Tag: Jamiluddin Ritonga

  • Uya Kuya Minim Empati

    Uya Kuya Minim Empati

    GELORA.CO -Anggota Komisi IX DPR RI Surya Utama alias Uya Kuya dinilai minim rasa empati dan tidak memahami privasi orang lain karena membuat konten media sosial di depan kediaman korban kebakaran di Los Angeles, Amerika Serikat.

    Demikian pandangan dosen komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga kepada RMOL, Minggu 19 Januari 2025.

    “Uya Kuya yang membuat konten di tempat kebakaran di LA mengindikasikan minim  empati dan privasi,” kata  Jamiluddin.

    Menurut Jamiluddin, apabila Uya Kuya memiliki rasa empati, tentunya tidak membuat konten media sosial di lokasi bencana. Ia akan merasakan penderitaan warga Los Angeles, sehingga tidak tega membuat konten untuk kepentingan pribadi. 

    “Memahami penderitaan orang lain jauh lebih penting daripada keuntungan pribadi. Uya Kuya akan cepat peka tak membuat konten bila rasa empatinya tinggi,” kata Jamiluddin.

    Ia menambahkan, Uya Kuya juga terkesan tidak memahami dan menghargai privasi. Padahal hal itu paling dijaga oleh setiap warga AS.

    “Mengambil gambar tidak bisa sesukanya, seperti layaknya di Indonesia. Ia harus tahu mana saja wilayah privasi dan mana yang tidak,” kata Jamiluddin.

    Ia menambahkan, minimnya pengetahuan tentang privasi membuat Uya Kuya seenaknya membuat konten di setiap tempat. 

    “Dia seolah berpikir seperti di Indonesia, yang seenaknya bisa membuat konten tanpa ada yang memprotesnya,” tutup Jamiluddin.

    Uya Kuya sekeluarga yang masih berada di Amerika Serikat terus mengabarkan kondisi di Los Angeles setelah tragedi kebakaran besar pada Selasa, 7 Januari 2025 lalu. 

    Uya Kuya mendapat teguran dari warga setempat ketika membuat konten untuk mengabarkan kondisi rumah-rumah yang dilalap api. 

    Buntutnya Uya diusir gara-gara membuat konten karena dinilai tidak memahami apa yang dirasakan korban ketika kehilangan rumah akibat kebakaran dan harus berjuang untuk menata kembali rumah dan hidupnya.

  • Sulit, Kecuali Beliau Menjauhi Jokowi

    Sulit, Kecuali Beliau Menjauhi Jokowi

    GELORA.CO – Kabar rencana pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri kencang dibicarakan publik. 

    Padahal di antara dua sosok itu hingga saat ini tidak ada persoalan.

    Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga, baik pihak Gerindra maupun PDIP, selalu menyatakan hubungan Prabowo dan Megawati baik-baik saja.

    “Bahkan Prabowo beberapa kali menyatakan nasi goreng masakan Megawati enak sekali,” ujarnya, Jumat (17/1/2025). 

    “Megawati juga menyatakan siap untuk memasak lagi nasi goreng khusus buat Prabowo,” imbuh Jamil.

    Jamil menilai, belum bertemunya Prabowo dan Megawati tampaknya karena ada faktor ketiga. 

    Faktor tersebut bisa jadi berkaitan dengan Joko Widodo (Jokowi).

    “Bagi Megawati, Jokowi sudah kartu mati. Karena itu, di mana ada Jokowi, Megawati tidak akan mau bergabung,” ucapnya.

    Dia mengatakan, selama Prabowo dinilai Megawati masih mesra dengan Jokowi, selama itu pula ia akan terus menjauh dengan Prabowo. 

    Megawati juga akan menghindar untuk bertemu Prabowo.

    “Bila Prabowo ingin bisa cepat bertemu Megawati, pilihannya Prabowo harus renggang dulu dengan Jokowi,” katanya. 

    “Setidaknya Megawati tidak lagi menilai Prabowo terlalu mengikuti arah politik Jokowi,” imbuhnya.

    Masalahnya, apakah Prabowo mau merenggangkan hubungannya dengan Jokowi? Inilah yang menjadi masalah selama ini. 

    Prabowo untuk saat ini tampaknya masih sulit menjauh dengan Jokowi.

    “Penyebabnya bisa jadi karena faktor utang budi,” ujarnya. 

    “Prabowo memang sosok yang tahu berterima kasih atas kebaikan orang lain. Hal inilah yang menjadi kendala bagi Prabowo untuk jauh dari Jokowi,” ungkapnya.

    Jamil menyebut, apabila Prabowo memang mau bertemu Megawati, maka pilihannya ia harus bisa menjaga jarak dengan Jokowi. 

    Kalau tidak, pertemuan Prabowo dan Megawati akan terus sebatas wacana.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, baru-baru ini dia bertemu Megawati.

    Namun, Ketua MPR RI itu tidak mengungkapkan di mana pertemuan itu. 

    Dimuat Tribunnews.com pada Kamis (16/1/2025) Muzani mengungkapkan pertemuan itu dalam rangka persiapan pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri. 

     

    Dalam pertemuan itu, Muzani menyebut Megawati menyampaikan sejumlah pesan kepada dirinya. 

    “Ya, ada pesan-pesan lah begitu. Ibu Megawati menyampaikan beberapa pesan,” ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2025).

    Muzani pun menjelaskan pesan yang disampaikan oleh Megawati. 

    Menurutnya, salah satu pesan yang disampaikan Megawati adalah penyampaian rasa terima kasih kepada Presiden Prabowo.

    Pasalnya, Presiden Prabowo menyetujui surat pimpinan MPR RI yang sudah melakukan pemulihan nama baik Presiden RI ke-1, Soekarno yang juga ayah kandungnya.

    Yakni, tuduhan kepada Bung Karno telah melakukan pengkhianatan terhadap negara dan mendukung pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

    “Pak Presiden Prabowo, segera memulihkan hak-hak Presiden Soekarno dengan gaji, pensiun, dan keuangan. Sehingga Bu Mega menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo dan menyampaikan, dan saya sampaikan itu kepada Bapak Prabowo,” jelasnya.

    Lagi pula, kata dia, Presiden Prabowo dan Megawati selama ini memiliki hubungan yang baik. Sebab, keduanya memiliki hubungan pribadi yang dekat sejak lama.

    “Hubungan antara Pak Prabowo dengan Ibu Megawati dari awal atau sejak awal adalah hubungan pribadi yang panjang. Hubungan pribadi yang baik. Jauh sebelum Pak Prabowo jadi Presiden, keduanya memiliki hubungan pribadi yang baik. Baik Pak Prabowo ataupun Ibu Mega,” jelasnya.

    Karena itu, Muzani mengatakan saat ini hubungan baik tersebut tetap terjalin meskipun Prabowo sudah menjadi Presiden RI dan belum sempat bertemu.

    “Benar bahwa keduanya belum pernah bertemu, tetapi komunikasinya dilakukan dengan berbagai macam cara yang pesan dari kedua beliau itu sampai.

    “Kemudian itulah yang menyebabkan meskipun PDI Perjuangan secara formal tidak masuk dalam pemerintahan, tetapi kami merasa bersyukur bahwa PDI tidak akan kemana-mana, PDI Perjuangan tetap mensupport, mendukung pemerintahan Prabowo,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Muzani pun meyakini pertemuan antara Megawati dan Prabowo tidak lama lagi akan terjadi pada bulan Januari 2025 ini.

    “Saya berdoa mudah-mudahan bisa bulan ini, makin cepat, makin bagus,” pungkasnya

  • Pengamat Menilai PDIP Sedang Tidak Baik-baik Saja, Ungkap 2 Persoalan Besar yang Dihadapi

    Pengamat Menilai PDIP Sedang Tidak Baik-baik Saja, Ungkap 2 Persoalan Besar yang Dihadapi

    GELORA.CO  – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 PDIP menunjukkan partai berlambang banteng tersebut tidak dalam kondisi baik-baik saja. 

    Setidaknya ada 2 persoalan besar yang sedang dihadapi oleh internal partai.

    “Pada HUT ke-52 PDIP sedang tidak baik-baik saja. PDIP sedang menghadapi beberapa masalah,” ujar Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga saat dikonfirmasi, Sabtu (11/1/2025).

    Dijelaskan Jamiluddin, permasalahan pertama yang dihadapi yaitu penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjadi tersangka. 

    Selain itu, ada upaya dari eksternal mengambil PDIP dengan adanya permintaan agar Megawati Soekarnoputri mundur dari Ketua Umum PDIP.

    “Hal itu berbeda dengan situasi 9 tahun terakhir, saat PDIP sebagai partai penguasa. PDIP tampak begitu digdaya, seolah tak tersentuh berbagai persoalan. PDIP terkesan begitu kuat sehingga sulit goyah, apalagi untuk digoyahkan,” jelasnya.

    Dalam HUT itu, PDIP ingin mengambil pengalaman berharga atas kesalahan partai mengusung Jokowi pada Pilpres 2014. 

    Kesalahan itu menjadikan PDIP saat ini menjadi partai yang tidak stabil.

    Baca juga: Ketua DPC PDIP Solo Heran KPK Tetapkan Hasto Sebagai Tersangka Jelang Kongres Partai

    “PDIP juga bisa jadi merasa bersalah atas kondisi sosial, ekonomi, dan politik nasional saat ini. Kondisi saat ini bisa jadi dinilainya akibat salah arahnya Jokowi dalam memimpin Indonesia selama 10 tahun,” ungkapnya.

    Karena itu, kata dia, PDIP merasa bersalah karena presiden yang diusungnya mewariskan banyak persoalan bangsa. 

    Hal ini membuat Prabowo Subianto sebagai presiden harus menanggung warisan tersebut. 

    “Ibaratnya, Prabowo harus melakukan cuci piring karena rezim sebelumnya meninggalkan banyaknya piring kotor,” jelasnya.

    Karena itu, ia menilai ada dua tantangan terbesar PDIP pada 2025. 

    Yang pertama, PDIP harus menyiapkan benteng pertahanan yang kokoh agar dapat bertahan dari serangan eksternal. 

    “Upaya melemahkan PDIP harus dapat ditangkal agar PDIP tetap eksis. Untuk itu, PDIP harus mampu melakukan konsolidasi di internal. Setidaknya struktur partai mulai dari DPP, DPD, DPC, DPAC, hingga Ranting harus solid dan satu komando,” jelasnya.

    “Hal demikian sudah pernah dilakukan Partai Demokrat. Upaya mengambil alih Partai Demokrat dapat digagalkan karena struktur partai solid dan satu komando,” sambungnya.

    Yang kedua, Jamiluddin menilai PDIP perlu segera melakukan regenerasi. Hal itu setidaknya perlu dilakukan saat PDIP Kongres pada tahun ini.

    Dalam regenerasi kepemimpinan, sebaiknya menggabungkan trah Soekarno dan non trah Soekarno. 

    Perpaduan ini dianggap dapat menghilangkan friksi di PDIP sehingga regenerasi kepemimpinan dapat berjalan mulus.

    “Setidaknya Ketua Umum PDIP bisa diambil dari trah Soekarno dan Sekjennya non trah Soekarno. Komposisi ini juga dapat dilakukan pada level Ketua DPP,” pungkasnya

  • Pengamat Menilai PDIP Sedang Tidak Baik-baik Saja, Ungkap 2 Persoalan Besar yang Dihadapi – Halaman all

    Pengamat Menilai PDIP Sedang Tidak Baik-baik Saja, Ungkap 2 Persoalan Besar yang Dihadapi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 PDIP menunjukkan partai berlambang banteng tersebut tidak dalam kondisi baik-baik saja. 

    Setidaknya ada 2 persoalan besar yang sedang dihadapi oleh internal partai.

    “Pada HUT ke-52 PDIP sedang tidak baik-baik saja. PDIP sedang menghadapi beberapa masalah,” ujar Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga saat dikonfirmasi, Sabtu (11/1/2025).

    Dijelaskan Jamiluddin, permasalahan pertama yang dihadapi yaitu penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjadi tersangka. 

    Selain itu, ada upaya dari eksternal mengambil PDIP dengan adanya permintaan agar Megawati Soekarnoputri mundur dari Ketua Umum PDIP.

    “Hal itu berbeda dengan situasi 9 tahun terakhir, saat PDIP sebagai partai penguasa. PDIP tampak begitu digdaya, seolah tak tersentuh berbagai persoalan. PDIP terkesan begitu kuat sehingga sulit goyah, apalagi untuk digoyahkan,” jelasnya.

    Dalam HUT itu, PDIP ingin mengambil pengalaman berharga atas kesalahan partai mengusung Jokowi pada Pilpres 2014. 

    Kesalahan itu menjadikan PDIP saat ini menjadi partai yang tidak stabil.

    “PDIP juga bisa jadi merasa bersalah atas kondisi sosial, ekonomi, dan politik nasional saat ini. Kondisi saat ini bisa jadi dinilainya akibat salah arahnya Jokowi dalam memimpin Indonesia selama 10 tahun,” ungkapnya.

    Karena itu, kata dia, PDIP merasa bersalah karena presiden yang diusungnya mewariskan banyak persoalan bangsa. 

    Hal ini membuat Prabowo Subianto sebagai presiden harus menanggung warisan tersebut. 

    “Ibaratnya, Prabowo harus melakukan cuci piring karena rezim sebelumnya meninggalkan banyaknya piring kotor,” jelasnya.

    Karena itu, ia menilai ada dua tantangan terbesar PDIP pada 2025. 

    Yang pertama, PDIP harus menyiapkan benteng pertahanan yang kokoh agar dapat bertahan dari serangan eksternal. 

    “Upaya melemahkan PDIP harus dapat ditangkal agar PDIP tetap eksis. Untuk itu, PDIP harus mampu melakukan konsolidasi di internal. Setidaknya struktur partai mulai dari DPP, DPD, DPC, DPAC, hingga Ranting harus solid dan satu komando,” jelasnya.

    “Hal demikian sudah pernah dilakukan Partai Demokrat. Upaya mengambil alih Partai Demokrat dapat digagalkan karena struktur partai solid dan satu komando,” sambungnya.

    Yang kedua, Jamiluddin menilai PDIP perlu segera melakukan regenerasi. Hal itu setidaknya perlu dilakukan saat PDIP Kongres pada tahun ini.

    Dalam regenerasi kepemimpinan, sebaiknya menggabungkan trah Soekarno dan non trah Soekarno. 

    Perpaduan ini dianggap dapat menghilangkan friksi di PDIP sehingga regenerasi kepemimpinan dapat berjalan mulus.

    “Setidaknya Ketua Umum PDIP bisa diambil dari trah Soekarno dan Sekjennya non trah Soekarno. Komposisi ini juga dapat dilakukan pada level Ketua DPP,” pungkasnya.

  • Sebut PDIP Sedang Tak Baik-baik Saja, Pengamat Sarankan Megawati Tiru Posisi SBY di Demokrat

    Sebut PDIP Sedang Tak Baik-baik Saja, Pengamat Sarankan Megawati Tiru Posisi SBY di Demokrat

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM – Usai merayakan HUT ke-52, PDIP akan menggelar kongres pada April 2025 mendatang.

    Menurut Pengamat komunikasi politik, Jamiluddin Ritonga, peluang Megawati Soekarnoputri digeser dari jabatan Ketua Umum pada kongres mendatang sangat terbuka.

    Menurutnya, hal itu memang perlu dilakukan karena kondisi objektif Megawati Soekarnoputri yang saat ini sudah sepuh. 

    “Hal ini membuat Megawati sudah tidak lagi cukup lincah untuk memimpin partai sebesar PDIP,” kata Jamiluddin, Jumat (10/11/2025).

    Namun, kata Jamiluddin, karena posisi PDIP saat ini sedang tidak baik-baik saja, maka Megawati sebaiknya tetap diberi posisi strategis dan menentukan. 

    Ia menyarankan Megawati menempati posisi seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat.

    “Posisinya digeser dari Ketua Umum ke Ketua Dewan Pembina atau yang setara dengan itu,” kata Jamiluddin.

    Menurutnya, posisi semacam itu diperlukan agar pergantian Ketua Umum dapat berjalan mulus. 

    Setidaknya, kata dia, bila Megawati menjadi Ketua Dewan Pembina dapat menjadi benteng gempuran dari internal dan eksternal.

    lihat foto
    KLIK SELENGKAPNYA: Ucapan Effendi Simbolon Dinilai Membuat Perang Terbuka Presiden ke-7 RI Jokowi Vs PDIP berlanjut. Pengamat Nilai Effendi Mantap Jika Masih kader PDIP.

    Dari internal, faksi-faksi yang ada berpeluang besar menerima ketua umum yang dikehendaki Megawati. 

    “Hal itu berpeluang terjadi karena Megawati selama ini dinilai sebagai pemersatu faksi-faksi yang ada. Semua faksi akan legowo, minimal tidak berani frontal menolak pilihan Megawati,” papar Jamiluddin.

    Sedangkan untuk eksternal, jabatan Ketua Dewan Pembina membuat Megawati tetap dapat menjadi benteng untuk menahan gempuran dari luar terhadap PDIP. 

    “Pihak eksternal, termasuk kader yang sudah dipecat, tentu akan menghadapi tembok bila Megawati menjadi Ketua Dewan Pembina.

    Jadi, Megawati masih tetap dibutuhkan sebagai pemersatu partai. Dengan menjadi Ketua Dewan Pembina, Megawati juga dapat mengamankan ketua umum yang dikehendakinya,” tutur Jamiluddin.

    Dengan cara itu, ujarnya, Megawati berhasil mengalihkan tongkat kepemimpinan di PDIP. 

    Ini akan menjadi sejarah bagi Megawati yang sukses dalam suksesi estapet kepemimpinan di partainya.

    Jamiluddin menyebut hal semacam itu sudah dilakukan Partai Demokrat dimana SBY diberi tempat yang strategis, sementara Ketua Umum diserahkan kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

    “Strategi tersebut dapat menahan gempuran dari eksternal dan internal. Regenerasi di Partai Demokrat berjalan mulus dan sekarang soliditas internal sangat terjaga,” kata dia.
     Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Pidato Politik Megawati di HUT ke-52 PDIP, Ekspresi Marah Partai Banteng? – Page 3

    Pidato Politik Megawati di HUT ke-52 PDIP, Ekspresi Marah Partai Banteng? – Page 3

    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menilai bahwa perayaan HUT Partai Persatuan Demokrasi Indonesia (PDIP) ke-52 kali ini memiliki sejumlah perbedaan dibanding tahun-tahun sebelumnya.

    Menurutnya, HUT kali ini digelar secara sederhana dan untuk yang kedua kalinya tanpa kehadiran Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.

    “HUT-nya dilaksanakan sederhana dan tak ada Jokowi. HUT kali ini juga dirayakan saat Hasto tersangka KPK dan sejumlah elitnya diperiksa KPK,” kata Adi kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).

    Adi mengatakan, HUT ke-52 PDIP yang mengangkat tema ‘Satyam Eva Jayate’ dan sub tema ‘Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam’ menandakan bahwa PDIP ingin terus menunjukkan perjuangan politiknya, namun juga momen evaluasi terhadap hasil Pilpres hingga Pilkada 2024.

    “Pastinya PDIP melakukan evaluasi menyeluruh atas perjuangan politik mereka selama ini. Mulai soal Pilpres, Pileg, Pilkada, hingga soal kontribusinya buat rakyat seperti apa,” ujarnya.

    Adi melihat bahwa PDIP ke depan, tentu akan menghadapi tantangan besar di tahun 2025, terutama terkait konsolidasi internal dan regenerasi kepemimpinan.

    “Konsolidasi internal, regenerasi kepemimpinan terutama soal posisi Ketum partai apakah tetap Megawati atau dimandatkan pada figur lain. Termasuk soal apakah PDIP akan jadi oposisi atau bergabung dengan 08 (Prabowo),” jelas Adi.

    Selain itu, Adi menilai bahwa dinamika politik internal PDIP saat ini terlihat cenderung terbelah, di mana seperti ada dua barisan politik di internal PDIP sendiri.

    “Di 2025 sikap politik PDIP terlihat terbelah. Ada yang agresif seperti Hasto dan barisan politiknya. Ada wajah lain seperti Puan yang lebih soft. Bahkan dengan Jokowi sekalipun barisan Puan terlihat tak ada persoalan apa pun. Berbeda dengan barisan Hasto yang ofensif kritis ke Jokowi,” pungkas Adi.

    Senada, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tengah menghadapi situasi yang berbeda di tengah perayaan HUT ke-52. Menurutnya, ada sejumlah tantangan besar yang kini mengintai partai berlambang banteng tersebut.

    Salah satu isu besar yang mencuat adalah penetapan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus hukum di KPK.

    “Pada HUT ke-52, PDIP sedang tidak baik-baik saja. PDIP sedang menghadapi beberapa masalah. Salah satunya, Sekjen Hasto dijadikan tersangka,” ujar Jamiluddin kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).

    Di sisi lain, tekanan eksternal terhadap PDIP juga semakin kuat. Beberapa pihak bahkan menyerukan agar Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, mengundurkan diri dari jabatannya. Situasi ini berbeda drastis dari tahun-tahun sebelumnya, di mana PDIP tampak begitu solid dan sulit digoyahkan oleh berbagai persoalan.

    “PDIP tampak begitu digdaya dalam sembilan tahun terakhir, seolah tak tersentuh berbagai masalah. Namun, kini tantangan yang dihadapi jauh lebih besar,” ucapnya.

    Menurutnya, PDIP perlu menghadapi dua tantangan besar pada tahun 2025 agar dapat mempertahankan eksistensinya di panggung politik nasional. Pertama, PDIP harus membangun benteng pertahanan yang kokoh untuk menangkal serangan dari pihak eksternal. Upaya melemahkan partai harus dapat diantisipasi dengan memperkuat konsolidasi internal.

    “PDIP harus mampu melakukan konsolidasi di internal. Setidaknya struktur partai mulai dari DPP, DPD, DPC, DPAC, hingga ranting harus solid dan satu komando. Hanya dengan cara demikian, gangguan dari eksternal dapat ditangkal. Sebab, eksternal tidak akan bisa masuk bila struktur internal PDIP solid,” ungkapnya.

    Jamiluddin mencontohkan pengalaman Partai Demokrat dalam menghadapi upaya pengambilalihan partai. Menurutnya, Demokrat berhasil menggagalkan upaya tersebut karena struktur partainya solid dan berada dalam satu komando.

    Kemudian tantangan kedua yang harus dihadapi PDIP adalah melakukan regenerasi kepemimpinan. Jamiluddin menyebut, regenerasi ini perlu dilakukan saat PDIP menggelar kongres pada tahun ini.

    “Dalam regenerasi kepemimpinan, sebaiknya menggabungkan trah Soekarno dan non-trah Soekarno. Perpaduan ini dapat menghilangkan friksi di PDIP sehingga regenerasi kepemimpinan dapat berjalan mulus,” jelasnya.

     

  • Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Pengamat: Tidak Ada Lagi Dominasi Parpol Tetapkan Capres – Halaman all

    Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Pengamat: Tidak Ada Lagi Dominasi Parpol Tetapkan Capres – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen.

    Menurutnya putusan itu tentunya akan menggairahkan kembali Pilpres mendatang.

    Yakni akan banyak pasangan capres dan cawapres yang diajukan partai politik. 

    Setiap partai atau gabungan partai dapat mengajukan capres dan cawapres tanpa dibatasi presidential threshold lagi.

    “Putusan MK itu membuka ruang kepada semua partai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan capres dan cawapres. Ini artinya, tidak ada lagi dominasi partai tertentu dalam menetapkan pasangan Capres dan cawapres yang akan diusung,” kata dia kepada Tribunnews.com Kamis (2/1/2025).

    Dengan begitu, kata Jamil, rakyat akan disuguhi banyak pasangan capres dan cawapres. 

    Hal ini sejalan dengan prinsif demokrasi, yaitu bervariasi yang dipilih dan bervariasi yang memilih.

    “Dengan begitu, Putusan MK yang menghapus PT 20 persen seirama dengan prinsip demokrasi. Hal ini tentunya akan menggairahkan kembali Pilpres mendatang,” ucapnya.

    Selain itu, dia berharap Pilpres 2029 akan banyak pasangan capres yang berkualitas. 

    Sebab para calon tidak lagi hasil kompromi antar elite politik semata. Elite politik mau tak mau harus memilih dan memajukan kandidat yang memang diterima rakyat. 

    “Dengan begitu, Pilpres 2029 akan disuguhi beragam kandidat. Para kandidat tersebut akan dipilih oleh beragam pemilih,” ucapnya.

    “Kalau hal itu terwujud, diharapkan Pilpres mendatang akan menghasil presiden dan wakil presiden yang berkualitas dan amanah. Mereka dipilih karena dinilai layak dan dapat dipercaya membawa amanah rakyat,” tandasnya.

    MK Hapus Aturan PT 20 Persen

    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.

    Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

    Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

    Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

    MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

    Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

    Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

    Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

    Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

    Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang – undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:

    Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    “Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

  • Makna Bisik-bisik Anies-Ahok, Simbol Oposisi hingga Kans Berduet di Pilpres 2029

    Makna Bisik-bisik Anies-Ahok, Simbol Oposisi hingga Kans Berduet di Pilpres 2029

    loading…

    Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terlihat akrab bercengkerama dalam acara Bentang Harapan JakAsa di Balai Kota Jakarta pada Selasa (31/12/2024) sore. Foto/Tangkapan layar SINDOnews TV

    JAKARTA – Kedekatan antara Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok ) mengindikasikan eratnya hubungan kedua tokoh nasional tersebut. Banyak hal yang bisa dimaknai dari momen saling berbisik kedua tokoh di acara Bentang Harapan JakAsa di Balai Kota Jakarta tersebut.

    Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menyebut bahwa keeratan hubungan Anies-Ahok tentu diharapkan menular ke para pendukungnya. Setidaknya, hubungan harmonis di antara kedua pendukung itu akan membawa suasana tenteram dan harmonis di Jakarta.

    “Harmonisnya pendukung Anies dan Ahok dapat menjadi kekuatan dalam membantu Pramono-Rano membangun Jakarta. Hal itu akan memudahkan Pramono-Rano merealisir janji-janji politiknya saat kampanye Pilkada 2024 ,” kata Jamil dalam keterangannya, Kamis (2/1/2025).

    Selain itu, dia melihat momen saling bisik Anies-Ahok bisa saja keduanya secara bersama akan menyampaikan dukungan penuhnya kepada Pramono-Rano dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

    Meskipun dukungan itu sudah disampaikan saat Pramono dan Rano sebaga calon gubernur dan wakil gubernur, hal itu disampaikan secara terpisah. “Efek politis, psikologis, dan sosiologisnya akan berbedah bila disampaikan bersamaan,” ujarnya.

    Selain itu, Jamil melihat Anies dan Ahok tampaknya akan melakukan pidato politik bersama. Pidato politik itu bisa menjadi respons mereka terhadap persoalan berbangsa dan bernegara kontemporer.

    Di antaranya bisa jadi berkaitan dengan pilkada melalui DPRD, kembali ke UUD 1945, PPN 12 persen, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan penanganan pelanggaran HAM. Isu-isu tersebut bisa jadi menjadi topik utama bila Anies dan Ahok melakukan pidato politik bersama.

    “Jadi, Anies dan Ahok bisa saja menyampaikan hal-hal yang spesifik terkait Joko Widodo, terutama isu-isu sensitif terkait Jokowi pascapensiun presiden,” tuturnya.

    Anies dan Ahok, kata Jamil, menyampaikan hal itu bisa jadi sebagai awal mendeklarasikan sebagai simbol oposisi. “Mereka ingin menjadi simbol perlawanan terhadap pemerintahan yang berkuasa saat ini,” katanya.

  • Drama Jet Pribadi hingga Sebutan Mulyono di Akhir Kuasa Jokowi

    Drama Jet Pribadi hingga Sebutan Mulyono di Akhir Kuasa Jokowi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Joko Widodo (Jokowi) mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden pada 20 Oktober 2024. Akhir masa jabatannya diwarnai sejumlah drama politik, mulai dari gagalnya revisi UU Pilkada hingga pisah jalan dengan PDIP.

    Di akhir masa jabatan Jokowi, ada isu untuk menyukseskan keikutsertaan anak bontotnya, Kaesang Pangarep, ke Pilkada Serentak 2024. Kala itu, Kaesang terganjal syarat usia minimal.

    Padahal, nama Kaesang sudah muncul di berbagai survei. Dia memuncaki survei Pilgub Jateng dan muncul sebagai opsi di Pilgub DKI Jakarta.

    Pada 21 Agustus 2024, DPR menggelar revisi Undang-Undang Pilkada. Rapat itu digelar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024.

    Revisi dilakukan super cepat. Hasil revisi diketok hanya dalam hitungan jam. Beberapa poin revisi pun bertolak belakang dengan putusan MK.

    Salah satu poin revisi dikaitkan dengan pencalonan Kaesang. Revisi UU Pilkada menetapkan batas usia paling rendah calon gubernur adalah 30 tahun dan batas usia calon wali kota/bupati adalah 25 tahun ketika resmi dilantik.

    Manuver DPR itu membuat masyarakat murka. Gerakan “Peringatan Darurat” meledak di internet. Mahasiswa dan para aktivis turun ke jalan. Sejumlah selebritas juga ikut mendemo DPR.

    Karena desakan kuat, DPR membatalkan revisi tersebut.

    “Bahwa pada hari ini 22 Agustus Kamis pada jam 10.00 setelah kemudian mengalami penundaan 30 menit maka tadi sudah diketok bahwa revisi UU Pilkada tidak dapat dilaksanakan artinya pada hari ini RUU Pilkada batal dilaksanakan,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/8).

    Kaesang tak lagi punya peluang maju. Koalisi Indonesia Maju (KIM) mencalonkan Ridwan Kamil-Suswono di Jakarta dan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen di Jateng.

    Kemunculan Mulyono

    Gerakan Peringatan Darurat diyakini sejumlah pihak sebagai bentuk muaknya publik terhadap politik Jokowi. Revisi kilat UU Pilkada disandingkan dengan perubahan aturan pencalonan Pilpres 2024 yang memuluskan jalan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden.

    Mulai dari momen Peringatan Darurat, warganet mulai mengulik berbagai hal tentang keluarga Jokowi. Salah satu hal yang dilakukan adalah memanggil Jokowi dengan nama kecilnya, Mulyono.

    Panggilan Mulyono menjadi bulan-bulanan warganet di setiap pembahasan yang berkaitan dengan Jokowi. Julukan itu juga dipakai massa aksi Peringatan Darurat untuk mengolok-olok Jokowi.

    PDIP dan beberapa politisi yang berseberangan dengan Jokowi pun menggunakan julukan Mulyono. Misalnya, cagub Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang membalas sindiran soal jalan rusak. Dia mengatakan jalan yang dimaksud sebenarnya tanggung jawab pemerintah pusat.

    “Masalah infrastruktur. Infrastruktur yang disebut oleh Bobby itu di perbatasan-perbatasan, itu jalan nasional. Itu jalan jalannya Jokowi yang belum terselesaikan, Mulyono,” kata Edy usai pengundian nomor urut pasangan cagub-cawagub di Hotel Mercure Medan, Selasa (24/9).

    Setelah ramai penggunaan julukan Mulyono, Kaesang dan Bobby ikut menggunakannya. Namun, mereka memakainya untuk gimik, bukan mengolok-olok Jokowi.

    Kaesang memakai rompi bertulis Mulyono. Sementara itu, Bobby memperkenalkan diri sebagai keluarga Mulyono selama kampanye di Sumut.

    “Saya hadir di sini bersama istri saya ibu Kahiyang Ayu Boru Siregar. Sini, Ayo sini. Ini Boru Siregar. Ini yang namanya ibu Kahiyang Ayu Siregar. Inilah anaknya–yang kalau sekarang orang bilangnya–kami anak dan menantu Mulyono, orang bilang sekarang,” kata Bobby di Tapanuli Selatan, Sabtu (28/9).

    Tindak-tanduk keluarga Jokowi juga menjadi sorotan publik. Misalnya, gaya hidup mewah yang dipertontonkan Erina Gudono, menantu Jokowi.

    Erina memperlihatkan sedang makan kue brioche seharga US$25 di California bersama Kaesang. Dia juga mengunggah foto perjalanan ke Amerika Serikat menggunakan pesawat jet pribadi Gulfstream G650.

    Salah satu momen mengejutkan adalah saat pelantikan Prabowo-Gibran di Kompleks Parlemen. Saat itu, kamera menyorot sejumlah tokoh, anggota dewan dan para hadirin menyambut dengan tepuk tangan.

    Giliran kamera menyorot Kaesang, Bobby Nasution, dan Kahiyang Ayu. Respons anggota dewan dan hadirin justru sorakan “huuu”. Anak dan mantu Jokowi itu hanya tersenyum ke kamera.

    Pengamat politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai “Mulyono” adalah bentuk kemarahan masyarakat Indonesia. Dia berkata masyarakat Indonesia punya budaya memberi sanksi sosial dengan julukan aneh kepada orang-orang yang dianggap bersalah.

    “Tidak keliru kalau dikatakan orang, rakyat di Indonesia akhirnya tidak menyebut Jokowi, tapi Mulyono itu karena kemuakan rakyat kepada beliau. Umum di Indonesia ketika kita sudah tidak suka terhadap seseorang, makan akan muncul julukan-julukan terhadap orang tersebut,” ujar Jamiluddin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/12).

    Hubungan Jokowi dengan PDIP kandas setelah 20 tahun. Semua bermula dari pencalonan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

    PDIP sudah mengumumkan pengusungan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD untuk pilpres. Pengumuman itu pun dihadiri oleh Jokowi.

    Beberapa waktu kemudian, Gibran Rakabuming Raka menerima pinangan Prabowo Subianto untuk menjadi calon wakil presiden. Pasangan itu pun menang dengan perolehan suara 58 persen.

    Tak berhenti di situ, partai-partai pendukung Jokowi juga membentuk blok kekuatan politik bernama Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Mereka menggandeng semua partai di berbagai daerah, kecuali PDIP.

    Koalisi raksasa itu menggempur PDIP di basis-basis massa pada Pilkada Serentak 2024. PDIP hanya menang di DKI Jakarta. Provinsi-provinsi lainnya di Jawa dikuasai oleh KIM Plus.

    PDIP mengambil langkah tegas. Mereka menerbitkan surat pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution. SK Nomor 1649 untuk Jokowi, SK Nomor 1650 untuk Gibran, dan SK Nomor 1651 untuk Bobby.

    Tiga surat pemecatan itu ditandatangani Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada 4 Desember 2024.

    “Menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi MK yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pelanggaran etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat,” bunyi keterangan pemecatan Jokowi di surat tersebut.

    Pengamat politik Jamiluddin Ritonga menilai kekesalan PDIP terhadap Jokowi “sudah sampai ubun-ubun”. Menurutnya, pemecatan terhadap Jokowi pun dilakukan dengan rasa balas dendam.

    Dalam surat pemecatan, PDIP menulis dua “dosa” Jokowi. Pertama, melanggar AD ART, kode etik dan disiplin partai dengan melawan secara terang-terangan keputusan partai yang mencalonkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.

    Kedua, menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengintervensi Mahkamah Konstisusi (MK). PDIP menganggap tindakan Jokowi sebagai pelanggaran berat.

    “Dua dosa yang dikemukakan oleh PDIP itu menurut saya mencoreng citra dan reputasi Jokowi,” ujarnya.

    “Ini pandai PDIP dengan memberikan dua dosa tadi itu kan akan memberi stigma yang negatif terhadap Jokowi seumur hidupnya bahwa Jokowi cacat secara politis, baik sebagai kader maupun sebagai presiden,” lanjut Jamiluddin.

    [Gambas:Infografis CNN]

    Menolak pensiun

    Selepas jabatan presiden, Jokowi dan Iriana kembali ke kampung halaman mereka di Solo. Mereka sempat tak muncul di publik beberapa hari.

    Meski demikian, itu bukan tanda Jokowi pamit dari kancah politik nasional. Dia kembali bermanuver menjelang pemungutan suara Pilkada Serentak 2024.

    Jokowi mulai menerima sejumlah politisi di rumahnya, termasuk cagub DKI Jakarta Ridwan Kamil. Dia juga pernah menerima kunjungan cagub Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan wakilnya Taj Yasin Maimoen.

    Ayah Gibran itu juga terbang ke Jakarta pada Senin (18/11). Dia berkumpul dengan para relawan dan menyatakan dukungan terhadap Ridwan Kamil dan Suswono di Pilgub DKI Jakarta 2024.

    Jokowi juga ikut di sejumlah kegiatan kampanye Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen di Jateng.

    Dia berkata memang memberi dukungan terhadap sejumlah calon kepala daerah. Menurut Jokowi, ia hanya mendukung, tetapi kemenangan tetap ditentukan oleh rakyat.

    “Seingat saya yang kita berikan endorse 84 seingat saya,” kata Jokowi di Solo, Selasa (3/12).

    “Kalau ada yang menang itu bukan karena endorse. Karena calonnya, bukan saya. Dan karena penerimaan rakyat, penerimaan masyarakat itu baik saya sekali lagi saya bisa ngapain, wong sudah pensiun,” ucap Jokowi.

  • Karena No Viral No Action

    Karena No Viral No Action

    loading…

    Publik diyakini sedang menantikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membongkar dugaan skandal korupsi para pejabat negara. Foto/Istimewa

    JAKARTA – Publik diyakini sedang menantikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membongkar dugaan skandal korupsi para pejabat negara . Diketahui, Hasto telah membuat puluhan video terkait dugaan skandal korupsi para pejabat negara sebagaimana diungkap Juru Bicara PDIP Guntur Romli.

    “Masyarakat tentu berharap video dugaan kasus korupsi itu segera di-publish. Sebab, mayoritas masyarakat sudah muak terhadap perilaku koruptif, apalagi yang dilakukan petinggi negara,” kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga dalam keterangan tertulis yang dikutip, Minggu (29/12/2024).

    Bila video itu dirilis, ia mengatakan, publik akan mengetahui para petinggi negara yang diduga melakukan korupsi. Dengan begitu, kata dia, masyarakat bisa mendesak aparat hukum, terkhusus Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) untuk memprosesnya sesuai hukum yang berlaku.

    “Hal itu perlu dilakukan karena di Indonesia berlaku no viral, no action. Karena itu, perlu ada pembuka informasi mengenai orang-orang yang diduga koruptif agar masyarakat dapat memviralkannya melalui media sosial,” kata Jamiluddin.

    “Hal itu akan dilakukan masyarakat karena berharap agar semua koruptor mendapat hukuman seberat-beratnya. Kalau bisa seperti di China, para koruptor ditembak mati,” sambungnya.

    Kendati demikian, Jamiluddin menilai, hukuman mati untuk para koruptor sulit terwujud di Indonesia. Pasalnya, kata dia, perilaku koruptif terkesan sudah menjadi mainan sebagian para elite.

    Para elite disebut melalukan praktik rasuah baik sendiri maupun berjamaah. Celakanya, kata dia, perilaku koruptif itu dilakukan dengan cara saling melindungi. Menurutnya, perilaku koruptif elite negara itu sengaja ditutupi selama masih satu frekuensi dengan penguasa.