Tag: Jim Farley

  • Profesi Lama Ramai Diserbu, Gaji Rp 1,6 Miliar Tak Butuh Ijazah Kuliah

    Profesi Lama Ramai Diserbu, Gaji Rp 1,6 Miliar Tak Butuh Ijazah Kuliah

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan ada banyak pekerjaan bergaji tinggi yang tersedia bagi generasi muda alias Gen Z. Namun, pekerjaan yang dibutuhkan bukan lagi di depan laptop.

    Selama ini, banyak orang yang menempuh pendidikan tinggi untuk mendapat ijazah dan bekerja di kantor. Namun, belakangan ramai diberitakan fenomena PHK yang terus berlanjut, profesi yang berpotensi digantikan AI, serta lulusan kuliah yang jadi pengangguran. 

    “Jika Anda adalah tukang listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, akan dibutuhkan ratusan ribu tenaga untuk membangun pabrik,” kata Huang kepada Channel 4 News, beberapa saat lalu. 

    Huang tercatat memiliki kekayaan US$163,4 miliar (Rp2.721 triliun) menurut laporan Forbes. Kekayaannya melesat pasca popularitas AI membuat kebutuhan chip AI kian tinggi. Ia menjadi orang terkaya ke-8 di dunia saat ini.

    Menurut Huang, pengembangan AI membutuhkan fasilitas data center raksasa di mana-mana. Untuk itu, dibutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar dalam membangun data center tersebut.

    “Segmen kerajinan terampil di setiap perekonomian akan mengalami lonjakan. Pertumbuhannya harus berlipat ganda, berlipat ganda, dan berlipat ganda setiap tahunnya,” ia menuturkan, dikutip dari Yahoo Finance.

    Baru-baru ini, Nvidia mengumumkan investasi senilai US$100 miliar ke OpenAI untuk membiayai pengembangan data center berbasis prosesor AI Nvidia. Secara industri, pengeluaran belanja modal untuk data center diproyeksikan mencapai US$7 triliun pada 2030 mendatang, menurut McKinsey.

    Gaji Tinggi Tak Perlu Gelar Sarjana

    Satu fasilitas data center seluas 250.000 kaki persegi digadang-gadang bisa memperkerjakan 1.500 tenaga konstruksi selama pembangunannya. Mayoritas bisa mendapatkan gaji US$100.000 (Rp1,6 miliar), belum termasuk uang lembur.

    Pekerjaan konstruksi ini tidak membutuhkan gelar sarjana. Setelah pembangunan selesai, ada 50 pekerja penuh yang dibutuhkan untuk merawat fasilitas tersebut. Masing-masing pekerjaan tersebut memacu 3,5 lapangan pekerjaan lain di perekonomian sekitarnya.

    Seruan Huang untuk lebih banyak teknisi listrik dan tukang ledeng sejalan dengan pandangannya yang lebih luas bahwa gelombang peluang berikutnya terletak pada sisi fisik teknologi, alih-alih software.

    Ketika ditanya awal tahun ini apa yang akan ia pelajari jika berusia 20 tahun lagi, Huang mengakui bahwa ia akan condong ke disiplin ilmu yang berakar pada ilmu fisika.

    “Untuk Jensen muda berusia 20 tahun yang sudah lulus sekarang, ia mungkin akan memilih… lebih banyak ilmu fisika daripada ilmu software,” ujarnya.

    Huang bukan satu-satunya yang memiliki pemikiran ini. Pada awal 2025, CEO BlackRock Larry Fink mengungkapkan kekhawatirannya kepada Gedung Putih soal deportasi pekerja imigran, ditambah kurangnya ketertarikan kaum muda AS di sektor konstruksi data center.

    “Saya bahkan mengatakan kepada tim Presiden Donald Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik yang dibutuhkan untuk membangun data center AI,” kata Fink.

    Pada pekan ini, CEO Ford Jim Farley juga mengemukakan kecemasan serupa. Ia menyorot ketimpangan antara ambisi manufaktur Washington dan tenaga kerja di lapangan.

    “Saya rasa niatnya ada, tapi tidak ada yang bisa menggantikan ambisi itu. Bagaimana kita bisa memindahkan semua ini ke tempat lain jika kita tidak punya orang untuk bekerja di sana?” ujar Farley.

    Menurut unggahan Farley di LinkedIn pada Juni 2025, AS sudah kehilangan 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi.

    [Gambas:Video CNBC]

  • Cari Kerja Makin Susah, Gelar Sarjana Sudah Tidak Laku

    Cari Kerja Makin Susah, Gelar Sarjana Sudah Tidak Laku

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pendidikan tinggi dulunya menjadi salah satu ‘penjamin’ seseorang bisa mendapat pekerjaan dengan gaji layak. Tak heran jika banyak orang mengupayakan pendidikan hingga ke jenjang kuliah. 

    Namun, terjadi pergeseran tren di bursa kerja di masa depan. Gelar sarjana tak lagi menjadi komponen utama dalam menentukan nasib seseorang mendapat kerja.

    Fenomenanya sudah terlihat belakangan ini. Banyak lulusan kuliah yang kesulitan mencari pekerjaan dan menjadi pengangguran. Pameran bursa kerja selalu disesaki, tetapi hasilnya tak selalu indah. 

    Beberapa saat lalu, CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan pekerjaan yang dicari di masa depan membutuhkan keterampilan fisik. Misalnya tukang ledeng dan tukang listrik untuk membangun data center yang menjadi infrastruktur penting dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI).

    Perusahaan analitik data bernama Palantir Technologies juga mengamini hal tersebut. Startup yang mendadak terkenal karena mendapat banyak kontrak di pemerintahan Trump tersebut memilih merekrut karyawan lulusan SMA, alih-alih memperkerjakan lulusan kuliah.

    Perusahaan itu memiliki program Beasiswa Meritokrasi buatan CEO Alex Karp dengan tawaran bekerja penuh waktu di sana. Menurut Palantir, kampus adalah sistem yang rusak dan penerimaannya menggunakan kriteria yang cacat.

    Bahkan, Karp menyebutkan kampus di Amerika Serikat (AS) tidak bisa diandalkan untuk melatih pekerja. Sekitar 500 lulusan SMA mendaftar Beasiswa Meritokrasi. Beberapa orang mendaftar mengaku karena tak tertarik untuk kuliah, sementara lainnya mendaftar setelah ditolak kampus yang diinginkan, dikutip dari WSJ, Kamis (6/11/2025).

    Pada angkatan pertama, terdapat 22 orang penerima beasiswa. Dimulai dengan seminari empat minggu dengan banyak pembicara.

    Tema yang dibawakan cukup bervariasi, dari fondasi Barat, sejarah AS, hingga studi kasus pemimpin. Program akan berakhir November ini, dan bagi yang lulus akan punya kesempatan bekerja di Palantir secara full-time.

    Karena yang dihadapi adalah anak-anak lulusan SMA, program ini juga dibuat berbeda dari magang lainnya. Konselor senior yang bekerja dengan Karp dalam proyek khusus, Jordan Hirsch mengatakan punya kewajiban menyediakan sesuatu yang lebih bagi mereka.

    Hirsch juga harus menghadapi anak-anak yang belum berpengalaman. Misalnya belum pernah mencatat selama seminar atau mengerjakan sesuatu di luar pelajaran sekolahnya.

    Mantan editor majalah Foreign Affairs dan asisten profesor tambahan di Barnard College, Gideon Rose mengatakan pelajaran yang diberikan pada penerima beasiswa tak membahas soal perspektif ideologis atau partisan politik. Namun pada pengantar hubungan internasional.

    Berikutnya penerima beasiswa juga berkesempatan pergi bersama tim yang ada di Palantir. Ini menjadi ajang uji coba, dan mereka bisa mengalami sendiri bertemu klien saat bekerja.

    Minggu ketiga atau keempat, bos-bos di Palantir telah memiliki gambaran siapa saja yang bekerja baik untuk lingkungan perusahaan.

    Meski begitu, bekerja cepat tanpa kuliah bukan pilihan mudah bagi penerima beasiswa. Mereka harus mendapatkan tantangan dari orang tua dan orang terdekatnya.

    Salah satunya Matteo Zanini yang mengaku mendapatkan beasiswa saat menerima pemberitahuan penerimaan di Universitas Brown. Tidak ada yang menyarankan untuk ikut dalam beasiswa tersebut, sementara orang tuanya menyerahkan keputusan itu pada dirinya.

    Karyawan perusahaan, Sam Feldman mengatakan mungkin ada beberapa orang yang menolak bekerja di tempatnya dan mendaftar untuk kuliah. Dia memastikan tidak ada satupun penerima beasiswa yang akan bekerja di bidang investasi dan konsultan.

    “Mereka telah merasakan rasanya membangun dan memiliki agensi,” ungkapnya.

    Bos Nvidia Ungkap Pekerjaan Masa Depan

    Seperti ditulis di atas, CEO Nvidia Jensen Huang pernah menepis anggapan bahwa generasi Z sulit mendapat pekerjaan akibat pesatnya perkembangan AI. Ia justru menilai peluang kerja semakin terbuka lebar seiring ledakan data center di berbagai negara.

    Namun, kata Huang, peluang besar itu bukan untuk lulusan kuliah, melainkan bagi mereka yang memiliki keterampilan teknis di bidang kejuruan seperti listrik, pipa, hingga pertukangan.

    “Kalau kamu seorang teknisi listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, kita akan membutuhkan ratusan ribu orang seperti itu untuk membangun semua pabrik ini,” ujar Huang dalam wawancara dengan Channel 4 News, dikutip dari Fortune, beberapa saat lalu.

    Menurut Huang, sektor tenaga kerja terampil akan menjadi tulang punggung ekonomi baru yang digerakkan oleh teknologi fisik, bukan sekadar perangkat lunak.

    “Segmen tenaga kerja terampil di setiap ekonomi akan mengalami ledakan. Jumlahnya akan terus berlipat ganda setiap tahun,” tegasnya.

    Pernyataan Huang sejalan dengan tren peningkatan permintaan tenaga kerja konstruksi dan teknisi di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan McKinsey, belanja modal global untuk pembangunan pusat data diperkirakan mencapai US$7 triliun pada 2030.

    Satu fasilitas pusat data berukuran 250.000 kaki persegi dapat mempekerjakan hingga 1.500 pekerja konstruksi selama masa pembangunan.

    Banyak di antara mereka berpenghasilan lebih dari US$100.000 (Rp1,6 miliar) per tahun tanpa gelar sarjana, belum termasuk lembur. Setelah beroperasi, fasilitas tersebut masih membutuhkan sekitar 50 pekerja tetap untuk perawatan.

    Huang juga menegaskan bahwa Nvidia akan ikut mendukung pembangunan ekosistem tenaga kerja ini.

    CEO BlackRock Larry Fink sebelumnya juga telah memperingatkan bahwa Amerika Serikat menghadapi krisis tenaga kerja untuk membangun data center AI.

    “Saya bahkan mengatakan kepada beberapa anggota tim Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik untuk membangun pusat data AI. Kita memang tidak punya cukup banyak tenaga kerja,” kata Fink dalam sebuah konferensi energi pada Maret lalu.

    CEO Ford Jim Farley juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia menyebut, meski pemerintah AS berambisi memulangkan industri manufaktur (reshoring), tidak ada cukup tenaga kerja untuk mewujudkannya.

    “Bagaimana kita bisa memulangkan industri kalau tidak punya orang untuk bekerja di sana?” ujar Farley kepada Axios.

    Saat ini, AS kekurangan sekitar 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi, menurut unggahan Farley di LinkedIn pada Juni lalu.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Cari Kerja Kantoran Makin Susah, Profesi Lama Mendadak Naik Daun

    Cari Kerja Kantoran Makin Susah, Profesi Lama Mendadak Naik Daun

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Nvidia Jensen Huang menepis anggapan bahwa generasi Z sulit mendapat pekerjaan akibat pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI). Ia justru menilai peluang kerja semakin terbuka lebar seiring ledakan pembangunan pusat data (data center) di berbagai negara.

    Namun, kata Huang, peluang besar itu bukan untuk lulusan perguruan tinggi, melainkan bagi mereka yang memiliki keterampilan teknis di bidang kejuruan seperti listrik, pipa, hingga pertukangan.

    “Kalau kamu seorang teknisi listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, kita akan membutuhkan ratusan ribu orang seperti itu untuk membangun semua pabrik ini,” ujar Huang dalam wawancara dengan Channel 4 News, dikutip dari Fortune, Jumat (10/10/2025).

    Menurut Huang, sektor tenaga kerja terampil akan menjadi tulang punggung ekonomi baru yang digerakkan oleh teknologi fisik, bukan sekadar perangkat lunak.

    “Segmen tenaga kerja terampil di setiap ekonomi akan mengalami ledakan. Jumlahnya akan terus berlipat ganda setiap tahun,” tegasnya.

    Pernyataan Huang sejalan dengan tren peningkatan permintaan tenaga kerja konstruksi dan teknisi di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan McKinsey, belanja modal global untuk pembangunan pusat data diperkirakan mencapai US$7 triliun pada 2030.

    Satu fasilitas pusat data berukuran 250.000 kaki persegi dapat mempekerjakan hingga 1.500 pekerja konstruksi selama masa pembangunan.

    Banyak di antara mereka berpenghasilan lebih dari US$100.000 (Rp1,6 miliar) per tahun tanpa gelar sarjana, belum termasuk lembur. Setelah beroperasi, fasilitas tersebut masih membutuhkan sekitar 50 pekerja tetap untuk perawatan.

    Huang juga menegaskan bahwa Nvidia akan ikut mendukung pembangunan ekosistem tenaga kerja ini.

    Pekan lalu, perusahaan chip raksasa itu mengumumkan investasi US$100 miliar untuk membantu OpenAI mengembangkan jaringan pusat data berbasis prosesor AI milik Nvidia.

    Huang bukan satu-satunya bos teknologi yang menyerukan pentingnya tenaga kerja terampil. CEO BlackRock Larry Fink sebelumnya telah memperingatkan bahwa Amerika Serikat menghadapi krisis tenaga kerja untuk membangun pusat data AI.

    “Saya bahkan mengatakan kepada beberapa anggota tim Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik untuk membangun pusat data AI. Kita memang tidak punya cukup banyak tenaga kerja,” kata Fink dalam sebuah konferensi energi pada Maret lalu.

    CEO Ford Jim Farley juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia menyebut, meski pemerintah AS berambisi memulangkan industri manufaktur (reshoring), tidak ada cukup tenaga kerja untuk mewujudkannya.

    “Bagaimana kita bisa memulangkan industri kalau tidak punya orang untuk bekerja di sana?” ujar Farley kepada Axios.

    Saat ini, AS kekurangan sekitar 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi, menurut unggahan Farley di LinkedIn pada Juni lalu.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Profesi Lama Ramai Diserbu, Gaji Rp 1,6 Miliar Tak Butuh Ijazah Kuliah

    Cari Kerja Kantoran Susah, Tukang Ledeng Bisa Dapat Gaji Rp 1,6 Miliar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gen Z tengah dihadapi oleh krisis lapangan kerja di berbagai belahan dunia, seiring masifnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan ketidakpastian ekonomi yang menyebabkan gelombang PHK terus berlanjut.

    Kendati demikian, CEO Nvidia Jensen Huang yang memiliki peran kunci dalam perkembangan AI mengatakan sebenarnya ada ribuan pekerjaan tersedia untuk generasi muda. Hanya saja, peluang pekerjaan itu bukan di depan laptop.

    “Jika Anda adalah tukang listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, akan dibutuhkan ratusan ribu tenaga untuk membangun pabrik,” kata Huang kepada Channel 4 News.

    Huang tercatat memiliki kekayaan US$164 miliar (Rp2.715 triliun) menurut laporan Forbes. Kekayaannya melesat pasca popularitas AI membuat kebutuhan chip AI kian tinggi. Ia menjadi orang terkaya ke-8 di dunia saat ini.

    Menurut Huang, pengembangan AI membutuhkan fasilitas data center raksasa di mana-mana. Untuk itu, dibutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar dalam membangun data center tersebut.

    “Segmen kerajinan terampil di setiap perekonomian akan mengalami lonjakan. Pertumbuhannya harus berlipat ganda, berlipat ganda, dan berlipat ganda setiap tahunnya,” ia menuturkan, dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (3/10/2025).

    Pekan lalu, Nvidia baru mengumumkan investasi senilai US$100 miliar ke OpenAI untuk membiayai pengembangan data center berbasis prosesor AI Nvidia. Secara industri, pengeluaran belanja modal untuk data center diproyeksikan mencapai US$7 triliun pada 2030 mendatang, menurut McKinsey.

    Satu fasilitas data center seluas 250.000 kaki persegi digadang-gadang bisa memperkerjakan 1.500 tenaga konstruksi selama pembangunannya. Mayoritas bisa mendapatkan gaji US$100.000 (Rp1,6 miliar), belum termasuk uang lembur.

    Pekerjaan konstruksi ini tidak membutuhkan gelar sarjana. Setelah pembangunan selesai, ada 50 pekerja penuh yang dibutuhkan untuk merawat fasilitas tersebut.

    Masing-masing pekerjaan tersebut memacu 3,5 lapangan pekerjaan lain di perekonomian sekitarnya.

    Seruan Huang untuk lebih banyak teknisi listrik dan tukang ledeng sejalan dengan pandangannya yang lebih luas bahwa gelombang peluang berikutnya terletak pada sisi fisik teknologi, alih-alih software.

    Ketika ditanya awal tahun ini apa yang akan ia pelajari jika berusia 20 tahun lagi, Huang mengakui bahwa ia akan condong ke disiplin ilmu yang berakar pada ilmu fisika.

    “Untuk Jensen muda berusia 20 tahun yang sudah lulus sekarang, ia mungkin akan memilih… lebih banyak ilmu fisika daripada ilmu software,” ujarnya.

    Huang bukan satu-satunya yang memiliki pemikiran ini. Pada awal 2025, CEO BlackRock Larry Fink mengungkapkan kekhawatirannya kepada Gedung Putih soal deportasi pekerja imigran, ditambah kurangnya ketertarikan kaum muda AS di sektor konstruksi data center.

    “Saya bahkan mengatakan kepada tim Presiden Donald Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik yang dibutuhkan untuk membangun data center AI,” kata Fink.

    Pada pekan ini, CEO Ford Jim Farley juga mengemukakan kecemasan serupa. Ia menyorot ketimpangan antara ambisi manufaktur Washington dan tenaga kerja di lapangan.

    “Saya rasa niatnya ada, tapi tidak ada yang bisa menggantikan ambisi itu. Bagaimana kita bisa memindahkan semua ini ke tempat lain jika kita tidak punya orang untuk bekerja di sana?” ujar Farley.

    Menurut unggahan Farley di LinkedIn pada Juni 2025, AS sudah kehilangan 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tanpa Insentif, Penjualan Mobil Listrik Bisa Runtuh

    Tanpa Insentif, Penjualan Mobil Listrik Bisa Runtuh

    Jakarta

    Program pajak kendaraan listrik federal atau Federal EV Tax telah berakhir di Amerika Serikat (AS). Imbasnya, mobil nonemisi di sana tak lagi mendapat insentif sebesar US$ 7.500 atau Rp 125 jutaan. Bagaimana dampaknya terhadap penjualan?

    Disitat dari Carscoops, Federal EV Tax telah berakhir sejak Selasa (30/9). Menurut Chief Executive Officer (CEO) Ford, Jim Farley, situasi tersebut membuat penjualan mobil listrik setempat kemungkinan runtuh. Bahkan, dia meramal, penurunannya bisa mencapai 50 persen!

    Farley menilai dampak absennya keringanan pajak sangat besar. Jika sebelumnya pangsa pasar mobil listrik di AS mencapai 10-12 persen, dia khawatir angka itu akan kembali jeblok ke lima persen atau setara tiga tahun lalu.

    “Saya pikir ini akan tetap jadi industri yang hidup, tapi lebih kecil, jauh lebih kecil dari yang kita kira. Apalagi dengan perubahan kebijakan emisi gas buang, plus insentif US$ 7.500 yang hilang,” ujar Jim Farley dalam acara Ford Pro Accelerate di Detroit, dikutip Kamis (10/2).

    “Sebulan lagi kita akan lihat, tapi saya tidak akan kaget kalau penjualan EV di AS turun menjadi hanya 5 persen,” tambahnya.

    Mobil listrik Ford. Foto: Dok. Ford

    Kondisi itu membuat tim Model e Ford terus menghitung ulang arah bisnisnya. Kapasitas pabrik mobil listrik dan baterai yang sudah terlanjur dibangun mungkin harus dialihfungsikan bila penurunan permintaan benar-benar terjadi.

    “Kami akan tetap mengisinya (pabrik), tapi akan lebih stres, karena sebelumnya ada kebijakan jelas selama empat tahun. Sekarang kebijakannya berubah. Semua harus menyesuaikan, dan saya pikir ini baik untuk negara, tapi jelas akan jadi satu tekanan lagi,” jelasnya.

    Di sisi lain, Farley juga jujur soal preferensi konsumen. Menurut dia, masyarakat belum tertarik untuk membeli mobil listrik mahal.

    “Pelanggan tidak tertarik dengan mobil listrik US$ 75 ribu (Rp 1,5 miliar). Mereka menganggapnya menarik-mobilnya cepat, efisien, tidak perlu ke SPBU-tapi tetap saja mahal,” kata dia.

    (sfn/din)

  • Bos Produsen Otomotif AS Siaga Tinggi Bersiap Hadapi Hancurnya Penjualan Mobil Listrik Usai Insentif Pajak Berakhir

    Bos Produsen Otomotif AS Siaga Tinggi Bersiap Hadapi Hancurnya Penjualan Mobil Listrik Usai Insentif Pajak Berakhir

    JAKARTA – Para CEO produsen otomotif di Amerika Serikat (AS) kini berada dalam status siaga tinggi, bersiap menghadapi jatuh bebasnya penjualan kendaraan listrik (EV) menyusul berakhirnya insentif pajak federal sebesar 7.500 dolar AS (sekitar Rp124,5 juta) bagi pembeli sejak akhir September.

    Dilansir dari Reuters, Kamis, 2 Oktober, CEO Ford Jim Farley bahkan menyebut hilangnya subsidi hasilkan perubahan signifikan di pasar. Berakhirnya kredit pajak pada 30 September memicu kepanikan di kalangan industri, yang sebelumnya telah melihat lonjakan rekor penjualan pada Agustus saat konsumen bergegas memanfaatkan kredit yang tersisa.

    Kekhawatiran mendalam muncul dari para pemimpin industri mengenai dampak langsung dari berakhirnya insentif tersebut. Jim Farley memprediksi bahwa penjualan mobil listrik bisa anjlok hingga 5 persen dari total penjualan kendaraan bulan depan atau setengah dari rekor yang tercatat di musim panas lalu.

    Prediksi yang sama suramnya datang dari Chairman Nissan Americas Christian Meunier, yang memperkirakan keruntuhan pasar EV pada bulan Oktober ini. Meunier menambahkan bahwa persaingan akan menjadi super-brutal karena banyak pesaing telah membangun stok EV yang melimpah, dan kini harus berjuang keras untuk menemukan pembeli.

    Pencabutan insentif ini semakin memperburuk posisi pasar AS, yang sudah tertinggal jauh dalam adopsi EV dibandingkan pasar global lainnya. Di China, pemimpin dunia dalam EV dan produksi baterai, kendaraan listrik dan plug-in hybrid telah melampaui 40 persen dari total penjualan, sementara Eropa berada di sekitar 20 persen. Lebih lanjut, pertumbuhan penjualan EV di AS sudah melambat dalam dua tahun terakhir, bahkan saat insentif masih berlaku. Sebuah studi akademis memperkirakan bahwa tanpa insentif, registrasi kendaraan listrik di AS dapat turun hingga 27 persen.

    Dampak langsung terasa hingga ke tingkat dealer, di mana kekhawatiran meningkat tentang menumpuknya inventaris EV yang tidak terjual. Dealer-dealer khawatir model-model mahal, seperti truk pikap listrik Chevy Silverado dari General Motors yang harganya bisa mencapai lebih dari 90.000 dolar AS (sekitar Rp1,5 miliar), akan kesulitan menarik pembeli tanpa adanya bantuan subsidi. Untuk meredam pukulan ini, pabrikan besar seperti GM dan Ford telah berupaya mengalihkan insentif pajak ke dalam persyaratan sewa (lease terms) untuk beberapa bulan ke depan, sementara Hyundai langsung menawarkan potongan harga hingga 7.500 dolar AS untuk model Ioniq 5 tahun 2025.

  • AI Jadi Penyebab Lesunya Lowongan Kerja? Ini Kata Bos The Fed Jerome Powell – Page 3

    AI Jadi Penyebab Lesunya Lowongan Kerja? Ini Kata Bos The Fed Jerome Powell – Page 3

    Beberapa pemimpin perusahaan besar bahkan sudah terang-terangan menyatakan rencana mereka untuk mengurangi perekrutan karyawan dan beralih ke sistem otomatisasi berbasis AI.

    CEO Ford, Jim Farley, misalnya pernah memprediksi bahwa teknologi ini pada akhirnya bisa menggantikan “setengah dari seluruh pekerja kantoran di AS.”

    Hal serupa juga terlihat di perusahaan lain. CEO Shopify, Tobias Lütke, menerapkan aturan baru yang cukup ketat bagi para manajer perekrutan.

    Sebelum memutuskan untuk membuka posisi pekerjaan, mereka harus lebih dulu menjelaskan alasan mengapa tugas tersebut tidak bisa dilakukan oleh AI.

    Bahkan platform freelancer Fiverr baru-baru ini ikut mengambil langkah drastis. Mereka mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 250 stafnya, sebagai bagian dari pergeseran besar perusahaan menuju model bisnis yang mengutamakan penggunaan AI.

  • Daftar Pekerjaan Terancam Punah, Buruan Ganti Profesi Sebelum Telat

    Daftar Pekerjaan Terancam Punah, Buruan Ganti Profesi Sebelum Telat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang PHK terjadi di mana-mana. Penyebabnya kompleks, mulai dari ketidakpastian ekonomi sebagai dampak konflik geopolitik, hingga perkembangan teknologi AI yang lebih efisien dan membuat perusahaan mulai menggantikan peran manusia.

    Raksasa teknologi yang tadinya mengklaim AI tak akan menggantikan manusia kini mulai terang-terangan menyebut dampak teknologi masa depan tersebut terhadap bursa kerja.

    Beberapa saat lalu, CEO Amazon Andy Jassy mengumumkan kemungkinan PHK masih terus berlanjut karena perusahaan terus menerapkan AI dalam operasionalnya. Amazon juga telah mengumumkan telah mengoperasikan 1 juta robot pekerja di fasilitas gudang dan pengiriman barang ke konsumen.

    Selain itu, CEO Ford Motor Jim Farley juga blak-blakan menyebut banyak pekerjaan kantoran yang akan terancam karena pengembangan AI yang makin canggih.

    “Kecerdasan buatan akan menggantikan setengah dari seluruh pekerja kantoran (white collar) di AS,” kata Farley kepada penulis Walter Isaacson di Aspen Ideas Festival, dikutip dari DailyMail.

    Terbaru, para peneliti di Microsoft mengeluarkan laporan yang mengungkap 40 daftar pekerjaan yang akan terdampak oleh AI. Beberapa di antaranya adalah penerjemah, ahli sejarah, dan AI.

    Customer Service (CS) dan sales juga menjadi dua divisi pekerjaan yang terancam harus bersaing, bahkan digantikan oleh AI. Sebagai informasi, sekitar 5 juta pekerja di AS memiliki profesi sebagai CS dan sales.

    Microsoft menekankan bahwa kemampuan AI untuk menguasai pekerjaan tertentu tak secara otomatis membuat beberapa profesi sepenuhnya tergantikan. Kendati demikian, 40 daftar pekerjaan paling terdampak AI yang diungkap para peneliti Microsoft langsung viral dan membuat heboh.

    Pasalnya, laporan tersebut keluar ketika perusahaan seperti IBM telah membekukan ribuan calon profesi baru yang diharapkan akan diambil alih oleh AI dalam 5 tahun ke depan.

    Para lulusan di Inggris juga menghadapi krisis pasar kerja terburuk sejak 2018 karena para pengusaha menghentikan perekrutan dan menggunakan AI untuk memangkas biaya, kata Indeed.

    CEO Nvidia Jensen Huang juga mengamini tren AI yang akan berdampak pada pekerjaan manusia. Ia mengatakan manusia harus bisa beradaptasi jika tak mau digusur oleh AI.

    “Setiap pekerjaan akan terdampak dan bersifat langsung. Tidak diragukan lagi,” kata Huang saat menghadiri Milken Institute Global Conference pada Mei 2025 lalu.

    “Anda tak akan kehilangan pekerjaan karena AI. Namun, Anda akan kehilangan pekerjaan karena digantikan orang lain yang menggunakan AI,” Huang menekankan.

    Banyak pekerjaan ‘kerah putih’ yang membutuhkan pendidikan tinggi, terdampak oleh perkembangan AI yang kian masif. Misalnya ahli politik, jurnalis, hingga analis manajemen. Artinya, pendidikan tinggi saat ini bukan jaminan mutlak seseorang bisa mendapat kerja ketika lulus.

    Peneliti Microsoft mempelajari 200.000 percakapan dunia nyata pengguna Copilot dan membandingkan kinerja AI dengan data pekerjaan. Berikut perinciannya:

    40 Pekerjaan yang Terancam Digantikan AI

    Penerjemah dan Juru Bahasa

    Sejarawan

    Pramugari

    Sales

    Penulis

    Customer Service

    Programmer CNC

    Operator Telepon

    Agen Tiket dan Perjalanan

    DJ Radio dan Penyiar Berita

    Petugas Pialang

    Dosen Manajemen Rumah dan Pertanian

    Telemarketer

    Concierge

    Pakar Politik

    Analis Berita, Reporter, Jurnalis

    Pakar Matematika

    Penulis Teknis

    Korektor

    Host/Hostess

    Editor

    Dosen Bisnis

    Hubungan Masyarakat

    Promotor Produk

    Sales Periklanan

    Account Executive

    Asisten Statistik

    Counter dan Rental

    Data Scientist

    Penasihat Keuangan

    Pengarsip

    Dosen Ekonomi

    Pengembang Web

    Analis Manajemen

    Pakar Geografi

    Model

    Analis Penelitian Pasar

    Telekomunikasi Keamanan Publik

    Operator Switchboard

    Dosen Ahli Perpustakaan

    Kendati ada banyak pekerjaan yang akan terdampak AI, namun ada juga profesi yang diramal tak terlalu ‘diganggu’ oleh keberadaan AI. Berikut perinciannya:

    Pekerjaan Tak Terdampak AI

    Operator Pengerukan

    Pakar Blockchain

    Operator Instalasi dan Sistem Pengolahan Air

    Petugas Pengecoran

    Operator Peralatan Pemasangan dan Pemeliharaan Rel Kereta Api

    Operator Pemancang Tiang Pancang

    Operator Mesin Pengamplas dan Penyempurna Lantai

    Operator Motorboat

    Operator Alat Penambangan.

    Nah, itu dia daftar pekerjaan yang diprediksi paling terdampak dan tak terdampak AI. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita untuk menyiapkan diri menghadapi gempuran AI!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 40 Profesi Paling Rawan PHK Massal, Ganti Pekerjaan Sebelum Telat!

    40 Profesi Paling Rawan PHK Massal, Ganti Pekerjaan Sebelum Telat!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa teknologi mulai terang-terangan menyebut dampak pengembangan sistem kecerdasan buatan (AI) terhadap pekerjaan manusia. Beberapa saat lalu, CEO Amazon Andy Jassy mengumumkan kemungkinan PHK masih terus berlanjut karena perusahaan terus menerapkan AI dalam operasionalnya.

    Bahkan, Amazon baru-baru ini mengumumkan telah mengoperasikan 1 juta robot pekerja di fasilitas gudang dan pengiriman barang ke konsumen.

    Selain itu, CEO Ford Motor Jim Farley juga blak-blakan menyebut banyak pekerjaan kantoran yang akan terancam karena pengembangan AI yang makin canggih.

    “Kecerdasan buatan akan menggantikan setengah dari seluruh pekerja kantoran (white collar) di AS,” kata Farley kepada penulis Walter Isaacson di Aspen Ideas Festival, dikutip dari DailyMail.

    Terbaru, para peneliti di Microsoft mengeluarkan laporan yang mengungkap 40 daftar pekerjaan yang akan terdampak oleh AI. Beberapa di antaranya adalah penerjemah, ahli sejarah, dan AI.

    Customer Service (CS) dan sales juga menjadi dua divisi pekerjaan yang terancam harus bersaing, bahkan digantikan oleh AI. Sebagai informasi, sekitar 5 juta pekerja di AS memiliki profesi sebagai CS dan sales.

    Dikutip dari Fortune, Senin (4/8/2025), pekerjaan intelektual kebanyakan akan terdampak oleh AI. Misalnya, pekerjaan yang berhubungan dengan komputer atau pekerjaan administratif di kantor.

    Pekerjaan sebagai sales juga lumayan rentan. Pasalnya, profesi tersebut berkaitan dengan penyampaian dan elaborasi informasi tertentu. Fungsi ini sudah mulai dikuasai oleh AI.

    Microsoft menekankan bahwa kemampuan AI untuk menguasai pekerjaan tertentu tak secara otomatis membuat beberapa profesi sepenuhnya tergantikan. Kendati demikian, 40 daftar pekerjaan paling terdampak AI yang diungkap para peneliti Microsoft langsung viral dan membuat heboh.

    Pasalnya, laporan tersebut keluar ketika perusahaan seperti IBM telah membekukan ribuan calon profesi baru yang diharapkan akan diambil alih oleh AI dalam 5 tahun ke depan.

    Para lulusan di Inggris juga menghadapi krisis pasar kerja terburuk sejak 2018 karena para pengusaha menghentikan perekrutan dan menggunakan AI untuk memangkas biaya, kata Indeed.

    CEO Nvidia Jensen Huang juga mengamini tren AI yang akan berdampak pada pekerjaan manusia. Ia mengatakan manusia harus bisa beradaptasi jika tak mau digusur oleh AI.

    “Setiap pekerjaan akan terdampak dan bersifat langsung. Tidak diragukan lagi,” kata Huang saat menghadiri Milken Institute Global Conference pada Mei 2025 lalu.

    “Anda tak akan kehilangan pekerjaan karena AI. Namun, Anda akan kehilangan pekerjaan karena digantikan orang lain yang menggunakan AI,” Huang menekankan.

    Banyak pekerjaan ‘kerah putih’ yang membutuhkan pendidikan tinggi, terdampak oleh perkembangan AI yang kian masif. Misalnya ahli politik, jurnalis, hingga analis manajemen. Artinya, pendidikan tinggi saat ini bukan jaminan mutlak seseorang bisa mendapat kerja ketika lulus.

    “Dari segi persyaratan pendidikan, kami menemukan penerapan AI yang lebih tinggi untuk pekerjaan yang membutuhkan gelar Sarjana dibandingkan pekerjaan dengan persyaratan yang lebih rendah,” tulis para peneliti,

    Peneliti mempelajari 200.000 percakapan dunia nyata pengguna Copilot dan membandingkan kinerja AI dengan data pekerjaan. Berikut perinciannya:

    40 Pekerjaan yang Terancam Digantikan AI

    Penerjemah dan Juru Bahasa
    Sejarawan
    Pramugari
    Sales
    Penulis
    Customer Service
    Programmer CNC
    Operator Telepon
    Agen Tiket dan Perjalanan
    DJ Radio dan Penyiar Berita
    Petugas Pialang
    Dosen Manajemen Rumah dan Pertanian
    Telemarketer
    Concierge
    Pakar Politik
    Analis Berita, Reporter, Jurnalis
    Pakar Matematika
    Penulis Teknis
    Korektor
    Host/Hostess
    Editor
    Dosen Bisnis
    Hubungan Masyarakat
    Promotor Produk
    Sales Periklanan
    Account Executive
    Asisten Statistik
    Counter dan Rental
    Data Scientist
    Penasihat Keuangan
    Pengarsip
    Dosen Ekonomi
    Pengembang Web
    Analis Manajemen
    Pakar Geografi
    Model
    Analis Penelitian Pasar
    Telekomunikasi Keamanan Publik
    Operator Switchboard
    Dosen Ahli Perpustakaan

    Kendati ada banyak pekerjaan yang akan terdampak AI, namun ada juga profesi yang diramal tak terlalu ‘diganggu’ oleh keberadaan AI. Berikut perinciannya:

    10 Pekerjaan Tak Terdampak AI

    Operator Pengerukan
    Pakar Blockchain
    Operator Instalasi dan Sistem Pengolahan Air
    Petugas Pengecoran
    Operator Peralatan Pemasangan dan Pemeliharaan Rel Kereta Api
    Operator Pemancang Tiang Pancang
    Operator Mesin Pengamplas dan Penyempurna Lantai
    Operator Motorboat
    Operator Alat Penabangan

    • 10. Orderly

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 40 Profesi Paling Rawan PHK Massal, Ganti Pekerjaan Sebelum Telat!

    40 Profesi Rawan PHK Massal, Ganti Pekerjaan Sebelum Telat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa teknologi mulai terang-terangan menyebut dampak pengembangan sistem kecerdasan buatan (AI) terhadap pekerjaan manusia. Beberapa saat lalu, CEO Amazon Andy Jassy mengumumkan kemungkinan PHK masih terus berlanjut karena perusahaan terus menerapkan AI dalam operasionalnya.

    Bahkan, Amazon baru-baru ini mengumumkan telah mengoperasikan 1 juta robot pekerja di fasilitas gudang dan pengiriman barang ke konsumen.

    Selain itu, CEO Ford Motor Jim Farley juga blak-blakan menyebut banyak pekerjaan kantoran yang akan terancam karena pengembangan AI yang makin canggih.

    “Kecerdasan buatan akan menggantikan setengah dari seluruh pekerja kantoran (white collar) di AS,” kata Farley kepada penulis Walter Isaacson di Aspen Ideas Festival, dikutip dari DailyMail.

    Terbaru, para peneliti di Microsoft mengeluarkan laporan yang mengungkap 40 daftar pekerjaan yang akan terdampak oleh AI. Beberapa di antaranya adalah penerjemah, ahli sejarah, dan AI.

    Customer Service (CS) dan sales juga menjadi dua divisi pekerjaan yang terancam harus bersaing, bahkan digantikan oleh AI. Sebagai informasi, sekitar 5 juta pekerja di AS memiliki profesi sebagai CS dan sales.

    Dikutip dari Fortune, Senin (4/8/2025), pekerjaan intelektual kebanyakan akan terdampak oleh AI. Misalnya, pekerjaan yang berhubungan dengan komputer atau pekerjaan administratif di kantor.

    Pekerjaan sebagai sales juga lumayan rentan. Pasalnya, profesi tersebut berkaitan dengan penyampaian dan elaborasi informasi tertentu. Fungsi ini sudah mulai dikuasai oleh AI.

    Microsoft menekankan bahwa kemampuan AI untuk menguasai pekerjaan tertentu tak secara otomatis membuat beberapa profesi sepenuhnya tergantikan. Kendati demikian, 40 daftar pekerjaan paling terdampak AI yang diungkap para peneliti Microsoft langsung viral dan membuat heboh.

    Pasalnya, laporan tersebut keluar ketika perusahaan seperti IBM telah membekukan ribuan calon profesi baru yang diharapkan akan diambil alih oleh AI dalam 5 tahun ke depan.

    Para lulusan di Inggris juga menghadapi krisis pasar kerja terburuk sejak 2018 karena para pengusaha menghentikan perekrutan dan menggunakan AI untuk memangkas biaya, kata Indeed.

    CEO Nvidia Jensen Huang juga mengamini tren AI yang akan berdampak pada pekerjaan manusia. Ia mengatakan manusia harus bisa beradaptasi jika tak mau digusur oleh AI.

    “Setiap pekerjaan akan terdampak dan bersifat langsung. Tidak diragukan lagi,” kata Huang saat menghadiri Milken Institute Global Conference pada Mei 2025 lalu.

    “Anda tak akan kehilangan pekerjaan karena AI. Namun, Anda akan kehilangan pekerjaan karena digantikan orang lain yang menggunakan AI,” Huang menekankan.

    Banyak pekerjaan ‘kerah putih’ yang membutuhkan pendidikan tinggi, terdampak oleh perkembangan AI yang kian masif. Misalnya ahli politik, jurnalis, hingga analis manajemen. Artinya, pendidikan tinggi saat ini bukan jaminan mutlak seseorang bisa mendapat kerja ketika lulus.

    “Dari segi persyaratan pendidikan, kami menemukan penerapan AI yang lebih tinggi untuk pekerjaan yang membutuhkan gelar Sarjana dibandingkan pekerjaan dengan persyaratan yang lebih rendah,” tulis para peneliti,

    Peneliti mempelajari 200.000 percakapan dunia nyata pengguna Copilot dan membandingkan kinerja AI dengan data pekerjaan. Berikut perinciannya:

    40 Pekerjaan yang Terancam Digantikan AI

    Penerjemah dan Juru Bahasa
    Sejarawan
    Pramugari
    Sales
    Penulis
    Customer Service
    Programmer CNC
    Operator Telepon
    Agen Tiket dan Perjalanan
    DJ Radio dan Penyiar Berita
    Petugas Pialang
    Dosen Manajemen Rumah dan Pertanian
    Telemarketer
    Concierge
    Pakar Politik
    Analis Berita, Reporter, Jurnalis
    Pakar Matematika
    Penulis Teknis
    Korektor
    Host/Hostess
    Editor
    Dosen Bisnis
    Hubungan Masyarakat
    Promotor Produk
    Sales Periklanan
    Account Executive
    Asisten Statistik
    Counter dan Rental
    Data Scientist
    Penasihat Keuangan
    Pengarsip
    Dosen Ekonomi
    Pengembang Web
    Analis Manajemen
    Pakar Geografi
    Model
    Analis Penelitian Pasar
    Telekomunikasi Keamanan Publik
    Operator Switchboard
    Dosen Ahli Perpustakaan

    Kendati ada banyak pekerjaan yang akan terdampak AI, namun ada juga profesi yang diramal tak terlalu ‘diganggu’ oleh keberadaan AI. Berikut perinciannya:

    10 Pekerjaan Tak Terdampak AI

    Operator Pengerukan
    Pakar Blockchain
    Operator Instalasi dan Sistem Pengolahan Air
    Petugas Pengecoran
    Operator Peralatan Pemasangan dan Pemeliharaan Rel Kereta Api
    Operator Pemancang Tiang Pancang
    Operator Mesin Pengamplas dan Penyempurna Lantai
    Operator Motorboat
    Operator Alat Penabangan

    • 10. Orderly

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]