Tag: Ivan Yustiavandana

  • PPATK: 10 Juta Rekening Penerima Bansos ‘Salah Sasaran’ Capai Rp2 T

    PPATK: 10 Juta Rekening Penerima Bansos ‘Salah Sasaran’ Capai Rp2 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan, telah membekukan 10 juta lebih rekening penerima bansos yang selama ini salah sasaran.

    Langkah ini dilakukan seusai Menteri Sosial Saifullah Yusuf meminta bantuan PPATK untuk menganalisis rekening-rekening yang selama ini terdata sebagai penerima bansos.

    “Rekening Bansos yang kami bekukan sebanyak lebih dari 10 juta dengan nilai saldo didalamnya lebih dari Rp 2 trilliun,” kata Ivan kepada CNBC Indonesia, Sabtu (5/7/2025).

    Ivan mengatakan, setelah pembekuan ini, pihaknya akan segera berkoordinasi kembali dengan Kementerian Sosial atau Kemensos supaya perbaikan data penerima bansos bisa segera dilakukan. “Kami koordinasi dengan Kemensos,” ungkap Ivan.

    Menurutnya, pemblokiran ini juga dilakukan terhadap rekening penerima bansos yang selama ini menyalahgunakan dana dari APBN tersebut. Sebab, salah satu tujuan pemberian bansos menurutnya adalah menaikkan taraf hidup masyarakat, dengan cara menyekolahkan anak, hingga memenuhi kebutuhan hidup agar lebih baik.

    “Jika Bansos diberikan kepada penerima yang sama dalam jangka waktu lama, misal lebih dari 10 tahun, artinya tidak ada perubahan apapun dari penerima bansos, atau dana bansos justru dimanfaatkan untuk kepentingan menyimpang,” ungkap Ivan.

    “Itu yang Bapak Presiden tidak kehendaki dan harus dimanfaatkan untuk kepentingan yang sesuai,” ujar Ivan.

    Sebagaimana diketahui, pada Jumat (4/7/2025), Kementerian Sosial menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memastikan bansos efektif dan tepat sasaran, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Data-data telah kami sampaikan (ke PPATK) dan masalah-masalah yang kami hadapi juga telah kami sampaikan, yang mudah-mudahan ke depannya ditindaklanjuti,” ujar Saifullah Yusuf yang akrab disapa Gus Ipul.

    Gus Ipul mengatakan akan menjadikan hasil analisis rekening penerima bansos dari PPATK sebagai pedoman untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran.

    Dalam pertemuan antara Gus Ipul dan Ketua PPATK Ivan Yustiavanda juga diketahui ternyata ada banyak rekening penerima bansos yang disinyalir dormant atau tidak melakukan transaksi apapun kecuali hanya menerima transfer saja.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Penanganan judi online perlu pendekatan yang sistemik

    Penanganan judi online perlu pendekatan yang sistemik

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae (kiri) dalam acara silaturahmi bersama media di Jakarta, Selasa malam (3/6/2025). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)

    OJK: Penanganan judi online perlu pendekatan yang sistemik
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 04 Juni 2025 – 11:50 WIB

    Elshinta.com – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae memandang, penanganan judi online perlu dilakukan dengan pendekatan yang sistemik sehingga dibutuhkan kolaborasi lintas-lembaga yang betul-betul kuat.

    “Upaya-upaya ini tentu tidak bisa isolated. Tidak bisa misalnya hanya Komdigi dengan kita (OJK), kemudian kita tutup (rekening terindikasi judi online) dan kemudian kita kembangkan (proses enhanced due diligence). Tapi juga memang harus masif,” kata Dian dalam acara silaturahmi bersama media di Jakarta, Selasa (3/6) malam.

    Pada satu sisi, Dian mengatakan bahwa OJK bersama pemerintah daerah dan perbankan juga melakukan edukasi publik dan kampanye secara besar-besaran untuk mencegah masyarakat terlibat dalam aktivitas judi online.

    Pada sisi yang lain, OJK juga sudah memulai pertemuan dengan direktur kepatuhan dari bank-bank untuk menyusun pendekatan yang lebih sistemik dan menyeluruh dalam pemberantasan judi online.

    Dian mencontohkan bagaimana penggunaan parameter untuk mengidentifikasi rekening terindikasi judi online yang masih disempurnakan. Meski begitu, perbankan tetap aktif melakukan patroli siber, analisis nasabah, serta pengawasan terhadap aktivitas transaksi yang mencurigakan termasuk berkaitan dengan rekening dormant.

    Ia menjelaskan bahwa pada prinsipnya rekening nasabah baik pasif (dormant) maupun aktif memang bisa diblokir apabila terdapat indikasi tindak pidana yakni suspicious transaction dalam istilah PPATK atau illegal activities dalam istilah OJK.

    Di tengah upaya memberantas judi online yang terus diperkuat, Dian juga mengatakan bahwa pemangku kepentingan tentunya akan tetap menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan Indonesia.

    “Ini yang nanti kita lihat regulasi apa yang paling ideal. Tetapi kita memastikan terus, jangan sampai ada loophole lagi, kira-kira bagian-bagian mana yang harus kita coba capture untuk bisa memperbaiki pemberantasan judi online di masa yang akan datang,” kata Dian.

    Sejauh ini, OJK telah meminta bank untuk melakukan pemblokiran terhadap kurang lebih 17 ribu rekening yang diduga terkait dengan aktivitas judi online, berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    OJK juga melakukan pengembangan atas laporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan nomor identifikasi kependudukan serta melakukan enhanced due diligence.

    Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menghentikan sementara 28.000 rekening pasif (dormant) selama 2024.

    Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa penghentian sejumlah rekening pasif tersebut dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara datanya, kata dia, diambil dari pihak perbankan.

    “Langkah ini merupakan implementasi dari Gerakan Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang dilakukan oleh PPATK dan stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya,” ujar Ivan saat dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu (18/5).

    Sumber : Antara

  • Jumlah Transaksi Judi Online Q1 2025 Menurun 80 Persen Dibanding Tahun Lalu

    Jumlah Transaksi Judi Online Q1 2025 Menurun 80 Persen Dibanding Tahun Lalu

    JAKARTA – Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online mencatat penurunan transaksi judi online sebesar 80 persen pada kuartal pertama 2025, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

    Dalam laporan terbaru, Satgas mengungkapkan bahwa nilai transaksi yang sebelumnya mencapai Rp90 triliun pada Januari hingga Maret 2024, sekarang merosot tajam menjadi Rp47 triliun. 

    Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengapresiasi kinerja Kementerian Komunikasi dan Digital karena telah memblokir 1,3 juta konten judi online. 

    Pemblokiran ini juga tidak lepas dari peran teknologi kecerdasan buatan (AI), dalam pelacakan transaksi mencurigakan. Langkah lain yang dilakukan Komdigi adalah pembatasan kepemilikan kartu SIM, serta operasi penegakan hukum oleh Polri. 

    Meski demikian, Menkomdigi Meutya Hafid menyatakan kerja kolaboratif belum selesai. Karena menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah dalam penindakan dan penutupan konten di masa depan. 

    “Pekerjaan rumah kita masih banyak. Ke depan, fokus kita bukan hanya pada penindakan dan penutupan konten, tetapi juga pembenahan regulasi agar lebih sistematis dan berkelanjutan,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.

    Meutya juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh elemen masyarakat yang telah berkontribusi dalam memberantas judi online di Tanah Air. 

    Keberhasilan menurunkan transaksi judi online merupakan hasil sinergi erat anggota satuan tugas yang terdiri atas PPATK, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kementerian Komunikasi dan Digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia.

  • 3,8 Juta dari 8,8 Juta Penjudi Online ‘Berstatus’ Tukang Utang

    3,8 Juta dari 8,8 Juta Penjudi Online ‘Berstatus’ Tukang Utang

    JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan sebanyak 3,8 juta dari 8,8 juta pemain judi online atau daring (judol) pada 2024 adalah pengutang.

    “Di tahun 2024, dari 8,8 juta pemain, 3,8 jutanya memiliki pinjaman. Jadi, dia main judi online plus minjam uang di bank,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dilansir ANTARA, Kamis, 9 Mei.

    Ivan menyampaikan data tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2023, kata dia, sebanyak 2,4 juta dari 3,7 pemain judol adalah pengutang.

    “Pertanyaan berikutnya, kalau dia tidak punya akses kepada bank, lalu dia tetap harus beli makan, bayar sekolah, dan macam-macam, dia pinjamnya ke mana? Dia pinjamnya larinya ke pinjol (pinjaman online),” ungkapnya.

    Menurut Ivan, bermain judol turut berdampak secara sosial, dan memberikan tekanan yang luar biasa bagi penjudi tersebut.

    Sementara itu, dia mengungkapkan bahwa berdasarkan data PPATK pada 2024, kelompok masyarakat berpendapatan rendah cenderung menghabiskan 73 persen uangnya untuk bermain judol.

    “Dulu kemungkinan dapat Rp1 juta dibuang cuma Rp300 ribu. Sekarang dapat Rp1 juta, Rp900 ribu bisa terbuang untuk judi online, atau bahkan seluruhnya. Ini bergerak terus dari 2017. Semakin boros untuk judi online,” jelasnya.

    Disebutkan, pemain judol pada Januari-Maret atau Q1 2025 yang dikategorikan berpenghasilan rendah, yakni Rp0-5 juta, tercatat mencapai 71,6 persen dari total 1.066.970 pemain.

    “Dibandingkan dengan 2024, 70,7 persen dari total pemain, 9.787.749 orang yang bertransaksi. Dibayangkan ini sangat masif saudara-saudara kita berpenghasilan rendah terlibat judi online,” kata Ivan.

  • PPATK: Perputaran Uang Judol Bisa Tembus Rp1.200 T di 2025

    PPATK: Perputaran Uang Judol Bisa Tembus Rp1.200 T di 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bisa mencapai Rp 1.200 triliun sampai akhir tahun 2025, jika tidak ada intervensi dari pihak berwajib. Hal ini dipaparkan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko).

    Jumlah transaksi pada periode Januari hingga Maret 2025 sebesar 39.818.000 transaksi, Jika dipertahankan, hingga akhir tahun 2025 diperkirakan jumlah transaksi akan tertekan hingga sekitar 160 juta transaksi.

    “Tanpa intervensi serius, perputaran dana dari perjudian online diperkirakan bisa mencapai Rp 1.200 triliun sampai akhir tahun 2025,” ujar Ivan, dalam siaran pers Promensisko, dikutip Jumat (9/5/2025).

    Namun, Ivan mengungkapkan kegiatan yang mengkhawatirkan ini secara simultan berhasil ditekan oleh Satgas Pemberantasan Judi Online yang diketuai oleh Menko Polkam. Polri, Komdigi, OJK, Bank Indonesia, PPATK dan seluruh anggota Satgas yang berjibaku menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk membasmi judi online.

    “Namun, angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain,” tegas Ivan.

    Laporan Promesisko PPATK juga menemukan bahwa 71,6% masyarakat yang melakukan judi online berpenghasilan dibawah Rp 5 juta dan memiliki pinjaman diluar pinjaman perbankan, koperasi dan kartu kredit atau mengunakan pinjaman online.

    “Terbukti, pada tahun 2023 dari total 3,7 juta pemain, 2,4 juta diantaranya memiliki pinjaman tersebut, angka ini naik pada tahun 2024 menjadi 8,8 juta pemain dengan 3,8 juta diantaranya memiliki pinjaman,” kata Ivan.

    Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.

    “Angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain,” ujarnya.

    (haa/haa)

  • Terungkap! PPATK Laporkan 71,6% Pemain Judol Gajinya di Bawah Rp5 Juta

    Terungkap! PPATK Laporkan 71,6% Pemain Judol Gajinya di Bawah Rp5 Juta

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemain judi online di dalam negeri ternyata kebanyakan bukanlah tergolong masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi. Bahkan, mayoritas memiliki pendapatan di bawah UMP DKI Jakarta di kisaran Rp 5 juta.

    Berdasarkan temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 71,6% masyarakat yang melakukan judi online berpenghasilan di bawah Rp 5 juta dan memiliki pinjaman di luar pinjaman perbankan, koperasi dan kartu kredit.

    Temuan ini terungkap dalam dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Promensisko bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital.

    “Terbukti, pada tahun 2023 dari total 3,7 juta pemain, 2,4 juta diantaranya memiliki pinjaman tersebut, angka ini naik pada tahun 2024 menjadi 8,8 juta pemain dengan 3,8 juta diantaranya memiliki pinjaman,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dikutip dari siaran pers Promensisko 2025, Kamis (8/5/2025).

    Meski begitu, PPATK mencatat, jumlah transaksi judi online mengalami penurunan sekitar 80% pada kuartal I-2025 bila dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

    Jumlah transaksi pada periode Januari hingga Maret 2025 sebesar 39.818.000 transaksi, Jika dipertahankan, hingga akhir tahun 2025 diperkirakan jumlah transaksi akan tertekan hingga sekitar 160 juta transaksi.

    “Tanpa intervensi serius, perputaran dana dari perjudian online diperkirakan bisa mencapai Rp 1.200 triliun sampai akhir tahun 2025,” ujar Ivan.

    PPATK juga menegaskan, problem yang mengkhawatirkan ini secara simultan berhasil ditekan oleh Satgas Pemberantasan Judi Online yang diketuai oleh Menko Polkam.

    Polri, Komdigi, OJK, Bank Indonesia, PPATK dan seluruh anggota Satgas yang berjibaku menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk membasmi judi online.

    “Namun, angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain,” tegas Ivan.

    (haa/haa)

  • Kapolri ungkap judol jadi kasus kejahatan siber terbanyak selama 2024

    Kapolri ungkap judol jadi kasus kejahatan siber terbanyak selama 2024

    “Perjudian di tahun 2024 itu di angka 1.720 kasus, sementara di tahun 2023 lebih rendah,”

    Jakarta (ANTARA) – Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa judi online atau daring (judol) menjadi kasus kejahatan siber terbanyak selama 2024 berdasarkan data Bareskrim Polri.

    “Perjudian di tahun 2024 itu di angka 1.720 kasus, sementara di tahun 2023 lebih rendah,” ujar Kapolri dalam acara Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) di Gedung PPATK, Jakarta, Kamis.

    Berdasarkan salindia yang disampaikan Kapolri dalam acara tersebut, disebutkan kasus judol yang ditangani Polri pada 2023 hanya mencapai 275 kasus.

    “Tadi Pak Ivan (Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana) sampaikan bahwa kalau kita tidak hati-hati akan ada prediksi kenaikan (perputaran dana judol, red.) Rp1.200 triliun. Artinya, angka itu adalah prediksi yang kemudian harus kita tekan,” katanya menyampaikan respons Polri terhadap jumlah kasus dan prediksi peningkatan perputaran dana judol.

    Sementara itu, Kapolri menyampaikan bahwa kasus penipuan daring menempati posisi kedua dalam kasus kejahatan siber terbanyak selama 2024, yakni 1.437 kasus.

    Menurut dia, salah satu alasan baik judol maupun penipuan daring menjadi dua teratas kasus kejahatan siber adalah perkembangan dunia maya.

    Oleh sebab itu, kata dia, Polri telah mengupayakan langkah preemtif dengan menyebarkan konten edukasi dan imbauan melalui berbagai saluran, dan melaksanakan patroli siber terhadap konten bermuatan negatif.

    “Kemudian pada saat ditemukan, kami bekerja sama dengan Kementerian Komdigi (Komunikasi dan Digital) untuk melakukan pemblokiran. Mulai dari masalah pornografi, perjudian, kemudian penipuan, hoaks, dan ujaran kebencian, pengancaman, dan seterusnya, ada 169.686 situs yang kami ajukan (untuk diblokir, red.),” jelasnya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa Polri telah membentuk Computer Security Incident Response Team (CSIRT) untuk memberikan pelayanan terhadap terjadinya peretasan.

    “Kami juga sudah membentuk Direktorat Siber di delapan polda, dan mudah-mudahan bisa segera kami bekali dengan kemampuan yang sama, sehingga kemudian bisa memberikan pelayanan yang baik,” katanya.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Temuan PPATK: Anak Usia 10-16 Tahun Terlibat Judol, Nilainya Rp2,2 M

    Temuan PPATK: Anak Usia 10-16 Tahun Terlibat Judol, Nilainya Rp2,2 M

    Jakarta, CNBC Indonesia – Transaksi judi online atau judol telah dilakukan oleh anak-anak berusia sejak 10 tahun di Indonesia. Ini merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Temuan ini diungkap PPATK dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Promensisko bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital.

    Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.

    “Angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dikutip dari siaran pers Promensisko 2025, Kamis (8/5/2025).

    Meski demikian, PPATK mencatat, jumlah transaksi judi online mengalami penurunan sekitar 80% pada kuartal I-2025 bila dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

    Jumlah transaksi pada periode Januari hingga Maret 2025 sebesar 39.818.000 transaksi, Jika dipertahankan, hingga akhir tahun 2025 diperkirakan jumlah transaksi akan tertekan hingga sekitar 160 juta transaksi.

    “Tanpa intervensi serius, perputaran dana dari perjudian online diperkirakan bisa mencapai Rp 1.200 triliun sampai akhir tahun 2025,” ujar Ivan.

    PPATK juga menegaskan, problem yang mengkhawatirkan ini secara simultan berhasil ditekan oleh Satgas Pemberantasan Judi Online yang diketuai oleh Menko Polkam.

    Polri, Komdigi, OJK, Bank Indonesia, PPATK dan seluruh anggota Satgas yang berjibaku menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk membasmi judi online.

    (arj/mij)

  • Perputaran Uang Judol Berpotensi Tembus Rp 1.100 Triliun pada Akhir 2025

    Perputaran Uang Judol Berpotensi Tembus Rp 1.100 Triliun pada Akhir 2025

    Perputaran Uang Judol Berpotensi Tembus Rp 1.100 Triliun pada Akhir 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
    PPATK
    )
    Ivan Yustiavandana
    mengungkapkan, perputaran uang terkait
    judi online
    berpotensi menembus Rp 1.100 triliun pada akhir 2025 apabila tidak diantisipasi oleh pemerintah.
    Ivan menyatakan,
    perputaran uang judi online
    pada tahun ini pun diperkirakan akan meningkat karena masifnya penggunaan teknologi finansial atau 
    fintech
    di tengah masyarakat.
    “2025 ada potensi bahwa judi online ini akan bergerak dengan bantuan
    fintech
    secara masif dan naik sampai Rp 1.100 triliun,” ujar Ivan dalam acara Program Mentoring Berbasis Risiko TPPU dan TPPT dari Tindak Pidana Siber 2025, di Gedung PPATK, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
    “Ini catatannya jika pemerintah tidak menekan balik. Jadi jika pemerintah tidak menekan balik, akses masyarakat akan ada kenaikan 21,43 persen,” imbuh dia.
    Ivan melanjutkan, walaupun tidak ada
    fintech
    yang terlibat, perputaran uang judi online juga berpotensi naik paling tidak hingga Rp 481,22 triliun atau 33 persen dibanding 2024.
    “Rp 481 triliun, kenaikan yang akan terjadi tahun 2025. Ini estimasi jika pemerintah tidak bekerja seperti yang dilakukan sekarang ini,” kata dia.
    Kendati demikian, Ivan menilai nilai perputaran uang hasil judi online ini juga dapat ditekan menjadi Rp 150 triliun sampai akhir tahun.
    Syaratnya, PPATK bersama pemangku kebijakan lainnnya harus melakukan tekanan balik atas merebaknya judi online yang terjadi di tengah masyarakat.
    “Kita optimis ditutup tahun 2025 akan tercapai. Pilihannya cuma dua, ketika yang sudah kita lakukan sekarang kita teruskan, dia akan menekan sampai Rp 223 triliun,” ujar Ivan.
    “Ketika yang sudah kita lakukan kita perkuat lagi, dia akan menekan sampai Rp 150 triliun,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Transaksi Judol Kuartal 1/2025 Tembus Rp47 Triliun, Mayoritas di Jabar

    Transaksi Judol Kuartal 1/2025 Tembus Rp47 Triliun, Mayoritas di Jabar

    Bisnis.com, JAKARTA — Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan perputaran uang terkait judi online mencapai Rp47 triliun di kuartal pertama 2025.

    Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan uang puluhan triliun itu terdeteksi dari sejumlah sistem transaksi yang terhubung dengan pihaknya.

    “Data menyebutkan bahwa di kuartal pertama saja, 2025 ini, nilai perputaran dana-nya Rp47 triliun,” ujar Ivan di Bareskrim, dikutip Kamis (8/5/2025).

    Dia menambahkan, angka itu menurun sebesar 47% dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Adapun, transaksi judi online pada Q1 2024 mencapai Rp90 triliun.

    “Sekarang berhasil kita tekan sampai kurang dari 50 triliun,” imbuhnya.

    Kemudian, Ivan menjelaskan total pelaku judi online selama Januari-Maret 2025 mencapai 1,06 juta pemain. Dari angka tersebut, 71% di antaranya merupakan pemain berpenghasilan di bawah Rp5 juta.

    Adapun, persebaran pemain judi online di Indonesia itu terbanyak berada di Jawa Barat. Disusul, Jakarta, Jawa Tengah, Banten dan Jawa Timur.

    Selain itu, Ivan juga mengungkap bahwa uang yang digelontorkan untuk bermain judi online atau deposit berhasil ditekan di pemerintah Prabowo Subianto.

    “Jadi, di Q1 2025 sampai bulan Maret saja sudah ada deposit untuk judi online Rp6,2 triliun.Itu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu, periode yang lalu. Di periode Januari sampai Maret tahun 2024, itu terjadi Rp15 triliun deposit,” pungkasnya.