Tag: Isaac Herzog

  • Israel: Kelaparan Gaza Cuma Propaganda, 3 Sandera yang Dibebaskan Hamas Kurus Bak Korban Nazi – Halaman all

    Israel: Kelaparan Gaza Cuma Propaganda, 3 Sandera yang Dibebaskan Hamas Kurus Bak Korban Nazi – Halaman all

    Tuduh Kelaparan Gaza Cuma Propaganda, Israel Sebut 3 Sandera yang Dibebaskan Hamas Kurus Bak Korban Nazi

    TRIBUNNEWS.COM – Seolah menutup mata terhadap kondisi mengenaskan puluhan warga Gaza yang kelaparan, Israel memberi perhatian pada kondisi 3 sandera warga mereka yang baru dibebaskan Hamas pada Sabtu (8/2/2025).

    Tanpa melihat kondisi warga Gaza yang jauh lebih menderita, Israel menyatakan kalau tiga sandera mereka berada dalam kondisi kurus kering.

    “Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu memerintahkan “tindakan yang tepat” untuk diambil bagi tiga sandera yang dalam kondisi kekurangan gizi parah,” tulis laporan media Israel, The Jerusalem Post, Sabtu.

    Diketahui, Pemimpin Israel tersebut saat ini sedang mengunjungi para pejabat Amerika Serikat (AS) di Washington, DC pada saat ketiga sandera Israel tersebut dibebaskan Hamas.

    Ketiga sandera tersebut, Or Levy, Eli Sharabi, dan Ohad Ben Ami dilaporkan media Israel telah kehilangan sekitar 30 persen dari berat badan keseluruhan mereka, menurut pemeriksaan medis awal yang dilaporkan ke Tel Aviv Sourasky Medical Center dan Sheba Medical Center, yang akan merawat mereka.

    Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Israel, Forum Sandera dan Keluarga Hilang, bahkan membandingkan gambar-gambar dari pembebasan hari Sabtu dengan gambar-gambar di kamp-kamp kematian Nazi, Jerman pada masa lampau.

    PEMBEBASAN SANDERA – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada Sabtu (8/2/2025), menunjukkan sandera Israel yang dibebaskan Hamas. Sebagai ganti 3 sandera, Israel akan membebaskan 183 tahanan Palestina. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    LSM Israel itu menyatakan, “Gambar-gambar mengerikan dari Ohad, Eli, dan Or mengungkap korban yang sangat menyedihkan dari 491 hari penahanan Hamas. Mereka adalah orang-orang yang telah menanggung neraka itu sendiri. Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.”

    “Gambar-gambar yang mengganggu ini menunjukkan kepada seluruh dunia kenyataan menyedihkan yang dihadapi setiap sandera yang masih ditahan di Gaza. Gambar-gambar ini mengingatkan kita pada gambar-gambar mengerikan dari pembebasan kamp-kamp pada tahun 1945, babak tergelap dalam sejarah kita (Israel),”

    Forum tersebut menyerukan “tahap kedua dari kesepakatan penyanderaan harus segera dilaksanakan.”

    Presiden Israel, Isaac Herzog mengatakan penurunan berat badan yang drastis dan kondisi serius yang dialami para sandera yang dibebaskan merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan” dalam sebuah unggahan di X/Twitter pada Sabtu.

    “Seluruh dunia harus melihat langsung ke Ohad, Or, dan Eli—yang kembali setelah 491 hari di neraka, kelaparan, kurus kering—dieksploitasi dalam tontonan sinis dan kejam oleh para pembunuh keji,” lanjutnya.

    “Kita terhibur dengan kenyataan bahwa mereka dikembalikan hidup-hidup ke pelukan orang-orang yang mereka cintai.”

    Presiden Israel menekankan pentingnya menyelesaikan kesepakatan penyanderaan, dengan mengatakan bahwa hal itu merupakan “tugas kemanusiaan, moral, dan Yahudi.”

    Selain kelaparan, jutaan warga Gaza dibayangi ancaman risiko penyebaran penyakit dan wabah saat musim dingin tiba. Karena hujan yang membasahi tenda pengungsian Palestina akan menyebabkan penumpukan banjir limbah di area rendah. (Al Jazeera)

    Tuding Kondisi Kelaparan Warga Gaza Cuma Propaganda

    Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar menekankan kepada rekan-rekan internasionalnya di seluruh dunia pada Sabtu betapa beratnya kejahatan yang dilakukan Hamas terhadap para sandera Israel yang mereka tawan.

    Sa’ar justru menuding kondisi kelaparan serius ratusan ribu warga Gaza cuma propagada.

    “Selama lebih dari setahun, seluruh masyarakat internasional telah menari mengikuti alunan suara palsu dari apa yang disebut propaganda ‘kelaparan’ di Gaza.”

    “Namun, foto-foto itu tidak berbohong: Hamas dan penduduk Gaza tampak hebat. Para sandera Israel tampak seperti korban Holocaust dan merupakan satu-satunya orang dalam foto yang tampaknya menderita kelaparan. “

    “Hamas melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga sipil yang diculik,” lanjutnya. “Kejahatan Hamas-Nazi harus diberantas.”

    UNRWA: Kondisi Gaza Memburuk

    Tudingan Israel kalau kondisi warga Gaza cuma propaganda jelas bertolak belakangan dengan apa yang digambarkan Badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA.

    Badan PBB itu memperingatkan adanya potensi kelaparan akut yang akan menyerang lebih dari dua juta orang pengungsi di Jalur Gaza.

    Potensi ini diungkap setelah hujan deras telah memperparah situasi warga Palestina yang mengungsi akibat serangan selama 13 bulan.

    “Lebih dari dua juta orang telantar di Jalur Gaza yang hancur berisiko kelaparan dan kehausan karena memperoleh makanan telah menjadi tugas yang mustahil bagi keluarga di tengah pengeboman Israel yang tiada henti,” kata UNRWA.

    Dalam cuitan di media sosial X, badan tersebut mengatakan persediaan makanan yang masuk ke Gaza saat ini tidak memenuhi 6 persen dari kebutuhan penduduknya karena pengetatan yang dilakukan otoritas Israel.

    Kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya penjarahan sistematis terhadap konvoi bantuan kemanusiaan yang ditujukan untuk warga Palestina.

    Alasan ini yang membuat dua juta pengungsi terancam mengalami kelaparan kehausan akut, akibat kurangnya pasokan makanan, di tengah pemboman brutal di wilayah utara Gaza, mengutip dari Arab News.

    Wabah Penyakit Mengancam Nyawa Pengungsi Gaza

    Selain kelaparan, jutaan warga Gaza dibayangi ancaman resiko penyebaran penyakit dan wabah saat musim dingin tiba.

    Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal, berkata kepada Al Jazeera bahwa wilayah Gaza sedang mengalami kondisi tragis yang semakin sulit dengan turunnya hujan.

    Hujan yang membasahi kamp pengungsian Palestina menyebabkan penumpukan banjir limbah di area rendah.

    Hal ini dikhawatirkan akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat disana, terutama bagi mereka yang sudah mengalami kekurangan gizi.

    “Orang-orang yang sudah kekurangan gizi akan menjadi semakin rentan terhadap penyakit, karena semua ini berkontribusi terhadap kondisi kesehatan yang semakin buruk,” kata Louise Wateridge, juru bicara UNRWA.

    Tak hanya itu, banjir akibat hujan dan air pasang juga turut menghancurkan tenda-tenda darurat, membuat banyak pengungsi kehilangan tempat berlindung.

    Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa sekitar 10 ribu tenda hanyut atau rusak akibat badai. Sebanyak 81 persen tenda bahkan tak bisa lagi digunakan.

    Beberapa pengungsi bahkan terpaksa menggali parit untuk mengalirkan air keluar dari tenda yang mereka tinggali.

    Keadaan ini menunjukkan betapa penderitaan mereka tidak hanya berasal dari perang, tetapi juga dari alam yang menambah kesulitan hidup.

    “Curah hujan telah menyebabkan kerusakan parah pada tenda-tenda yang menampung ribuan orang pengungsi, air mengalir ke dalam tenda-tenda dan merusak barang bawaan serta kasur,” tutur Basal.

    Mengantisipasi situasi Gaza yang semakin memburuk, Kantor Media Pemerintah Gaza mendesak komunitas internasional untuk memberikan tenda bagi warga Gaza yang mengungsi agar bisa melindungi mereka dari hujan dan dingin.

    Organisasi internasional juga turut menyerukan pembukaan jalur bantuan tanpa hambatan agar kebutuhan dasar seperti makanan, perlindungan, dan obat-obatan dapat segera terpenuhi.

    Rumah Sakit Gaza dalam Kondisi Kritis

    Terpisah, ditengah situasi Gaza yang memprihatinkan Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir el-Balah, Gaza tengah, dan rumah sakit lain di seluruh Jalur Gaza saat ini menghadapi kondisi sangat buruk.

    Rekan medis yang berada di Rumah Sakit Al-Aqsa mengatakan bahwa mereka kewalahan, dan sumber daya medisnya telah terkuras karena mengatasi masuknya ratusan pasien, dengan staf dan ruang operasi yang sangat terbatas.

    Seorang pejabat kesehatan di Gaza telah memperingatkan bahwa semua rumah sakit di daerah kantong yang diblokade itu terpaksa menghentikan atau mengurangi layanan dalam waktu 48 jam.

    “Kami mengeluarkan peringatan mendesak karena semua rumah sakit di Gaza akan berhenti beroperasi atau mengurangi layanan mereka dalam waktu 48 jam. Pendudukan (Israel) menghalangi masuknya bahan bakar,” kata Direktur Rumah Sakit Lapangan Gaza, Marwan Al-Hams.

     

    (oln/tjp/aja/*)

     

  • Jaksa Swiss Selidiki Aduan Terhadap Presiden Israel Terkait Genosida

    Jaksa Swiss Selidiki Aduan Terhadap Presiden Israel Terkait Genosida

    Zurich

    Jaksa Swiss memeriksa beberapa pengaduan terhadap Presiden Israel Isaac Herzog. Herzog dilaporkan sebuah LSM yang menuduhnya melakukan penghasutan terkait genosida di Gaza.

    Dilansir AFP, Kamis (23/1/2025), Kantor Jaksa Agung Swiss (OAG) mengkonfirmasi pihaknya menerima beberapa pengaduan pidana terhadap Herzog. Diketahui, Herzog menghadiri Forum Ekonomi Dunia di resor Davos, Swiss.

    “Pengaduan pidana tersebut sekarang sedang diperiksa sesuai dengan prosedur yang biasa,” kata Kantor Jaksa Agung Swiss dalam email yang dikirim ke AFP.

    Kantor Jaksa Agung Swiss juga telah menghubungi kementerian luar negeri Swiss “untuk memeriksa pertanyaan tentang kekebalan orang yang bersangkutan”. Meski begitu, Kantor Jaksa Agung Swiss tak memberikan rincian tentang pengaduan khusus yang diajukan.

    Kantor berita Swiss Keystone-ATS menjelaskan salah satu pengaduan datang dari sebuah LSM bernama Legal Action Against Genocide. LSM tersebut menyerukan agar Herzog dituntut terkait penghasutan untuk melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    “Atas hasutan untuk melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” pemberitaan Keystone-ATS.

    Herzog dituduh memainkan peran aktif dalam genosida dan kejahatan perang di Gaza. Herzog dianggap menghapus seluruh perbedaan antara penduduk sipil dan kombatan.

    Herzog diketahui sempat berada di Davos pada hari Selasa (21/1) dan mengadakan pertemuan pada hari Rabu (22/1) pagi. Namun tidak jelas apakah hari ini ia masih berada di Swiss.

    Pengaduan serupa juga diajukan terhadapnya ketika Herzog menghadiri pertemuan di Davos setahun yang lalu tetapi Kantor Jaksa Agung Swiss menahan diri untuk tidak membuka penyelidikan saat itu, Keystone-ATS melaporkan.

    (isa/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Davos 2025 Diskusikan Ukraina, Gaza, AI, hingga Donald Trump – Halaman all

    Davos 2025 Diskusikan Ukraina, Gaza, AI, hingga Donald Trump – Halaman all

    Waktunya tiba lagi. Kota Davos yang tertutup salju di Swiss kembali menyambut para pemimpin global untuk pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia World Economic Forum (WEF), yang dimulai hari Senin (20/1).

    Acara tahun ini diadakan setelah tahun pemilihan umum 2024 di tengah melambungnya biaya hidup dan prospek ekonomi yang suram, dan kembalinya sejumlah partai dan kandidat radikal.

    Gelombang populis, serta perang di Ukraina dan situasi kemanusiaan di Gaza, cuaca ekstrem, dan revolusi kecerdasan buatan (AI) adalah sejumlah isu utama yang akan dibahas para delegasi selama pertemuan lima hari tersebut.

    “Semua itu terjadi di tengah situasi geopolitik yang paling rumit dalam beberapa generasi,” kata Presiden WEF Borge Brende kepada wartawan pada minggu lalu.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Hampir 3.000 pemimpin, termasuk 60 kepala negara dan pemerintahan, dari lebih dari 130 negara diperkirakan akan hadir di kota di wilayah Alpen tersebut.

    Di antara para pemimpin global yang akan hadir termasuk Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Wakil Perdana Menteri Cina Ding Xuexiang, Javier Milei dari Argentina, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, dan Muhammad Yunus dari Bangladesh. Presiden RI Prabowo Subianto juga rencananya akan hadir di Davos.

    Donald Trump dominasi tema diskusi di Davos

    Donald Trump akan berpidato secara virtual beberapa hari setelah pelantikannya sebagai presiden AS pada tanggal 20 Januari.

    Kembalinya Trump ke Gedung Putih diperkirakan akan mendominasi diskusi di Davos. Dari ancaman untuk mengenakan tarif pada kawan maupun lawan, hingga ambisi ekspansionis terhadap Kanada dan Greenland, Trump telah membuat para investor, perusahaan, dan pemerintah bertanya-tanya.

    Para pembuat kebijakan dan investor masih mencoba mencari tahu bagaimana perang dagang Trump akan berlangsung, dan dampaknya terhadap ekonomi. Tarif potensial diperkirakan akan semakin merugikan ekonomi seperti Jerman dan Cina, yang masing-masing telah berjuang dengan pertumbuhan negatif dan lesu.

    Para ahli memperingatkan bahwa kebijakan Trump berpotensi memperburuk inflasi dan memicu pembalasan dari mitra dagang yang dapat menyebabkan guncangan global.

    Presiden WEF Borge Brende mengatakan pada periode pertama pemerintahan Trump, perdagangan tumbuh, investasi tumbuh. “Namun kini lanskapnya berbeda, di mana kita mungkin akan melihat lebih banyak tarif, kita mungkin akan melihat lebih banyak (praktik bisnis seperti) nearshoring, friendshoring, sehingga rantai pasokan akan berubah.”

    Fokus di Ukraina, Gaza, dan Suriah

    Perang di Ukraina yang kini mendekati tiga tahun, sekali lagi menjadi salah satu topik utama dalam agenda. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akan menghadiri pertemuan tersebut secara langsung.

    Trump berjanji untuk mencapai kesepakatan damai guna menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina pada hari pertama menjabat, hal yang tampaknya tidak realistis. Bahkan para penasihat Trump memperkirakan waktu berbulan-bulan untuk mengakhiri perang.

    Yayasan Victor Pinchuk Ukraina akan menyelenggarakan beberapa acara di Rumah Ukraina tahun ini, termasuk proyek bertajuk Your Country First – Win With Us.

    “Karena jika Ukraina jatuh, bahaya akan datang kepada Anda dengan cepat. Keamanan Anda akan rusak, ekonomi, kesejahteraan, dan kesempatan untuk menjalani kehidupan yang Anda inginkan akan terancam,” kata Yayasan tersebut dalam sebuah pernyataan. “Sedangkan kemenangan Ukraina dapat secara global menghalangi para agresor.”

    Konflik bersenjata merupakan risiko teratas pada tahun 2025, menurut survei risiko tahunan yang diterbitkan oleh WEF pada hari Rabu (15/01). Ditambah konfrontasi geoekonomi, bahaya peringkat ketiga, yang memperlihatkan “lanskap global yang semakin terpecah-pecah.”

    Suriah, krisis kemanusiaan di Gaza, dan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah juga menjadi fokus tahun ini. Beberapa pemimpin dari kawasan tersebut diharapkan hadir, termasuk Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Otoritas Nasional Palestina Mohammed Mustafa, dan Menteri Luar Negeri Suriah Asaad Hassan Al Shibani.

    Era kecerdasan buatan

    Pertemuan tahunan WEF ke-55 diselenggarakan dengan tema “Kolaborasi untuk Era Kecerdasan”, zaman dengan kemajuan pesat dalam teknologi seperti kecerdasan buatan dan komputasi kuantum. AI membawa banyak harapan di berbagai industri, termasuk perawatan kesehatan, pendidikan, dan pertanian, tetapi juga mengancam jutaan pekerjaan.

    Laporan WEF tentang masa depan dunia kerja yang diterbitkan awal bulan ini menunjukkan perubahan tren global dan teknologi baru diproyeksikan akan menghasilkan 170 juta pekerjaan baru pada tahun 2030 dan menghapus 92 juta lainnya. Laporan ini menggarisbawahi perlunya meningkatkan keterampilan pekerja secara global.

    Perusahaan teknologi AS, Workday, dalam sebuah studi tentang dampak AI pada pekerjaan, menemukan bahwa AI akan menjadi katalisator untuk “revolusi keterampilan” di mana keterampilan yang pada dasarnya manusiawi seperti kreativitas, empati, dan pengambilan keputusan yang etis akan menjadi aset paling berharga di tempat kerja.

    Kathy Pham, ilmuwan komputer dan wakil presiden di Workday, mengatakan Davos akan menyediakan platform bagi bisnis dan pemerintah untuk memahami bagaimana pekerjaan, keterampilan, dan aturan telah berevolusi dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia, dan bagaimana orang berinteraksi dengan teknologi.

    “Bagi saya, itulah daftar keinginan yang diharapkan bisa dihasilkan Davos. Percakapan jujur tentang seperti apa masa depan tenaga kerja di samping gelombang AI terbaru ini,” katanya kepada DW.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel melakukan unjuk rasa menolak gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

    Aksi demonstrasi ini berlangsung pada hari Kamis, 16 Januari 2025, di depan Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mengakibatkan kemacetan di jalan raya terdekat.

    Menurut laporan dari The Guardian, sekitar 1.500 orang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.

    Banyak pengunjuk rasa mengenakan pakaian hitam dengan tangan mereka dicat merah.

    Mereka membawa sekitar 40 peti mati yang diselimuti bendera Israel sebagai simbol protes.

    Seorang demonstran bernama Shmuel (27) menyatakan, “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga.”

    Shmuel, yang telah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza dimulai, menegaskan pentingnya melanjutkan perang demi keamanan negara.

    Warga Israel membawa peti mati saat berdemonstrasi di luar Kantor Perdana Menteri Israel Netanyahu, Kamis, (1/17/2025). (Yedioth Ahronoth/Alex Kolomoisky)

    Para pengunjuk rasa, yang merupakan anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva, mendesak pemerintah untuk mengutamakan kemenangan total atas Hamas daripada melakukan perundingan.

    Namun, tuntutan tersebut gagal terpenuhi karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan persetujuan gencatan senjata.

    Rencana pengembalian sandera akan mulai berlaku pada hari Minggu, 19 Januari 2025.

    Menurut CNN, kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah adanya saran dari kabinet keamanan.

    Dari 33 menteri, 24 mendukung gencatan senjata, sementara delapan menolak, termasuk menteri dari Partai Likud dan Partai Otzma Yehudit.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet tersebut, menyebutnya sebagai langkah penting dalam menegakkan komitmen negara terhadap rakyatnya.

    Saat ini Israel melaporkan ada 89 sandera yang masih berada di Gaza. Setengah dari jumlah tersebut diyakini masih hidup.

    Dalam tahap pertama gencatan senjata, tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan, sementara Israel akan melepaskan lebih dari 1.700 warga Palestina sebagai bagian dari pertukaran.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata, sebagian besar merupakan perempuan.

    Pembebasan tahanan ini akan dilakukan berdasarkan persetujuan pemerintah dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00 waktu setempat.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Israel Tarik Mundur Pasukan, IDF Siapkan Rencana Pertahanan Baru di Selubung Gaza: Pengepungan! – Halaman all

    Israel Tarik Mundur Pasukan, IDF Siapkan Rencana Pertahanan Baru di Selubung Gaza: Pengepungan! – Halaman all

    Israel Tarik Mundur Pasukan, IDF Siapkan Rencana Pertahanan Baru di Selubung Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Radio Tentara Pendudukan Israel melaporkan perkembangan situasi jelang pelaksanaan gencatan senjata di Gaza antara Militer Israel (IDF) dan faksi-faksi perlawanan Palestina yang dipimpin gerakan Hamas.

    Dalam laporan tersebut dikatakan kalau IDF telah mengembangkan rencana pertahanan baru di wilayah selubung Gaza.

    Rencana pertahanan baru IDF tersebut dilaporkan, mencakup penguatan sistem pertahanan di sepanjang perbatasan Jalur Gaza.

    IDF juga akan melakukan penarikan pasukan secara bertahap dari Gaza, selama pelaksanaan pertukaran tahanan dan perjanjian gencatan senjata, yang dijadwalkan mulai berlaku pada hari Minggu.

    Media terafiliasi IDF menjelaskan kalau Divisi ke-99 IDF akan secara bertahap menarik diri dari poros Netzarim sesuai dengan perjanjian gencatan senjata.

    Adapun Divisi ke-162 akan memikul tanggung jawab pertahanan di wilayah utara selubung Gaza.

    “Sedangkan Divisi Gaza IDF akan memikul tanggung jawab atas wilayah selatan daerah kantung Palestina tersebut. Dengan demikian hanya dua divisi yang akan tersisa di wilayah Jalur Gaza,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Sabtu (17/1/2025).

    Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza.

    Siap Menyerbu Gaza Lagi

    Situs media Israel, Wala dan i24 News juga melaporkan, pada implementasi perjanjian tersebut, pasukan militer Israel akan menyesuaikan penempatan mereka dan secara bertahap menarik diri dari titik-titik di Jalur Gaza.

    Mereka mengindikasikan, Komando Militer IDF di wilayah selatan negara pendudukan tersebut sedang bersiap untuk mengerahkan bala bantuan di sepanjang perbatasan dengan Gaza, sambil memperkuat garis pertahanan untuk menjamin keamanan.

    Ini artinya, pasukan-pasukan Israel yang berada di dalam Gaza akan ditarik ke luar di seluruh perbatasan.

    Pengepungan dengan konsentrasi pasukan di perbatasan ini mengindikasikan kalau Israel siap kembali masuk dan menyerang Gaza jika proses gencatan senjata tidak berjalan mulus.

    Sebelumnya pada hari Jumat, Kabinet Israel untuk Urusan Keamanan dan Politik meratifikasi pertukaran tahanan dan perjanjian gencatan senjata.

    Kementerian Kehakiman Israel menerbitkan gelombang pertama daftar tahanan Palestina yang akan dibebaskan pada tahap pertama perjanjian tersebut.

    Apa yang disebut sebagai “Otoritas Penyiaran Israel resmi” mengindikasikan bahwa kabinet Israel telah mengambil keputusan untuk kembali melakukan pertempuran sengit jika perjanjian tahap kedua dan ketiga tidak dilaksanakan. 

    “Dewan juga menambahkan keamanan Tepi Barat sebagai salah satu tujuan perang,” kata laporan tersebut.

    Menurut situs Al Jazeera, meskipun mencapai kesepakatan, pendudukan Israel meningkatkan serangannya di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir, dan membunuh 116 warga Palestina, termasuk 30 anak-anak dan 32 wanita, sejak perjanjian diumumkan, hingga Jumat sore, menurut Pertahanan Sipil di Gaza.

    Sejak 7 Oktober 2023, pendudukan Israel telah melakukan genosida di Gaza, menyebabkan lebih dari 157.000 orang Palestina menjadi martir dan terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, serta lebih dari 11.000 orang hilang.

    Jalur Gaza di Palestina yang terkepung kini menyaksikan kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menyebabkan kematian puluhan anak-anak dan orang lanjut usia, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.  

    Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata

    Ribuan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza.

    Mereka berkumpul di luar Kantor Perdana Menteri Israel di Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.

    The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.

    Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.

    “Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.

    “Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”

    Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.

    Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.

    “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.

    “Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”

    Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel.

    “Kita harus melanjutkan perang ini. Sahabat terbaik saya meninggal sebulan lalu saat bertempur di Rafah. Saya bertanya kepada diri saya apakah ini sia-sia.”

    Sementara itu, seorang pengunjuk rasa lainnya yang bernama Yehoshua Shani meminta Netanyahu dan kabinetnya menolak gencatan senjata.

    “Kami menghabiskan malam di sini di luar Kantor Perdana Menteri. Tentu saja susah tidur karena ada kekhawatiran mengenai nasib para sandera dan keamanan rakyat Israel,” kata Shadi dikutip dari Yedioth Ahronoth.

    “Kami meminta perdana menteri dan kabinetnya untuk mencegah ini pada momen terakhir. Jangan tanda tangani kesepakatan yang berarti penyerahan, penelantaran sandera lain, dan membahayakan keamanan Israel.”

    Keinginan para pengunjuk rasa itu gagal diwujudkan karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan menyetujui gencatan senjata.

    “Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.

    Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.

    Dikutip dari The Times of Israel, kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.

    Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.

    Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet untuk mendukung gencatan senjata.

    “Ini langkah penting menuju penegakan komitmen mendasar negara terhadap rakyatnya,” kata Herzog.

    Israel mengatakan ada 89 sandera yang masih ada di Gaza. Setengah dari jumlah itu diyakini masih hidup.

    Sebanyak tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata. Sandera yang dibebaskan pada tahap pertama berjumlah 33 orang.

    Israel akan membebaskan lebih dari 1.700 warga Palestina yang ditahan. Mereka ditukar dengan 33 sandera itu.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan Israel pada hari pertama gencatan. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan (69).

    “Pembebasan tahanan didasarkan pada persetujuan pemerintah tentang rencana gencatan senjata dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00,” kata kementerian itu.

     

    (oln/khbrn/*)

     

      
     

  • Bawa Puluhan Peti Mati, Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata, Serbu Kantor Netanyahu – Halaman all

    Bawa Puluhan Peti Mati, Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata, Serbu Kantor Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza.

    Mereka berkumpul di luar Kantor Perdana Menteri Israel di Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.

    The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.

    Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.

    “Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.

    “Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”

    Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.

    Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.

    “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.

    “Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”

    Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel.

    “Kita harus melanjutkan perang ini. Sahabat terbaik saya meninggal sebulan lalu saat bertempur di Rafah. Saya bertanya kepada diri saya apakah ini sia-sia.”

    Sementara itu, seorang pengunjuk rasa lainnya yang bernama Yehoshua Shani meminta Netanyahu dan kabinetnya menolak gencatan senjata.

    “Kami menghabiskan malam di sini di luar Kantor Perdana Menteri. Tentu saja susah tidur karena ada kekhawatiran mengenai nasib para sandera dan keamanan rakyat Israel,” kata Shadi dikutip dari Yedioth Ahronoth.

    “Kami meminta perdana menteri dan kabinetnya untuk mencegah ini pada momen terakhir. Jangan tanda tangani kesepakatan yang berarti penyerahan, penelantaran sandera lain, dan membahayakan keamanan Israel.”

    Keinginan para pengunjuk rasa itu gagal diwujudkan karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan menyetujui gencatan senjata.

    “Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.

    Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.

    Dikutip dari The Times of Israel, kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.

    Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.

    Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet untuk mendukung gencatan senjata.

    “Ini langkah penting menuju penegakan komitmen mendasar negara terhadap rakyatnya,” kata Herzog.

    Israel mengatakan ada 89 sandera yang masih ada di Gaza. Setengah dari jumlah itu diyakini masih hidup.

    Sebanyak tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata. Sandera yang dibebaskan pada tahap pertama berjumlah 33 orang.

    Israel akan membebaskan lebih dari 1.700 warga Palestina yang ditahan. Mereka ditukar dengan 33 sandera itu.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan Israel pada hari pertama gencatan. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan (69).

    “Pembebasan tahanan didasarkan pada persetujuan pemerintah tentang rencana gencatan senjata dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00,” kata kementerian itu.

    (Tribunnews.com/Febri)

  • Kabinet Keamanan Israel Setujui Gencatan Senjata di Gaza

    Kabinet Keamanan Israel Setujui Gencatan Senjata di Gaza

    Jakarta

    Kabar gencatan senjata di Gaza terus menemukan titik terang. Kabinet keamanan Israel kini telah menyetujui kebijakan itu untuk diambil.

    “Setelah meninjau seluruh aspek politik, keamanan dan kemanusiaan, dan memahami bahwa kesepakatan yang diusulkan mendukung pencapaian tujuan perang, (kabinet keamanan) telah merekomendasikan agar pemerintah menyetujui kerangka kerja yang diusulkan,” kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilansir AFP, Sabtu (18/1/2025).

    Pengumuman itu disampaikan pada Jumat (17/1) pagi waktu setempat. Total 33 anggota kabinet Israel akan menggelar sidang pemungutan suara untuk menyetujui kesepakatan tersebut.

    Dilansir CNN, Presiden Israel Isaac Herzog menyambut terbuka sikap yang diambil kabinet keamanan Israel. Dia menyerukan pemulangan segera warga Israel yang telah disandera Hamas.

    “Saya tidak mempunyai ilusi – kesepakatan ini akan membawa tantangan besar dan momen menyakitkan serta menyakitkan yang harus kita atasi dan hadapi bersama,” katanya dalam sebuah postingan di X.

    Isaac menegaskan tiap warga Israel yang ditawan Hamas harus bisa dipulangkan. Langkah pemulangan para sandera itu akan dimulai pada Minggu (19/1) mendatang.

    (ygs/ygs)

  • Kabinet Keamanan Israel Setujui Rencana Netanyahu, Gelar Gencatan Senjata di Gaza Akhir Pekan Ini – Halaman all

    Kabinet Keamanan Israel Setujui Rencana Netanyahu, Gelar Gencatan Senjata di Gaza Akhir Pekan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kabinet keamanan Israel sepakat menyetujui rencana PM Benjamin Netanyahu untuk menggelar gencatan senjata dengan milisi Hamas Palestina.

    Keputusan ini disahkan setelah semua anggota kabinet Israel menggelar pertemuan penting pada Jumat (17/1/2025) waktu setempat.

    Dalam pertemuan itu anggota kabinet sepakat menggelar gencatan senjata dengan mempertimbangkan aspek diplomatik, keamanan dan kemanusiaan, guna mendukung pencapaian tujuan perang.

    “Setelah memeriksa semua aspek politik, keamanan, dan kemanusiaan, dan memahami bahwa kesepakatan yang diusulkan mendukung tercapainya tujuan perang, kabinet keamanan merekomendasikan pemerintah menyetujui kesepakatan gencatan senjata,” kata juru bicara kantor PM Israel dikutip dari NPR.

    Sejauh ini Kantor perdana menteri tidak mengungkapkan siapa yang memilih untuk mendukung langkah tersebut.

    Akan tetapi sebelas anggota kabinet keamanan dilaporkan telah  menyetujui gencatan senjata dengan Hamas.

    Presiden Israel, Isaac Herzog, menyebut perjanjian itu sebagai “langkah yang tepat” dan mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk melanjutkannya.

    Sementara itu  Partai Zionisme Religius Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengatakan bahwa ia tidak akan mendukung kesepakatan tersebut.

    Hal serupa juga dilakukan oleh Partai Otzma Yehudit dari Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir keduanya

    Kendati masih ada beberapa masalah yang perlu ditangani oleh kabinet, namun para pejabat mengatakan pada hari Jumat bahwa gencatan senjata dan pembebasan akan dimulai pada Ahad sesuai rencana.

    Kapan Gencatan Senjata Israel di Gelar

    Hamas dan Israel akhirnya menyepakati gencatan senjata yang akan dimulai pada 19 Januari mendatang.

    Waktu gencatan senjata ini digelar beda sehari dengan pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump pada 20 Januari.

    Menurut informasi yang beredar gencatan senjata ini akan terbagi dalam tiga fase, di mana setiap fase berlangsung selama 42 hari. Berikut poin – point setiap fase gencatan senjata .

    Fase Pertama 

    Hamas membebaskan 33 sandera termasuk warga sipil dan tentara perempuan, anak-anak dan warga sipil berusia di atas 50 tahun.
    Israel membebaskan 30 tahanan Palestina untuk setiap sandera sipil dan 50 untuk setiap tentara perempuan.
    Penghentian pertempuran, pasukan Israel bergerak keluar dari daerah berpendudukan ke pinggiran Jalur Gaza.
    Warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke rumah, lebih banyak bantuan memasuki Jalur Gaza.
    Pada tahap pertama, pasukan Israel akan mundur ke pinggiran Gaza dan banyak warga Palestina akan dapat kembali ke sisa-sisa rumah mereka saat bantuan masuk.

    Fase Kedua

    Deklarasi “Ketenangan berkelanjutan”. Pengumuman kembalinya ketenangan yang berkelanjutan atau penghentian operasi militer dan permusuhan.
    Hamas membebaskan sandera laki-laki yang tersisa (tentara dan warga sipil) dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang belum dinegosiasikan dan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.

    Fase Ketiga

    Jenazah sandera Israel yang telah meninggal ditukar dengan jenazah pejuang Palestina yang telah meninggal.
    Pelaksana rencana rekonstruksi di Gaza yang akan dilakukan di bawah pengawasan internasional
    Penyeberangan perbatasan untuk pergerakan masuk dan keluar Gaza dibuka kembali

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Warga Rayakan Gencatan Senjata di Gaza, Tapi Tantangan Besar Menanti

    Warga Rayakan Gencatan Senjata di Gaza, Tapi Tantangan Besar Menanti

    Jakarta

    Warga Palestina di Gaza merayakan kabar tercapainya kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas dengan sorak-sorai dan pelukan.

    Randa Sameeh, seorang pengungsi Gaza, menyatakan kegembiraannya. “Kami kehilangan begitu banyak, ini seperti mimpi buruk yang akan segera berakhir,” ujarnya.

    Kabar kesepakatan itu diharapkan akan mengakhiri perang selama lebih dari 15 bulan yang telah menewaskan lebih dari 46.000 warga Palestina dan 1.200 warga Israel. Meski Israel memperingatkan masih ada beberapa poin yang belum terselesaikan, gencatan senjata dijadwalkan dimulai pada hari Minggu (19/01) pukul 12:15 waktu setempat.

    Kesepakatan gencatan senjata ini dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir, dengan negosiasi panjang dan alot yang berlangsung di Doha. Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, mengonfirmasi bahwa kesepakatan itu mencakup gencatan senjata dan pembebasan 33 sandera. Ia juga menyerukan ketenangan menjelang pemberlakuan gencatan senjata tersebut.

    Presiden Israel, Isaac Herzog, mendukung kesepakatan ini sebagai langkah moral dan kemanusiaan yang penting untuk membawa kembali para sandera. Sementara itu, Hamas menyebut kesepakatan ini sebagai hasil dari “keteguhan rakyat Palestina dan perlawanan di Gaza.”

    Peran AS dan ucapan terima kasih Netanyahu

    Presiden Joe Biden mengumumkan, “gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera telah dicapai,” yang merupakan hasil dari “diplomasi gigih dan menyakitkan” Amerika Serikat. Biden juga menekankan, upaya diplomatik AS sejak Mei tahun lalu, telah memainkan peran penting dalam membentuk kerangka kesepakatan ini.

    “Diplomasi saya tidak pernah berhenti untuk menyelesaikan hal ini,” kata Biden seraya menggambarkan pembicaraan tersebut sebagai “salah satu negosiasi tersulit” dalam kariernya.

    Netanyahu memuji Trump atas komitmennya bahwa “AS akan bekerja sama dengan Israel agar Gaza tidak pernah menjadi tempat perlindungan terorisme lagi.” Netanyahu juga menyampaikan terima kasih kepada Biden atas bantuannya dalam memajukan kesepakatan pembebasan sandera.

    Pakar soroti tantangan besar dalam proses gencatan senjata

    “Bagian paling menantang dari kesepakatan gencatan senjata Gaza adalah pelaksanaan tahap kedua,” kata analis kontra-terorisme Hans-Jakob Schindler. Tantangan ini mencakup pembebasan sisa sandera, penarikan tentara Israel dari sebagian besar Gaza, dan menentukan pihak yang bertanggung jawab atas wilayah tersebut. “Jika tidak ada pihak yang mengambil alih, kemungkinan besar Hamas akan kembali berkuasa. Selain itu, pembangunan kembali Gaza dan menciptakan gencatan senjata berkelanjutan menjadi tantangan besar,” ujar Schindler.

    Di sisi lain, Menteri Keuangan Israel yang berasal dari kubu sayap kanan, Bezalel Smotrich, menentang kesepakatan ini, dan menyebutnya “berbahaya” bagi keamanan Israel. Ia menilai kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata dapat merugikan negara. Kesepakatan ini masih harus mendapatkan persetujuan kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan pemungutan suara diperkirakan berlangsung pada Kamis (16/01).

    Militer Israel telah menamai misinya untuk memulangkan sandera sebagai “Wings of Freedom,” namun Netanyahu belum memberikan pengumuman resmi hingga detail akhir disepakati.

    Bagaimana respons global?

    Pemimpin Mesir Abdel Fattah el-Sissi menegaskan pentingnya percepatan bantuan kemanusiaan ke Gaza, menyebut gencatan senjata sebagai hasil dari “upaya berat selama lebih dari setahun oleh Mesir, Qatar, dan AS.” Ia juga menyatakan, koordinasi pembukaan kembali perbatasan Rafah untuk penyaluran bantuan sedang berlangsung.

    ICRC menyatakan siap membantu pelaksanaan kesepakatan. Presiden ICRC, Mirjana Spoljaric, mengatakan: “Kami siap memfasilitasi operasi pembebasan sebagaimana disepakati para pihak yang berunding, agar sandera dan tahanan bisa kembali ke rumah.” Ia juga menegaskan perlunya komitmen politik untuk “mengutamakan kemanusiaan dan menghormati aturan perang.”

    Sekjen PBB Antonio Guterres menegaskan: “Gencatan senjata ini harus menghilangkan hambatan besar keamanan dan politik untuk memungkinkan peningkatan bantuan kemanusiaan yang sangat mendesak.” UNICEF menambahkan bahwa kesepakatan ini “sangat terlambat,” mengingat dampak perang yang telah menewaskan lebih dari 14.500 anak di Gaza.

    Para pemimpin Eropa menyambut baik kesepakatan ini. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebutnya sebagai “harapan bagi seluruh kawasan.” Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta kesepakatan dilaksanakan “secara konsekuen,” sementara PM Inggris Keir Starmer menyatakan: “Setelah bulan-bulan pertumpahan darah yang menghancurkan, ini adalah berita yang sudah lama dinantikan oleh rakyat Israel dan Palestina.”

    rs/gtp/as (AFP, Reuters, AP, dpa)

    (ita/ita)

  • Kabinet Israel Akan Setujui Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

    Kabinet Israel Akan Setujui Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

    Jakarta

    Kabinet Israel dijadwalkan akan bertemu pada Kamis (16/1) untuk menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas dan pembebasan sandera di Gaza. Ini dilakukan sehari setelah mediator mengumumkan kesepakatan gencatan senjata yang diharapkan akan mengarah pada akhir permanen perang Gaza.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (16/1/2025), gencatan senjata akan mulai berlaku pada hari Minggu (19/1) dan melibatkan pertukaran sandera Israel dengan tahanan Palestina. Setelah itu persyaratan kesepakatan perdamaian yang lebih luas akan diselesaikan, kata pemerintah Qatar selaku mediator gencatan senjata.

    Ini akan mengakhiri negosiasi yang sia-sia selama berbulan-bulan untuk mengakhiri perang paling mematikan dalam sejarah Gaza tersebut. Gencatan senjata ini diharapkan akan menghentikan permusuhan Hamas dan Israel, hanya beberapa hari sebelum pelantikan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dengan Presiden AS Joe Biden dan Trump pada hari Rabu (15/1). Kantor Netanyahu mengatakan bahwa dalam pembicaraan tersebut, Netanyahu berterima kasih atas bantuan mereka untuk mengamankan kesepakatan gencatan senjata itu.

    Presiden Israel Isaac Herzog, yang memegang peran seremonial, mengatakan kesepakatan itu adalah “langkah yang tepat” untuk membawa kembali para sandera yang ditawan selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Para demonstran di Tel Aviv, Israel yang menyerukan pembebasan para sandera bersukacita saat berita tentang kesepakatan itu menyebar. Ribuan orang di seluruh Gaza juga merayakan kesepakatan tersebut.

    Kelompok Hamas mengatakan gencatan senjata tersebut adalah “hasil dari keteguhan legendaris rakyat Palestina yang hebat dan perlawanan gagah berani kami di Jalur Gaza”.

    (ita/ita)