Tag: Jimly Asshiddiqie

  • IPW Soroti Polisi-Polisi yang Terseret Kasus Sambo Aktif Lagi dan Naik Pangkat

    IPW Soroti Polisi-Polisi yang Terseret Kasus Sambo Aktif Lagi dan Naik Pangkat

    GELORA.CO – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menghindari praktik silent blue code, yakni memberikan ruang bagi aparatur yang melanggar, mendapatkan kenaikan pangkat selang sanksi diberikan. Praktik ini contohnya terjadi pada banyak perwira Polri yang pernah terjerat kasus Ferdy Sambo.

    “Silent Blue Code ini adalah satu praktik yang mentoleransi adanya pelanggaran di internal. Ketika itu masih menjadi sorotan, mereka memang kemudian disanksi. Beberapa kasus saya sebutkan di sini ya, mereka disanksi, tetapi dengan lewatnya waktu, diketahui oleh masyarakat, yang disanksi ini kemudian naik pangkat dan menduduki jabatan (baru),” katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan RI, dan Pengadilan di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

    Menurut Sugeng, reformasi Polri bukan sekadar usulan merombak jajaran, tetapi terdapat hal yang lebih penting, yakni menumbuhkan kultur positif yang menolak praktik impunitas maupun silent blue code yang akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat pada bidang pengawasan dan sanksi.

    “Itu kan banyak perwira-perwira yang disanksi, bahkan yang diberhentikan sekarang aktif kembali, bahkan naik pangkat. Ada juga yang disanksi karena diduga terlibat dalam pemerasan, juga naik pangkat. Ini menimbulkan ketidakpercayaan, salah satu aspek ya,” ujarnya.

    Kultur yang lebih tegas terhadap penindakan dan penegakan hukum, kata Sugeng, sangat mendorong citra positif kepolisian sebagai institusi negara yang harmonis dan meningkatkan kepercayaan publik.

    Ia mencontohkan praktik silent blue code ini terdapat pada kasus meninggalnya Brigadir Josua oleh eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo yang menyeret banyak nama perwira tinggi kepolisian itu ke kasus pembunuhan berencana.

    “Apa contohnya? Tentu kita lihat kasus imbas daripada terbunuhnya Brigadir Josua. Itu kan banyak perwira-perwira yang disanksi, bahkan yang diberhentikan sekarang aktif kembali, bahkan naik pangkat,” tuturnya.

    Selain itu, Sugeng menyampaikan bahwa Polri merupakan wajah, dan postur dari Presiden terkait visi untuk menerapkan prinsip negara hukum. Hal tersebut termasuk untuk mereformasi kultural Polri untuk menjadi keharusan dalam menjalankan negara yang berdemokrasi.

    “Itu salah satu bahwa Polri adalah alat kerja Presiden. Wajah, postur, penampakan Polri itu tergantung kepada visi Presiden tentang prinsip negara hukum, hak asasi manusia, dan juga tentang demokrasi, yang pertama. Kemudian yang kedua, reformasi kultural adalah satu keharusan,” ucapnya.

    Oleh karena itu, Sugeng mengingatkan bahwa Polri harus lebih harmonis dalam melayani masyarakat terkait menghindari tindakan impunitas yang sering menjadi keluhan publik terhadap institusi kepolisian.

    “IPW mengingatkan kepada Polri, agar Polri walaupun mendapat perintah dari Presiden, harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia. Karena perintah tersebut apabila dijalankan dengan secara tidak tertib hukum, itu berpotensi melanggar hak asasi manusia dan bisa merepresi. Itu yang kami ingatkan,” tutur Sugeng.

    Reformasi kultural

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa reformasi terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) harus dilakukan secara kultural, bukan struktural. Dia menilai pengaruh terbesar yang mencederai institusi Korps Bhayangkara itu adalah para anggotanya, bukan karena kedudukan lembaga atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan struktur.

    “Bukan persoalan struktural, polisi di bawah siapa, kemudian pengangkatan Kapolri oleh siapa, dengan persetujuan siapa, bukan itu. Tapi pengendalian,” kata Habiburokhman saat Rapat Panitia Kerja (Panja) Reformasi Aparat Penegak Hukum di kompleks parlemen, Selasa (2/12/2025).

    Habiburokhman mengungkapkan bahwa Komisi III DPR RI pun sudah beberapa kali membongkar polemik penegakan kasus yang berkaitan dengan perilaku anggota kepolisian. Contohnya, kata dia, kasus meninggalnya tahanan Polres Palu yang semula disebut bunuh diri, ternyata ada penganiayaan yang dilakukan oleh polisi di sana, yang kemudian dipecat.

    Lalu ada juga kasus Ronald Tannur yang tak hanya melibatkan polisi, tetapi melibatkan aparat penegak hukum lainnya, bahkan pengadilan. Dan yang terbaru, kata dia, ada kasus pemilik toko roti yang menganiaya karyawannya di Jakarta Timur, tetapi tak kunjung ditangkap oleh polisi.

    Untuk persoalan struktural, menurut dia, kedudukan Polri di bawah langsung Presiden sudah tepat. Selain itu, dia mengatakan bahwa ketentuan itu merupakan Ketetapan (TAP) MPR RI Tahun 2000.

    Di sisi lain, dia pun menilai pengangkatan Kapolri oleh Presiden atas persetujuan DPR merupakan aturan yang sudah tepat. Menurut dia, ketentuan itu merupakan amanat reformasi supaya ada pemisahan kekuasaan.

    “Saat itu kita ingin benar-benar mempraktikkan, mengimplementasikan pemisahan kekuasaan, sebagaimana teori trias politica-nya Montesquieu, eksekutif, legislatif, yudikatif,” kata dia.

    Anggota Komisi III DPR RI Bimantoro Wiyono menilai, perlu ada sistem reward and punishment yang tegas dan terukur. Ketika ada aparat yang bekerja baik dan berintegritas, negara harus hadir memberi penghargaan.

    “Sebaliknya, bila ada pelanggaran, sanksinya harus jelas dan berat. Ini harus berjalan seimbang,” kata dia.

    Rekomendasi Komisi

    Komisi Percepatan Reformasi Polri merekomendasikan agar Polri mengevaluasi Peraturan Kapolri (Perkap) dan Peraturan Kepolisian (Perpol) menyusul disepakatinya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru. Rekomendasikan itu disampaikan oleh komisi dalam pertemuan bersama Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo di kawasan Jakarta Selatan, Kamis.

    “Kami memberi rekomendasi kepada Kapolri untuk segera mengadakan evaluasi dengan memanfaatkan dukungan tim transformasi internal yang juga selalu ikut di dalam pertemuan-pertemuan rapat dengan pendapat dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri, supaya mereka bisa segera mengadakan evaluasi, menyiapkan perubahan Perkap dan Perpol,” kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie.

    Dengan dilaksanakannya evaluasi awal, diharapkan Perkap dan Perpol yang perlu diperbaiki dapat mengikuti ketentuan baru KUHP maupun KUHAP.

    “Dengan begitu antara tim reformasi Polri dan tim internal itu bekerja saling menunjang untuk perbaikan kepolisian di masa yang akan datang,” ucapnya.

    Sebelumnya, Rapat Paripurna ke-18 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP untuk disahkan menjadi undang-undang.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pengesahan KUHAP yang baru merupakan hal yang penting, mengingat KUHAP yang lama sudah berusia 44 tahun. KUHAP baru, kata dia, diarahkan untuk menuju keadilan yang hakiki.

    Dia mengatakan KUHAP yang baru itu akan mendampingi penggunaan KUHP baru yang sudah disahkan sebelumnya. KUHP sebagai hukum materiil, harus dilengkapi oleh KUHAP baru sebagai hukum formil untuk operasionalnya.

    Pengaturan baru yang diatur dalam KUHAP, di antaranya bantuan hukum, jaminan tersangka, keadilan restoratif, pendamping saksi, penguatan praperadilan. Pada intinya, dia memastikan bahwa KUHAP yang baru itu sangat progresif.

  • Ditenggat Awal 2026, Tim Reformasi Minta Kapolri Sesuaikan Perkap dan Perpol

    Ditenggat Awal 2026, Tim Reformasi Minta Kapolri Sesuaikan Perkap dan Perpol

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Percepatan Reformasi Polri merekomendasikan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera melakukan evaluasi terkait KUHP dan KUHAP baru.

    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie mengatakan rekomendasi ini muncul karena aturan hukum pidana itu bakal segera berlaku per (2/1/2026).

    “Karena KUHAP dan KUHP baru itu akan mulai berlaku tanggal 2 Januari 2026 maka kita memberi rekomendasi saran kepada Kapolri untuk segera mengadakan evaluasi,” ujar Jimly di posko reformasi Polri, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

    Dia menambahkan evaluasi ini nantinya bakal ditindaklanjuti untuk perubahan Peraturan Polisi (Perpol) dan Peraturan Kapolri (Perkap) sesuai dengan KUHAP baru.

    Jimly juga menekankan pihaknya siap untuk mendukung Kapolri dalam melakukan evaluasi terkait aturan baru ini sebagaimana visi tim Reformasi Polri besutan Prabowo.

    “Ini nanti diharapkan Perkapnya atau peraturan polisi yang perlu disesuaikan, diperbaiki mengikuti ketentuan baru KUHAP itu segera dilakukan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan meminta agar sosialisasi KUHAP baru bisa disosialisasikan secara menyeluruh.

    Menurut Otto, sosialisasi ini dilakukan agar kesiapan KUHAP baru bisa berjalan seragam mulai berlaku pada Januari.

    “Nah ini kewajiban kami sebagai pemerintah harus menyosialisasi itu kepada masyarakat. Nah termasuk pemda-pemda di sana, kepolisian-kepolisian di sana juga, harus juga diberitahu juga karena semua seragam,” ujar Otto, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/11/2025).

  • Terungkap 1.038 Massa Demo Ricuh Agustus Masih Ditahan, Komisi Reformasi Polri Minta Sebagian Dibebaskan

    Terungkap 1.038 Massa Demo Ricuh Agustus Masih Ditahan, Komisi Reformasi Polri Minta Sebagian Dibebaskan

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Percepatan Refomasi Polri menyoroti penanganan aksi unjuk rasa pada Agustus 2025 yang berujung ricuh dan menyebabkan penangkapan besar-besaran. Komisi mencatat sebanyak 1.038 orang ditangkap dalam peristiwa tersebut.

    Ketua Tim Reformasi Polri Prof Jimly Asshiddiqie menyebut jumlah tersebut terlalu besar, sehingga komisi merekomendasikan Kapolri untuk melakukan evaluasi dan mempertimbangkan pengurangan proses hukum terhadap para peserta aksi.

    Hal itu disampaikan Jimly seusai rapat pleno ketiga tim di Posko Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).

    “Nah dua hal yang hari ini kami bicarakan, yang paling serius gitu di antara yang lain-lain tidak perlu kami umumkan. Satu di antaranya adalah respons kepolisian terhadap aktivis-aktivis peserta demonstrasi Agustus Kelabu yang lalu. 1.038 orang yang ditangkap dan diproses,” kata Jimly.

    Jimly menegaskan bahwa komisi sepakat meminta Polri meninjau ulang seluruh proses hukum yang berjalan.

    “Nah dari sekian ini tadi disepakati di komisi kita minta, kita rekomendasikan kepada Kapolri untuk mengkaji ulang. Tujuannya supaya ada pengurangan jumlah jangan 1.038 itu, itu termasuk terlalu besar meskipun demonstrasi yang kemarin sangat masif tapi jumlah ini kita sarankan untuk dievaluasi sehingga bisa dikurangi,” ucapnya.

     

    Aksi unjuk rasa di kompleks DPR Senayan diwarnai kericuhan. Massa dihalau aparat dengan tembakan gaś air mata. Demo dipicu isu terkait tunjangan DPR yang dinilai tidak sensitif dengan kondisi sulit masyarakat.

  • Menyelaraskan Orientasi Partai Golkar dengan Program Prioritas Presiden

    Menyelaraskan Orientasi Partai Golkar dengan Program Prioritas Presiden

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto telah merespons aspirasi masyarakat mengenai urgensi pembenahan dan normalisasi manajemen ketatanegaraan. Respons tersebut ditunjukkan melalui fokus pada reformasi manajemen keuangan negara dan daerah, serta pemulihan tugas pokok dan fungsi institusi penegak hukum. Dengan langkah konkret Presiden, sudah sewajarnya seluruh kekuatan politik, utamanya Partai Golkar, memberikan dukungan nyata dan maksimal bagi agenda normalisasi tata kelola pemerintahan tersebut.

    Peran Partai Golkar dalam konteks ini dapat menjadi sangat signifikan. Bukan hanya karena posisinya sebagai bagian dari Koalisi Kabinet Merah Putih dengan delapan kader menduduki posisi menteri, melainkan karena Partai Golkar memiliki pengalaman panjang dalam pengelolaan negara. Selama lebih dari tiga dekade, Partai Golkar pernah menjadi mesin yang menggerakkan hampir seluruh aspek manajemen ketatanegaraan.

    Zaman memang berubah, demikian pula manajemen ketatanegaraan yang telah mengalami reformasi konstitusi serta pembaruan berbagai undang-undang. Kendati demikian, satu prinsip tetap sama, yakni tata kelola negara harus berorientasi pada kerja nyata demi kebaikan bersama. Kebaikan bersama hanya dapat diwujudkan jika penyelenggaraan negara berjalan efektif dan konsisten dalam mengikuti arahan pemimpin nasional.

    Dalam periode panjang sejarah pemerintahan, Partai Golkar telah membuktikan mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif. Dampaknya dapat dirasakan masyarakat: kebutuhan pokok tersedia dengan harga terjangkau, inflasi terkendali bahkan sampai level sidang kabinet pun memperhatikan harga cabai keriting. Ribuan puskesmas dibangun sejak 1968, dan lebih dari 150.000 gedung SD Inpres berdiri hingga 1994. Pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Itu semua menunjukkan bagaimana manajemen pemerintahan yang solid menghasilkan kestabilan dan kemajuan.

    Meski kondisi sekarang tidak identik dengan masa lalu, pengalaman Partai Golkar tersebut tetap relevan untuk dibagikan. Lebih dari itu, respons Presiden atas aspirasi publik seharusnya dipandang sebagai panggilan bagi semua kekuatan politik untuk segera memberikan kontribusi. Sebagaimana Presiden yang realistis menyikapi persoalan struktural tata kelola pemerintahan, Partai Golkar pun perlu bersikap realistis terhadap berbagai ekses dari praktik penyelenggaraan negara yang masih membutuhkan penyempurnaan.

    Karena sikap realistis itu pula, Presiden telah membentuk Komite Percepatan Reformasi Polri yang diharapkan dapat mengarahkan Polri kembali ke tugas pokok dan fungsi sebagaimana diatur dalam undang-undang. Presiden juga telah memerintahkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk melakukan pembenahan manajemen keuangan negara-daerah, termasuk perbaikan tata kelola perpajakan dan kepabeanan.

    Akan sangat bijaksana apabila seluruh kekuatan politik, termasuk Partai Golkar, menyelaraskan orientasi perjuangannya dengan program prioritas Presiden. Arah kebijakan Presiden dapat dibaca dari agenda dan aktivitas pemerintahan. Beberapa waktu terakhir, Presiden menunjukkan kepedulian pada sejumlah isu strategis. Pada Minggu (23/11), Presiden memimpin rapat mengenai penertiban penambangan ilegal dan pemulihan kawasan hutan.

    Keesokan harinya, Senin (24/11), dalam pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Istana Kepresidenan, Presiden mempertanyakan endapan dana pemerintah daerah di perbankan yang mencapai Rp 203 triliun. Presiden juga menyoroti realisasi belanja daerah yang stagnan di angka 68 persen hingga November 2025, jauh dari target di atas 80 persen. Sikap Presiden tersebut membuktikan adanya kepedulian sekaligus evaluasi serius terhadap kinerja.

    Perlu dicatat, persoalan dana mengendap itu kembali disuarakan oleh Menteri Keuangan Purbaya belum lama ini. Meski bukan persoalan baru, perhatian Presiden menunjukkan bahwa laporan Menkeu disampaikan apa adanya, bukan sekadar formalitas.

    Selain itu, Purbaya juga menyoroti berbagai aspek penting ekonomi negara: mulai dari kebijakan pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Transfer Ke Daerah (TKD), penolakan pembayaran utang kereta cepat melalui APBN, persoalan perpajakan, praktik under-invoicing di kepabeanan, hingga maraknya impor ilegal barang bekas (thrifting). Ia juga membahas lambannya pembangunan kilang minyak serta serapan anggaran untuk program makan bergizi gratis (MBG).

    Dengan berbagai pernyataan dan langkah tersebut, publik dan kekuatan politik dapat membaca arah kebijakan Presiden di sektor ekonomi. Sementara pembenahan hukum dan tata negara dipercayakan kepada figur seperti Profesor Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD. Menjadi kelaziman jika Presiden menunjuk figur yang dipercaya untuk tugas khusus yang bersifat strategis.

    Namun, peran kekuatan politik lain tetap penting dan dibutuhkan, termasuk kontribusi Partai Golkar. Melalui kerja proaktif, koordinatif, dan kolaboratif dengan para tokoh yang dipercayai Presiden, serta melalui forum formal seperti rapat kerja di DPR, pengalaman panjang Golkar dalam tata kelola pemerintahan dapat menjadi nilai strategis. Termasuk dalam memperkuat kemitraan pemerintah dengan sektor swasta untuk meningkatkan daya saing industri nasional di tingkat global.

    Lebih dari itu, Partai Golkar bersama Partai Gerindra dan partai pendukung pemerintah lainnya harus bahu-membahu melahirkan kebijakan yang bijaksana dalam mengatasi tantangan seperti ketimpangan ekonomi dan rendahnya produktivitas. Penguatan belanja pada sektor pangan dan energi perlu menjadi prioritas. Tantangan ekonomi Indonesia tidak hanya menyangkut ketimpangan, tetapi juga struktur ekonomi yang masih bergantung pada impor komoditas, minimnya infrastruktur strategis, serta kurangnya sumber daya manusia kompeten di sektor digital.

    Harapan kebangkitan ekonomi nasional bertumpu pada sinergi seluruh komponen bangsa. Pemerintah bersama sektor swasta harus memperkuat daya saing industri, mendorong transformasi digital, serta menjamin keberlanjutan kebijakan dan kepastian regulasi. Semua itu harus didukung kebijakan yang bijaksana, fokus pada peningkatan produktivitas, serta berpihak pada kepentingan nasional.

    Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI; Ketua MPR RI ke-15; Ketua DPR RI ke-20; Ketua Komisi III DPR RI ke-7; Dosen Pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya, dan Universitas Pertahanan (Unhan).

    (ega/ega)

  • Komisi Reformasi Polri Kaji Usul Pembentukan Pengawas Eksternal Kepolisian yang Lebih Independen

    Komisi Reformasi Polri Kaji Usul Pembentukan Pengawas Eksternal Kepolisian yang Lebih Independen

    Komisi Reformasi Polri Kaji Usul Pembentukan Pengawas Eksternal Kepolisian yang Lebih Independen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Badrodin Haiti mengatakan, bakal mengkaji terkait usulan pembentukan lembaga pengawas eksternal Polri yang lebih independen dari Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas.
    Hal itu disampaikan Badrodin menanggapi usulan para pegiat lingkungan dalam audiensi yang dilakukan dengan Komisi Reformasi
    Polri
    di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
    “Nanti kita bawa dalam diskusi, apakah nanti kita memang perlu perbaikan. Tapi, bagaimana cara perbaikannya itu melalui proses diskusi, tidak kita sendiri gitu. Karena kita komite, komite ini akan diskusikan semua nanti,” ujar Badrodin, dikutip dari
    Antaranews
    , Rabu.
    Badrodin mengatakan, kritik terhadap
    Kompolnas
    yang dinilai tidak netral, tak hanya datang dari aktivis lingkungan, tetapi juga dari kalangan pers yang menilai pengawasan eksternal kerap berpihak pada institusi
    kepolisian
    .
    Menurut dia, masukan tersebut menjadi catatan penting bagi Komisi
    Reformasi Polri
    dalam merumuskan desain baru terhadap pengawasan eksternal Polri ke depan.
    “Itu jadi masukan buat kita, bagaimana nanti desain Kompolnas ke depan. Itu salah satu poin yang memang perlu menjadi satu sorotan kita dalam perbaikan kinerja
    polisi
    ke depan,” katanya.
    Audiensi
    Komisi Reformasi Polri
    dengan perwakilan pegiat lingkungan dihadiri Jimly Asshiddiqie, Badrodin Haiti, Ahmad Dofiri, serta Nico Afinta yang mewakili Supratman Andi Agtas.
    Dalam audiensi tersebut, Manager Hukum dan Pembelaan WALHI Nasional, Teo Reffelsen menyampaikan usulan membentuk badan pengawas eksternal Kepolisian yang independen. Sebab, Kompolnas saat ini dinilai tidak efektif untuk mengawasi polisi.
    “Kita juga meminta supaya tim percepatan reformasi polisi ini juga tidak hanya mereformasi polisi secara institusional, tapi juga menyiapkan satu badan pengawas eksternal yang independen, imparsial, dan tidak diisi oleh anasir-anasir kepolisian,” ujar Teo usai audiensi di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu.
    Kemudian, lembaga pengawas eksternal tersebut juga diusulkan tak hanya berada di pusat, tetapi sampai ke daerah.
    “Sehingga kemudian badan pengawas eksternal inilah nanti diberikan kewenangan yang kuat untuk mengawasi polisi, kemudian juga diberikan struktur-struktur sampai ke daerah-daerah dan diberikan anggaran yang kuat supaya kemudian ke depan pengawasan polisi jadi lebih efektif dan berkeadilan,” kata Teo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jimly Asshiddiqie Klaim Pimpinan Polri Lakukan Perbaikan

    Jimly Asshiddiqie Klaim Pimpinan Polri Lakukan Perbaikan

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa pimpinan kepolisian saat ini menunjukkan kesiapan untuk berubah dan melakukan perbaikan internal.

    Hal tersebut disampaikan Jimly usai melaksanakan audiensi di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (25/11/2025), ketika menanggapi pertanyaan mengenai pernyataan Waka Polri di DPR terkait banyaknya Kapolsek, Kapolres hingga Dirkrimum yang dinilai underperform.

    Jimly menjelaskan bahwa isu-isu teknis seperti kinerja pejabat di tingkat operasional sebenarnya dapat langsung ditangani oleh Kapolri tanpa menunggu rekomendasi dari komisi.

    “Ya, hal yang sifatnya operasional begitu, itu tentu kan bisa langsung diambil tindakan oleh Kapolri secara internal. Ya kan bisa saja kita bahas di komisi, tetapi bisa juga itu langsung, karena itu menyangkut kewenangan internalnya polisi,” ujarnya.

    Menurut Jimly, penting untuk mencatat bahwa pimpinan Polri justru secara terbuka mengakui berbagai persoalan internal tersebut. 

    “Tapi satu hal yang harus dicatat, Waka Polri saja ngomongnya kayak begitu. Dan itu sama dengan statement Pak Kapolri beberapa kali dalam rapat kami maupun di pers. Menggambarkan bahwa pimpinan kepolisian kita itu memang siap untuk beradaptasi, siap untuk berubah. Jadi dia tidak denial, tidak menolak gitu lho. Bahkan dia mengungkapkan sendiri banyak masalah,” tuturnya.

    Jimly menilai sikap terbuka tersebut merupakan pertanda positif bahwa reformasi akan berjalan.

    Dia juga menyebut bahwa Komisi Transformasi Internal yang telah dibentuk Polri menunjukkan adanya keseriusan untuk berbenah. Jimly optimistis dalam waktu dekat akan terlihat langkah-langkah konkret dari Polri. 

    “Jadi optimis saja bahwa selama 3 bulan ke depan ini akan ada perbaikan,” ucapnya.

    Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa reformasi Polri hanyalah langkah awal dari evaluasi yang lebih luas.

    “Nah tapi tadi juga banyak yang menyarankan, ya kan saya lupa tadi bahwa reformasi kepolisian ini ya baru pintu awal. Karena semua lembaga-lembaga penegak hukum harus dievaluasi semua, gitu lho. Termasuk advokat, kejaksaan, kehakiman, gitu,” jelasnya. 

    Jimly menyebut pembaruan sistem ketatanegaraan secara menyeluruh perlu dilakukan setelah 27 tahun reformasi.

    “Bahkan keseluruhan sistem ketatanegaraan kita perlu evaluasi sesudah 27 tahun reformasi. Nah cuma kan kita mulai dari polisi dulu,” ujarnya.

    Dia berharap komitmen Presiden Prabowo Subianto menjadi landasan kuat bagi reformasi di sektor kepolisian.

    “Insyaallah mudah-mudahan dari gelagat sikapnya Bapak Presiden, memang ada ya keinginan untuk ada perbaikan yang lebih menyeluruh, dan mulai dari polisi. Mudah-mudahan ini berhasil,” tandas Jimly.

  • Komisi Reformasi Polri akan Bahas Kurikulum Pendidikan, Termasuk Usulan Demiliterisasi

    Komisi Reformasi Polri akan Bahas Kurikulum Pendidikan, Termasuk Usulan Demiliterisasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa aspek pendidikan kepolisian, termasuk kurikulum, turut menjadi bagian dari pembahasan dalam agenda reformasi yang tengah digarap komisinya.

    Hal itu disampaikan Jimly usai melaksanakan audiensi di gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (25/11/2025).

    Ketika ditanya apakah reformasi yang sedang disusun akan menyentuh hingga pada struktur kurikulum pendidikan Polri, Jimly membenarkan bahwa isu tersebut sudah mulai masuk dalam pembicaraan awal.

    “Oh pendidikan. Ya tadi dibicarakan. Nanti akan kami bahas. Ya misalnya ada usul demiliterisasi kurikulum pendidikan dan lain-lain sebagainya,” ujarnya.

    Menurut Jimly, berbagai usulan yang masuk, termasuk dari kelompok masyarakat sipil, akan menjadi bahan kajian Komisi Percepatan Reformasi Polri.

    “Ya nanti kita bahas. Ya sumbernya ya masuk dari [agenda audiensi] tadi aja ya,” katanya.

  • Polemik KUHAP, Jimly Asshiddiqie: Silakan Judicial Review ke MK

    Polemik KUHAP, Jimly Asshiddiqie: Silakan Judicial Review ke MK

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie angkat bicara terkait dengan sejumlah pihak yang menilai adanya pasal bermasalah dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan menjadi hukum formil yang mendampingi KUHP.

    Hal itu disampaikan dalam keterangan pers terkait serap aspirasi masyarakat di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).

    Menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan pembahasan KUHAP, Jimly menegaskan bahwa regulasi baru tersebut merupakan capaian penting.

    “Ya pasti, itu juga akan kita diskusikan. Jadi kita harus syukuri KUHAP sudah ditetapkan dan mulai akan berlaku tahun depan,” ujarnya. 

    Dia menekankan bahwa pembaruan KUHAP memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya disahkan.

    “Ini sejarah, kenapa, usaha untuk memperbarui KUHAP kan sejak 1963, baru berhasil sekarang. Lalu, 2023 kemarin dan berlakunya mulai tahun depannya, kita harus siap-siap,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Jimly menjelaskan bahwa KUHAP baru membawa penyelarasan hukum material dan hukum formil, termasuk penguatan paradigma keadilan restoratif.

    “Yang kedua, yang terakhir KUHAP. Ini kan pasangan hukum material dan hukum formilnya. Di dalamnya salah satu yang juga mengalami penguatan kebijakan ialah mekanisme restoratif justice. Peradilan yang memulihkan, bukan sekedar membalas kesalahan. Nah ini filosofi baru yang mudah-mudahan lebih sesuai dengan karakter negara hukum kita,” katanya.

    Tanggapi Kritik Masyarakat Sipil

    Dalam kesempatan itu, Jimly juga merespons kritik dari kelompok masyarakat sipil, termasuk yang disampaikan dalam konferensi pers yang digelar sejumlah organisasi, seperti LBH, mengenai kekhawatiran bahwa KUHAP baru justru memperkecil peluang reformasi kepolisian.

    “Ya bisa begitu kalau tidak setuju, kalau ada yang abuse gitu, segera saja ajukan ke MK. Tidak usah nunggu 30 hari, tidak usah nunggu ditandatangani oleh Presiden,” kata Jimly.

    Lebih lanjut, dia menanggapi dorongan sebagian kelompok yang meminta Presiden Prabowo Subianto agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) sebagai solusi atas pasal-pasal yang dianggap bermasalah.

    Menurut Jimly, mekanisme yang tepat bukan penerbitan Perpu, tetapi uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

    “Lah iya diajukan judicial review. Itu mekanismenya. Perpu, nanti kalau perpu ditetapkan untuk kepentingan yang lain, marah,” ujarnya.

    Jimly menilai desakan agar pemerintah menerbitkan Perpu berpotensi menimbulkan penyalahgunaan instrumen tersebut.

    “Nah ini supaya yang sesuai sama dia bikin perpu. Jadi perpu itu kayak jadi anu gitu loh. Itu nanti disalahgunakan. Yaudah sudah ada mekanismenya. Undang-undang sudah jadi dan sudah disahkan secara material sudah final. KUHAP itu sudah final disahkan di DPR berdasarkan pasal 20 ayat 5 undang-undang dasar kita,” tegasnya.

    Tak hanya itu, dia menjelaskan bahwa KUHAP secara material sudah berkekuatan hukum meskipun belum ditandatangani Presiden.

    “Tapi ada peluang di situ dalam 30 hari kalau Presiden tidak menandatangani, itu langsung sah menjadi undang-undang. Artinya sudah final secara material,” jelasnya.

    Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa masyarakat yang keberatan sebaiknya segera menempuh jalur konstitusional.

    “Nah maka tidak usah nunggu 30 hari, ajukan aja ke MK dan MK pun harus membangun tradisi bahwa tidak usah nunggu diundangkan dulu pakai nomor baru diuji. Jadi rancangan undang-undang yang sudah ketok palu itu sudah final secara material, daripada nanti menimbulkan korban, segera aja diuji, minta prioritas sidang cepat. Jangan Perpu dong,” tandas Jimly.

  • Komisi Reformasi Targetkan Rumusan Revisi UU Polri Rampung Januari 2026

    Komisi Reformasi Targetkan Rumusan Revisi UU Polri Rampung Januari 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Percepatan Reformasi Polri menargetkan perumusan arah kebijakan dan draf revisi Undang-Undang Kepolisian rampung pada akhir Januari 2026.

    Hal itu disampaikan Ketua Komisi, Jimly Asshiddiqie, dalam keterangan pers seusai kegiatan serap aspirasi masyarakat di Lobby Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).

    Jimly mengatakan bahwa tahap awal kerja komisi, yakni membuka ruang masukan publik selama bulan pertama, telah berjalan sesuai rencana dan mendapat respons besar dari masyarakat.

    “Ya intinya banyak yang peduli gitu untuk memberi masukan. Jadi, apa yang kita lakukan untuk membuka diri selama bulan pertama ini sudah betul, karena banyak sekali orang yang punya kepedulian. Itu bagus, sebagian ada yang sama. Tapi ya sekretariat akan melakukan pendataan, kira-kira nanti ada yang perlu kita putuskan,” ujarnya.

    Menurut Jimly, komisi menerima lebih dari seratus surat dari kelompok masyarakat yang ingin menyampaikan masukan maupun melakukan audiensi.

    Setelah proses penyaringan awal, komisi akan mulai masuk pada tahap penyusunan arah kebijakan reformasi pada bulan kedua. Jimly menegaskan bahwa sebagian besar masukan publik kemungkinan besar akan mengarah pada kebutuhan perubahan regulasi.

    “Nanti pada bulan kedua itu kita memilih kira-kira untuk kebijakan reformasinya kayak apa yang ujungnya nanti pasti mengubah undang-undang,” ujarnya.

    Tahap berikutnya, yakni pada bulan ketiga, komisi akan menyusun rumusan undang-undang yang menjadi dasar reformasi Polri.

    “Rumusan undang-undangnya nanti bulan ketiga. Jadi kira-kira akhir Januari sudah bisa kita siapkan format dan arah kebijakan seperti apa untuk reformasi kepolisian,” kata Jimly.

  • Satu Bulan Dilantik, Komisi Percepatan Reformasi Polri Terima 100 Surat Audiensi

    Satu Bulan Dilantik, Komisi Percepatan Reformasi Polri Terima 100 Surat Audiensi

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, memaparkan perkembangan kerja komisinya selama satu bulan pertama masa tugas.

    Dia menegaskan bahwa tahap awal berupa pembukaan ruang partisipasi publik telah berjalan baik dan mendapat respons luas dari masyarakat.

    “Apa yang kita lakukan untuk membuka diri selama bulan pertama ini sudah betul, karena banyak sekali orang yang punya kepedulian. Itu bagus, sebagian ada yang sama. Tapi ya sekretariat akan melakukan pendataan, kira-kira nanti ada yang perlu kita putuskan,” ujar Jimly dalam keterangan pers di Lobby Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).

    Dia menjelaskan bahwa bulan pertama digunakan untuk menghimpun seluruh bentuk aspirasi masyarakat. Menurutnya, lebih dari 100 kelompok telah mengirimkan surat untuk menyampaikan pendapat maupun permintaan audiensi.

    “Untuk audiensi, untuk memberi masukan. Bayangkan, merasa mendesak semua gitu loh. Ini kan bagus untuk kita buka ruang partisipasi publik yang bermakna,” jelasnya.

    Setelah penyaringan aspirasi pada bulan pertama, komisi akan memasuki tahap kedua berupa seleksi dan pemetaan arah kebijakan.

    “Nanti pada bulan kedua itu kita memilih kira-kira untuk kebijakan reformasinya kayak apa yang ujungnya nanti pasti mengubah undang-undang,” tutur Jimly.

    Dia menegaskan bahwa perumusan rancangan kebijakan reformasi yang memerlukan perubahan regulasi akan dipersiapkan pada bulan ketiga.

    “Rumusan undang-undangnya nanti bulan ketiga. Jadi kira-kira akhir Januari sudah bisa kita siapkan format dan arah kebijakan seperti apa untuk reformasi kepolisian,” ujarnya.

    Jimly juga menjelaskan bahwa aspirasi masyarakat yang masuk terbagi dalam dua kategori isu yang membutuhkan kebijakan jangka panjang dan kasus operasional yang dapat ditangani langsung.

    “Jadi ada dua macam nanti yang sifatnya ke depan memerlukan policy reform gitu. Itu satu kelompok, yang kedua itu yang kira-kira yang operasional kasus. Kasus yang nanti kalau memang itu masuk akal dan memang baik, kita rekomendasikan kepada Kapolri yang juga adalah anggota dari komisi ini. Langsung dikerjain,” katanya.

    Dalam kesempatan tersebut, Jimly menyampaikan apresiasinya terhadap sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dalam pernyataannya dia sebut memberikan keterbukaan dan respons cepat dalam menyikapi masukan publik.

    “Intinya, kita berharap Kapolri dan itu dia tunjukkan sebagai sikap Kapolri dan juga, kemarin saya diundang ke MABES diklat Brimob, semua petinggi Polri hadir. Saya juga sampaikan bahwa polisi saya syukuri dibawah kepemimpinan Pak Sulistyo Sigit,” ujar Jimly.

    Menurutnya, Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Sigit menunjukkan karakter adaptif dan bersedia menjalankan rekomendasi konkret.

    “Sikapnya adaptif dan responsif, terbuka untuk menerima masukan-masukan yang bisa langsung dioperasionalkan, langsung dikerjakan saja,” tambahnya.

    Jimly juga menyampaikan adanya perubahan tema besar dalam orientasi Polri yang disampaikan Kapolri kepada komisinya.

    Oleh sebab itu, dia menyebut bahwa Komisi Percepatan Reformasi Polri diperkirakan akan memasuki fase krusial pada awal 2026 saat konsep kebijakan dan draft reformasi mulai dibahas lebih lanjut dengan pemerintah dan DPR.

    “Jadi, Pak Sigit kemarin menyampaikan ada perubahan tema dari mengawal, menjaga, mencegah ke melayani. Jadi polisi ke depan diharapkan lebih mengayomi, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat,” pungkasnya.