Tag: Jimly Asshiddiqie

  • Tim Reformasi Polri Buka Layanan Hotline, Siap Tampung Masukan Masyarakat

    Tim Reformasi Polri Buka Layanan Hotline, Siap Tampung Masukan Masyarakat

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Percepatan Reformasi Polri membuka hotline bagi masyarakat yang ingin memberikan masukan soal rekomendasi untuk Polri.

    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie mengatakan masyarakat yang ingin memberikan rekomendasi atau masukan bisa dikirim melalui WhatsApp maupun email.

    Nomor WA hotline tim reformasi Polri itu adalah 0813-1797-771. Kemudian, untuk email bisa dikirim ke Sekretariat.reformasikepolisian@gmail.com. 

    “Jadi kami bikin WA sendiri WA sekretariat untuk menampung masukan baik yang tertulis, kan setebal-tebalnya kan bisa ditulis sekarang baik melalui email maupun melalui WA,” ujar Jimly di PTIK, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Di samping itu, Jimly menjelaskan bahwa dalam satu bulan ini pihaknya bakal terus menampung tiap masukan dari sejumlah pihak terkait dengan Polri ke depannya.

    Setelah itu, pihaknya bakal merumuskan kebijakan untuk nantinya bakal diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto.

    “Pokoknya bulan pertama kami buka telinga dulu, buka mata. Nanti kami 10 orang punya ini punya pendapat sendiri-sendiri, mulai kasak-kusuk ini. Cuma belum bisa membuat keputusan sebagai institusi. Belum. Kita denger aja dulu,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, sejauh ini tim reformasi Polri telah menerima audiensi dengan sejumlah pihak. Salah satunya, dari Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang diprakarsai istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid pada Kamis (13/11/2025).

  • 4
                    
                        Refly Harun Cs "Walk Out", Jimly Asshiddiqie: Saya Hargai Sikapnya, Itu Aktivis Sejati
                        Nasional

    4 Refly Harun Cs "Walk Out", Jimly Asshiddiqie: Saya Hargai Sikapnya, Itu Aktivis Sejati Nasional

    Refly Harun Cs “Walk Out”, Jimly Asshiddiqie: Saya Hargai Sikapnya, Itu Aktivis Sejati
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menghargai sikap
    walk out
    yang dilakukan Refly Harun bersama sejumlah tokoh masyarakat sipil dalam audiensi terkait reformasi Polri di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Rabu (19/11/2025).
    Jimly menghormati keputusan tersebut dan menyebutnya sebagai ekspresi sah dari seorang aktivis.
    “Saya sebagai ketua komisi menghargai sikap dari
    Refly Harun
    . Itu aktivis sejati mesti gitu, dia tegas,” kata Jimly, dalam konferensi pers di PTIK, Rabu.
    Akan tetapi, ia menegaskan bahwa mereka juga semestinya menghargai bahwa audiensi tersebut tidak memperbolehkan tersangka untuk ikut berbicara.
    Adapun dalam audiensi itu, tiga orang tersangka kasus ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma alias Dr. Tifa, turut hadir dibawa oleh Refly Harun.
    “Tapi kita juga mesti menghargai bahwa forum ini telah sepakat bahwa tersangka jangan, walaupun aspirasi tetap kita dengar dan kita bicarakan,” ungkap Jimly.
    Diberitakan sebelumnya, akademisi dan pakar hukum tata negara, Refly Harun, bersama sejumlah perwakilan masyarakat sipil, melakukan
    walk out
    dari audiensi dengan Komisi Percepatan
    Reformasi Polri
    di PTIK, Jakarta, Rabu.
    Refly mengatakan, keputusan
    walk out
    diambil setelah Komisi Reformasi keberatan terhadap kehadiran tiga peserta yang sedang berstatus tersangka, yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma (Tifa), atau yang mereka sebut sebagai kelompok RRT.
    Menurut Refly, pihak panitia semula telah mengundang dirinya beserta 18 nama lain yang diajukan kelompok masyarakat sipil.
    Namun, muncul penolakan dari Komisi, salah satunya dari anggota, mantan Kapolri Jenderal (Purn) Idham Azis.
    “Memang kami
    walk out
    karena ada 18 orang yang tertera dalam undangan yang kami ajukan. Ini mereka mengundang kita, Refly Harun dan kawan-kawan, kemudian ada 18 orang yang namanya dicatatkan untuk diundang. Dan rupanya ada keberatan dari tim, yang diperkuat mantan Kapolri Idham Azis yang mengatakan kalau tersangka tidak boleh ikut, opsinya keluar,” kata Refly, saat ditemui.
    Refly menegaskan, pihaknya memilih keluar dari forum tersebut sebagai bentuk solidaritas apabila tiga orang tersebut dipersilakan meninggalkan ruangan.
    “Berdasarkan solidaritas kita, kalau RRT (Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauziah Tyassuma) keluar, maka kita keluar,” ungkap dia.
    Refly menegaskan bahwa pertemuan itu tidak secara eksklusif membahas kasus yang menjerat tiga orang tersebut, termasuk dugaan ijazah palsu, melainkan mencakup isu-isu lain bersama para purnawirawan TNI dan tokoh masyarakat sipil.
    Namun, ia menilai kasus-kasus belakangan ini, termasuk pelaporan terhadap RRT, menjadi bagian dari persoalan yang penting untuk disampaikan dalam konteks reformasi Polri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua Reformasi Polri Jimly Beberkan Alasan Tolak Roy Suryo Cs Ikut Audiensi

    Ketua Reformasi Polri Jimly Beberkan Alasan Tolak Roy Suryo Cs Ikut Audiensi

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Percepatan Reformasi Polri menjelaskan soal alasan menolak Roy Suryo Cs dalam audiensi di STIK-PTIK, Jakarta, hari ini Rabu (19/11/2025).

    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie mengatakan alasan pihaknya menolak Roy dkk diikutkan dalam audiensi tim Reformasi karena berstatus tersangka.

    Jimly mengungkap nama yang diajukan oleh Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun berbeda dengan nama yang diajukan dengan nama yang akan mendatangi audiensi.

    “Nah, tapi khusus untuk pak Refly dan kawan-kawan, nama yang datang tadi ternyata tidak sama dengan daftar surat yang diajukan kepada kami,” ujar Jimly di PTIK, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Dia menceritakan, saat menemukan perbedaan itu dirinya langsung menggelar rapat tim reformasi secara internal. Dalam rapat itu, tim reformasi sepakat bahwa orang yang berstatus tersangka tidak bisa ikut dalam audiensi itu. Setelahnya, Jimly langsung menghubungi Refly agar Roy Suryo Cs tidak perlu diikutsertakan. 

    Di samping itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) juga mengakui bahwa orang yang berstatus tersangka belum terbukti bersalah. Namun, pelibatan tersangka dalam audiensi ini dinilai telah melanggar etika yang ada.

    “Kami harus menghargai menghormati proses hukum yang sudah jalan. [Memang] Belum terbukti dia salah, tapi kita juga harus memegang etika,” tutur Jimly.

    Senada dengan pernyataan Refly Harun, Jimly juga menyatakan bahwa Roy Suryo Cs juga telah diberikan dua pilihan. Bisa hadir tapi tidak bisa ikut terlibat dalam audiensi atau keluar dari ruang audiensi.

    Diberikan pilihan itu, Roy Suryo Cs memilih keluar dari ruangan. Sikap itu pun juga dilakukan oleh Refly Harun Dkk. Dalam hal ini, Jimly menyatakan bahwa dirinya menghargai sikap Refly dkk.

    “Saya sebagai ketua komisi menghargai sikap dari Refly Harun. Itu aktivis sejati mesti gitu, dia tegas. Tapi kita juga mesti menghargai juga bahwa forum ini telah sepakat yang tersangka jangan, walaupun aspirasi tetap kita dengar kita bicarakan,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, rombongan Refly Harun yang turut WO dalam audiensi ini diantaranya Roy Suryo; Rismon Sianipar; Tifauzia Tyassuma; M. Said Didu; Edy Mulyadi; Yanuar Aziz; hingga Nur Sam.

  • Momen Refly Harun Walk Out Usai Roy Suryo Cs Ditolak dalam Audiensi Reformasi Polri

    Momen Refly Harun Walk Out Usai Roy Suryo Cs Ditolak dalam Audiensi Reformasi Polri

    Bisnis.com, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun Dkk walk out (WO) alias keluar saat melakukan audiensi dengan tim reformasi Polri hari ini, Rabu (19/11/2025).

    Refly menjelaskan soal kronologi dari WO dalam audiensi ini. Awalnya, Refly mengaku diundang oleh tim reformasi Polri yang diketuai Jimly Asshiddiqie ke PTIK.

    Setelah itu, Refly mengajukan Roy Suryo Cs untuk dilibatkan dalam audiensi ini. Sebab, dalam undangan kepada Refly ada kata “dan lain-lain”. Refly pun mengatakan bahwa Jimly tidak keberatan dengan nama yang diajukan sejak awal.

    “Rupanya last minute, sebenarnya malam, Pak Jimly WA saya, mengatakan bahwa RRT tidak boleh masuk karena dalam status tersangka,” ujar Refly di PTIK, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Setelah itu, Refly mengaku tidak memberikan informasi soal kehadiran Roy Suryo Cs dalam acara audiensi itu. Sebab, menurutnya, audiensi ini bisa menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi terkait dugaan kriminalisasi Roy Suryo dkk.

    “Ketika datang, tentu kaget Pak Jimly. Saya mohon maaf untuk itu ya. Kalau memang didengar Pak Jimly, saya mohon maaf. Lalu, rupanya dikasih pilihan. Apakah keluar atau duduk di belakang,” imbuhnya.

    Refly mengungkap alasan pihaknya memilih WO karena Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifa Tifauziah (RRT) tidak diperkenankan untuk berdiskusi dalam forum tim Reformasi ini karena berstatus tersangka.

    Roy Suryo Cs telah diberikan pilihan untuk hadir dalam audiensi, namun di tempatkan di belakang atau keluar. Setelah itu, Roy Cs dan Refly kompak memilih keluar dari acara audiensi.

    “Dan rupanya ada keberatan dati tim, yang diperkuat mantan Kapolri Idham Azis yang mengatakan kalau tersangka tidak boleh ikut, opsinya keluar, ada juga opsi duduk di belakang tapi tidak ngomong. Tadi berdasarkan solidaritas kita, kalau RRT keluar, maka kita keluar,” pungkas Refly.

    Senada dengan Refly, Roy menyatakan bahwa dirinya tidak diperkenankan berbicara meski ada di dalam. Oleh karena itu, Roy Cs sepakat untuk keluar.

    “Maka kami sepakat untuk walk out ya. Jadi kami sekarang serahkan kepada masyarakat apa penilaian masyarakat pada tim yang harusnya menerima kami selaku semua yang ada,” tutur Roy.

    Sekadar informasi, rombongan Refly Harun yang turut WO dalam audiensi ini diantaranya Roy Suryo; Rismon Sianipar; Tifauzia Tyassuma; M. Said Didu; Edy Mulyadi; Yanuar Aziz; dan Nur Sam.

  • Kala Refly Harun dan Roy Suryo Cs Walk Out dari Audiensi Bersama Komisi Percepatan Reformasi Polri

    Kala Refly Harun dan Roy Suryo Cs Walk Out dari Audiensi Bersama Komisi Percepatan Reformasi Polri

    Liputan6.com, Jakarta – Audiensi Komisi Percepatan Reformasi Polri diwarnai aksi walk out. Sedianya, Refly Harun bersama Roy Suryo, Tifauziah Tyassuma, dan Rismon Sianipar datang untuk membahas tentang dugaan kriminalisasi dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Jokowi di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).

    Namun, mereka menilai diskusi tak adil karena peserta berstatus tersangka hanya diminta duduk tanpa diizinkan untuk menyampaikan pendapatnya.

    Pertemuan itu diinisiasi sendiri oleh Refly Harun. Ia menghubungi Ketua Komisi, Jimly Asshiddiqie. Undangan kemudian disetujui, dan rombongan hadir sesuai waktu yang dijadwalkan.

    Namun jelang hari-H, beberapa nama disebut dicoret dari daftar hadir, antara lain Roy Suryo, Tifauziah Tyassuma, dan Rismon Sianipar.

    Refly Harun tak mengubris, dan tetap mengajak mereka untuk ikut hadir. Bukan tanpa alasan, menurut Refly ini adalah forum publik. Apalagi, yang dibahas adalah kasus yang dialami oleh mereka bertiga.

    Setiba tiba di PTIK, Roy Suryo, Tifauziah Tyassuma, dan Rismon Sianipar justru diberi dua pilihan tetap berada di dalam tanpa hak bicara atau meninggalkan forum.

    “Rupanya mereka memilih keluar. Mayoritas ya,memilih keluar. Karena mereka memilih keluar, kita sebelum masuk sudah solidaritas. Kalau RRT keluar, kita juga keluar,” ujar Refly Harun.

    Tak hanya Refly dan Roy Cs, Edy Mulyadi yang akan membicarakan kasusnya ‘tempat jin buang anak’, Said Didu yang akan bicara soal pagar laut, Aziz Yanuar yang rencannya membahas kasus pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing atas enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, dan Habib Rizieq juga putusan untuk keluar

    “Ada beberapa yang tetap bertahan, terutama yang forum purnawirawan TNI. Sama ada teman civil society. Kira-kira dua komponen yang bertahan. Ada Habib Marathi juga tadi keluar. Jadi mayoritas keluar dengan temanya masing-masing,” ucap dia.

     

  • Nasib KY Setelah Dua Dekade dengan Kewenangan yang Semakin Minim

    Nasib KY Setelah Dua Dekade dengan Kewenangan yang Semakin Minim

    Nasib KY Setelah Dua Dekade dengan Kewenangan yang Semakin Minim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dua dekade lalu, lahir sebuah lembaga sebagai kehendak politik yang dituangkan dalam amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
    Lembaga ini termasuk dalam cita-cita
    reformasi
    sebagai orientasi
    checks and balances
    dalam sistem kekuatan kehakiman.
    Lembaga itu dinamakan
    Komisi Yudisial
    .
    Dalam buku Risalah KY yang diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia tahun 2013, KY digambarkan sebagai wujud pemikiran kekuasaan kehakiman yang merdeka dan tidak bisa dibiarkan tanpa kontrol sebagai wujud akuntabilitas.
    Independensi dan akuntabilitas menjadi dua sisi mata uang.
    Dalam konteks kebebasan
    hakim
    , harus ada perimbangan dengan pasangannya, yakni akuntabilitas.
    KY berada dalam latar belakang tersebut.
    Namun, setelah 20 tahun berdiri, apakah makna tersebut telah bergeser?
    Di mana peran KY dan bagaimana lembaga yang prematur ini bertahan dari gempuran dinamika politik di era reformasi?
    Ketua Komisi Yudisial RI, Amzulian Rifai, mengatakan bahwa refleksi dua dekade menjaga integritas hakim penuh dengan tantangan, salah satu tantangannya adalah
    kepercayaan publik
    .
    “Salah satu kekuatan negara-negara maju, di Australia misalnya, itu adalah
    trust
    publik. Itu bisa direfleksikan, antara lain, kalau dunia peradilan, adalah berapa banyak suatu kasus itu misalnya yang dikasasikan, berapa banyak tunggakan perkara,” kata Amzulian dalam acara Sinergitas KY dan Media Massa, di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/11/2025) malam.
    Dia memberikan contoh bahwa Australia telah sukses menggelar perkara sampai hampir nol.
    Pada survei pertengahan tahun 2025, yang mempertanyakan kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga negara, jika kita perhatikan, lembaga negara Mahkamah Agung berada di urutan kelima, jika saya tidak salah, di bawah lembaga TNI, Presiden, dan antara lain, Kejaksaan Agung serta KPK.
    Hal ini cukup miris, karena Indonesia digembar-gemborkan sebagai negara hukum.
    Seharusnya, kata Amzulian, Mahkamah Agung berada di posisi pertama.
    “Tapi faktanya tidak demikian,” ucapnya.
    Di sini KY mengambil peran untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga peradilan secara keseluruhan.
    KY memiliki tugas mengawasi perilaku hakim, menyeleksi calon hakim agung, hingga memberikan rekomendasi jika terbukti ada hakim yang melanggar etik.
    Amzulian pun mengakui lembaga yang ia pimpin masih banyak kekurangan, terutama di mata publik.
    “Saya cukup banyak, bukan hanya membaca media, tetapi juga berkeliling di banyak tempat di perguruan tinggi, itu umumnya mereka masih agak kecewa dengan eksistensi Komisi Yudisial. Walaupun sebenarnya kekecewaan itu hampir kepada seluruh lembaga negara,” tutur dia.
    Kendati demikian, Amzulian mengungkapkan ada banyak tugas yang KY kerjakan untuk memperbaiki wajah penegakan peradilan di Indonesia selama dua dekade berdirinya lembaga tersebut.
    Misalnya, hampir semua laporan masyarakat ditindaklanjuti oleh KY.
    Setiap minggu diadakan sidang pleno untuk memutuskan satu laporan masyarakat.
    Memang, sebagian besar laporan masyarakat harus berakhir tanpa ditindaklanjuti dengan alasan bukti yang lemah, teknis yudisial, dan bukan
    kewenangan KY
    , tetapi ada beberapa juga yang berlanjut.
    “Salah satunya memandang hakim itu tidak adil karena berbicara kepada salah satu pihak. Itu lebih keras, sedangkan kepada pihak lain itu lemah-lembut. Dinilainya itu memihak salah satu pihak. Bagaimana kami menindaklanjuti?” imbuh dia.
    Selain tindak lanjut pemeriksaan etik hakim dari laporan masyarakat dan pemberitaan media massa, KY juga mengerjakan mandatnya sebagai lembaga yang menyeleksi calon hakim agung secara ketat.
    Amzulian menjamin, langkah seleksi ini bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
    Meskipun konsekuensinya, hasil seleksi mereka kadang seluruhnya ditolak saat fit and proper test di DPR-RI.
    “Jadi itulah tugas-tugas konstitusional kami, walaupun tentu saja tidak akan pernah puas masyarakat dengan apa yang kami lakukan. Dan ternyata, masyarakat ada yang tidak tahu apa yang dilakukan oleh KY,” ujar Amzulian.
    Meski terkesan tak bertaji saat ini, KY sesungguhnya pernah sakti saat awal pendiriannya, bisa memberikan pengawasan tak hanya untuk hakim tingkat rendah, tetapi juga sampai ke level Hakim Konstitusi.
    Mereka juga punya kewenangan menjadi panitia seleksi untuk calon hakim tingkat pertama, seperti hakim pengadilan negeri, hakim pengadilan agama, hingga hakim pengadilan tata usaha negara.
    KY juga pernah memiliki kewenangan untuk memiliki perwakilan pada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
    Namun, kewenangan itu seiring waktu dipreteli lewat putusan MK.
    Kewenangan yang pertama dicabut adalah pengawasan terhadap hakim MK dan hakim agung.
    Pengkebirian ini dilakukan lewat putusan MK nomor 005/PUU-IV/2006 yang diucapkan pada 16 Agustus 2006 oleh Jimly Asshiddiqie selaku ketua MK pada saat itu.
    Putusan itu menyebut, hakim MK tidak termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh KY, sedangkan pengawasan hakim agung dikembalikan kembali kepada Mahkamah Agung.
    Kemudian, dalam putusan I/PUU-XII/2014, MK kembali mengkebiri pengawasan KY.
    Putusan ini menyebutkan KY tidak lagi bisa menempatkan orang sebagai organ pelengkap dalam Majelis Kehormatan MK (MKMK).
    Terakhir, pada putusan 43/PUU-XIII/2025, MK mencabut kewenangan KY terkait seleksi calon hakim tingkat pertama.
    MK mendalilkan, KY tak memiliki mandat tersebut dalam UUD 1945 dan sistem peradilan satu atap adalah kewenangan dari Mahkamah Agung.
    Namun, setelah dua dekade KY berdiri, wajah peradilan di Indonesia tak sepenuhnya mendapat kepercayaan publik.
    Oleh sebab itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti, menilai KY harus memiliki peran yang lebih besar.
    KY tak boleh lagi hanya diberikan wewenang yang prematur, mengawasi dan memberikan rekomendasi sanksi, atau sekadar jadi pansel calon hakim agung.
    Susi kemudian mengutip ucapan dari Presiden Latvia, Egils Levits, dalam acara 10 tahun Judicial Council di negara tersebut.
    Egils menyebut KY Latvia harus memainkan peran lebih besar dan memberikan fokus pemecahan masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh siapapun selain lembaga peradilan itu sendiri.
    Dengan cara itu, KY Latvia bisa menjadi instrumen kepercayaan publik untuk melihat kembali lembaga peradilan yang bersih dan bisa dipercaya.

    It does also become a trust instrument
    , jadi KY itu akan menjadi instrumen kepercayaan,” imbuh dia.
    Susi mengatakan, harapan Presiden Latvia ini juga senada dengan kepercayaan mayoritas masyarakat di Indonesia.
    Sebab itu, DPR juga harus memikirkan bagaimana KY bisa lagi menjadi sakti dan bertaji, salah satu caranya dengan merevisi undang-undang KY.
    Saat ini, kata Susi, ada proses revisi UU Jabatan Hakim yang menjadi prioritas pembahasan DPR.
    Menurut dia, sudah selayaknya pembahasan terkait UU tersebut juga berlangsung secara paralel dengan UU KY.
    “Harusnya pembahasannya itu adalah paralel, karena pasti itu ada kaitan antara Jabatan Hakim dan KY, termasuk juga penegakan kehormatan dan integritas hakim,” kata Susi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua Termul Serang Mahfud dan Jimly soal Dugaan Ijazah Palsu Jokowi: Nalar Hukumnya Kerdil!

    Ketua Termul Serang Mahfud dan Jimly soal Dugaan Ijazah Palsu Jokowi: Nalar Hukumnya Kerdil!

    GELORA.CO – Ketua Termul dan Pro Gibran, Firdaus Oiwobo, melontarkan serangan terhadap dua tokoh hukum nasional, Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie terkait pernyataan mereka soal polemik dugaan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) dan kasus yang menjerat Roy Suryo Cs. 

    Firdaus menilai kedua tokoh tersebut tak paham memahami konstruksi hukum ketika mengemukakan pendapatnya tentang keaslian ijazah Jokowi yang harus ditunjukkan terlebih dahulu sebelum memidanakan Roy Suryo Cs. 

    “Mahfud MD, Profesor Jimly Asshiddiqie kan profesor guru besar hukum loh, tapi menurut gua nalar hukumnya kerdil gitu,” katanya seperti dikutip dari Rasis Infotainment yang tayang di YouTube pada Jumat (14/11/2025). 

    Menurut Firdaus, pernyataan mereka keliru. 

    Sebab, ranahnya berbeda dengan hukum yang menjerat Roy Suryo Cs. 

    “Kok sekelas Profesor Mahfud dan Jimly kok kerdil ya nalar hukumnya, mereka menyatakan bahwa tunjukkan dulu dong keaslian ijazahnya, baru bisa dipidana. Dari mana ini kan ruang yang berbeda. Keaslian ijazah itu pidana ya kan? Ya pidana memang kalau seandainya itu terjadi. Tapi mereka bilang itu perdata, tunjukkan. Ini kan ruang yang berbeda,” jelasnya. 

    Firdaus menjelaskan bahwa perkara tudingan ijazah palsu Jokowi sudah berkali-kali diuji di ranah hukum.

    Hasilnya, tudingan itu tidak pernah terbukti. 

    Ia menegaskan Universitas Gadjah Mada (UGM), sebagai pemilik otoritas telah mengonfirmasi keabsahan ijazah tersebut. 

    “Kalau masalah ijazah Jokowi mereka (Roy Suryo Cs) bilang palsu, kan sudah digugat, sudah dituntut beberapa kali. Akhirnya kan mereka sumir. Ada yang ditolak, macem-macem lah. Artinya itu sudah menjadi Yurisprudensi menutup ruang mereka untuk menggugat ulang ijazah Jokowi. Karena jokowi sudah mendapatkan kebenaran otoritas dari UGM,” jelasnya. 

    “Kan legal standingnya ada di UGM bukan di Roy Suryo, karena ini delik aduan absolut bukan delik umum atau delik biasa,” tambahnya. 

    Kasus yang menyeret Roy Suryo Cs, kata Firdaus, bukan lagi ribut-ribut mengenai keaslian ijazah, tetapi dugaan pengeditan dan penyebaran konten yang dinilai melecehkan presiden ke-7 RI tersebut. 

    “Jadi antara ijazah Jokowi yang dianggap palsu dengan kasus yang dilakukan oleh Roy Suryo Cs ya kan itu berbeda ruang, berbeda locus delicti, tempus delicti dan berbeda legal standingnya.”

    “Jadi, ini kasus yang berbeda karena pelecehan yang dilakukan oleh mereka, pengeditan yang dilakukan oleh Roy Suryo cs makanya Jokowi melaporkan dia dengan UU ITE nomor 1 tahun 2024. Ada pasal 32, ada pasal 35, ada pasal 51 yang ancaman hukumannya kalau diakumulatif bisa 10 tahun ke atas dan dendanya belasan miliar,” pungkasnya. 

    Mahfud MD: Roy Suryo tak bisa diadili

    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan pendapatnya terkait kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi) dimana Polda Metro Jaya sudah menetapkan 8 tersangka yakni Roy Suryo Cs dalam kasus ini.

    Menurut Mahfud, jika hukum ingin ditegakkan secara adil, maka para tersangka atau Roy Suryo Cs, tidak bisa diadili di pengadilan sebelum keaslian Ijazah Jokowi diputuskan terlebih dahulu lewat pengadilan lain.

    “Roy Suryo itu sekarang jadi tersangka. Kita tidak tahu persis itu karena apa sih? Karena menuduh ijazah Jokowi palsu atau karena soal lain misalnya menimbulkan keonaran, menimbulkan kegaduhan, membuat berita bohong atau apa,” kata Mahfud MD.

    “Nah, kalau masalahnya ijazah palsu, saya sependapat dengan Pak Susno Duadji dan Pak Jimly, dan itu sudah kata saya katakan bulan Maret yang lalu, habis hari raya ketika saya pidato di kampus di Jogja itu,” kata Mahfud.

    Menurutnya jika dalam kasus ini Roy Suryo Cs mau dibawa ke pengadilan mesti dibuktikan dahulu lewat pengadilan lain bahwa ijazah Jokowi benar-benar asli dan bukan ditentukan dari keterangan polisi semata.

    “Pengadilan itu harus membuktikan dulu ijazah itu benar asli atau tidak. Iya kan? Kalau nanti di pengadilan lalu tiba-tiba dinyatakan Roy Suryo bersalah padahal masalah utamanya dia menuduh palsu, harus dibuktikan dulu. Dan yang membuktikan ijazah itu palsu atau tidak bukan polisi, harus hakim yang mengadili,” kata Mahfud.

  • Bamsoet Sebut Buku Parenting Try Sutrisno Penting bagi Keluarga Masa Kini

    Bamsoet Sebut Buku Parenting Try Sutrisno Penting bagi Keluarga Masa Kini

    Jakarta

    Ketua MPR RI ke-15 sekaligus Anggota DPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengapresiasi peluncuran buku Filosofi Parenting Try Sutrisno karya mantan Menpora Adhyaksa Dault. Buku ini menyoroti kisah Wakil Presiden RI ke-6 Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno dalam membangun pola asuh berkarakter kepemimpinan dan integritas.

    Karya tersebut dinilai relevan bagi orang tua Indonesia yang ingin membentuk karakter anak secara kuat dan berprinsip. Nilai-nilai tanggung jawab sosial yang diangkat menjadi pedoman praktis dalam pengasuhan masa kini.

    “Buku ini memotret bagaimana nilai-nilai kepemimpinan Pak Try Sutrisno yang dikenal disiplin, kerja keras, keteguhan moral dan cinta tanah air, ditransformasikan menjadi pola asuh keluarga yang lugas dan hangat. Banyak yang mengetahui kiprah Jenderal Try Sutrisno sebagai pemimpin nasional, tetapi sedikit yang benar-benar memahami filosofi pengasuhan terhadap keluarganya,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).

    Hadir dalam acara tersebut Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden ke 10 dan ke 12 Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke 11 Budiono, Wiranto, Agum Gumelar, Hendropriyono, Djoko Suyanto, Jimly Asshiddiqie, Aburizal Bakrie, Dudung Abdurahman, para menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih serta para tokoh bangsa lainnya.

    Bamsoet menjelaskan Try Sutrisno membesarkan anak-anaknya dengan disiplin sejak dini dan membiasakan kerja keras tanpa mengeluh. Ia juga memberi ruang bagi mereka untuk belajar dari kegagalan.

    Menurutnya, Try Sutrisno sengaja memberi tanggung jawab kecil, seperti mengurus kegiatan harian dan belajar mandiri, sebagai latihan mental menghadapi masa depan. Kedekatan keluarganya terlihat dari kebiasaan menjadikan makan malam sebagai momen berdiskusi.

    Ia menilai, peluncuran buku tersebut sangat pas di tengah tantangan parenting generasi saat ini. Di era digital di mana distraksi teknologi, tekanan sosial media, dan krisis identitas sering menjadi masalah utama para orang tua, filosofi pengasuhan Try Sutrisno bisa menjadi pijakan kokoh.

    Data Kementerian Komunikasi dan Digital menunjukkan tren penggunaan gawai pada anak terus meningkat hingga 79% pada 2024. Situasi ini membuat banyak orang tua kehilangan kendali dalam membangun komunikasi, disiplin, dan pembiasaan karakter.

    (prf/ega)

  • Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan pada pekan depan.
    Ketua Komisi III DPR
    Habiburokhman
    mengatakan, panjaini dibentuk untuk merespons tuntutan publik agar
    penegakan hukum
    berjalan semakin baik dan berkeadilan.
    “Komisi III
    DPR RI
    akan membentuk Panitia Kerja (Panja)
    Reformasi Polri
    , Kejaksaan, dan Pengadilan. Hal ini merupakan respons dari tuntutan masyarakat agar penegakan hukum semakin baik dan semakin berkeadilan,” ujar Habiburokhman, Jumat (14/11/2025).
    Habiburokhman menjelaskan, pembentukan panja akan dilakukan pada Selasa (18/11/2025), bersamaan dengan rapat kerja Komisi III bersama pimpinan lembaga yang menaungi kepolisian, kejaksaan, dan peradilan.
    “Pembentukan Panja akan dilaksanakan hari Selasa, 18 November 2025, dengan didahului rapat kerja dengan pimpinan tiga institusi,” kata Habiburokhman.
    Politikus Gerindra itu menambahkan, panja ini akan menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan dugaan pelanggaran di tiga institusi penegak hukum tersebut.
    Dia memastikan bahwa Komisi III akan membuka pintu bagi pengaduan publik yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran oleh Polri, Kejaksaan, maupun lembaga peradilan.
    “Kami akan secara khusus menerima aduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di tiga institusi tersebut,” kata dia.
    Rencana Komisi III membentuk panja ini muncul di tengah upaya pemerintah mempercepat reformasi di tubuh Polri.
    Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri yang beranggotakan 10 orang.
    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menjelaskan bahwa pihaknya sudah menerima mandat dari Presiden untuk menjalankan program kerja selama tiga bulan pertama.
    Tahap awal berfokus pada pengumpulan masukan dari berbagai pihak atau belanja masalah sebelum masuk ke proses penyusunan kebijakan.
    “Pokoknya bulan pertama kita belanja masalah dulu. Nanti bulan kedua kami akan merumuskan pilihan-pilihan kebijakan yang realistis dan mungkin, ideal tapi ya realistis,” kata Jimly seusai menerima audiensi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Kamis (13/11/2025).
    Jimly menyampaikan bahwa seluruh rangkaian kerja komisi akan menghasilkan laporan kebijakan yang akan diberikan kepada Presiden Prabowo Subianto pada bulan ketiga.
    Sementara itu, rekomendasi yang menyangkut hal-hal internal Polri akan disampaikan langsung kepada Kapolri.
    “Nah, jadi sekarang kita masih belanja masalah, jadi kalau ditanya masalah banyak banget,” ujar Jimly.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Litbang “Kompas”: Kepercayaan Publik Terhadap Polri Mencapai 76,2 Persen

    Litbang “Kompas”: Kepercayaan Publik Terhadap Polri Mencapai 76,2 Persen

    Litbang “Kompas”: Kepercayaan Publik Terhadap Polri Mencapai 76,2 Persen
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hasil survei Litbang
    Kompas
    pada Oktober 2025, memperlihatkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencapai 76,2 persen.
    Dikutip dari
    Kompas.id
    , Kamis (13/11/2025), sebanyak 71,5 responden menjawab percaya kepada
    Polri
    saat ditanya “Percaya atau tidakkah Anda dengan
    Kepolisian
    Republik Indonesia (Polri)?”
    Kemudian, 4,7 persen menjawab sangat percaya kepada polri. Sehingga, jumlah responden yang percaya kepada Polri mencapai 76,2 persen.
    Sementara itu, Litbang
    Kompas
     juga mencatat ada 2,4 persen responden yang tidak percaya dan 2,4 persen responden yang sangat tidak percaya kepada Polri. Sedangkan 5,3 persen responden menjawab tidak tahu.
    Kemudian, dari hasil survei yang sama memperlihatkan peningkatan pada tingkat
    kepuasan publik
    terhadap Polri yang mencapai 65,1 persen.
    Angka tersebut meningkat dibandingkan hasil survei Litbang
    Kompas
    pada September 2025, yang berada di angka 42,5 persen.
    Tak hanya itu, survei Litbang
    Kompas
    pada Oktober 2025 memperlihatkan
    citra positif
    Polri meningkat mencapai 64,4 persen.
    Angka tersebut meningkat 19,9 persen dari hasill survei pada September 2025, yang sebesar 44,5 persen.
    Peneliti Litbang
    Kompas
    , Yohanes Mega Hendarto menyebut, hasil survei Oktober tersebut memperlihatkan ada pemulihan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
    “Setelah mengalami penurunan tajam akibat kerusuhan besar pada Agustus 2025, kepuasan publik terhadap Polri kembali menunjukkan kenaikan,” tulis Yohanes dikutip dari
    Kompas.id
    , Kamis.
    Kemudian, Yohanes menyebut, hasil survei
    Litbang Kompas
    tersebut mengonfirmasi adanya hubungan antara citra, kepuasan, dan kepercayaan publik. Sebab, ketiganya bergerak pada satu pola yang menunjukkan bahwa persepsi terhadap kinerja berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan lembaga.
    Perbaikan citra positif, kepuasan bahkan kepercayaan publik terhadap Polri dinilai terjadi karena publik melihat adanya pengelolaan komunikasi strategis pascakrisis di institusi Polri.
    Perbaikan itu ditandai dengan adanya respons terhadap desakan publik agar dilakukan reformasi menyeluruh di institusi Kepolisian pascainsiden yang menewaskan beberapa orang, termasuk pengemudi ojek
    online
    (ojol) Affan Kurniawan pada akhir Agustus 2025.
    “Publik membaca langkah ini sebagai tanda bahwa lembaga Kepolisian mau berubah dan mendengarkan kritik. Hasil survei ini sekaligus mengonfirmasi bahwa komunikasi kebijakan yang terbuka mampu mempercepat pemulihan legitimasi publik,” tandas Yohanes.
    Diketahui, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Tranformasi Reformasi Polri yang bertugas mengevaluasi seluruh aspek kinerja lembaga.
    Tim Transformasi Reformasi Polri itu dibentuk lewat Surat Perintah (Sprin) Nomor: Sprin/2749/IX/TUK.2.1./2025 yang ditandatangani pada 17 September 2025.
    Ditambah lagi, pada 7 November 2025, Presiden Prabowo Subianto melantik 10 orang sebagai Komisi Percepatan Reformasi Polri.
    Tidak main-main, komisi tersebut diketuai oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga ahli hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie. Dengan anggota, tiga mantan Kapolri, serta menteri koordinator (Menko) dan menteri di bidang hukum yang berada di bawah Kabinet Merah Putih, serta mantan Menko bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) Mahfud MD.
    Berikut 10 orang yang dilantik menjadi Komisi Reformasi Polri:
    Ketua:
    Anggota:
    Survei Litbang
    Kompas
    diselenggarakan pada 9-16 Oktober 2025, terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan
    metode multistage random sampling
    di 38 provinsi di Indonesia.
    Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan
    margin of error
    lebih kurang 2,83 persen.
    Survei Litbang
    Kompas
    ini juga didanai oleh Harian
    Kompas
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.