan menandakan ekspansi yang berkelanjutan.

    Secara historis pada 2024, neraca perdagangan Indonesia mengumpulkan surplus mencapai US$31,04 miliar. Surplus terbesar dihasilkan pada November 2024 yang mencapai US$4,36 miliar, sementara terendah pada Juli 2024 senilai US$500,9 juta. 

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan menyampaikan realisasi ekspor, impor, dan neraca perdagangan Januari 2025 pada Senin (17/2/2025) pukul 11.00 WIB. 

  • Perluas Jargas, Saran Ekonomi ke Prabowo kurangi beban keuangan Negara akibat elpiji impor

    Perluas Jargas, Saran Ekonomi ke Prabowo kurangi beban keuangan Negara akibat elpiji impor

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Perluas Jargas, Saran Ekonomi ke Prabowo kurangi beban keuangan Negara akibat elpiji impor
    Dalam Negeri   
    Editor: Valiant Izdiharudy Adas   
    Rabu, 12 Februari 2025 – 18:49 WIB

    Elshinta.com – Pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (Jargas) perlu semakin ditingkatkan. Selain sebagai solusi mengurangi ketergantungan terhadap LPG (elpiji) juga mendorong terwujudnya Astacita presiden Prabowo di bidang energi.

    Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan bahwa investasi negara dalam infrastruktur Jargas perlu ditingkatkan karena memiliki manfaat strategis. ”Karena dapat mengurangi ketergantungan pada LPG impor, menghemat subsidi, dan mendukung diversifikasi energi nasional,” tegasnya, kepada wartawan. 

    Selain investasi dari korporasi, pembangunan Jargas sejauh ini masih terbatas karena pendanaannya mayoritas berasal dari APBN dan beberapa wilayah saja yang telah memiliki infrastruktur. Padahal, Josua mengungkapkan, Jargas akan lebih ekonomis dibandingkan LPG.

    ”Dari segi biaya, Jargas lebih ekonomis dibanding LPG. Berdasarkan perhitungan dalam dokumen, gas bumi memiliki biaya per MMBTU lebih rendah daripada LPG dan minyak tanah, yang berarti pengalihan dari LPG ke Jargas akan menghemat pengeluaran subsidi negara,” terangnya.

    Empat hal menurut Josua perlu dilakukan dalam rangka akselerasi Jargas. Pertama, saat ini pemanfaatan gas bumi masih terbatas pada kota-kota tertentu seperti Palembang, Surabaya, Sidoarjo, Depok, Tarakan, dan beberapa wilayah lain. Perlu dilakukan perluasan infrastruktur ke wilayah perkotaan dan industri lain yang dekat dengan sumber gas yang akan menekan biaya investasi dan distribusi. 

    ”Kedua, pembangunan Jargas bisa dipercepat dengan skema Public-Private Partnership (PPP) mengingat keterbatasan APBN dalam membangun seluruh jaringan. Ketiga, Mengingat pengembangan jargas membutuhkan investasi tinggi, insentif berupa subsidi pembangunan infrastruktur atau pajak dapat mendorong minat investor,” ulasnya. 

    Keempat, lanjut Josua, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat. ”Salah satu kendala dalam implementasi jargas adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang manfaat Jargas dibanding LPG. Oleh karena itu, kampanye masif diperlukan,” imbuhnya.

    Sejauh ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mendapatkan penugasan pembangunan Jargas ke rumah tangga (Sambungan Rumahtangga/SR) merupakan salah satu pihak paling konsisten menambah jumlah SR. Total telah terdapat lebih dari 820 ribu pelanggan atau setara 84 ribu metrik ton LPG yang dikelola PGN tersebar di wilayah Jabodetabek, Cirebon, sejumlah kota di Jawa Timur, dan beberapa daerah lainnya.

    Terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan bahwa pembangunan Jargas sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG dan memperkuat kedaulatan energi nasional.

    Terlebih, Bahlil menjelaskan, LPG dalam kondisi yang memerihatinkan seiring terus meningkatnya kebutuhan sehingga beban impor dan subsidi akan semakin membengkak. Konsumsi LPG nasional mencapai 8 juta ton per tahun sedangkan kapasitas produksi hanya mencapai 1,7 juta ton.

    ”Gas (LPG) itu 8 juta ton per tahun konsumsi kita. Industri LPG kita itu hanya 1,7 juta ton, selebihnya kita impor. Jadi impor kita 6 sampai 7 juta ton,” ungkap Bahlil.

    Dengan kondisi seperti itu, negara menggelontorkan dana subsidi gas untuk LPG mencapai sebesar Rp60 triliun sampai Rp80 triliun.

    Sumber : Antara

  • Pemerintah Disarankan Tingkatkan Pembangunan Jargas untuk Cegah Ketergantungan LPG Impor – Halaman all

    Pemerintah Disarankan Tingkatkan Pembangunan Jargas untuk Cegah Ketergantungan LPG Impor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (jargas) perlu ditingkatkan. 

    Hal itu selain sebagai solusi mengurangi ketergantungan terhadap LPG (elpiji) juga mendorong terwujudnya Astacita Presiden Prabowo Subianto di bidang energi.

    Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan bahwa investasi negara dalam infrastruktur Jargas perlu ditingkatkan karena memiliki manfaat strategis. 

    “Karena dapat mengurangi ketergantungan pada LPG impor, menghemat subsidi, dan mendukung diversifikasi energi nasional,” kata dia dalam keterangannya, kepada wartawan Rabu (12/2/2025).

    Selain investasi dari korporasi, pembangunan Jargas sejauh ini masih terbatas karena pendanaannya mayoritas berasal dari APBN dan beberapa wilayah saja yang telah memiliki infrastruktur. 

    Padahal, Josua mengungkapkan, jargas akan lebih ekonomis dibandingkan LPG.

    ”Dari segi biaya, Jargas lebih ekonomis dibanding LPG. Berdasarkan perhitungan dalam dokumen, gas bumi memiliki biaya per MMBTU lebih rendah daripada LPG dan minyak tanah, yang berarti pengalihan dari LPG ke Jargas akan menghemat pengeluaran subsidi negara,” ucapnya.

    Empat hal menurut Josua perlu dilakukan dalam rangka akselerasi Jargas. 

    Pertama, saat ini pemanfaatan gas bumi masih terbatas pada kota-kota tertentu seperti Palembang, Surabaya, Sidoarjo, Depok, Tarakan, dan beberapa wilayah lain. 

    Menurutnya, perlu dilakukan perluasan infrastruktur ke wilayah perkotaan dan industri lain yang dekat dengan sumber gas guna menekan biaya investasi dan distribusi. 

    ”Kedua, pembangunan Jargas bisa dipercepat dengan skema Public-Private Partnership (PPP) mengingat keterbatasan APBN dalam membangun seluruh jaringan,” ujarnya.

    “Ketiga, Mengingat pengembangan jargas membutuhkan investasi tinggi, insentif berupa subsidi pembangunan infrastruktur atau pajak dapat mendorong minat investor,” imbuhnya.

    Keempat, lanjut Josua, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat. 

    “Salah satu kendala dalam implementasi jargas adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang manfaat Jargas dibanding LPG. Oleh karena itu, kampanye masif diperlukan,” katanya.

    Sejauh ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mendapatkan penugasan pembangunan Jargas ke rumah tangga (Sambungan Rumahtangga/SR) merupakan salah satu pihak paling konsisten menambah jumlah SR. 

    Adapun total telah terdapat lebih dari 820 ribu pelanggan atau setara 84 ribu metrik ton LPG yang dikelola PGN tersebar di wilayah Jabodetabek, Cirebon, sejumlah kota di Jawa Timur, dan beberapa daerah lainnya.
     
    Terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan bahwa pembangunan Jargas sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG dan memperkuat kedaulatan energi nasional.

    Terlebih, Bahlil menjelaskan, LPG dalam kondisi yang memprihatinkan seiring terus meningkatnya kebutuhan sehingga beban impor dan subsidi akan semakin membengkak. Konsumsi LPG nasional mencapai 8 juta ton per tahun sedangkan kapasitas produksi hanya mencapai 1,7 juta ton.

    ”Gas (LPG) itu 8 juta ton per tahun konsumsi kita. Industri LPG kita itu hanya 1,7 juta ton, selebihnya kita impor. Jadi impor kita 6 sampai 7 juta ton,” ungkap Bahlil.

    Dengan kondisi seperti itu, negara menggelontorkan dana subsidi gas untuk LPG mencapai sebesar Rp60 triliun sampai Rp80 triliun.

  • Perlawanan ‘Raja-raja Kecil’ & Efek Berganda Kebijakan Efisiensi Prabowo

    Perlawanan ‘Raja-raja Kecil’ & Efek Berganda Kebijakan Efisiensi Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Surat dari Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membatalkan agenda rapat pembahasan tentang efisiensi anggaran. Dasco dalam surat itu mengemukakan bahwa sedang ada rekonstruksi anggaran dari pemerintah.  

    Tidak ada penjelasan secara detail apa itu rekonstruksi anggaran. Apakah itu artinya bakal terjadi penundaan efisiensi atau justru ada proses refocusing  anggaran yang lebih moderat, menyusul munculnya suara kritis dari berbagai pihak.  

    “Bersama ini diminta kepada Pimpinan Komisi I sampai dengan Komisi XIII DPR untuk menunda pembahasan efisiensi anggaran mitra kerja,” tulis Dasco dalam surat yang dikutip, Selasa (11/2/2025). 

    Dalam catatan Bisnis, efisiensi anggaran bermula dari instruksi presiden Prabowo Subianto untuk melakukan penghematan anggaran secara besar-besaran. Ada sekitar Rp306 triliun anggaran yang akan dipangkas dan dialihkan ke program-program pemerintah, salah satunya makan bergizi gratis (MBG).

    Namun demikian, instruksi efisiensi dari Prabowo itu memicu polemik. Operasional Aparatur Sipil Negara alias ASN mulai terimbas. Terjadi penghematan besar-besaran. Penggunaan lampu, air conditioner alias AC, hingga mobil dinas di Kementerian dan Lembaga mulai dibatasi. Situasi semakin keruh karena kebijakan pembatasan subsidi LPG 3 Kg memicu kekisruhan di masyarakat.

    Surat pembatalan rapat efisiensi anggaran./IstimewaPerbesar

    Entah ada korelasinya atau tidak dengan peristiwa tersebut, Presiden Prabowo sempat menyinggung adanya raja-raja kecil yang berusaha menyabotase kebijakan efisiensi anggarannya. Prabowo tampak begitu geram. Prabowo bahkan mengungkapkan berapa kuatnya raja kecil tersebut, sehingga nekat melawan kebijakan yang telah dia susun untuk kepentingan yang lebih mendesak. 

    “Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum merasa sudah menjadi raja kecil, ada. Saya mau menghemat uang uang itu untuk rakyat untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat,” ujarnya di Jatim International Expo (JIExpo), Surabaya, kemarin. 

    Prabowo menekankan bahwa negara punya 330.000 sekolah yang masih perlu untuk diperbaiki saat ini. Bahkan, dia menilai melalui efisiensi anggaran untuk perbaikan sekolah cukup dalam memperbaiki mungkin sekitar 20.000 sekolah. 

    Oleh sebab itu, dia mengemukakan bahwa efisiensi yang perlu difokuskan adalah mengirit perjalanan dinas. Apalagi untuk agenda-agenda yang bersifat seremonial dan mubazir.  

    “Enggak usah ke luar negeri, 5 tahun enggak usah ke luar negeri kalau perlu. Yang perlu keluar negeri yang tugas. Tugas ke luar negeri tugas belajar boleh, tugas untuk atas nama negara boleh. Jangan tugas yang dicari-cari untuk jalan-jalan. 

    Tugas Berat Prabowo  

    Kendati efisiensi sejatinya cukup rasional di tengah keterbatasan kemampuan negara membiayai program-programnya, namun kebijakan itu juga berisiko terhadap target-target pencapaian pemerintah, khususnya di bidang ekonomi.

    Badan Pusat Statistik alias BPS telah merilis bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2024 hanya di angka 5,03% atau masih jauh dari ekspektasi pemerintah. Apalagi mimpi pemerintahan Prabowo Subianto yang ingin pertumbuhan di angka 8%.

    Adapun belanja pemerintah, kendati tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan konsumsi masyarakat, memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2024 lalu, kontribusi pengeluaran pemerintah terhadap PDB sebanyak 7,73%. Angka ini naik jika dibandingkan tahun 2023 lalu yang hanya sebesar 7,45%.

    Kendati tidak sebesar konsumsi rumah tangga, namun belanja pemerintah entah itu dalam bentuk insentif maupun belanja riil seperti subsidi, seringkali menjadi stimulan untuk menopang pertumbuhan di sektor lainnya, termasuk konsumsi.

    Di sisi lain, langkah efisiensi pemerintah juga berpotensi menghambat laju pertumbuhan di tengah tren stagnasi ekonomi di kisaran 5% serta ketidakpastian global akibat perang dan kebijakan proteksionisme Trump.

    Ekonom Bank Pertama, Josua Pardede, misalnya, mengemukakan bahwa kebijakan tarif Trump bisa memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 0,06%. Kendati minim, tetapi tetap berdampak.

    1. Tabel kontribusi sektoral ke PDB (%)

    Tahun
    2022
    2023
    2024

    Manufaktur
    18,34
    18,67
    18,98

    Pertanian
    12,40
    12,53
    12,61

    Perdagangan
    12,85
    12,94
    13,07

    Kontruksi
    9,77
    9,92
    10,09

    Tambang
    12,22
    10,52
    9,15

    Sumber, BPS

    Selain itu, Indonesia juga sedang menghadapi persoalan dari sisi struktur ekonomi. Kontribusi manufaktur Indonesia ke PDB hanya di angka 18%. Tahun 2024 lalu 18,98%. Ada kenaikan dibandingkan dengan tahun 2022 yang hanya 18,34% dan 2023 sebanyak 18,67%. Padahal menurut Himpunan Kawasan Industri alias HKI, untuk tumbuh 8%, minimal dibutuhkan kontribusi sektor manufaktur di angka 21%.

    Adapun, sektor yang kemungkinan akan mengalami pukulan telak dari kebijakan efisensi Prabowo adalah sektor konstruksi. Pada tahun lalu, kontribusi sektor konstruksi ke PDB mencapai 10,09%. Sementara itu, real estate 2,35%. Artinya, kalau digabungkan, sektor kontruksi dan real estate berkontribusi lebih dari 12,4% ke PDB.

    Namun demikian, Prabowo berencana memangkas anggaran infrastruktur sebesar Rp81 triliun. Kinerja sektor ini ke PDB pun berpotensi mengalami pelemahan. Pengusaha di bidang konstruksi telah mewanti-wanti Prabowo bahwa pemangkasan anggaran infrastruktur akan memberi dampak luas, termasuk risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

    Kepala Dewan Pertimbangan Organisasi Nasional (DPON) Ikatan Konsultan Nasional Indonesia (INKINDO) Peter Frans menyayangkan pemangkasan tersebut. Pasalnya, pembangunan infrastruktur memiliki multiplier effect yang cukup besar, khususnya dalam penyerapan tenaga kerja.

    Dia menuturkan, sektor konstruksi yang selama ini menyerap jutaan tenaga kerja, kini berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Menurutnya, saat ini saja sudah banyak perusahaan yang mengurangi pegawainya.  “Dipastikan rasionalisasi besar-besaran akan terjadi di berbagai perusahaan konstruksi baik swasta atau BUMN. Sebab, hingga saat ini tidak ada satu pun proyek yang dikerjakan,” ujar Peter melalui keterangan resmi, Sabtu (8/2/2025)

    Tekan Daya Beli

    Ekonom menilai kebijakan efisiensi dan pengalihan anggaran di Kementerian atau Lembaga maupun daerah pada akhirnya berpotensi menekan daya beli masyarakat semakin dalam.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memperkirakan belanja—utamanya daerah—akan susut akibat instruksi dari Presiden Prabowo Subianto terkait realokasi anggaran senilai Rp306,69 triliun.

    Pasalnya, anggaran infrastruktur, perbaikan, pemeliharaan maupun proyek yang didanai dari anggaran K/L dan daerah tersebut jika dipangkas, akan mempengaruhi jumlah pekerja yang bekerja di sektor tersebut. Allhasil, penghasilan masyarakat akan menurun dan mempengaruhi daya beli.

    “Ada pengurangan [anggaran] sehingga pada akhirnya ini pun juga akan berisiko pada penurunan daya beli,” ujarnya dalam Permata Bank 2025 Economic Outlook, Senin (10/2/2025). 

    Termasuk sektor jasa pariwisata yang terancam dengan arahan efisiensi senilai Rp50,5 triliun untuk Transfer ke Daerah (TKD) dan Rp256,1 triliun bagi K/L. 

    Padahal, kelompok konsumsi masyarakat atau rumah tangga menjadi andalan Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah gejolak ekonomi global. 

    Meski demikian, Josua menegaskan bahwa kekhawatiran akan hal-hal tersebut belum tentu akan terjadi. Terlebih, anggaran tersebut tidak sepenuhnya dipangkas, melainkan dialihkan kepada hal-hal yang menjadi prioritas pemerintah. 

    Menurutnya, hal tersebut juga dapat menimpulkan hasil yang positif apabila realokasi dilakukan kepada pos-pos anggaran yang dapat mendorong daya beli masyarakat.  Josua mencontohkan apabila realokasi ditujukan kepada Makan Bergizi Gratis (MBG) dan mampu mendorong produktivitas pertanian, maka hal tersebut menjadi positif.