Tag: Johan Rosihan

  • Ini Beda Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi, Johan: Jangan Disamakan Nanti Bisa Menyesatkan – Halaman all

    Ini Beda Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi, Johan: Jangan Disamakan Nanti Bisa Menyesatkan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pagar laut yang terbuat dari bambu menghebohkan rakyat Indonesia.

    Jika sebelumnya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer ditemukan di perairan Tangerang, Banten.

    Kini, pagar laut serupa ditemukan di perairan Bekasi, Jawa Barat.

    Temuan terbaru pagar laut di perairan Bekasi ini memicu berbagai spekulasi dan pertanyaan.

    Pagar ini membentang sepanjang 8 kilometer di dua sudut wilayah Tarumajaya, pesisir utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Pagar laut di Bekasi ini memiliki struktur unik yang berbeda dari pagar laut di Tangerang.

    Baca juga: 3 Pihak Disebut Pemilik Pagar Laut Tangerang: 1 Membantah, 1 Mengklaim, 1-nya Lagi Misterius

    Struktur pagar bambu di Bekasi tampak menopang gundukan tanah, membentuk garis panjang menyerupai tanggul, dengan bagian tengahnya terdapat perairan menyerupai sungai.

    Tayum, seorang nelayan setempat, mengungkapkan bahwa pembangunan pagar laut ini telah berlangsung selama enam bulan terakhir.

    Bahkan untuk membuat pagar laut di Bekasi itu melibatkan tiga alat berat ekskavator yang bekerja siang dan malam untuk mengeruk tanah laut.

    Tanah yang dikeruk kemudian digunakan untuk menguruk sela-sela bambu yang tertancap, membentuk struktur menyerupai tanggul.

    “Iya, sudah enam bulan belakangan ini (keberadaan bambu misterius tersebut),” ujar Tayum,  Senin (13/1/2025) dikutip dari Kompas.com.

    Lalu Apa Beda Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi?

    Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menilai pagar laut di Bekasi dan Tangerang berbeda.

    Sehingga jika menyamakannya merupakan tindakan menyesatkan.

    Menurutnya, pemagaran laut di perairan Tangerang, Banten berbeda dengan yang ada di pesisir Bekasi, Jawa Barat.

    “Pemagaran di Tangerang Utara adalah persoalan serius yang merugikan masyarakat nelayan dan hingga kini belum jelas siapa pihak yang bertanggung jawab,” tuturnya dikutip dari Kompas.TV, Selasa (14/1/2025).

    Lalu bagaimana dengan pagar laut di Bekasi?

    “Sedangkan pemagaran di Bekasi jelas bertujuan untuk konservasi mangrove dan pengendalian abrasi,” tambah dia.

    Ia menegaskan  pemagaran di Bekasi bertujuan konservasi lingkungan yang melibatkan masyarakat lokal.

    “Pemagaran di Bekasi adalah contoh pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dan mendukung ekosistem, bukan pembatasan akses nelayan seperti yang terjadi di Tangerang,” tuturnya.

    “Mencoba menyamakan keduanya adalah tindakan menyesatkan dan salah satu upaya membiaskan isu pagar misterius Tangerang Utara,” tegas Johan.

    Pagar laut di Tangerang Berdampak Buruk ke Nelayan

    Sebaliknya, kata dia,  pagar laut yang ada di perairan Tangerang disebutnya membawa dampak buruk bagi nelayan kecil terhadap akses area penangkapan ikan.

    Untuk itu, dia mendesak Pemerintah dan pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus pemagaran laut yang berada di perairan Tangerang.

    “Kami menolak segala upaya pengalihan isu atau pembenaran yang mencoba membingkai tindakan ini sebagai hal yang positif. Hak-hak nelayan harus dilindungi, dan pihak yang bertanggung jawab atas pemagaran misterius ini harus diungkap,” bebernya.

    Dalam keterangan itu, ia juga menyatakan  komitmennya mengawal kasus pemagaran laut di Tangerang dan memastikan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir berpihak pada masyarakat.

    Dikutip dari Kompas.TV, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menduga pemagaran laut di Tangerang merupakan bagian dari proyek reklamasi. 

    Walhi menilai pemerintah seharusnya mengetahui dan menindak pelanggaran tersebut.

    Baca juga: Kata PIK 2 soal Pagar Misterius di Laut Tangerang

    Pemerintah Sedang Investigasi

    Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  meminta masyarakat untuk bisa menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

    Investigasi ini pun tak hanya dilakukan KPP sendiri, tetapi juga melibatkan pemerintah daerah setempat.

    “Kita ikuti, Kementerian Kelautan juga tengah melakukan investigasi bersama berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah setempat,” kata AHY dilansir Kompas TV, Senin (13/1/2025).

    Lebih lanjut, AHY pun berharap agar pembuat atau pemilik pagar laut ini bisa segera diketahui.

    “Mudah-mudahan bisa diketahui segera (pembuat pagar laut),” imbuh Ketum Partai Demokrat itu.

    Selanjutnya AHY pun ingin berfokus dalam pembangunan di berbagai sektor.

    AHY juga menginginkan adanya kepastian hukum kepada masyarakat, salah satunya dalam kasus pagar laut misterius ini.

    Menurut AHY tidak boleh ada lagi kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum di tengah masyarakat.

    “Yang jelas kita ingin fokus pada pembangunan di berbagai sektor dan juga ingin menghadirkan kepastian hukum.”

    “Dan tidak boleh ada hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum,” kata AHY.

    Sumber: Tribunnews.com/Kompas.TV/Kompas.com

     

     

  • Anggota Komisi IV tegaskan pemagaran laut di Tangerang dan Bekasi beda

    Anggota Komisi IV tegaskan pemagaran laut di Tangerang dan Bekasi beda

    … pemagaran di Bekasi jelas bertujuan untuk konservasi mangrove dan pengendalian abrasi

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan pemagaran laut yang berada di perairan Tangerang, Banten, dengan yang berada di pesisir Bekasi, Jawa Barat adalah dua hal yang berbeda.

    “Pemagaran di Tangerang Utara adalah persoalan serius yang merugikan masyarakat nelayan dan hingga kini belum jelas siapa pihak yang bertanggung jawab, sedangkan pemagaran di Bekasi jelas bertujuan untuk konservasi mangrove dan pengendalian abrasi,” kata Johan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikannya menanggapi munculnya respons publik yang mencoba untuk membandingkan pemagaran laut di Bekasi dengan tindakan pemagaran laut di Tangerang yang menyita perhatian publik beberapa waktu belakangan.

    “Mencoba menyamakan keduanya adalah tindakan menyesatkan dan salah satu upaya membiaskan isu pagar misterius Tangerang Utara,” ucapnya.

    Dia menyebut bahwa pemagaran di Bekasi memiliki tujuan konservasi lingkungan yang melibatkan masyarakat lokal.

    “Pemagaran di Bekasi adalah contoh pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dan mendukung ekosistem, bukan pembatasan akses nelayan seperti yang terjadi di Tangerang,” katanya.

    Sebaliknya, kata dia, pemagaran laut di Tangerang membawa dampak buruk bagi nelayan kecil terhadap akses area penangkapan ikan.

    Di samping itu, dia menyoroti pula kurangnya transparansi terkait izin dan tujuan pemagaran laut di perairan Tangerang tersebut.

    Untuk itu, dia mendesak Pemerintah dan pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus pemagaran laut yang berada di perairan Tangerang.

    “Kami menolak segala upaya pengalihan isu atau pembenaran yang mencoba membingkai tindakan ini sebagai hal yang positif. Hak-hak nelayan harus dilindungi, dan pihak yang bertanggung jawab atas pemagaran misterius ini harus diungkap,” tuturnya.

    Dia pun menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kasus pemagaran laut tersebut dan memastikan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir berpihak pada masyarakat serta berlandaskan keberlanjutan.

    Sebelumnya, marak pemberitaan adanya pemagaran di laut berbahan bambu di perairan pesisir utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Jejeran bambu tersebut membentuk garis panjang menyerupai tanggul, dengan hamparan perairan di tengahnya yang mirip sungai.

    Adapun pada Kamis (9/1), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tanpa izin sepanjang 30,16 kilometer (km) yang ada di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono menyampaikan bahwa penyegelan dilakukan, karena pemagaran tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Desak Usut Pemagaran Laut Tangerang, DPR: Berpotensi Rusak Ekosistem

    Desak Usut Pemagaran Laut Tangerang, DPR: Berpotensi Rusak Ekosistem

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan, meninjau langsung pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang. Kunjungan itu dilakukan untuk mengevaluasi dampak pemagaran yang dikhawatirkan mengganggu akses nelayan serta merusak ekosistem laut.

    Menggunakan perahu dari Dermaga Tanjung Pasir, Teluk Naga, Johan menyusuri perairan tersebut pada Rabu (8/1). Ia terkejut melihat panjang pemagaran yang menurutnya bisa lebih dari 30 kilometer. “Saya ke lokasi Dermaga Tanjung Pasir di Teluk Naga, Tangerang. Informasi dari warga menyebutkan bahwa setelah urukan selesai, akan ada penambahan sekitar 5 kilometer lagi ke arah kanan dari pagar yang ada sekarang,” ungkap Johan kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).

    Menurut Johan, pemagaran laut ini harus segera ditelusuri lebih lanjut oleh pemerintah. Ia menilai pembatasan akses perairan tersebut tidak hanya menyulitkan nelayan mencari nafkah tetapi juga berpotensi merusak ekosistem laut. “Pemagaran sepanjang ini menghambat akses nelayan. Berdasarkan undang-undang, pembatasan semacam ini termasuk pelanggaran hukum,” ujarnya.

    Selain itu, Johan menyoroti pentingnya kejelasan soal izin dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dari proyek tersebut. Hingga kini, pihaknya belum mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pemagaran tersebut. “Belum ada kejelasan soal perizinan dan AMDAL. Ini jelas potensi pelanggaran hukum, dan siapa pun yang bertanggung jawab harus diproses sesuai aturan,” tegasnya.

  • Pelanggaran Hak Nelayan dan Masyarakat Pesisir

    Pelanggaran Hak Nelayan dan Masyarakat Pesisir

    loading…

    Pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang menimbulkan keanehan di kalangan masyarakat. Foto: Instagram

    TANGERANG – Pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang menimbulkan keanehan di kalangan masyarakat. Hal inilah yang memicu Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Johan Rosihan melakukan inspeksi mendadak (sidak) menggunakan kapal nelayan.

    Menurut dia, pemagaran laut dengan bambu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak nelayan dan masyarakat pesisir. “Pemerintah harus segera memastikan legalitas tindakan ini dan mengambil langkah tegas jika terbukti melanggar aturan,” ujar Johan, Kamis (9/1/2025).

    Baca Juga

    Jika pagar ini didirikan tanpa izin atau tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial, tindakan pagar laut berpotensi melanggar hukum dan pelakunya dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.

    Dia mengingatkan pemanfaatan wilayah pesisir harus dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat. Hal itu sebagaimana tertera dalam UU Nomor 27 Tahun 2007.

    “Nelayan adalah tulang punggung ekonomi pesisir. Hak mereka atas akses laut harus dilindungi. Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa pengelolaan laut harus mengutamakan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat,” ucap Johan.

    (jon)

  • Program Makan Bergizi Gratis Berpotensi Perkuat Swasembada Pangan

    Program Makan Bergizi Gratis Berpotensi Perkuat Swasembada Pangan

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan, menyampaikan sejumlah catatan strategis terkait pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) untuk mendukung visi Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada pangan. Catatan ini muncul menyusul keputusan pemerintah untuk mengimpor 200.000 ekor sapi dari Brasil guna mendukung program MBG.

    “Kita tidak boleh hanya fokus pada pelaksanaan jangka pendek. Program MBG ini harus menjadi motor penggerak untuk memperkuat produksi pangan lokal dan mencapai swasembada pangan secara bertahap. Ketergantungan pada impor adalah solusi instan yang tidak berkelanjutan,” ujar Johan kepada wartawan, Rabu (8/1/2025).

    Johan memberikan lima catatan strategis untuk memastikan program MBG mampu mendukung upaya swasembada pangan. Pertama, penguatan produksi lokal. Menurut dia, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor peternakan lokal melalui subsidi bagi peternak kecil, perbaikan distribusi pakan, dan fasilitasi peternakan modern berbasis komunitas.

    “Kedua, diversifikasi sumber protein, perlu produksi alternatif sumber protein seperti ikan, ayam, dan kambing untuk mengurangi ketergantungan pada sapi. Indonesia memiliki potensi besar di sektor perikanan dan peternakan unggas. Kita harus memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat,” jelas dia.

    Ketiga, kata Johan, pembangunan infrastruktur dan teknologi seperti cold storage, sistem irigasi, dan fasilitas produksi pakan. Keempat, perlindungan pasar lokal di mana pemerintah harus melindungi peternak lokal dari dampak impor dengan kebijakan tarif dan kuota impor yang ketat.

    “Kelima, edukasi dan diversifikasi konsumsi. Kami mengusulkan kampanye edukasi untuk mendorong masyarakat mengonsumsi pangan lokal yang beragam, seperti ikan air tawar, ayam, dan hasil tani lainnya,” imbuh dia.

    Lebih lanjut, Johan berharap program makan bergizi gratis menjadi bagian dari strategi besar menuju kemandirian pangan nasional. Dengan demikian, ketergantungan pada impor untuk mendukung program ini dapat diminimalkan.

    “Pemerintah harus memanfaatkan program makan bergizi gratis sebagai momentum untuk membangun sistem pangan nasional yang kuat, berkelanjutan, dan mandiri. Kita memiliki potensi besar dalam sumber daya manusia dan alam. Dengan kebijakan yang tepat, saya yakin Indonesia dapat mewujudkan swasembada pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Johan.

  • Anggota DPR Soroti Pemerintah Masih Impor Sapi untuk Program Makan Bergizi Gratis – Halaman all

    Anggota DPR Soroti Pemerintah Masih Impor Sapi untuk Program Makan Bergizi Gratis – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan memberikan catatan dan masukan terkait pelaksanaan program makan bergizi gratis yang saat ini menjadi salah satu inisiatif pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat.

    Meskipun program ini memiliki tujuan yang sangat baik, Johan menyoroti pentingnya memastikan keberlanjutan program melalui penguatan sektor pangan lokal dan kemandirian pangan nasional.

    “Program makan bergizi gratis adalah langkah yang sangat positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama kelompok rentan. Namun, kita tidak boleh hanya fokus pada pelaksanaan jangka pendek. Program ini harus menjadi motor penggerak untuk memperkuat produksi pangan lokal dan mencapai swasembada pangan secara bertahap,” ujar Johan di Jakarta, Selasa (7/1/2025).makan bergizi

    Johan mengungkapkan keprihatinannya atas keputusan Pemerintah yang masih bergantung pada impor bahan pangan, termasuk impor 200 ribu sapi dari Brasil untuk mendukung program ini. Menurutnya, ketergantungan pada impor bahan pangan memiliki sejumlah dampak negatif.

    Pertama Tekanan pada Anggaran Negara. Fluktuasi harga global dapat membebani anggaran, apalagi jika nilai tukar rupiah melemah. Kedua, Risiko Pasokan Global. Gangguan rantai pasok internasional, seperti krisis pangan atau kebijakan pembatasan ekspor dari negara lain, dapat mengancam keberlanjutan program.

    “Ketergantungan pada impor adalah solusi instan yang tidak berkelanjutan. Kita harus menjadikan program ini sebagai pendorong untuk memperkuat ketahanan pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan pangan impor,” tegas Johan.

    Johan menekankan pentingnya penguatan produksi lokal. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor peternakan lokal. Berikan subsidi kepada peternak kecil, perbaiki sistem distribusi pakan, dan fasilitasi peternakan modern berbasis komunitas.

    “Peternak lokal harus menjadi tulang punggung program ini,” ucaap Johan.

    Kedua, imbuhnya, diversifikasi sumber protein. Johan menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan pada sapi dengan mendorong produksi alternatif sumber protein seperti ikan, ayam, dan kambing. Indonesia memiliki potensi besar di sektor perikanan dan peternakan unggas.

    “Kita harus memanfaatkannya untuk mendukung kebutuhan protein masyarakat,” tutur Johan.

    Ketiga, lanjut Johan, infrastruktur dan teknologi. Pembangunan fasilitas seperti cold storage, sistem irigasi, dan fasilitas produksi pakan harus menjadi prioritas. Selain itu, pemerintah perlu memperkenalkan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi peternakan.

    “Keempat, perlindungan pasar lokal. Pemerintah perlu melindungi peternak lokal dari dampak impor melalui kebijakan tarif dan kuota impor yang ketat. Jangan biarkan pasar lokal kalah oleh produk impor. Peternak kita butuh dukungan nyata,” ujar Johan.

    Kelima, kata Johan, edukasi dan diversifikasi konsumsi. Johan juga mengusulkan kampanye edukasi untuk mendorong masyarakat mengonsumsi pangan lokal yang beragam, seperti ikan air tawar, ayam, dan hasil tani lainnya. Ia pun mengingatkan bahwa swasembada pangan adalah tujuan jangka panjang yang harus diperjuangkan bersama.

    “Program makan bergizi gratis ini harus menjadi bagian dari strategi besar untuk mencapai kemandirian pangan. Jika kita hanya mengandalkan impor, program ini akan menjadi pedang bermata dua yakni membantu masyarakat dalam jangka pendek, tetapi melemahkan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang,” pungkasnya.

     

  • PKS: PPN 12 Persen Berdampak Negatif ke Sektor Pertanian, Ancam Swasembada Pangan – Halaman all

    PKS: PPN 12 Persen Berdampak Negatif ke Sektor Pertanian, Ancam Swasembada Pangan – Halaman all

     

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Fraksi PKS Johan Rosihan menilai pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai Januari 2025 berdampak negatif terhadap sektor pertanian, kesejahteraan masyarakat, terutama petani kecil, termasuk target swasembada pangan.

    Menurut Johan, kenaikan PPN dapat membebani mereka karena peningkatan biaya produksi seperti pupuk, benih, dan alat pertanian.

    “Kebijakan ini juga berisiko, yang pertama meningkatkan harga produk pangan. Harga jual produk pertanian berpotensi naik, sehingga menurunkan daya beli masyarakat,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (25/12/2024).

    Johan menyoroti dampak kenaikan itu pada target swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah. 

    Menurut Legislator Komisi IV itu, kenaikan PPN bisa berpotensi pada ketergantungan impor .

    “Ketiga yaitu menghambat swasembada pangan. Ketergantungan pada impor bisa meningkat jika petani kehilangan insentif untuk meningkatkan produktivitas,” kata dia.

    Johan lantas meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ini dan mempertimbangkan untuk menunda implementasinya. Komisi IV pun, dikatakan Johan, siap berdialog khusus soal sektor agraria ini.

    Menurutnya, perlu juga langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak kenaikan PPN, di antaranya pengecualian terhadap barang strategis.

    “Jangan sampai kebijakan ini justru melemahkan sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional,” tandas Johan.

    Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12% per 1 Januari 2025,” tutur Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12).

    Airlangga menyampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1%, atau hanya dikenakan tarif 11% saja.

    Barang-barang pokok yang dikenakan tarif 11% yakni,  minyak goreng dengan kemasan Minyakita, tepung terigu dan gula industri.

    “Jadi stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan dan minuman yang peranannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi yakni 36,3%, juga tetap 11% (tarif PPN),” ungkapnya.

    Airlangga menyampaikan, pemerintah juga menerapkan pengecualian objek PPN. 

    Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:

    Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi.

    Kemudian, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja.

    Lalu, vaksin, buku pelajaran dan kitab suci, air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap).

    Berikutnya, tarif listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
    Rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS.

    Lalu, sektor jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional, ,esin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan.

    Selain itu juga komoditi bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak, minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi, emas batangan dan emas granula serta enjata/alutsista dan alat foto udara

    “Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat PPN diberikan fasilitas atau 0%. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan telur, sayur, susu, jasa pendidikan, angkutan umum, seluruhnya bebas PPN,” terangnya.