Tag: Jack Ma

  • Lama Hilang, Jack Ma Tiba-tiba Muncul Naik Sepeda Mirip Rakyat Biasa

    Lama Hilang, Jack Ma Tiba-tiba Muncul Naik Sepeda Mirip Rakyat Biasa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Miliarder dan salah satu pendiri Alibaba, Jack Ma, baru-baru ini terlihat bersepeda di jalanan Hangzhou, China. Sebuah video kemunculannya yang langka menjadi viral di media sosial, dengan banyak pengguna yang memuji “kesederhanaannya”.

    Video tersebut pertama kali di unggah di X, pada 17 Juli oleh pengguna bernama Dott Orikron. Selain menulis soal kesederhanaan Jack Ma, Orikron juga menambahkan.

    “Aduh lihat betapa bahagia dan bebasnya dia.”

    Sementara itu, ada juga yang berkomentar bahwa Jack Ma lebih terlihat seperti tukang kebun sederhana. Padahal dia memiliki miliaran dolar di banknya. Namun dia mempertanyakan, apakah China begitu aman sehingga Jack Ma tidak butuh pengawal?

    Menurut laporan Hype Malaysia, video tersebut pertama kali diunggah oleh seorang pengguna XiaoHongShu, yang mengungkapkan bahwa ia bertemu Ma saat sedang bersama teman-temannya di taman. Pengguna tersebut dilaporkan berkata:

    “Saya datang ke Danau Barat (di Hangzhou) bersama teman-teman saya dan bertemu Jack Ma! Dia mengenakan pakaian olahraga!”.

    Pendiri Alibaba tersebut mengonfirmasi identitasnya ketika ditanya oleh para wanita tersebut.

    Jack Ma diketahui jarang muncul dan low profile. Dia jarang terlihat sejak 2020, menyusul kritik publik terhadap regulator keuangan Tiongkok, yang menyebabkan tindakan keras terhadap Alibaba dan Ant Group. Namun, kemunculannya baru-baru ini menunjukkan kemungkinan rekonsiliasi antara pemerintah Tiongkok dan industri teknologi.

    Ma menghadiri pertemuan tingkat tinggi dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dan para pemimpin bisnis lainnya. Kemunculannya kembali dipandang sebagai upaya untuk memulihkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Tiongkok yang sedang berjuang. Kekayaan bersihnya mencapai sekitar $26,5 miliar per Juli 2025, menurut Forbes. Ia mengundurkan diri sebagai ketua eksekutif Alibaba pada tahun 2019.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Peternakan dan Pertanian Jadi Lahan Bisnis Baru Miliarder Dunia, Ada Apa?

    Peternakan dan Pertanian Jadi Lahan Bisnis Baru Miliarder Dunia, Ada Apa?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Gelombang baru investasi dari para konglomerat dunia mulai bergeser ke sektor yang jarang terdengar sebelumnya: pertanian dan peternakan. Di tengah ketidakpastian global, dari iklim ekstrem hingga konflik geopolitik, para miliarder memilih agribisnis sebagai langkah strategis untuk menjamin ketahanan pangan sekaligus membuka jalur investasi yang lebih tahan banting.

    Bukan sekadar iseng. Investasi yang mereka tanamkan bernilai besar. Mulai dari pengusaha teknologi macam Jack Ma dan Mark Zuckerberg, hingga sosok senior seperti Warren Buffet dan Bill Gates, kini punya ladang, kebun, bahkan peternakan. Jeff Bezos pun ikut barisan.

    Dilansir dari Farmloka, Jack Ma, pendiri Alibaba yang sempat ‘hilang’ dari publik, ternyata sedang sibuk dengan urusan baru. Ia menyuntikkan dana ke sebuah perusahaan berbasis di Hangzhou yang bergerak di bidang pengolahan hasil pertanian dan perikanan. Namanya 1.8 Meters Marine Technology modal awalnya disebut mencapai lebih dari Rp230 miliar.

    Tak cukup di China, Jack juga menyempatkan diri ke Eropa. Tahun 2022 lalu, ia sempat mampir ke Wageningen University & Research di Belanda. Universitas itu memang terkenal sebagai pusat inovasi pertanian berkelanjutan.

    Mark Zuckerberg juga tidak mau ketinggalan. Bos besar Meta ini bersama istrinya, Priscilla Chan, punya lahan seluas 1.500 hektar. Luasnya lebih dari cukup untuk peternakan, kebun, dan pembibitan. Mereka bahkan menanam jahe dan kunyit organik di sana.

    Tapi ini bukan pertanian tradisional. Semua dikelola dengan pendekatan modern pakai data, teknologi, dan prinsip pertanian ramah lingkungan. Tujuan mereka jelas: bikin sistem pertanian yang awet, sehat, dan tetap menguntungkan.

  • Sempat Hampir Bangkrut, Raja E-Commerce China Ini Bangkit

    Sempat Hampir Bangkrut, Raja E-Commerce China Ini Bangkit

    Jakarta, CNBC Indonesia – Alibaba, raksasa e-commerce China yang sempat terancam bangkrut akibat dihantam persaingan sengit dengan pemain e-commerce baru seperti PDD Holdings, berhasil merangkak bangkit.

    Belum lagi, ketegangan antara pendiri Alibaba Jack Ma dan pemerintah China juga berdampak pada hilangnya arah perusahaan dalam beberapa waktu. Bahkan, sempat terjadi restrukturisasi besar-besaran dan berakibat pada hengkangnya para petinggi Alibaba.

    Tetapi, Alibaba pelan-pelan mulai bangkit, seiring dengan membaiknya hubungan pemerintahan Xi Jinping dengan Jack Ma. Mantan orang terkaya nomor 1 di China tersebut juga beberapa kali sudah terlihat di China, setelah lama melalang buana.

    Alibaba juga mulai kencang menggarap sistem kecerdasan buatan (AI), bahkan berkolaborasi dengan Apple untuk membawa Apple Intelligence ke iPhone yang dijual di China.

    Terbaru, Alibaba mengumumkan kemitraan dengan platform konten populer RedNote yang merupakan pesaing Instagram dan TikTok. Kemitraan itu memungkinkan pengguna RedNote mengklik langsung tautan produk untuk berbelanja di Taobao, platform milik Alibaba.

    Dengan kolaborasi Alibaba dan RedNote (Xiaohongshu di China), pengalaman belanja pengguna akan lebih mudah dengan integrasi aplikasi-ke-aplikasi yang lebih seamless.

    “Menggabungkan keahlian e-commerce Taobao dan Tmall dengan kekuatan konten gaya hidup Xiaohongshu akan membantu masing-masing perusahaan menjangkau konsumen secara lebih efektif,” kata Liu Bo, VP Alibaba Group dan Presiden Tmall, dikutip dari Reuters, Kamis (8/5/2025).

    Keputusan kerjasama strategis antara Alibaba dan RedNote terjadi saat raksasa e-commerce China sedang berebut pangsa pasar di tengah melemahnya daya beli konsumen karena ketidakpastian ekonomi.

    Perang ritel kini pelan-pelan mengarah ke ruang ‘ritel instan’ seperti pengiriman makanan, serta pengiriman barang dalam waktu singkat. Alibaba mengekspansi layanan pengiriman singkat di bawah satu jam untuk barang elektronik dan baju di platformnya.

    Selama ini, pasar ritel instan di China dikuasai oleh raksasa pengiriman makanan Meituan. Layanan Ele.me milik Alibaba berada di urutan kedua.

    Pada Februari lalu, raksasa e-commerce China lainnya, JD.com, mulai membawa layanan pengiriman makanan di platformnya dengan nama ‘JD Takeaway’.

    JD.com mengatakan pada April lalu bahwa perusahaan akan menggelontorkan lebih dari 10 miliar yuan dalam tahun ini untuk mengembangkan ritel instan. Pada pekan ini, Alibaba mengatakan telah menyelesaikan 10 juta pemesanan ritel instan dalam 5 hari.

    Fungsi aplikasi-ke-aplikasi antara Taobao dan RedNote merupakan bagian untuk menggenjot pertumbuhan ritel instan. Programnya fokus pada barang konsumen dan produk kesehatan yang bergerak cepat.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bangkitnya Raja Ecommerce China Setelah Ditinggal Pendiri

    Bangkitnya Raja Ecommerce China Setelah Ditinggal Pendiri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Raja e-commerce China, Alibaba, pelan-pelan bangkit seiring membaiknya hubungan antara sang pendiri, Jack Ma, dengan pemerintahan Xi Jinping.

    Alibaba sempat karam digerus persaingan dengan pemain baru seperti PDD Holdings. Masa kelam tersebut dialami ketika Jack Ma mendapat tekanan pemerintah dan terpaksa ‘kabur’ dari China.

    Alibaba juga sempat mengalami restrukturisasi besar-besaran pada unit-unit bisnisnya yang memicu eksodus para petinggi. Namun, berbagai terpaan itu bisa dilewati dan kini Alibaba mulai menunjukkan taringnya kembali.

    Beberapa saat lalu, Alibaba mengumumkan kemitraan strategis dengan Apple untuk menghadirkan fitur kecerdasan buatan (AI) Apple Intelligence bagi iPhone yang dijual di China.

    Terbaru, Alibaba kembali mencatat pencapaian moncer dari portal Taobao Instant Commerce miliknya. Portal tersebut fokus pada pengiriman barang instan dalam waktu 60 menit.

    Sebulan pasca dirilis, layanan tersebut sudah menerima 40 juta pesanan setiap harinya, dikutip dari Reuters, Selasa (27/5/2025).

    Portal Taobao Instant Commerce memasukkan vendor-vendor dari unit bisnis pengiriman makanan Eleme milki Alibaba ke dalam aplikasi belanja utama Taobao.

    Tren pengiriman instan memang sedang digenjot oleh e-commerce China untuk meningkatkan daya saing. Keberhasilan Alibaba menandai peralihan besar-besaran di platform online China dalam beberapa bulan terakhir.

    Beberapa raksasa e-commerce China seperti Alibaba, JD, dan Meituan dalam beberapa bulan terakhir menggelontorkan investasi besar untuk mendorong layanan ‘ritel instan’. Hal ini menunjukkan iklim persaingan yang kian kencang untuk memberikan manfaat ke konsumen.

    (fab/fab)

  • Bangkitnya Raja Ecommerce China Setelah Lama Terpuruk

    Bangkitnya Raja Ecommerce China Setelah Lama Terpuruk

    Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa e-commerce China, Alibaba, sempat berdarah-darah dihantam persaingan sengit dengan pemain e-commerce baru seperti PDD Holdings.

    Selain itu, ketegangan antara pendiri Alibaba Jack Ma dan pemerintah China juga membuat perusahaan hilang arah dalam beberapa waktu. Bahkan, sempat terjadi restrukturisasi besar-besaran dan berakibat pada hengkangnya para petinggi Alibaba.

    Namun, Alibaba pelan-pelan mulai bangkit, seiring dengan membaiknya hubungan pemerintahan Xi Jinping dengan Jack Ma. Mantan orang terkaya nomor 1 di China tersebut juga beberapa kali sudah terlihat di China, setelah lama melalang buana.

    Alibaba juga mulai kencang menggarap sistem kecerdasan buatan (AI), bahkan berkolaborasi dengan Apple untuk membawa Apple Intelligence ke iPhone yang dijual di China.

    Terbaru, Alibaba mengumumkan kemitraan dengan platform konten populer RedNote yang merupakan pesaing Instagram dan TikTok. Kemitraan itu memungkinkan pengguna RedNote mengklik langsung tautan produk untuk berbelanja di Taobao, platform milik Alibaba.

    Dengan kolaborasi Alibaba dan RedNote (Xiaohongshu di China), pengalaman belanja pengguna akan lebih mudah dengan integrasi aplikasi-ke-aplikasi yang lebih seamless.

    “Menggabungkan keahlian e-commerce Taobao dan Tmall dengan kekuatan konten gaya hidup Xiaohongshu akan membantu masing-masing perusahaan menjangkau konsumen secara lebih efektif,” kata Liu Bo, VP Alibaba Group dan Presiden Tmall, dikutip dari Reuters, Kamis (8/5/2025).

    Keputusan kerjasama strategis antara Alibaba dan RedNote terjadi saat raksasa e-commerce China sedang berebut pangsa pasar di tengah melemahnya daya beli konsumen karena ketidakpastian ekonomi.

    Perang ritel kini pelan-pelan mengarah ke ruang ‘ritel instan’ seperti pengiriman makanan, serta pengiriman barang dalam waktu singkat. Alibaba mengekspansi layanan pengiriman singkat di bawah satu jam untuk barang elektronik dan baju di platformnya.

    Selama ini, pasar ritel instan di China dikuasai oleh raksasa pengiriman makanan Meituan. Layanan Ele.me milik Alibaba berada di urutan kedua.

    Pada Februari lalu, raksasa e-commerce China lainnya, JD.com, mulai membawa layanan pengiriman makanan di platformnya dengan nama ‘JD Takeaway’.

    JD.com mengatakan pada April lalu bahwa perusahaan akan menggelontorkan lebih dari 10 miliar yuan dalam tahun ini untuk mengembangkan ritel instan. Pada pekan ini, Alibaba mengatakan telah menyelesaikan 10 juta pemesanan ritel instan dalam 5 hari.

    Fungsi aplikasi-ke-aplikasi antara Taobao dan RedNote merupakan bagian untuk menggenjot pertumbuhan ritel instan. Programnya fokus pada barang konsumen dan produk kesehatan yang bergerak cepat.

    (fab/fab)

  • Tuntutan Kerja Makin Berat, Muncul Fenomena “Orang Tikus” di China

    Tuntutan Kerja Makin Berat, Muncul Fenomena “Orang Tikus” di China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah tekanan ekonomi yang makin berat dan budaya kerja yang menuntut, generasi muda China kini mengadopsi identitas baru yang dikenal sebagai “rat people” atau “orang tikus”. Fenomena ini menunjukkan makin banyak anak muda yang memilih untuk menarik diri dari kehidupan sosial dan pekerjaan, menghabiskan waktu di rumah dengan aktivitas minimal.

    Istilah “rat people” menggambarkan gaya hidup di mana individu menghindari interaksi sosial dan aktivitas produktif, memilih untuk menghabiskan waktu di tempat tidur, menjelajahi internet, dan memesan makanan secara daring.

    Fenomena ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya kerja “996”-bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam selama enam hari seminggu-yang sebelumnya dipopulerkan oleh tokoh-tokoh seperti pendiri Alibaba, Jack Ma.

    Menurut Steve Tsang, Direktur Institut China di SOAS, Universitas London, tren ini merupakan bentuk pemberontakan dari generasi muda yang merasa terjebak dalam lingkungan yang penuh tekanan.

    “Presiden Xi mungkin ingin generasi muda China fokus dan bekerja keras untuk menjadikan China sebagai kekuatan teknologi dan inovasi, tetapi dia tidak akan berhasil jika orang-orang tidak tertarik untuk melakukannya,” ujar Tsang, dikutip dari Newsweek, Kamis (24/4/2025).

    Adapun generasi muda China saat ini menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, termasuk stagnasi upah dan meningkatnya biaya hidup. Tingkat pengangguran di kalangan usia 16 hingga 24 tahun di wilayah perkotaan mencapai 16,5% pada Maret lalu.

    Situasi ini membuat banyak anak muda merasa tidak ada gunanya berjuang dalam sistem yang tidak memberikan imbalan yang setimpal.

    Ophenia Liang, Direktur agensi pemasaran Digital Crew yang berfokus pada Asia, menjelaskan bahwa “rat people” ingin menjadi kebalikan dari citra glamor dan disiplin yang sering ditampilkan di media sosial.

    “Mereka memilih untuk tidak mengikuti rutinitas yang dipaksakan dan lebih memilih untuk hidup dengan cara mereka sendiri,” kata Liang.

    Respons Pemerintah

    Pemerintah China telah mengumumkan rencana untuk mendorong keseimbangan kerja-hidup, termasuk memperluas program magang dan pelatihan vokasional serta menawarkan subsidi kepada pemberi kerja untuk merekrut pekerja muda.

    Namun, dengan 12,22 juta mahasiswa yang akan lulus tahun ini, efektivitas langkah-langkah ini masih belum jelas.

    Meskipun saat ini “rat people” masih merupakan minoritas, jika tren ini berkembang menjadi arus utama, hal ini dapat menjadi tantangan serius bagi Partai Komunis China.

    “Jika tren ini menjadi mainstream, Partai Komunis akan menghadapi masalah,” ujar Tsang.

    (luc/luc)

  • Perusahaan China Mulai Tinggalkan ‘996’, Karyawan Disuruh Pulang Cepat

    Perusahaan China Mulai Tinggalkan ‘996’, Karyawan Disuruh Pulang Cepat

    Jakarta

    Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan teknologi China seperti Alibaba mengagungkan sistem kerja ‘996’. Kini, segelintir perusahaan tersebut mulai beralih ke jadwal kerja yang lebih manusiawi.

    Salah satunya adalah Midea, produsen perangkat elektronik rumah tangga. Karyawan Midea biasanya bekerja hingga tengah malam, namun kini mereka diminta untuk meninggalkan kantor pada pukul 18.20.

    Akun Midea di platform media sosial Weibo bahkan menampilkan foto orang-orang yang sedang menonton penampilan band dengan caption, “Apa yang kalian lakukan setelah bekerja? Hidup yang sesungguhnya dimulai setelah bekerja.”

    Perusahaan lainnya juga mengubah jadwal kerjanya, tapi tidak sedramatis Midea. Seperti produsen peralatan rumah tangga Haier yang memperkenalkan jadwal kerja lima hari seminggu, sampai dirayakan oleh karyawannya di media sosial.

    Karyawan di DJI, produsen drone terbesar di dunia, juga mengungkap kebahagiaannya setelah perusahaan itu mewajibkan karyawannya mengosongkan kantor sebelum pukul 21.00.

    “Tidak perlu khawatir lagi ketinggalan kereta terakhir, tidak perlu lagi khawatir membangunkan istri saat tiba di rumah,” tulis seorang karyawan DJI di media sosial, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (9/4/2025).

    Kebijakan baru ini tentu sangat kontras dengan sistem kerja ‘996’ atau praktek kerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam selama enam hari seminggu. Sistem kerja ini diadopsi oleh banyak raksasa teknologi China dalam 15 tahun terakhir, dan pernah dipuji oleh pendiri Alibaba Jack Ma.

    Sistem kerja ‘996’ sebenarnya sudah dianggap ilegal oleh pengadilan China sejak tahun 2021, namun masih banyak karyawan di sektor teknologi dan keuangan yang bekerja dengan jam kerja sangat panjang. Bahkan beberapa tahun terakhir muncul istilah baru yaitu ‘007’ yang merujuk kepada bekerja sepanjang hari setiap hari.

    Analis mengatakan perubahan jadwal kerja ini didorong oleh perubahan undang-undang ketenagakerjaan Uni Eropa dan bukan karena meningkatnya tekanan sosial di China. Pemerintah China juga meminta perusahaan untuk menuruti batas jam kerja 44 jam seminggu.

    Meski perubahan ini dirayakan oleh banyak karyawan, tidak semuanya yakin ini akan bertahan lama. Seorang karyawan yang tidak disebutkan namanya mengatakan ia biasanya siap sedia 24 jam sehari dan bahkan pernah disuruh mengikuti rapat saat sedang libur.

    “Saya tidak yakin perubahan tersebut dapat dipertahankan,” kata karyawan itu.

    (vmp/fay)

  • Strategi China Hadapi Tarif Trump, Terapkan Tarif Balasan?

    Strategi China Hadapi Tarif Trump, Terapkan Tarif Balasan?

    Jakarta, Beritasatu.com – China diperkirakan akan merespons tarif baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan memperkuat stimulus domestik dan memperluas hubungan dagang.

    Melansir CNBC International, Jumat (4/4/2025), beberapa jam setelah Donald Trump mengumumkan tarif tambahan sebesar 34% terhadap produk China, Kementerian Perdagangan China meminta AS untuk membatalkan kebijakan tersebut dan berjanji akan mengambil langkah balasan, meski tanpa rincian lebih lanjut.

    Kebijakan ini juga berdampak pada Uni Eropa dan beberapa negara besar Asia. Tahun ini, ekspor China ke AS sudah dikenakan tambahan tarif 20%, sehingga total beban tarif mencapai 54%, angka tertinggi selama pemerintahan Trump. Tarif efektif pada tiap produk bisa bervariasi.

    Namun, alih-alih membalas dengan tarif serupa, China masih membuka peluang negosiasi.

    “Saya pikir dalam waktu dekat, respons China tidak akan berupa tarif balasan atau tindakan serupa,” ujar asisten profesor CUHK Business School Bruce Pang.

    Sebaliknya, Pang memperkirakan China akan berfokus pada penguatan ekonominya dengan mendiversifikasi ekspor serta meningkatkan konsumsi dalam negeri setelah adanya tarif Trump.

    Sebagai ekonomi terbesar kedua dunia, China telah meningkatkan stimulus sejak September, dengan memperluas defisit fiskal, menambah subsidi perdagangan dan konsumsi, serta berupaya menstabilkan sektor properti.

    Salah satu langkah signifikan adalah pertemuan Presiden Xi Jinping dengan pemimpin industri teknologi, termasuk pendiri Alibaba, Jack Ma, pada Februari, yang menunjukkan dukungan terhadap sektor swasta.

    Perubahan kebijakan ini mencerminkan upaya Beijing mengantisipasi perlambatan ekspor.

    Kepala Ekonom Macquarie Larry Hu mencatat bahwa lonjakan ekspor 2021 akibat pandemi memungkinkan Beijing menerapkan regulasi ketat sebelumnya.

    “Pandangan saya tetap sama. Beijing akan mengandalkan stimulus domestik untuk mengatasi dampak tarif Trump agar tetap mencapai target pertumbuhan sekitar 5%,” ucapnya.

    Daripada membalas dengan tarif Trump, Hu memperkirakan China akan menggunakan strategi lain, seperti daftar hitam, kontrol ekspor mineral penting, serta penyelidikan terhadap perusahaan asing di Tiongkok. 

    Meski terkena tarif Trump, Beijing kemungkinan akan menjaga yuan tetap kuat terhadap dolar AS dan menolak pemotongan harga guna mengendalikan inflasi di AS.
     

  • Pakai Chip AI Lokal, Perusahaan Jack Ma Bikin Nvidia Ketar Ketir

    Pakai Chip AI Lokal, Perusahaan Jack Ma Bikin Nvidia Ketar Ketir

    Beijing

    Ant Group, perusahaan keuangan yang didirikan Jack Ma, terjun ke industri AI atau kecerdasan buatan. Afiliasi dari Alibaba Group Holding itu mengklaim mampu melatih large language model (LLM) memakai GPU lokal, mengurangi ketergantungan pada Nvidia sekaligus menekan biaya cukup signifikan.

    Ant Group mengumumkan terobosan besar dengan melatih model AI memakai semikonduktor dari Huawei dan Alibaba. Level performanya sebanding dengan AI yang dilatih dengan chip H800 Nvidia.

    Seperti dikutip detikINET dari Toms Hardware, pelatihan dengan chip lokal itu menurunkan biaya sampai 20% jika dibandingkan dengan memakai chip H800 buatan Nvidia.

    Memang Ant Group masih terus memakai hardware Nvidia untuk pengembangan AI, namun mereka akn semakin meningkatkan poemakaian chip lokal untuk model AI terkini. Hal ini dirasa penting mengingat Amerika Serikat membatasi perusahaan China memakai chip AI tercanggih dari AS.

    Perusahaan yang didirikan Jack Ma pada tahun 2014 itu mengumumkan peningkatan besa pada solusi AI untuk layanan kesehatan, yang digunakan oleh tujuh rumah sakit besar dan lembaga layanan kesehatan di Beijing, Shanghai, Hangzhou, dan Ningbo.

    Model AI layanan kesehatan itu dibangun berdasarkan model R1 dan V3 DeepSeek, Qwen milik Alibaba, dan BaiLing milik Ant sendiri. Model khusus layanan kesehatan Ant mampu menjawab pertanyaan tentang topik medis, dan juga dapat membantu meningkatkan layanan pasien,

    AS telah berupaya membatasi pengembangan AI di China dengan membatasi akses perusahaan-perusahaan dari Negeri Tirai Bambi ke semikonduktor tercanggih yang digunakan untuk model pelatihan AI. Nvidia masih dapat menjual chip kelas bawahnya ke China.

    (fyk/fay)

  • Jack Ma Is Back, Alibaba Diam-diam Melesat

    Jack Ma Is Back, Alibaba Diam-diam Melesat

    Jakarta

    November 2023, Jack Ma memposting memo internal di Alibaba, mendesak raksasa e-commerce yang ia dirikan itu memperbaiki arahnya. Alibaba mengalami salah satu masa paling bergejolak. Harga sahamnya mendekati rekor terendah, pertumbuhan terhenti di tengah persaingan panas, perubahan manajemen, dan Beijing mengawasi perusahaan dengan ketat.

    Ma sendiri hampir tak pernah muncul di depan publik. Namun, pesannya mungkin menanamkan harapan baru bagi Alibaba. Kini, raksasa e-commerce itu kembali mengalami pertumbuhan dan jadi salah satu pemain kecerdasan buatan terkemuka di China dan global, bersaing dengan perusahaan seperti OpenAI dan DeepSeek.

    Alibaba kini kembali jadi andalan Pemerintah China. Saham Alibaba yang terdaftar di AS diam-diam telah naik hampir 60% tahun ini, menambah lebih dari USD 100 miliar valuasi perusahaan.

    “Teknologi China telah bangkit dipimpin oleh Alibaba. Alibaba berada di posisi terdepan untuk mendapatkan keuntungan dari AI dan cloud,” kata Dan Ives, pengamat Wedbush Securities, kepada CNBC yang dikutip detikINET.

    Sebelumnya, kejatuhan Alibaba berlangsung cepat. Banyak yang menganggap itu bermula dari komentar Jack Ma pada Oktober 2020 yang mengkritik regulator keuangan China. Kala itu Alibaba tengah menikmati kesuksesan yang membuatnya jadi pemain e-commerce terbesar di China. Afiliasi Alibaba, Ant Group, bersiap melantai di bursa saham.

    Namun hanya dua hari sebelum Ant Group dijadwalkan mencatatkan saham di Shanghai dan Hong Kong, IPO dibatalkan pemerintah. Yang terjadi selanjutnya adalah pengawasan ketat selama beberapa tahun terhadap kerajaan Jack Ma. Regulator mendenda Alibaba, memaksa perubahan struktur Ant Group, dan memberlakukan banyak aturan.

    Perusahaan tersebut juga menghadapi sejumlah masalah lain, termasuk ekonomi China yang mencoba pulih dari pandemi Covid-19 dan meningkatnya persaingan. Perusahaan baru seperti Pinduoduo dan Douyin, TikTok versi Tiongkok, seaakin besar.

    Namun saat ini, karena China terus menghadapi tantangan ekonomi, peran sektor teknologi dalam meningkatkan ekonomi kembali jadi fokus. Februari tahun ini, Presiden Xi Jinping mengadakan pertemuan langka dengan para pengusaha dan mendesak mereka menunjukkan bakat. Dia memberikan dukungan kepada bisnis swasta.

    Jack Ma hadir bersama pentolan teknologi terkemuka, menandakan ia kembali didukung. “Pertemuan Xi dengan Jack Ma mengirim sinyal sangat jelas tentang prioritas pemerintah China saat ini. Pengembangan AI dan pertumbuhan perusahaan swasta jelas penting bagi pertumbuhan ekonomi China dan kami percaya Alibaba mendapat dukungan dari otoritas China,” kata Chelsey Tam dari Morningstar.

    Pertemuan tersebut membantu menaikkan harga saham Alibaba tahun ini. Terlebih di bidang AI, Alibaba merupakan salah satu pemimpin. Tidak lama setelah ChatGPT menjadi terkenal, perusahaan tersebut meluncurkan model AI pertamanya yang disebut Tongyi Qianwen atau Qwen.

    Perusahaan yang berkantor pusat di Hangzhou tersebut sejak saat itu secara agresif meluncurkan banyak model yang memungkinkan tugas-tugas seperti pembuatan video, teks, dan gambar dari perintah pengguna. Jelas bahwa kini, mereka sudah bangkit.

    (fyk/afr)