Tag: Isaac Herzog

  • Kenapa Presiden Amerika Serikat Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza

    Kenapa Presiden Amerika Serikat Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza

    TRIBUNJATENG.COM, WASHINGTON DC — Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Minggu (9/2), menyatakan komitmennya untuk membeli dan memiliki Gaza.

    Trump bahkan mengizinkan sebagian tanah di Jalur Gaza itu untuk dibangun kembali oleh negara-negara lain di Timur Tengah.

    “Saya berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza,” kata Trump kepada wartawan dari Air Force One dalam perjalanannya ke New Orleans untuk menghadiri kejuaraan National Football League Super Bowl, sebagaimana diberitakan Reuters, pada Senin (10/2).

    “Mengenai pembangunannya kembali, kami dapat memberikannya kepada negara-negara lain di Timur Tengah untuk membangun sebagiannya, orang lain dapat melakukannya, melalui naungan kami.

    Namun, kami berkomitmen untuk memilikinya, mengambilnya, dan memastikan bahwa Hamas tidak kembali,” terang dia.

    Menurut Trump, di Gaza kini tidak bisa ditinggali lagi karena semuanya hancur dan nanti akan dibongkar.

    Oleh karena itu, Trump ingin membeli Gaza dan membangunnya. Trump juga mengatakan, ia terbuka terhadap kemungkinan mengizinkan beberapa pengungsi Palestina masuk ke Amerika Serikat, tetapi akan mempertimbangkan permintaan tersebut berdasarkan kasus per kasus.

    Ezzat El Rashq, anggota biro politik Hamas, mengecam pernyataan terbaru Trump tentang pembelian dan kepemilikan Gaza, kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

    “Gaza bukanlah properti yang bisa dijual dan dibeli. Itu adalah bagian integral dari tanah Palestina yang kami duduki dan Palestina akan menggagalkan rencana pemindahan,” kata Rashq.

    Trump telah berbicara tentang pemindahan permanen warga Palestina yang tinggal di Gaza dan akan menciptakan “Riviera Timur Tengah”.

    Minggu lalu, Trump melontarkan gagasan Amerika Serikat untuk mengambil alih Gaza dan terlibat dalam upaya pembangunan kembali besar-besaran.

    Pernyataannya tidak jelas tentang masa depan warga Palestina yang telah bertahan selama lebih dari setahun dibombardir oleh Israel sebagai tanggapan atas serangan Hamas, pada Oktober 2023.

    Namun tidak jelas di bawah otoritas apa Amerika Serikat akan mengeklaim Gaza.

    Teguran

    Pengumuman Trump langsung menuai teguran dari beberapa negara.

    Sebelumnya pada Minggu, Presiden Israel, Isaac Herzog mengatakan, Trump akan bertemu dengan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, meskipun ia tidak menyebutkan tanggal untuk pembicaraan tersebut.

    Komentar itu muncul sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang proposal Trump yang baru-baru ini diungkapkan untuk mengambil alih dan membangun kembali Jalur Gaza.

    Herzog tidak mengatakan kapan atau di mana pertemuan itu akan berlangsung, dan ia juga tidak membahas mengenai isinya.

    Ia juga mencatat, Trump akan bertemu dengan Raja Yordania, Abdullah, dalam beberapa hari mendatang, yang telah dilaporkan oleh kantor berita negara Yordania.

    “Mereka adalah mitra yang harus didengarkan, mereka harus diajak berdiskusi. Kita harus menghargai perasaan mereka juga dan melihat bagaimana kita membangun rencana yang berkelanjutan untuk masa depan,” kata Herzog.

    Meski demikian, Arab Saudi telah dengan tegas menolak rencana Trump mengenai Gaza, seperti yang telah dilakukan oleh banyak pemimpin dunia.

    Sementara itu, Raja Yordania, Abdullah, berencana untuk memberi tahu Trump selama pertemuan mereka yang direncanakan, pada 11 Februari, di Washington bahwa usulan tersebut adalah upaya radikalisme yang akan menyebarkan kekacauan di Timur Tengah. (kps/rtr/Tribunnews)

  • Gencatan Senjata Gaza: Israel Mundur, Warga Palestina Kembali – Halaman all

    Gencatan Senjata Gaza: Israel Mundur, Warga Palestina Kembali – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel mulai menarik pasukannya dari koridor utama Gaza pada Minggu (9/2/2025).

    Penarikan ini merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati dengan Hamas.

    Penarikan Pasukan dan Gencatan Senjata

    Penarikan pasukan Israel dari Koridor Netzarim, yang memisahkan Gaza utara dan selatan, merupakan langkah awal dalam proses gencatan senjata.

    Namun, belum ada informasi jelas mengenai jumlah pasukan yang ditarik.

    Dalam kesepakatan ini, Israel juga mulai memperbolehkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara.

    Gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang berlangsung selama 42 hari telah melewati titik tengah.

    Kedua belah pihak diharapkan memulai perundingan untuk memperpanjang kesepakatan ini, yang diharapkan dapat menghasilkan pembebasan lebih banyak sandera Israel.

    Namun, situasi saat ini menunjukkan bahwa kesepakatan tersebut mulai rapuh dan perpanjangan tidak dijamin.

    Delegasi Israel ke Qatar

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mengirim delegasi ke Qatar untuk merundingkan perpanjangan gencatan senjata.

    Namun, misi ini melibatkan pejabat tingkat rendah, yang menimbulkan spekulasi bahwa tidak akan ada terobosan signifikan dalam perundingan tersebut.

    Netanyahu dijadwalkan mengadakan pertemuan dengan menteri kabinet utama minggu ini untuk membahas tahap kedua dari kesepakatan, tetapi waktu pertemuan tersebut belum jelas.

    Pembebasan Sandera dan Tahanan

    Pada Sabtu (8/2/2025), Hamas telah menyerahkan tiga sandera Israel.

    Ketiga sandera tersebut, Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, dan Or Levy, yang terlihat dalam kondisi lemah dan kurus saat dibawa ke podium oleh Hamas.

    Di sisi lain, Israel telah membebaskan 183 tahanan Palestina, termasuk beberapa yang terlibat dalam serangan yang menewaskan banyak orang.

    Kerumunan di Gaza menyambut kedatangan para tahanan yang dibebaskan dengan sukacita, meskipun beberapa di antara mereka mengeluhkan perlakuan buruk selama ditahan.

    Layanan medis Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa enam dari 42 tahanan yang dibebaskan di Tepi Barat dalam kondisi kesehatan buruk dan harus dirawat di rumah sakit.

    “Pendudukan telah mempermalukan kami selama lebih dari setahun,” kata seorang tahanan bernama Eyad Abu Shkaidem, menyoroti kondisi yang dialami oleh para tahanan selama konflik ini.

    Kondisi para sandera dan tahanan ini menimbulkan keprihatinan dari Presiden Israel, Isaac Herzog.

    Ia menyebut upacara pembebasan sandera sebagai “sinis dan kejam”.

    Forum Keluarga Sandera bahkan membandingkan gambar para sandera dengan para penyintas kamp konsentrasi Nazi selama Holocaust, menyerukan agar semua sandera dikeluarkan dari “neraka” yang mereka alami. (*)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Ejek Pernyataan Netanyahu, Arab Saudi Minta Warga Israel Dipindah ke Alaska – Halaman all

    Ejek Pernyataan Netanyahu, Arab Saudi Minta Warga Israel Dipindah ke Alaska – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Salah seorang anggota Dewan Syura Arab Saudi paling berpengaruh, Yousef bin Trad Al-Saadoun mengejek pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    Diketahui sebelumnya, Benjamin Netanyahu mengusulkan pendirian negara Palestina di tanah Arab Saudi.

    Menanggapi itu, Yousef bin Trad Al-Saadoun membalas dengan mengusulkan agar Presiden AS, Donald Trump memindahkan warga Israel ke Alaska.

    Tak hanya itu, Yousef bin Trad Al-Saadoun juga mengusulkan agar warga Israel dipindahkan ke Greenland setelah Trump “mencaploknya”.

    Mengutip Middle East Eye, Al-Saadoun mengkritik pendekatan Trump terhadap kebijakan Timur Tengah, dengan alasan bahwa keputusan yang gegabah berasal dari mengabaikan saran ahli dan mengabaikan dialog.

    Dia memperingatkan bahwa “Zionis dan sekutu mereka” akan gagal memanipulasi kepemimpinan Saudi melalui tekanan media dan manuver politik.

    Menyindir pemerintahan Trump, Al-Saadoun mengatakan “kebijakan luar negeri resmi Amerika Serikat akan mengupayakan pendudukan ilegal atas tanah kedaulatan dan pembersihan etnis penduduknya, yang merupakan pendekatan Israel dan dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan”.

    “Siapa pun yang mengikuti jejak kemunculan dan kelanjutan Israel jelas menyadari bahwa rencana ini tentu saja dirumuskan dan disetujui oleh entitas Zionis, dan diserahkan kepada sekutu mereka untuk dibacakan dari podium Gedung Putih,” kata Al-Saadoun.

    “Kaum Zionis dan para pendukungnya mesti menyadari betul bahwa mereka tidak akan mampu memikat para pemimpin dan pemerintah Saudi ke dalam perangkap manuver media dan tekanan politik palsu,” lanjutnya.

    Dewan Syura Saudi adalah majelis konsultatif yang memberi nasihat kepada raja tentang masalah legislatif dan kebijakan, tetapi tidak memiliki kewenangan legislatif.

    Anggotanya ditunjuk oleh raja dan membahas undang-undang, rencana ekonomi, dan kebijakan sosial.

    Sebelumnya, Netanyahu sambil bercanda mengatakan bahwa Saudi bisa mendirikan negara Palestina di Arab Saudi.

    Karena, lanjut Netanyahu, di Arab Saudi memiliki banyak tanah.

    Pernyataan itu muncul setelah Riyadh menegaskan kembali bahwa pihaknya hanya akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika ada jalan yang jelas menuju negara Palestina. 

    Dikutip dari Reuters, Mesir dan Yordania juga mengecam Israel terkait pernyataan tersebut.

    Bahkan, Mesir menganggap gagasan tersebut sebagai “pelanggaran langsung terhadap kedaulatan Saudi”.

    Saudi mengatakan pihaknya menghargai penolakan negara-negara “persaudaraan” terhadap pernyataan Netanyahu.

    “Pola pikir ekstremis pendudukan ini tidak memahami apa arti wilayah Palestina bagi saudara-saudara Palestina dan hubungan sadar, historis, dan hukumnya dengan tanah itu,” katanya

    Diskusi tentang nasib warga Palestina di Gaza telah berubah drastis akibat usulan mengejutkan dari Presiden AS, Donald Trump tentang “mengambil alih Jalur Gaza” dari Israel.

    Trump mengatakan pada saat itu, ia akan menciptakan “Riviera Timur Tengah” setelah menempatkan warga Palestina di tempat lain.

    Negara-negara Arab secara terbuka mengutuk komentar Trump, yang muncul selama gencatan senjata di Gaza.

    Pembebasan Sandera

    Hamas telah menyerahkan tiga sandera Israel pada Sabtu (8/2/2025) kemarin.

    Sementara Israel mulai membebaskan puluhan warga Palestina dalam tahap terakhir gencatan senjata.

    Dalam pembebasan tersebut, tampak ketiga sandera Israel berpenampilan kurus kering.

    Ohad Ben Ami dan Eli Sharabi, yang disandera dari Kibbutz Be’eri selama serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, dan Or Levy, yang diculik hari itu dari festival musik Nova, dibawa ke podium Hamas oleh orang-orang bersenjata.

    Ketiga pria itu tampak kurus, lemah dan pucat, dalam kondisi yang lebih buruk daripada 18 sandera lainnya yang telah dibebaskan.

    “Dia tampak seperti tengkorak, sungguh mengerikan melihatnya,” kata ibu mertua Ohad Ben Ami, Michal Cohen, kepada Channel 13 News.

    Dikutip dari Reuters, Hamas kembali memamerkan para pejuangnya selama pembebasan para sandera dengan mengerahkan puluhan militannya di Gaza tengah.

    Para sandera kemudian dibawa dengan mobil Komite Palang Merah Internasional (ICRC) ke pasukan Israel.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pemandangan para sandera yang lemah itu mengejutkan dan akan ditangani.

    Sementara itu, Presiden Israel Isaac Herzog menggambarkan upacara pembebasan itu sebagai sesuatu yang sinis dan kejam.

    “Inilah gambaran kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.

    Forum Keluarga Sandera mengatakan gambar para sandera mengingatkan pada gambar para penyintas kamp konsentrasi Nazi selama Holocaust.

    “Kita harus mengeluarkan semua sandera dari neraka,” katanya.

    Di sisi lain, Israel membebaskan 183 tahanan Palestina, beberapa di antaranya dihukum karena terlibat dalam serangan yang menewaskan puluhan orang, serta 111 orang yang ditahan di Gaza selama perang.

    Kerumunan massa yang bersorak menyambut bus-bus saat mereka tiba di Gaza, memeluk para tahanan yang dibebaskan, beberapa dari mereka menangis kegirangan dan merobek gelang yang diberikan penjara dari pergelangan tangan mereka.

    Layanan medis Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan enam dari 42 tahanan yang dibebaskan di Tepi Barat dalam kondisi kesehatan yang buruk dan dibawa ke rumah sakit.

    Beberapa tahanan mengeluhkan perlakuan buruk.

    “Pendudukan telah mempermalukan kami selama lebih dari setahun,” kata seorang tahanan bernama Eyad Abu Shkaidem. (*)

  • Israel Mulai Tarik Mundur Pasukannya dari Koridor Utama Gaza, Gencatan Senjata Diperpanjang? – Halaman all

    Israel Mulai Tarik Mundur Pasukannya dari Koridor Utama Gaza, Gencatan Senjata Diperpanjang? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel mulai menarik pasukannya dari koridor utama Gaza pada Minggu (9/2/2025).

    Penarikan diri Israel dari koridor utama Gaza ini termasuk bagian dari kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas.

    Salah satu kesepakatan tersebut adalah penarikan diri pasukan Israel dari Koridor Netzarim, wilayah yang membelah Gaza utara dari selatan.

    Meski begitu, tidak jelas berapa banyak pasukan Israel yang ditarik dari wilayah itu.

    Di awal kesepakatan gencatan senjata, Israel mulai mengizinkan warga Palestina untuk menyeberangi Netzarim untuk pulang ke rumah mereka di Gaza utara.

    Gencatan senjata antara Hamas dengan Israel selama 42 hari baru saja melewati titik tengahnya.

    Dikutip dari Arab News, kedua belah pihak seharusnya sudah mulai merundingkan perpanjangan kesepakatan yang akan menghasilkan pembebasan lebih banyak sandera Israel dari Hamas.

    Namun, kesepakatan gencatan senjata tersebut kini mulai rapuh dan perpanjangan tersebut tidak dijamin.

    Kedua belah pihak bermaksud memulai perundingan mengenai tahap kedua gencatan senjata, tetapi tampaknya hanya ada sedikit kemajuan.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengirim delegasi ke Qatar.

    Tetapi misi tersebut melibatkan pejabat tingkat rendah, yang memicu spekulasi bahwa hal itu tidak akan menghasilkan terobosan dalam memperpanjang gencatan senjata.

    Netanyahu diperkirakan akan mengadakan pertemuan dengan menteri-menteri kabinet utama minggu ini untuk membahas tahap kedua kesepakatan tersebut, tetapi belum jelas kapan.

    Pembebasan Sandera

    Hamas telah menyerahkan tiga sandera Israel pada Sabtu (8/2/2025) kemarin.

    Sementara Israel mulai membebaskan puluhan warga Palestina dalam tahap terakhir gencatan senjata.

    Dalam pembebasan tersebut, tampak ketiga sandera Israel berpenampilan kurus kering.

    Ohad Ben Ami dan Eli Sharabi, yang disandera dari Kibbutz Be’eri selama serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, dan Or Levy, yang diculik hari itu dari festival musik Nova, dibawa ke podium Hamas oleh orang-orang bersenjata.

    Ketiga pria itu tampak kurus, lemah dan pucat, dalam kondisi yang lebih buruk daripada 18 sandera lainnya yang telah dibebaskan.

    “Dia tampak seperti tengkorak, sungguh mengerikan melihatnya,” kata ibu mertua Ohad Ben Ami, Michal Cohen, kepada Channel 13 News.

    Dikutip dari Reuters, Hamas kembali memamerkan para pejuangnya selama pembebasan para sandera dengan mengerahkan puluhan militannya di Gaza tengah.

    Para sandera kemudian dibawa dengan mobil Komite Palang Merah Internasional (ICRC) ke pasukan Israel.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pemandangan para sandera yang lemah itu mengejutkan dan akan ditangani.

    Sementara itu, Presiden Israel Isaac Herzog menggambarkan upacara pembebasan itu sebagai sesuatu yang sinis dan kejam.

    “Inilah gambaran kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.

    Forum Keluarga Sandera mengatakan gambar para sandera mengingatkan pada gambar para penyintas kamp konsentrasi Nazi selama Holocaust.

    “Kita harus mengeluarkan semua sandera dari neraka,” katanya.

    Di sisi lain, Israel membebaskan 183 tahanan Palestina, beberapa di antaranya dihukum karena terlibat dalam serangan yang menewaskan puluhan orang, serta 111 orang yang ditahan di Gaza selama perang.

    Kerumunan massa yang bersorak menyambut bus-bus saat mereka tiba di Gaza, memeluk para tahanan yang dibebaskan, beberapa dari mereka menangis kegirangan dan merobek gelang yang diberikan penjara dari pergelangan tangan mereka.

    Layanan medis Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan enam dari 42 tahanan yang dibebaskan di Tepi Barat dalam kondisi kesehatan yang buruk dan dibawa ke rumah sakit.

    Beberapa tahanan mengeluhkan perlakuan buruk.

    “Pendudukan telah mempermalukan kami selama lebih dari setahun,” kata seorang tahanan bernama Eyad Abu Shkaidem. (*)

  • Israel: Kelaparan Gaza Cuma Propaganda, 3 Sandera yang Dibebaskan Hamas Kurus Bak Korban Nazi – Halaman all

    Israel: Kelaparan Gaza Cuma Propaganda, 3 Sandera yang Dibebaskan Hamas Kurus Bak Korban Nazi – Halaman all

    Tuduh Kelaparan Gaza Cuma Propaganda, Israel Sebut 3 Sandera yang Dibebaskan Hamas Kurus Bak Korban Nazi

    TRIBUNNEWS.COM – Seolah menutup mata terhadap kondisi mengenaskan puluhan warga Gaza yang kelaparan, Israel memberi perhatian pada kondisi 3 sandera warga mereka yang baru dibebaskan Hamas pada Sabtu (8/2/2025).

    Tanpa melihat kondisi warga Gaza yang jauh lebih menderita, Israel menyatakan kalau tiga sandera mereka berada dalam kondisi kurus kering.

    “Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu memerintahkan “tindakan yang tepat” untuk diambil bagi tiga sandera yang dalam kondisi kekurangan gizi parah,” tulis laporan media Israel, The Jerusalem Post, Sabtu.

    Diketahui, Pemimpin Israel tersebut saat ini sedang mengunjungi para pejabat Amerika Serikat (AS) di Washington, DC pada saat ketiga sandera Israel tersebut dibebaskan Hamas.

    Ketiga sandera tersebut, Or Levy, Eli Sharabi, dan Ohad Ben Ami dilaporkan media Israel telah kehilangan sekitar 30 persen dari berat badan keseluruhan mereka, menurut pemeriksaan medis awal yang dilaporkan ke Tel Aviv Sourasky Medical Center dan Sheba Medical Center, yang akan merawat mereka.

    Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Israel, Forum Sandera dan Keluarga Hilang, bahkan membandingkan gambar-gambar dari pembebasan hari Sabtu dengan gambar-gambar di kamp-kamp kematian Nazi, Jerman pada masa lampau.

    PEMBEBASAN SANDERA – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada Sabtu (8/2/2025), menunjukkan sandera Israel yang dibebaskan Hamas. Sebagai ganti 3 sandera, Israel akan membebaskan 183 tahanan Palestina. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    LSM Israel itu menyatakan, “Gambar-gambar mengerikan dari Ohad, Eli, dan Or mengungkap korban yang sangat menyedihkan dari 491 hari penahanan Hamas. Mereka adalah orang-orang yang telah menanggung neraka itu sendiri. Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.”

    “Gambar-gambar yang mengganggu ini menunjukkan kepada seluruh dunia kenyataan menyedihkan yang dihadapi setiap sandera yang masih ditahan di Gaza. Gambar-gambar ini mengingatkan kita pada gambar-gambar mengerikan dari pembebasan kamp-kamp pada tahun 1945, babak tergelap dalam sejarah kita (Israel),”

    Forum tersebut menyerukan “tahap kedua dari kesepakatan penyanderaan harus segera dilaksanakan.”

    Presiden Israel, Isaac Herzog mengatakan penurunan berat badan yang drastis dan kondisi serius yang dialami para sandera yang dibebaskan merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan” dalam sebuah unggahan di X/Twitter pada Sabtu.

    “Seluruh dunia harus melihat langsung ke Ohad, Or, dan Eli—yang kembali setelah 491 hari di neraka, kelaparan, kurus kering—dieksploitasi dalam tontonan sinis dan kejam oleh para pembunuh keji,” lanjutnya.

    “Kita terhibur dengan kenyataan bahwa mereka dikembalikan hidup-hidup ke pelukan orang-orang yang mereka cintai.”

    Presiden Israel menekankan pentingnya menyelesaikan kesepakatan penyanderaan, dengan mengatakan bahwa hal itu merupakan “tugas kemanusiaan, moral, dan Yahudi.”

    Selain kelaparan, jutaan warga Gaza dibayangi ancaman risiko penyebaran penyakit dan wabah saat musim dingin tiba. Karena hujan yang membasahi tenda pengungsian Palestina akan menyebabkan penumpukan banjir limbah di area rendah. (Al Jazeera)

    Tuding Kondisi Kelaparan Warga Gaza Cuma Propaganda

    Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar menekankan kepada rekan-rekan internasionalnya di seluruh dunia pada Sabtu betapa beratnya kejahatan yang dilakukan Hamas terhadap para sandera Israel yang mereka tawan.

    Sa’ar justru menuding kondisi kelaparan serius ratusan ribu warga Gaza cuma propagada.

    “Selama lebih dari setahun, seluruh masyarakat internasional telah menari mengikuti alunan suara palsu dari apa yang disebut propaganda ‘kelaparan’ di Gaza.”

    “Namun, foto-foto itu tidak berbohong: Hamas dan penduduk Gaza tampak hebat. Para sandera Israel tampak seperti korban Holocaust dan merupakan satu-satunya orang dalam foto yang tampaknya menderita kelaparan. “

    “Hamas melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga sipil yang diculik,” lanjutnya. “Kejahatan Hamas-Nazi harus diberantas.”

    UNRWA: Kondisi Gaza Memburuk

    Tudingan Israel kalau kondisi warga Gaza cuma propaganda jelas bertolak belakangan dengan apa yang digambarkan Badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA.

    Badan PBB itu memperingatkan adanya potensi kelaparan akut yang akan menyerang lebih dari dua juta orang pengungsi di Jalur Gaza.

    Potensi ini diungkap setelah hujan deras telah memperparah situasi warga Palestina yang mengungsi akibat serangan selama 13 bulan.

    “Lebih dari dua juta orang telantar di Jalur Gaza yang hancur berisiko kelaparan dan kehausan karena memperoleh makanan telah menjadi tugas yang mustahil bagi keluarga di tengah pengeboman Israel yang tiada henti,” kata UNRWA.

    Dalam cuitan di media sosial X, badan tersebut mengatakan persediaan makanan yang masuk ke Gaza saat ini tidak memenuhi 6 persen dari kebutuhan penduduknya karena pengetatan yang dilakukan otoritas Israel.

    Kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya penjarahan sistematis terhadap konvoi bantuan kemanusiaan yang ditujukan untuk warga Palestina.

    Alasan ini yang membuat dua juta pengungsi terancam mengalami kelaparan kehausan akut, akibat kurangnya pasokan makanan, di tengah pemboman brutal di wilayah utara Gaza, mengutip dari Arab News.

    Wabah Penyakit Mengancam Nyawa Pengungsi Gaza

    Selain kelaparan, jutaan warga Gaza dibayangi ancaman resiko penyebaran penyakit dan wabah saat musim dingin tiba.

    Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal, berkata kepada Al Jazeera bahwa wilayah Gaza sedang mengalami kondisi tragis yang semakin sulit dengan turunnya hujan.

    Hujan yang membasahi kamp pengungsian Palestina menyebabkan penumpukan banjir limbah di area rendah.

    Hal ini dikhawatirkan akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat disana, terutama bagi mereka yang sudah mengalami kekurangan gizi.

    “Orang-orang yang sudah kekurangan gizi akan menjadi semakin rentan terhadap penyakit, karena semua ini berkontribusi terhadap kondisi kesehatan yang semakin buruk,” kata Louise Wateridge, juru bicara UNRWA.

    Tak hanya itu, banjir akibat hujan dan air pasang juga turut menghancurkan tenda-tenda darurat, membuat banyak pengungsi kehilangan tempat berlindung.

    Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa sekitar 10 ribu tenda hanyut atau rusak akibat badai. Sebanyak 81 persen tenda bahkan tak bisa lagi digunakan.

    Beberapa pengungsi bahkan terpaksa menggali parit untuk mengalirkan air keluar dari tenda yang mereka tinggali.

    Keadaan ini menunjukkan betapa penderitaan mereka tidak hanya berasal dari perang, tetapi juga dari alam yang menambah kesulitan hidup.

    “Curah hujan telah menyebabkan kerusakan parah pada tenda-tenda yang menampung ribuan orang pengungsi, air mengalir ke dalam tenda-tenda dan merusak barang bawaan serta kasur,” tutur Basal.

    Mengantisipasi situasi Gaza yang semakin memburuk, Kantor Media Pemerintah Gaza mendesak komunitas internasional untuk memberikan tenda bagi warga Gaza yang mengungsi agar bisa melindungi mereka dari hujan dan dingin.

    Organisasi internasional juga turut menyerukan pembukaan jalur bantuan tanpa hambatan agar kebutuhan dasar seperti makanan, perlindungan, dan obat-obatan dapat segera terpenuhi.

    Rumah Sakit Gaza dalam Kondisi Kritis

    Terpisah, ditengah situasi Gaza yang memprihatinkan Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir el-Balah, Gaza tengah, dan rumah sakit lain di seluruh Jalur Gaza saat ini menghadapi kondisi sangat buruk.

    Rekan medis yang berada di Rumah Sakit Al-Aqsa mengatakan bahwa mereka kewalahan, dan sumber daya medisnya telah terkuras karena mengatasi masuknya ratusan pasien, dengan staf dan ruang operasi yang sangat terbatas.

    Seorang pejabat kesehatan di Gaza telah memperingatkan bahwa semua rumah sakit di daerah kantong yang diblokade itu terpaksa menghentikan atau mengurangi layanan dalam waktu 48 jam.

    “Kami mengeluarkan peringatan mendesak karena semua rumah sakit di Gaza akan berhenti beroperasi atau mengurangi layanan mereka dalam waktu 48 jam. Pendudukan (Israel) menghalangi masuknya bahan bakar,” kata Direktur Rumah Sakit Lapangan Gaza, Marwan Al-Hams.

     

    (oln/tjp/aja/*)

     

  • Jaksa Swiss Selidiki Aduan Terhadap Presiden Israel Terkait Genosida

    Jaksa Swiss Selidiki Aduan Terhadap Presiden Israel Terkait Genosida

    Zurich

    Jaksa Swiss memeriksa beberapa pengaduan terhadap Presiden Israel Isaac Herzog. Herzog dilaporkan sebuah LSM yang menuduhnya melakukan penghasutan terkait genosida di Gaza.

    Dilansir AFP, Kamis (23/1/2025), Kantor Jaksa Agung Swiss (OAG) mengkonfirmasi pihaknya menerima beberapa pengaduan pidana terhadap Herzog. Diketahui, Herzog menghadiri Forum Ekonomi Dunia di resor Davos, Swiss.

    “Pengaduan pidana tersebut sekarang sedang diperiksa sesuai dengan prosedur yang biasa,” kata Kantor Jaksa Agung Swiss dalam email yang dikirim ke AFP.

    Kantor Jaksa Agung Swiss juga telah menghubungi kementerian luar negeri Swiss “untuk memeriksa pertanyaan tentang kekebalan orang yang bersangkutan”. Meski begitu, Kantor Jaksa Agung Swiss tak memberikan rincian tentang pengaduan khusus yang diajukan.

    Kantor berita Swiss Keystone-ATS menjelaskan salah satu pengaduan datang dari sebuah LSM bernama Legal Action Against Genocide. LSM tersebut menyerukan agar Herzog dituntut terkait penghasutan untuk melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    “Atas hasutan untuk melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” pemberitaan Keystone-ATS.

    Herzog dituduh memainkan peran aktif dalam genosida dan kejahatan perang di Gaza. Herzog dianggap menghapus seluruh perbedaan antara penduduk sipil dan kombatan.

    Herzog diketahui sempat berada di Davos pada hari Selasa (21/1) dan mengadakan pertemuan pada hari Rabu (22/1) pagi. Namun tidak jelas apakah hari ini ia masih berada di Swiss.

    Pengaduan serupa juga diajukan terhadapnya ketika Herzog menghadiri pertemuan di Davos setahun yang lalu tetapi Kantor Jaksa Agung Swiss menahan diri untuk tidak membuka penyelidikan saat itu, Keystone-ATS melaporkan.

    (isa/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Davos 2025 Diskusikan Ukraina, Gaza, AI, hingga Donald Trump – Halaman all

    Davos 2025 Diskusikan Ukraina, Gaza, AI, hingga Donald Trump – Halaman all

    Waktunya tiba lagi. Kota Davos yang tertutup salju di Swiss kembali menyambut para pemimpin global untuk pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia World Economic Forum (WEF), yang dimulai hari Senin (20/1).

    Acara tahun ini diadakan setelah tahun pemilihan umum 2024 di tengah melambungnya biaya hidup dan prospek ekonomi yang suram, dan kembalinya sejumlah partai dan kandidat radikal.

    Gelombang populis, serta perang di Ukraina dan situasi kemanusiaan di Gaza, cuaca ekstrem, dan revolusi kecerdasan buatan (AI) adalah sejumlah isu utama yang akan dibahas para delegasi selama pertemuan lima hari tersebut.

    “Semua itu terjadi di tengah situasi geopolitik yang paling rumit dalam beberapa generasi,” kata Presiden WEF Borge Brende kepada wartawan pada minggu lalu.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Hampir 3.000 pemimpin, termasuk 60 kepala negara dan pemerintahan, dari lebih dari 130 negara diperkirakan akan hadir di kota di wilayah Alpen tersebut.

    Di antara para pemimpin global yang akan hadir termasuk Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Wakil Perdana Menteri Cina Ding Xuexiang, Javier Milei dari Argentina, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, dan Muhammad Yunus dari Bangladesh. Presiden RI Prabowo Subianto juga rencananya akan hadir di Davos.

    Donald Trump dominasi tema diskusi di Davos

    Donald Trump akan berpidato secara virtual beberapa hari setelah pelantikannya sebagai presiden AS pada tanggal 20 Januari.

    Kembalinya Trump ke Gedung Putih diperkirakan akan mendominasi diskusi di Davos. Dari ancaman untuk mengenakan tarif pada kawan maupun lawan, hingga ambisi ekspansionis terhadap Kanada dan Greenland, Trump telah membuat para investor, perusahaan, dan pemerintah bertanya-tanya.

    Para pembuat kebijakan dan investor masih mencoba mencari tahu bagaimana perang dagang Trump akan berlangsung, dan dampaknya terhadap ekonomi. Tarif potensial diperkirakan akan semakin merugikan ekonomi seperti Jerman dan Cina, yang masing-masing telah berjuang dengan pertumbuhan negatif dan lesu.

    Para ahli memperingatkan bahwa kebijakan Trump berpotensi memperburuk inflasi dan memicu pembalasan dari mitra dagang yang dapat menyebabkan guncangan global.

    Presiden WEF Borge Brende mengatakan pada periode pertama pemerintahan Trump, perdagangan tumbuh, investasi tumbuh. “Namun kini lanskapnya berbeda, di mana kita mungkin akan melihat lebih banyak tarif, kita mungkin akan melihat lebih banyak (praktik bisnis seperti) nearshoring, friendshoring, sehingga rantai pasokan akan berubah.”

    Fokus di Ukraina, Gaza, dan Suriah

    Perang di Ukraina yang kini mendekati tiga tahun, sekali lagi menjadi salah satu topik utama dalam agenda. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akan menghadiri pertemuan tersebut secara langsung.

    Trump berjanji untuk mencapai kesepakatan damai guna menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina pada hari pertama menjabat, hal yang tampaknya tidak realistis. Bahkan para penasihat Trump memperkirakan waktu berbulan-bulan untuk mengakhiri perang.

    Yayasan Victor Pinchuk Ukraina akan menyelenggarakan beberapa acara di Rumah Ukraina tahun ini, termasuk proyek bertajuk Your Country First – Win With Us.

    “Karena jika Ukraina jatuh, bahaya akan datang kepada Anda dengan cepat. Keamanan Anda akan rusak, ekonomi, kesejahteraan, dan kesempatan untuk menjalani kehidupan yang Anda inginkan akan terancam,” kata Yayasan tersebut dalam sebuah pernyataan. “Sedangkan kemenangan Ukraina dapat secara global menghalangi para agresor.”

    Konflik bersenjata merupakan risiko teratas pada tahun 2025, menurut survei risiko tahunan yang diterbitkan oleh WEF pada hari Rabu (15/01). Ditambah konfrontasi geoekonomi, bahaya peringkat ketiga, yang memperlihatkan “lanskap global yang semakin terpecah-pecah.”

    Suriah, krisis kemanusiaan di Gaza, dan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah juga menjadi fokus tahun ini. Beberapa pemimpin dari kawasan tersebut diharapkan hadir, termasuk Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Otoritas Nasional Palestina Mohammed Mustafa, dan Menteri Luar Negeri Suriah Asaad Hassan Al Shibani.

    Era kecerdasan buatan

    Pertemuan tahunan WEF ke-55 diselenggarakan dengan tema “Kolaborasi untuk Era Kecerdasan”, zaman dengan kemajuan pesat dalam teknologi seperti kecerdasan buatan dan komputasi kuantum. AI membawa banyak harapan di berbagai industri, termasuk perawatan kesehatan, pendidikan, dan pertanian, tetapi juga mengancam jutaan pekerjaan.

    Laporan WEF tentang masa depan dunia kerja yang diterbitkan awal bulan ini menunjukkan perubahan tren global dan teknologi baru diproyeksikan akan menghasilkan 170 juta pekerjaan baru pada tahun 2030 dan menghapus 92 juta lainnya. Laporan ini menggarisbawahi perlunya meningkatkan keterampilan pekerja secara global.

    Perusahaan teknologi AS, Workday, dalam sebuah studi tentang dampak AI pada pekerjaan, menemukan bahwa AI akan menjadi katalisator untuk “revolusi keterampilan” di mana keterampilan yang pada dasarnya manusiawi seperti kreativitas, empati, dan pengambilan keputusan yang etis akan menjadi aset paling berharga di tempat kerja.

    Kathy Pham, ilmuwan komputer dan wakil presiden di Workday, mengatakan Davos akan menyediakan platform bagi bisnis dan pemerintah untuk memahami bagaimana pekerjaan, keterampilan, dan aturan telah berevolusi dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia, dan bagaimana orang berinteraksi dengan teknologi.

    “Bagi saya, itulah daftar keinginan yang diharapkan bisa dihasilkan Davos. Percakapan jujur tentang seperti apa masa depan tenaga kerja di samping gelombang AI terbaru ini,” katanya kepada DW.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel melakukan unjuk rasa menolak gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

    Aksi demonstrasi ini berlangsung pada hari Kamis, 16 Januari 2025, di depan Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mengakibatkan kemacetan di jalan raya terdekat.

    Menurut laporan dari The Guardian, sekitar 1.500 orang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.

    Banyak pengunjuk rasa mengenakan pakaian hitam dengan tangan mereka dicat merah.

    Mereka membawa sekitar 40 peti mati yang diselimuti bendera Israel sebagai simbol protes.

    Seorang demonstran bernama Shmuel (27) menyatakan, “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga.”

    Shmuel, yang telah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza dimulai, menegaskan pentingnya melanjutkan perang demi keamanan negara.

    Warga Israel membawa peti mati saat berdemonstrasi di luar Kantor Perdana Menteri Israel Netanyahu, Kamis, (1/17/2025). (Yedioth Ahronoth/Alex Kolomoisky)

    Para pengunjuk rasa, yang merupakan anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva, mendesak pemerintah untuk mengutamakan kemenangan total atas Hamas daripada melakukan perundingan.

    Namun, tuntutan tersebut gagal terpenuhi karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan persetujuan gencatan senjata.

    Rencana pengembalian sandera akan mulai berlaku pada hari Minggu, 19 Januari 2025.

    Menurut CNN, kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah adanya saran dari kabinet keamanan.

    Dari 33 menteri, 24 mendukung gencatan senjata, sementara delapan menolak, termasuk menteri dari Partai Likud dan Partai Otzma Yehudit.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet tersebut, menyebutnya sebagai langkah penting dalam menegakkan komitmen negara terhadap rakyatnya.

    Saat ini Israel melaporkan ada 89 sandera yang masih berada di Gaza. Setengah dari jumlah tersebut diyakini masih hidup.

    Dalam tahap pertama gencatan senjata, tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan, sementara Israel akan melepaskan lebih dari 1.700 warga Palestina sebagai bagian dari pertukaran.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata, sebagian besar merupakan perempuan.

    Pembebasan tahanan ini akan dilakukan berdasarkan persetujuan pemerintah dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00 waktu setempat.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Israel Tarik Mundur Pasukan, IDF Siapkan Rencana Pertahanan Baru di Selubung Gaza: Pengepungan! – Halaman all

    Israel Tarik Mundur Pasukan, IDF Siapkan Rencana Pertahanan Baru di Selubung Gaza: Pengepungan! – Halaman all

    Israel Tarik Mundur Pasukan, IDF Siapkan Rencana Pertahanan Baru di Selubung Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Radio Tentara Pendudukan Israel melaporkan perkembangan situasi jelang pelaksanaan gencatan senjata di Gaza antara Militer Israel (IDF) dan faksi-faksi perlawanan Palestina yang dipimpin gerakan Hamas.

    Dalam laporan tersebut dikatakan kalau IDF telah mengembangkan rencana pertahanan baru di wilayah selubung Gaza.

    Rencana pertahanan baru IDF tersebut dilaporkan, mencakup penguatan sistem pertahanan di sepanjang perbatasan Jalur Gaza.

    IDF juga akan melakukan penarikan pasukan secara bertahap dari Gaza, selama pelaksanaan pertukaran tahanan dan perjanjian gencatan senjata, yang dijadwalkan mulai berlaku pada hari Minggu.

    Media terafiliasi IDF menjelaskan kalau Divisi ke-99 IDF akan secara bertahap menarik diri dari poros Netzarim sesuai dengan perjanjian gencatan senjata.

    Adapun Divisi ke-162 akan memikul tanggung jawab pertahanan di wilayah utara selubung Gaza.

    “Sedangkan Divisi Gaza IDF akan memikul tanggung jawab atas wilayah selatan daerah kantung Palestina tersebut. Dengan demikian hanya dua divisi yang akan tersisa di wilayah Jalur Gaza,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Sabtu (17/1/2025).

    Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza.

    Siap Menyerbu Gaza Lagi

    Situs media Israel, Wala dan i24 News juga melaporkan, pada implementasi perjanjian tersebut, pasukan militer Israel akan menyesuaikan penempatan mereka dan secara bertahap menarik diri dari titik-titik di Jalur Gaza.

    Mereka mengindikasikan, Komando Militer IDF di wilayah selatan negara pendudukan tersebut sedang bersiap untuk mengerahkan bala bantuan di sepanjang perbatasan dengan Gaza, sambil memperkuat garis pertahanan untuk menjamin keamanan.

    Ini artinya, pasukan-pasukan Israel yang berada di dalam Gaza akan ditarik ke luar di seluruh perbatasan.

    Pengepungan dengan konsentrasi pasukan di perbatasan ini mengindikasikan kalau Israel siap kembali masuk dan menyerang Gaza jika proses gencatan senjata tidak berjalan mulus.

    Sebelumnya pada hari Jumat, Kabinet Israel untuk Urusan Keamanan dan Politik meratifikasi pertukaran tahanan dan perjanjian gencatan senjata.

    Kementerian Kehakiman Israel menerbitkan gelombang pertama daftar tahanan Palestina yang akan dibebaskan pada tahap pertama perjanjian tersebut.

    Apa yang disebut sebagai “Otoritas Penyiaran Israel resmi” mengindikasikan bahwa kabinet Israel telah mengambil keputusan untuk kembali melakukan pertempuran sengit jika perjanjian tahap kedua dan ketiga tidak dilaksanakan. 

    “Dewan juga menambahkan keamanan Tepi Barat sebagai salah satu tujuan perang,” kata laporan tersebut.

    Menurut situs Al Jazeera, meskipun mencapai kesepakatan, pendudukan Israel meningkatkan serangannya di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir, dan membunuh 116 warga Palestina, termasuk 30 anak-anak dan 32 wanita, sejak perjanjian diumumkan, hingga Jumat sore, menurut Pertahanan Sipil di Gaza.

    Sejak 7 Oktober 2023, pendudukan Israel telah melakukan genosida di Gaza, menyebabkan lebih dari 157.000 orang Palestina menjadi martir dan terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, serta lebih dari 11.000 orang hilang.

    Jalur Gaza di Palestina yang terkepung kini menyaksikan kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menyebabkan kematian puluhan anak-anak dan orang lanjut usia, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.  

    Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata

    Ribuan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza.

    Mereka berkumpul di luar Kantor Perdana Menteri Israel di Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.

    The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.

    Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.

    “Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.

    “Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”

    Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.

    Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.

    “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.

    “Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”

    Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel.

    “Kita harus melanjutkan perang ini. Sahabat terbaik saya meninggal sebulan lalu saat bertempur di Rafah. Saya bertanya kepada diri saya apakah ini sia-sia.”

    Sementara itu, seorang pengunjuk rasa lainnya yang bernama Yehoshua Shani meminta Netanyahu dan kabinetnya menolak gencatan senjata.

    “Kami menghabiskan malam di sini di luar Kantor Perdana Menteri. Tentu saja susah tidur karena ada kekhawatiran mengenai nasib para sandera dan keamanan rakyat Israel,” kata Shadi dikutip dari Yedioth Ahronoth.

    “Kami meminta perdana menteri dan kabinetnya untuk mencegah ini pada momen terakhir. Jangan tanda tangani kesepakatan yang berarti penyerahan, penelantaran sandera lain, dan membahayakan keamanan Israel.”

    Keinginan para pengunjuk rasa itu gagal diwujudkan karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan menyetujui gencatan senjata.

    “Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.

    Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.

    Dikutip dari The Times of Israel, kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.

    Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.

    Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet untuk mendukung gencatan senjata.

    “Ini langkah penting menuju penegakan komitmen mendasar negara terhadap rakyatnya,” kata Herzog.

    Israel mengatakan ada 89 sandera yang masih ada di Gaza. Setengah dari jumlah itu diyakini masih hidup.

    Sebanyak tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata. Sandera yang dibebaskan pada tahap pertama berjumlah 33 orang.

    Israel akan membebaskan lebih dari 1.700 warga Palestina yang ditahan. Mereka ditukar dengan 33 sandera itu.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan Israel pada hari pertama gencatan. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan (69).

    “Pembebasan tahanan didasarkan pada persetujuan pemerintah tentang rencana gencatan senjata dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00,” kata kementerian itu.

     

    (oln/khbrn/*)

     

      
     

  • Bawa Puluhan Peti Mati, Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata, Serbu Kantor Netanyahu – Halaman all

    Bawa Puluhan Peti Mati, Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata, Serbu Kantor Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza.

    Mereka berkumpul di luar Kantor Perdana Menteri Israel di Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.

    The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.

    Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.

    “Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.

    “Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”

    Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.

    Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.

    “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.

    “Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”

    Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel.

    “Kita harus melanjutkan perang ini. Sahabat terbaik saya meninggal sebulan lalu saat bertempur di Rafah. Saya bertanya kepada diri saya apakah ini sia-sia.”

    Sementara itu, seorang pengunjuk rasa lainnya yang bernama Yehoshua Shani meminta Netanyahu dan kabinetnya menolak gencatan senjata.

    “Kami menghabiskan malam di sini di luar Kantor Perdana Menteri. Tentu saja susah tidur karena ada kekhawatiran mengenai nasib para sandera dan keamanan rakyat Israel,” kata Shadi dikutip dari Yedioth Ahronoth.

    “Kami meminta perdana menteri dan kabinetnya untuk mencegah ini pada momen terakhir. Jangan tanda tangani kesepakatan yang berarti penyerahan, penelantaran sandera lain, dan membahayakan keamanan Israel.”

    Keinginan para pengunjuk rasa itu gagal diwujudkan karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan menyetujui gencatan senjata.

    “Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.

    Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.

    Dikutip dari The Times of Israel, kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.

    Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.

    Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet untuk mendukung gencatan senjata.

    “Ini langkah penting menuju penegakan komitmen mendasar negara terhadap rakyatnya,” kata Herzog.

    Israel mengatakan ada 89 sandera yang masih ada di Gaza. Setengah dari jumlah itu diyakini masih hidup.

    Sebanyak tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata. Sandera yang dibebaskan pada tahap pertama berjumlah 33 orang.

    Israel akan membebaskan lebih dari 1.700 warga Palestina yang ditahan. Mereka ditukar dengan 33 sandera itu.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan Israel pada hari pertama gencatan. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan (69).

    “Pembebasan tahanan didasarkan pada persetujuan pemerintah tentang rencana gencatan senjata dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00,” kata kementerian itu.

    (Tribunnews.com/Febri)