Tag: joko widodo

  • Nilai Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Mudah tapi Rumit, Pengamat Politik Sebut Kekuatan 60:40

    Nilai Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Mudah tapi Rumit, Pengamat Politik Sebut Kekuatan 60:40

    GELORA.CO – Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya mudah tapi rumit. 

    Menurut Adi Prayitno rumitnya kasus ii karena masalah politik dan hukum bercamppur baur.

    “Ini kawin silang yang saya kira tidak berkesudahan,” kata Adi dikutip dari tayangan Hot Room Metro TV pada Rabu (17/12/2025). 

    Adi lalu membeber empat tahapan yang bisa membuat masalah ini bisa tuntas.

    Tahapan pertama sudah dilakuka Universitas Gajah Mada (UGM) yang menyebut bahwa Jokowi lulusannya, alumnus Fakultas Kehutanan.

    “Tapi kan tidak dipercaya. Mestinya kalau memang UGM itu tidak dipercaya, gugat juga dong UGM-nya. Tunjukkan bukti-buktinya yang valid dan solid,” katanya. 

    Karena tidak percaya, maka tahap kedua yang mestinya cukup selesai adalah Jokowi sendiri.

    “Pak Jokowi tinggal menunjukkan ijazah aslinya. Selesai. Normalnya begitu. Tapi Pak Jokowi tidak mau menunjukkan dokumennya karena menganggap itu dokumen pribadi dan hanya ingin tunjukkan di pengadilan. Ini yang rumit,” katanya. 

    Karena belum tuntas, akhirnya masuk ke tahap ketiga, yakni pengadilan.

    “Sekarang sudah ada tersangka terkait ijazah ini. Maka satu-satunya pembuktian adalah jalur hukum. Tinggal nanti diadu data dan fakta antara pengacara Roy Suryo dan pengacara Pak Jokowi,” katanya. 

    Kalau ini terus gaduh, maka, menurut Adi ada langkah keempat yakni amnesti atau abolisi dari Presiden. 

    “Seperti yang sudah-sudah karena untuk menyelesaikan persoalan ini, menghentikan kegaduhan,”katanya. 

    Menurut Adi, melihat kasus sebelumnya amnesti dan abolisi alasannya untuk rekonsiliasi dan politis, serta menghentikan suasana kegaduhan dan kontroversi. 

    Namum, lanjutnya, itu paling ujung karena yang paling ditunggu oleh publik itu adalah soal siapa yang sebenarnya paling kuat antara kubu Roy Suryo atau Pak Jokowi terkait dengan adu ijazah. 

    Adi Prayitno melihat kecenderungan publik saat ini menginginkan untuk tidak ada perdamaian atau islah dan berharap ada yang kalah dan menang. 

    Ditanya tentang prediksi siapa yang akan memenangkan pertempuran ini. Adi menyebut fifty-fifty.

    “Itu artinya 60:40 versi Madura, Bang,” ujar Adi Prayitno sambil tertawa. 

    Analisis Mahfud MD

    Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menegaskan bahwa polemik tuduhan ijazah palsu terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tidak dapat diselesaikan hanya melalui mekanisme gelar perkara di kepolisian.

    Menurutnya, kepastian hukum soal keaslian dokumen hanya dapat ditentukan melalui proses persidangan di pengadilan.

    Mahfud menekankan bahwa kewenangan menyatakan suatu ijazah asli atau palsu berada sepenuhnya di tangan hakim, melalui pembuktian yang terbuka, objektif, dan dapat diuji oleh semua pihak.

    Ia mengingatkan bahwa gelar perkara terkait tudingan ijazah Jokowi sebelumnya pernah dilakukan di Mabes Polri, menyusul laporan dari kelompok aktivis ulama.

    Saat itu, kepolisian memutuskan tidak melanjutkan laporan karena dokumen yang diperiksa dinilai “identik”.

    Namun, Mahfud menilai kesimpulan tersebut tidak menyelesaikan persoalan secara hukum.

    “Identik itu bukan berarti asli atau palsu. Itu hanya berarti mirip. Soal asli atau tidak, hanya hakim yang boleh memutuskan di pengadilan,” ujar Mahfud dalam wawancara di Channel YouTube Mahfud MD Official, Senin (15/12/2025) malam.

    Mahfud menyebut, gelar perkara khusus yang kini digelar di Polda Metro Jaya sah dilakukan.

    Meski begitu, apa pun hasilnya tidak serta-merta menutup peluang perkara untuk berlanjut ke tahap hukum berikutnya.

    Menurutnya, penilaian akhir tetap harus dilakukan melalui persidangan dengan mekanisme pembuktian yang transparan dan adil.

    Mahfud kemudian menguraikan dua jalur penyelesaian yang dinilainya paling proporsional.

    Pertama, setelah berkas perkara dilimpahkan, jaksa penuntut umum memiliki kewenangan untuk menilai kelengkapan alat bukti.

    Apabila dinilai belum memenuhi syarat, jaksa dapat mengembalikan berkas perkara melalui mekanisme P19, meminta penyidik melengkapi kekurangan, bahkan menghentikan perkara jika bukti dianggap tidak mencukupi.

    Kedua, jika jaksa memutuskan membawa perkara ke pengadilan, hakim wajib memerintahkan pembuktian substantif, termasuk pemeriksaan forensik terhadap ijazah yang dipersoalkan.

    “Hakim bisa meminta, mana ijazah aslinya. Tidak cukup hanya menyebut identik,” tegasnya.

    Mahfud juga menyoroti kekeliruan dalam memahami beban pembuktian hukum pidana. Ia menegaskan bahwa pembuktian tidak selalu dibebankan pada satu pihak saja.

    Menurutnya, apabila seseorang dituduh memfitnah karena menyebut ijazah palsu, sementara pihak yang dituduh memiliki dokumen asli, maka dokumen tersebut harus ditunjukkan.

    “Kalau orang dituduh memfitnah karena mengatakan ijazah itu palsu, sementara yang dituduh punya ijazah asli, ya tunjukkan. Kalau aslinya tidak pernah dihadirkan, itu juga problem hukum,” ujarnya.

    Dalam konteks pasal-pasal yang digunakan, Mahfud mengkritisi penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27A dan Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

    Ia menekankan bahwa seluruh unsur pidana harus dibuktikan secara ketat dan tidak boleh ditafsirkan sembarangan.

    “Keonaran menurut putusan MK itu harus keributan fisik yang nyata dan membahayakan, bukan sekadar opini di media sosial,” katanya.

    Mahfud mengingatkan bahwa penegakan hukum yang dipaksakan justru berpotensi melanggar hak asasi manusia dan merusak wibawa hukum itu sendiri.

    Ia menilai perkara ini memiliki dampak besar karena menyangkut masa depan praktik penegakan hukum di Indonesia.

    Terkait keterlibatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Mahfud menilai peran kampus tersebut sudah cukup jelas. UGM telah menyatakan bahwa Jokowi merupakan alumninya dan ijazah tersebut diterbitkan oleh institusi tersebut.

    “UGM tidak perlu diseret lebih jauh. Soal ijazah yang mana dan Jokowi yang mana, itu urusan pengadilan,” ujarnya.

    Mahfud menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya keberanian negara dalam menjunjung proses peradilan yang jujur dan terbuka.

    Jika tuduhan terbukti keliru, pihak yang menuduh harus siap menghadapi konsekuensi hukum.

    Sebaliknya, negara juga berkewajiban membuktikan setiap tuduhan secara sah dan meyakinkan.

    “Negara hukum harus berdiri di atas pembuktian, bukan asumsi. Biarkan pengadilan yang memutuskan,” pungkas Mahfud.

    Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.

    Para tersangka dibagi ke dalam dua klaster berdasarkan peran dan dugaan pelanggaran yang dilakukan.

    Klaster pertama terdiri atas lima tersangka, yakni: 

    Eggi Sudjana

    Kurnia Tri Rohyani

    M. Rizal Fadillah

    Rustam Effendi

    Damai Hari Lubis 

    Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP, serta Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Sementara itu, klaster kedua mencakup tiga tersangka, yakni: 

    Roy Suryo

    Rismon Sianipar (Ahli digital forensik)

    Tifauziah Tyassuma (dr. Tifa)

    Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat (1) juncto Pasal 48 Ayat (1), Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat (1), Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4), serta Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU ITE.

    Kasus ini bermula dari laporan yang diajukan oleh organisasi Pemuda Patriot Nusantara pada April 2025, diikuti dengan laporan Jokowi dan sejumlah pihak. 

    Di sisi lain, gugatan perdata terkait ijazah di Pengadilan Negeri Solo dan Jakarta Pusat telah dinyatakan gugur atau tidak diterima karena pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, yang dinilai lebih tepat masuk ranah pidana atau Tata Usaha Negara.

    Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) sendiri telah mengonfirmasi bahwa Jokowi adalah alumnus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan lulus pada tahun 1985.

  • Alasan Dokter Tifa Sebut Transkrip Nilai di Ijazah Jokowi Cacat, Soroti Tulisan hingga Tanda Tangan

    Alasan Dokter Tifa Sebut Transkrip Nilai di Ijazah Jokowi Cacat, Soroti Tulisan hingga Tanda Tangan

    GELORA.CO – Dokter sekaligus pegiat isu kesehatan publik, Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal sebagai Dokter Tifa, menyampaikan pandangannya terkait keabsahan transkrip nilai mantan Presiden RI Joko Widodo.

    Ia menilai dokumen akademik tersebut tidak memenuhi standar kelengkapan administrasi.

    Penilaian itu disampaikan Dokter Tifa setelah mengikuti gelar perkara khusus yang digelar Polda Metro Jaya pada Senin (15/12/2025).

    Proses gelar perkara berlangsung sekitar enam jam dan menghadirkan sejumlah barang bukti, termasuk ijazah dan transkrip nilai Jokowi yang telah disita penyidik sejak Juni 2025.

    Dalam forum tersebut, penyidik memperlihatkan ijazah serta dokumen akademik lain milik Presiden ke-7 RI, termasuk transkrip nilai strata satu Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Dokumen itu ditunjukkan secara langsung kepada tiga pihak yang kerap disebut sebagai Trio RRT, yakni Roy Suryo selaku pakar telematika, Rismon Sianipar sebagai ahli digital forensik, dan Dokter Tifa.

    Gelar perkara khusus tersebut digelar setelah permintaan yang diajukan Trio RRT sebanyak dua kali, masing-masing pada 21 Juli 2025 dan 20 November 2025.

    Sebagaimana diketahui, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa telah ditetapkan sebagai tersangka bersama lima orang lainnya pada Jumat (7/11/2025).

    Penetapan tersebut berkaitan dengan laporan dugaan pencemaran nama baik atau fitnah terkait tuduhan ijazah palsu yang dilayangkan Joko Widodo pada 30 Mei 2025.

    Usai mengikuti gelar perkara, Dokter Tifa mengungkapkan sejumlah temuan yang menurutnya menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam transkrip nilai Jokowi.

    Ia menilai dokumen tersebut tidak memuat informasi akademik secara utuh.

    “Sebagaimana yang kami semua lihat, bahwa transkrip nilai Joko Widodo yang disampaikan oleh Bareskrim itu transkrip nilai yang cacat,” tutur Dokter Tifa dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Senin, melansir dari Tribunnews.

    “Karena tidak lengkap dan tidak sesuai dengan transkrip nilai dari Fakultas Kehutanan UGM di era tahun 1985,” tambahnya.

    Baca juga: Kubu Roy Suryo Cs Klaim Tiga Orang Dikeluarkan dari Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi, Siapa?

    Dokter Tifa menyebut dirinya bersama Roy Suryo dan Rismon Sianipar memiliki dokumen pembanding berupa transkrip nilai Fakultas Kehutanan UGM yang diterbitkan pada tahun yang sama, yakni 1985.

    Ia mengklaim, jika dibandingkan dengan spesimen yang mereka miliki, transkrip nilai Jokowi menunjukkan perbedaan signifikan.

    Padahal, ijazah Jokowi sendiri tercatat bertanggal 5 November 1985.

    “Kebetulan kami bertiga punya spesimen transkrip nilai Fakultas Kehutanan UGM keluaran tahun 1985 yang sangat berbeda dengan transkrip nilai yang disita oleh kepolisian,” jelas Dokter Tifa.

    “Dan ini bisa kami buktikan nanti bahwa transkrip nilai keduanya itu betul-betul sangat berbeda,” lanjutnya.

    Lebih lanjut, Dokter Tifa menjelaskan bahwa transkrip nilai yang sah seharusnya memuat tanda tangan pejabat fakultas, yakni dekan dan pembantu dekan I.

    Namun, hal tersebut tidak ia temukan pada dokumen milik Jokowi yang ditampilkan dalam gelar perkara.

    “Nah, kalau transkrip nilai asli itu sangat bagus, sempurna, ya, lengkap. dengan tanda tangan dari dekan dan pembantu dekan 1 dari Fakultas Kehutanan UGM,” tutur Dokter Tifa.

    “Sedangkan transkrip nilai Joko Widodo sama sekali tidak lengkap,” imbuhnya.

    Sebagai alumni Universitas Gadjah Mada dari Fakultas Kedokteran, Dokter Tifa juga menyoroti bentuk penulisan nilai dalam transkrip tersebut.

    Menurutnya, pencantuman nilai secara tulisan tangan tidak lazim untuk lulusan Fakultas Kehutanan UGM pada era 1985.

    Ia menilai, pada periode tersebut, nilai akademik umumnya dicetak menggunakan mesin ketik manual.

    “Angkanya, angka-angka nilai pun juga ditulis dengan tulisan tangan dan itu sama sekali tidak lazim untuk lulusan sarjana di Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985,” jelas Dokter Tifa.

    “Karena seharusnya angka tersebut dicetak dengan mesin ketik manual,” tambahnya.

    Dokter Tifa kembali menegaskan bahwa absennya tanda tangan dekan dan pembantu dekan I menjadi salah satu poin krusial yang menurutnya membedakan transkrip nilai Jokowi dengan dokumen pembanding yang mereka miliki.

    “Dan yang paling penting lagi adalah bahwa transkrip nilai Joko Widodo tidak ada tanda tangan dari dekan dan pembantu dekan 1,” ucap Dokter Tifa.

    “Sedangkan transkrip nilai asli tahun 1985 ada tanda tangan dekan dan tanda tangan pembantu dekan 1,” tegasnya

  • Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?

    Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?

    Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    WARNA

    cover
    bukunya merah. Lumayan menyala. Di atasnya terpahat kata yang lengket dengan Sukarno di masa Orde Lama: Revolusi.
    Kata itu digabungkan dengan urusan yang di dunia kiwari diakui bakal menentukan masa depan bangsa: Energi.
    Sang penulis, Arifin Panigoro, adalah pengusaha minyak sekaligus politikus PDI Perjuangan–partai yang tersambung dengan Bung Karno.
    Ia mengampanyekan “Revolusi Energi” ketika produksi minyak harian Indonesia
    nyungsep
    ke level 794.000 barel per hari di tahun 2014.
    Padahal di tahun terakhir Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu konsumsi minyak dan bahan bakar minyak (BBM) telah terkerek menjadi 1,66 juta barel per hari.
    Walhasil, impor minyak mentah dan BBM sebesar 850.000 per hari tak terbendung. Sesuatu yang menguras kantong pemerintah.
    Revolusi energi dipercaya dapat mengubah saldo energi Indonesia yang minus karena cadangan minyak dan produksi minyak yang terus turun.
    Logis, sebab negeri kita kaya dengan sumber daya nabati. Jadi, mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) masuk akal. Salah satunya
    kelapa sawit
    .
    Arifin Panigoro menyebut Indonesia adalah “Arab Saudinya” kelapa sawit dunia. Ketika buku itu terbit, tahun 2015 silam, produk CPO (minyak sawit mentah) Indonesia menguasai lebih dari 47 persen pangsa pasar global.

    Tapi, hati saya masygul saat mengetahui pasokan CPO (crude palm oil) dari Indonesia itu tidak hanya dijadikan produk turunan makanan oleh negara-negara tujuan, tapi juga BIODIESEL. Lalu mengapa kita berdiam diri. Mengapa Indonesia hanya menjadi penonton ketika negara-negara lain getol mengonsumsi biodiesel untuk keluar dari krisis energi
    ,” ujar pentolan Medco Energy ini dalam buku itu.
    Gong pembuka penggunaan biodiesel pada minyak solar mulai berlaku pada 2006. Ini seiring terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3675 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
    Beleid ini menyebutkan, untuk spesifikasi BBM minyak solar, kandungan biodiesel (FAME) diizinkan maksimal 10 persen.
    Kebijakan ini lalu ditindaklanjuti oleh Pertamina dengan menjual minyak solar dengan kandungan biodiesel sebesar 5 persen di tiga dispenser (“Biodiesel, Jejak Panjang Sebuah Perjuangan”, Kementerian ESDM, 2021).
    Di masa Joko Widodo, kebijakan menoleh pada biodiesel berlangsung deras. Tentu saja tak sepenuhnya bertumpu pada CPO, melainkan mencampur energi nabati dengan energi fosil atau
    mix energy.
    Dari program biodiesel (B20) pada September 2018, lalu naik menjadi B30 mulai 1 Januari 2020. Tiga tahun berselang, campuran biodiesel pada solar telah mencapai 35 persen pada 1 Februari 2023.
    Sejak Prabowo Subianto memerintah, program biodiesel meloncat jadi 40 persen atau B40 di tahun 2025.
    Sampai September lalu, pemerintah mengklaim menghemat devisa 9,3 miliar dollar AS atau Rp 147,5 triliun. Belum lagi nilai tambah luar negeri sekitar Rp 20,98 triliun serta menciptakan 2 jutaan lapangan kerja.
    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan negeri kita tak akan impor solar lagi di tahun 2026 mendatang. Ini kabar baik sebab Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur diperkirakan menambah kapasitas pengolahan minyak mentah sebesar 100.000 barel per hari. Artinya produksi menutup konsumsi solar dalam negeri.
    Namun, Presiden Prabowo juga bicara soal kelapa sawit untuk Papua. “Dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit,” ujar Prabowo (
    Kompas.com
    , 16/12/2025).
    Alasannya, kata Presiden, untuk mewujudkan swasembada energi, paling tidak untuk pulau itu.
    Apakah ini isyarat ekspansi lahan untuk kelapa sawit bakal makin merambah Papua? Mungkinkah program B50 digeber mulai tahun 2026?
    Kian besar biodiesel yang dicampurkan pada solar, itu berarti membutuhkan ketersediaan fatty acid methyl ester (FAME) dalam jumlah yang lebih besar.
    FAME adalah asam yang terbentuk selama transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewan yang menghasilkan biodiesel.
    Tak lain istilah kimia umum untuk biodiesel yang berasal dari sumber terbarukan. Artinya makin besar kebutuhan atas CPO serta pembukaan lahan sawit. Di atas segalanya berarti tambahan investasi baru.
    Indonesia memang “Arab Saudinya” kelapa sawit dunia. Foreign Agricultural Service United States Department of Agriculture (USDA) per 2024-2025 mencatat, Indonesia adalah negara dengan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.
    Produksi Indonesia menembus 46 juta ton per tahun, alias dua kali lipat dari volume produksi di Malaysia.
    Produksi Indonesia bukan lagi loncatan katak, tapi loncatan singa. Selama 2013-2019, produksi minyak sawit kita meningkat, dari 28 juta metrik ton naik menjadi 47 juta metrik ton. Produksi itu bisa dipertahan di level 45 juta metrik ton dalam beberapa tahun terakhir (
    Kompas.com
    , 5/12/2025).
    Perkebunan kelapa sawit terkonsentrasi di Sumatera, yakni mencapai 8,78 juta hektare. Sebanyak 1,36 juta hektare berada di Sumatera Utara, lalu 470.000 hektare di Aceh serta 449.000 hektare di Sumatera Barat.
    Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan 5.208 hektare kawasan hutan dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh 14 perusahaan di Provinsi Aceh. Ini telah merusak 954 Daerah Aliran Sungai (DAS) di tujuh kabupaten, yakni Aceh Barat, Nagan Raya, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Aceh Selatan, dan Aceh Besar (
    Tempo.co
    , 10/12/2025).
    Laju
    deforestasi
    secara global amat mengerikan dan data ini tak sedang ingin menakut-nakuti. Bayangkan 10 juta hektare hutan tandas per tahun selama 2015-2020.
    Berbagai studi memaparkan, mayoritas kebun kelapa sawit di dunia ini berdiri di atas lahan hasil konversi tadi.
    Di periode mengerikan itu, di negeri kita tercinta ini deforestasi telah menggasak areal seluas 496.000 dan 630.000 hektare di tahun 2015-2016 dan 2016-2017.
    Dekade-dekade sebelumnya jauh lebih mengerikan. Deforestasi oleh berbagai sebab telah melenyapkan hutan seluas 2 juta hektare (1980-1990).
    Saat abad berganti, deforestasi masih merampas 1,5 juta hektare antara 2000-2009. Setelah itu, deforestasi memakan areal seluas 1,1 juta hektare antara 2009-2013 (Forest Watch Indonesia).
    Dengan berbagai sebab, deforestasi di tahun 2024 masih 51.000 hektare. Ini hampir seperdelapan luas provinsi Jakarta.
    Dan tak perlu kaget, jika deforestasi hutan tropis diibaratkan seperti negara, ia akan menduduki peringkat ketiga dalam emisi setara karbon dioksida. Cuma kalah buruk dari emisi karbon yang ditumpahkan oleh China dan Amerika Serikat (wri-indonesia.org).
    Pada 19 September 2018 hingga tiga tahun kemudian (2021), Jokowi melakukan moratorium kelapa sawit. Kebijakan ini tak berlanjut. Sebaliknya mulai 1 Januari 2022, program biodiesel makin digeber dengan menaikkan campuran biodiesel sebesar 20 persen.
    Studi LPEM Universitas Indonesia menunjukkan program biodiesel membutuhkan ekspansi lahan baru untuk kelapa sawit.
    Skenario B20 butuh tambahan 338.000 hektare lahan baru. Ketika dinaikkan jadi B30, kebutuhan atas lahan meroket jadi 5,2 juta hektare.
    Kerakusan lahan bertambah eksponensial mana kala program biodiesel dinaikkan jadi 50 persen. Sebab butuh 9,2 juta hektare lahan baru.
    Nyatanya program biodiesel menjadi insentif pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit. Pada saat begitu, alih fungsi lahan secara legal dan ilegal mencuat. Ini simalakama yang tak terputus.
    Perkebunan kelapa sawit jelas bukan hutan. Ini tanaman monokultur. Saat hutan dengan mega-biodiversitas atau keragaman hayati yang berlimpah dialihfungsikan, negeri kita sesungguhnya sedang berlomba merusak bumi, mengundang bencana yang disebut gubernur Aceh, Muzakir Manaf, bak tsunami kedua.
    Akar pohon-pohonan yang tak seragam (multikultur) di hutan juga mencengkeram tanam lebih dalam dibandingkan akar sawit yang berbentuk serabut.
    Sebagai monokultur, sawit sendirian dalam sebuah luasan lahan tertentu. “Temannya” cuma sesama tanaman sawit yang tak mampu meredam atau menahan dan menyerap air hujan yang jatuh dari langit, terlebih jika curah hujannya ekstrem.
    Pokok kata kelapa sawit tak memilki ketahanan ekologis serupa pohon-pohon di hutan yang berusia belasan, puluhan atau bahkan ratusan tahun.
    Dalam terminologi konservasi, mengorbankan hutan alam demi perkebunan kelapa sawit hanya mengundang bencana datang.
    Banjir dan longsor di Sumatera yang menghantam tiga provinsi adalah alarm paling keras yang mengingatkan negeri kita untuk menoleh kepada hutan dan ekosistem.
    Homo sapiens itu hidup berdampingan dengan tumbuhan, hewan dan makhluk tak hidup. Oikos atau rumah tempat di mana organisme hidup, wajib dijaga. Manusia dan lingkungan tak bisa hidup dalam hubungan yang saling menjegal, tapi harmonis.
    Jika pemerintah terus teperdaya oleh manisnya kelapa sawit–menghasilkan devisa, menggantikan peran energi fosil dan melupakan mudharatnya terhadap lingkungan–saya bertanya dalam hati: Kita kecanduan atau sedang kerasukan?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sertifikat Laik Fungsi Gedung Terra Drone Terbit di Era Gubernur Jokowi-Ahok

    Sertifikat Laik Fungsi Gedung Terra Drone Terbit di Era Gubernur Jokowi-Ahok

    GELORA.CO – Polisi masih terus mengusut kasus kebakaran gedung Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat yang menewaskan 22 orang yang terjadi, Selasa (9/12/2025).

    Hingga saat ini pemeriksaan telah dilakukan terhadap pemilik gedung pada Sabtu (13/12/2025), namun hasilnya masih belum ditemukan adanuya unsur kelalaian.

    “Masih dicari, masih perlu pendalaman,” ujar Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Roby Heri Saputra, Rabu (17/12/2025).

    Pemilik gedung yang berinisial N itu juga mengakui tidak memiliki tangga darurat, namun dirinya mengeklaim telam memiliki izin dan sertifikat kelaikan penggunaan atas gedung tersebut yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta era gubernur Joko Widodo (2014) dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (2015).

    “Ya, memang benar, memang begitu keadaannya (tidak ada tangga darurat), tapi izin mendirikan bangunan sama sertifikat laik fungsi itu keluar antara sekitar tahun 2014 dan 2015,” tutur Roby.

    Lebih lanjut, terkait rencana pemanggilan kembali pihak pemilik gedung, Roby mengatakan pemilik gedung akan dipanggil kembali, namun setelah mendengar pendapat dari para ahli.

    “Nanti kita dengar dulu pendapat saksi-saksi ahli, baru kalau memang perlu pendalaman lagi, kita panggil lagi,” tutur Roby.

    Sebelumnya, kepolisian mengungkapkan tidak ada standar operasional prosedur (SOP) terkait penyimpanan barang mudah terbakar di Ruko Terra Drone yang terbakar dan menewaskan 22 orang.

    “Hasil penyelidikan kami menemukan fakta bahwa tidak ada SOP terkait dengan penyimpanan baterai mudah terbakar,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro, Jumat (12/12/2025).

    Dia menyebutkan perusahaan tidak memisahkan antara baterai rusak, baterai bekas maupun baterai yang bagus. Semua dijadikan satu.

    Selain itu, ruang penyimpanan hanya berukuran sekitar 2×2 meter persegi, tanpa ventilasi dan ketahanan terhadap api. Bahkan, generator (genset) dengan potensi panas berada di area yang sama. 

  • Gatot Nurmantyo: Secara De Facto Listyo Sigit Presiden, De Jure Prabowo, Keduanya Dikendalikan Jokowi

    Gatot Nurmantyo: Secara De Facto Listyo Sigit Presiden, De Jure Prabowo, Keduanya Dikendalikan Jokowi

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia, Gatot Nurmantyo menyebut Preside Prabowo Subianto hanya presiden secara de jure. Secara de facto adalah Listyo Sigit Prabowo.

    Itu diungkapkan eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara Muhammad Said Didu. Mengutip pernyataan Gatot.

    “Pernyataan Jendral TNI (Purn) Gatot Nurmantyo: secara De Jure, Prabowo adalah Presiden tapi secara de Facto Presiden adalah Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (Kapolri) yang keduanya dikendalikan oleh Jokowi,” tulis Didu dikutip dari unggahannya di X, Rabu (17/12/2025).

    Ungkapan Didu itu berdasar pada pidato Gator yang diunggah di YouTube Hesubeno Point. Di situ, Gatot memulai piadtonya dengan membahas Jokowi.

    “Pak Jokowi ini tidak menyerahkan kedaulatan pada Prabowo. Karena kedaulatan, baik itu politik, ekonomi, kemudian hukum, sumber daya alam, dan wilayah sebagian sudah diberikan kepada oligarki,” kata Gatot.

    “Sehingga wajar ketika terjadi lemahnya supremasi hukum, rusaknya etika kekuasaan, memburuknya tata kelola keamanan, serta meningkatnya ketimpangan sosial dan kecemasan generasi muda,” tambahnya.

    Dia pun mengingatkan kepada penguasa har ini. Bahwa negara runtuh karena akumulasi pembiaran sistemik.

    “Kami menegaskan dengan tegas, persoalan Gibran bukankalah menang Pemilu. Ini adalah etika kekuasaan dan konstitusionalisme,” ucapnya.

    “Pencalonan Gibran bukan kecelakaan hukum, ia dalah hasil dari pembengkokan konstitusi, penyalahgunaan Mahkamah Konstitusi, dan normalisasi politik dinasti,” sambungnya.
    (Arya/Fajar)

  • 3 Orang Diusir dari Ruangan

    3 Orang Diusir dari Ruangan

    GELORA.CO –  Ahmad Khozinudin, pengacara kubu pakar telematika Roy Suryo, mengklaim ada tiga orang yang diusir dari ruang gelar perkara khusus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).

    Khozinudin mengatakan tiga orang itu memang seharusnya tidak berada di ruang gelar perkara lantaran tidak punya kepentingan.

    “Kemarin dalam proses gelar perkara ada orang yang tidak punya kepentingan, tidak punya kapasitas, tidak punya legal standing, hadir di situ,” kata Khozinudin dalam siniar Forum Keadilan yang tayang di YouTube, Rabu, (17/12/2025).

    Khozinudin menyebut ketiganya diusir atau dikeluarkan dari ruang gelar perkara setelah dia keberatan atas keberadaan mereka.

    Salah satu orang itu adalah Ketua Umum Jokowi Mania Andi Azwan yang diusir pada sesi pertama. Menurut Khozinudin, Andi tidak punya urusan dalam gelar perkara.

    “Apa urusannya? Ini bukan urusan politik. Bukan urusan dukung-mendukung. Bukan urusan relawan-relawan. Ini proses penegakan hukum,” kata Khozinudin.

    Menurut Khozinudin, akhirnya Andi sadar diri dan memutuskan meninggalkan ruangan sebelum diusir paksa.

    Pada sesi kedua ada dua orang yang menurut Khozinudin diusir. Mereka adalah Zevrijn Boy Kanu (Ketua Umum Peradi Bersatu) dan Ade Darmawan (Sekjen Peradi Bersatu).

    “Saya pikir di sesi pertama dia (Boy Kanu) sudah diverifikasi. Ternyata dia, walaupun dari organisasi, belum diverifikasi sebagai peserta dalam perkara ini. Kan tidak ada urusannya,” kata Khozinudin.

    Dia berkata laporan dalam kasus yang menjerat Roy Suryo bersifat pribadi. Kemudian, dia berujar bahwa organisasi itu bukan subyek hukum dalam aspek pidana, kecuali perdata.

    “Jadi, meminjam istilah masyarakat, tiga orang diusir dari gelar perkara khusus: Andi Azwan, kemudian Boy Kanu, Ade Darmawan,” ucap Khozinudin sembari tersenyum lebar.

    Menurut Khozinudin, selama ini kubu Jokowi selalu menuding bahwa kubu Roy Suryo memiliki agenda politik dalam kasus tudingan ijazah palsu. Padahal, kata dia, yang dilakukan kubu Roy murni untuk keperluan penegakan hukum.

    Adapun gelar perkara khusus di atas dilakukan oleh Polda Metro Jaya setelah kubu Roy memintanya agar kasus yang menjeratnya menjadi terang benderang dan diketahui masyarakat.

    Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, gelar perkara adalah kegiatan penyampaian penjelasan tentang proses penyelidikan dan penyidikan oleh Penyidik kepada peserta gelar dan dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendapatkan tanggapan/masukan/koreksi guna menghasilkan rekomendasi untuk menentukan tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan.

    Saat ini Roy Suryo dan beberapa orang lainnya, termasuk pakar forensik digital Rismon Hasiholan Sianipar dan dokter Tifauzia Tyassuma, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Mereka menuding ijazah Jokowi palsu.

    Andi Azwan menanggapi tudingan diusir

    Dugaan pengusiran beberapa orang dari ruangan gelar perkara turut disinggung oleh Roy Suryo. Roy menyebut Andi Azwan sebagai salah satu orang yang diusir.

    Dalam acara Rakyat Bersuara di iNews, Selasa, (16/12/2025), Andi tampak tertawa begitu mendengar tudingan Roy Suryo. Andi kemudian mengklarifikasi tudingan bahwa dia diusir.

    Andi menyebut Roy tidak hadir pada termin atau sesi pertama karena pakar telematika itu hadir pada termin kedua.

    “Kita yang pertama. Kita hadir. Saya bersama salah satu saksi pelapor yang adalah Ketua Umum JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan) Mas Maret Samuel Sueken, yang meminta saya untuk mendampingi. Hadirlah saya di situ,” kata Andi.

    Menurut Andi, pengacara Roy yang bernama Ahmad Khozinudin keberatan melihat ada Andi di ruang gelar perkara.

    “Dia (Khozinudin) langsung, tuh, ‘Kenapa ada di situ. Tidak boleh,’” kata Andi.

    “Jadi, saya mendampingi, tapi ada yang keberatan.”

    Karena ada yang keberatan dengan keberadaannya, Andi memutuskan menyalami semua orang di sana dan memutuskan keluar dari ruang gelar perkara.

    Setelah keluar, Andi mengaku tidak pergi, tetapi berada di samping ruangan untuk mendengarkan gelar perkara yang dilakukan.

    “Jadi, artinya apa yang dikatakan ini adalah bohong belaka karena dia (Roy) tidak ada di sana,” ucap Andi.

    Andi mengklaim Roy baru hadir pada termin kedua dan mendengar cerita dugaan pengusiran itu dari Khozinudin.

    Sementara itu, Roy mengakui bahwa dia tidak hadir pada sesi yang pertama lantaran dia hanya diundang menghadiri sesi kedua. Dia mengaku tidak akan “nyelonong” kalau tidak diundang.

    “Orang ini (Andi) nyelonong-nyelonong, diusir,” ujar Roy yang mendesak Andi mengakui bahwa dia diusir.

    Lalu, Andi mengatakan Roy hanya “omon-omon”.

  • Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

    Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

    GELORA.CO -Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa mengaku konsisten meyakini bahwa ijazah mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi adalah palsu.

    Penegasan Dokter Tifa ini disampaikan melalui  akun X pribadinya, dikutip Rabu 17 Desember 2025, terkait langkah penyidik yang memperlihatkan ijazah yang diklaim milik Jokowi kepada para tersangka dalam Gelar Perkara Khusus pada Senin 15 Desember 2025.

    “Ditunjukkannya ijazah itu, yang hanya berlangsung kurang dari 10 menit. Dan berbagi adu kepala dengan puluhan orang yang hadir. Tidak ada proses observasi, penelitian,  pengkajian yang memadai dengan waktu sependek itu. Apalagi kami dilarang menyentuh, memegang,  meraba, dan menguji selembar kertas yang disebut ijazah tersebut,” kata Dokter Tifa.

    Padahal, Dokter Tifa sudah meminta agar  ijazah ditunjukkan di saat awal gelar perkara. Tetapi dipenuhi di saat terakhir, setelah enam jam diskusi yang sangat melelahkan. 

    “Dilakukan hampir tengah malam. Ketika otak sudah lelah berpikir,” kata Dokter Tifa. 

    Menurut Dokter Tifa, masyarakat harus paham dan tidak boleh terjebak dalam ilusi transparansi yang sedang dimainkan ini.

    “Sebab, ini bukan soal asli dan tidaknya ijazahnya tersebut. Pembuktian  keaslian ijazah bagi RRT sudah selesai. Sudah kami tuntaskan secara science-based,” kata Dokter Tifa.

    “Ini adalah  perang konsistensi. RRT tetap konsisten dengan hasil penelitiannya.

    Jokowi tetap konsisten dengan kebohongannya,” sambungnya.

    Dokter Tifa mengingatkan bahwa ijazah bukan dokumen tunggal yang berdiri sendiri. Ada transkrip nilai yang amburadul, skripsi yang muncul tahun 2108, KKN yang terjadi dua kali, kartu  registrasi masuk ke prodi Sarjana Muda dan bukan prodi Sarjana, dan  700 dokumen lainnya yang disita Polda dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    “Untuk saya, dr Tifa, semua bahan itu adalah tanda kegiatan penelitian kami akan  terus berlanjut,” pungkas Dokter Tifa. 

  • Evaluasi Akhir Tahun KAMI Gibran Jadi Wapres Hasil Pembengkokan Konstitusi

    Evaluasi Akhir Tahun KAMI Gibran Jadi Wapres Hasil Pembengkokan Konstitusi

    GELORA.CO -Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sehingga menjadi Wapres mendampingi Presiden Prabowo Subianto bukanlah kecelakaan hukum, melainkan hasil hasil dari pembengkokan konstitusi.

    Hal ini ditegaskan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo dalam evaluasi akhir tahun KAMI yang ditayangkan Youtube Refly Harun, Selasa 16 Desember 2025. 

    “KAMI menegaskan dengan tegas persoalan Jokowi Gibran bukan soal menang atau kalah pemilu 

    Ini adalah krisis etika dan kekuasaan dan konstitusi,” kata Gatot. 

    Ini adalah krisis etika dan kekuasaan dan konstitusi,” kata Gatot. 

    Menurut Gatot, penyalahgunaan Mahkamah Konstitusi dan normalisasi politik dinasti, berakibat serius terhadap bangsa ini.

    “Presiden Prabowo memulai pemerintahan dengan beban legitimasi yang tidak dia ciptakan, tetapi harus dia tanggung di hadapan rakyat,” kata Gatot. 

    Sehingga, kata Gatot, publik dipaksa melihat peran Wapres Gibran yang belum optimal. Dalam persepsi publik yang berkembang, masyarakat masih kesulitan melihat peran strategis Wapres dalam mengendalikan kebijakan nasional. 

    “Wapres lebih dipersepsikan hadir secara simbolik,” kata Gatot.

  • Jokowi Tidak Utuh Serahkan Kedaulatan ke Prabowo

    Jokowi Tidak Utuh Serahkan Kedaulatan ke Prabowo

    GELORA.CO -Transisi kekuasaan dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi kepada Presiden Prabowo Subianto tidak berlangsung normal, karena negara dalam kondisi tidak sehat.

    Demikian penegasan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo dalam evaluasi akhir tahun KAMI yang ditayangkan Youtube Refly Harun, Selasa 16 Desember 2025. 

    Selain itu, di mata Gatot, Jokowi tidak pernah menyerahkan kedaulatan secara utuh kepada Prabowo meski telah menjadi orang nomor satu di Indonesia.

    “Karena kedaulatan politik, ekonomi, hukum, dan wilayah sebagian sudah diberikan kepada oligarki,” kata Gatot.

    Sehingga, kata Gatot, wajar apabila terjadi lemahnya supremasi hukum, rusaknya etika kekuasaan, memburuknya tata kelola keamanan, serta meningkatnya ketimpangan sosial dan kecemasan generasi muda.

    “Ingat, negara tidak runtuh karena satu kebijakan keliru, melainkan oleh akumulasi pembiaran sistemik,” kata Gatot.

    Hal itulah, lanjut Gatot, yang sedang dihadapi Indonesia saat ini

  • KPK Telusuri Kerugian Negara di Kasus Kuota Haji

    KPK Telusuri Kerugian Negara di Kasus Kuota Haji

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya dugaan kerugian negara, karena transaksi jual beli kuota haji khusus dan furoda.

    Kemarin, KPK telah memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, Selasa (16/12/2025) di Gedung Merah putih KPK, Jakarta Selatan. Selain Yaqut, penyidik lembaga antirasuah juga memeriksa 7 pihak dari asosiasi penyelenggara ibadah haji.

    “Fokus pemeriksaan hari ini terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara, sehingga dalam proses pemeriksaan yang dilakukan bersama-sama antara penyidik juga dengan auditor BPK,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

    Budi menjelaskan para terperiksa juga didalami terkait rangkaian proses penyelanggaraan ibadah haji oleh asosiasi. Di sisi lain, Yaqut telah diperiksa sekitar 8 jam oleh penyidik KPK. Dia keluar dari ruang pemeriksaan pukul 20.13 WIB.

    Yaqut irit bicara ketika dicecar oleh wartawan. Dia hanya mengatakan segala meteri penyidikan diajukan kepada penyidik.

    “Saya sudah memberikan keterangan kepada penyidik nanti lengkapnya tolong ditanyakan langsung ke penyidik, ya,” kata Yaqut.

    Setelahnya, dia langsung bergegas menuju mobil untuk pulang. Adapun ini merupakan pemeriksaan ketiga kalinya dari tahap penyelidikan hingga penyidikan.

    Diketahui, kasus ini merupakan dugaan penyelewengan pembagian kuota haji era Presiden ke-7 Joko Widodo. Pada 2023, dia bertemu dengan pemerintah Arab Saudi agar Indonesia memperoleh kuota haji tambahan. Alhasil pemerintah Arab Saudi memberikan 20 ribu kuota haji tambahan.

    Pembagian kuota berdasarkan aturan sebesar 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. KPK menduga para asosiasi dan travel yang mengetahui informasi itu menghubungi Kementerian Agama untuk mengatur pembagian kuota.

    Pembagian berubah menjadi 50% kuota haji reguler dan 50% kuota haji khusus. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 tahun 2024 yang diteken oleh Yaqut.

    Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji, mulai dari proses pembagian kuota dan aliran dana.

    Setelah melakukan serangkaian penyeledikan, KPK menaikan status perkara menjadi penyidikan pada 9 Agustus 2025. KPK mengendus adanya transaksi jual-beli kuota haji, di mana kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta dan haji furoda mencapai Rp1 miliar.