Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan buruh menyinggung perihal pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kepastian pesangon dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan bersama Komisi IX DPR RI pada hari ini, Selasa (23/9/2025).
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) salah satunya mendorong agar kepastian pesangon karyawan yang menjadi korban PHK dapat diakomodasi dalam rancangan beleid tersebut.
Perwakilan KSPSI Roy Jinto menekankan pentingnya kepastian pesangon buruh di tengah maraknya kejadian PHK di Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir.
“Salah satu contohnya adalah banyak perusahaan-perusahaan yang mempailitkan dirinya dalam tanda kutip untuk menghindari membayar pesangon,” kata Roy dalam rapat panitia kerja RUU Ketenagakerjaan di Komisi IX DPR RI, Selasa (23/9/2025).
Lebih lanjut, dia lantas menjelaskan bahwa kebijakan PHK oleh perusahaan perlu terlebih dahulu melewati prosedur musyawarah bipartit, sehingga terdapat proses yang lebih berimbang.
KSPSI lantas menyinggung perihal maraknya hubungan kerja alih daya alias outsourcing dan perjanjian kerja dengan waktu tertentu (PKWT), yang semestinya hanya berlaku untuk jenis pekerjaan sementara dan baru serta tidak melebihi tiga tahun.
Oleh karenanya, KSPSI berharap masukan-masukan ini turut menjadi catatan bagi legislator dalam merumuskan RUU Ketenagakerjaan.
Semetara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyoroti perihal kesenjangan upah minimum di berbagai daerah di Indonesia. Presiden KSPN Ristadi mengusulkan agar RUU Ketenagakerjaan yang baru dapat mengakomodasi upah minimum sektoral secara nasional.
“Kesenjangan upah yang begitu mencolok ini tidak adil bagi pekerja secara umum untuk ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kami dari KSPN ingin mengusulkan, ini agak radikal, yaitu diberlakukannya upah minimum sektoral secara nasional,” katanya.
Dia memaparkan, kebijakan kenaikan upah minimum nasional yang dipukul rata sebesar 6,5% seperti tahun ini hanya akan menambah kesenjangan upah buruh antardaerah.
Itu sebabnya, KSPN mendorong agar kesenjangan upah minimum antardaerah berkurang, salah satunya dengan penerapan persentase kenaikan yang lebih tinggi bagi daerah dengan upah minimum rendah.
Sementara itu, Komisi IX DPR RI memastikan bahwa pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang baru dimulai akan menghasilkan UU baru, bukan merupakan revisi UU.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago memandang bahwa proses legislasi dalam Omnibus Law Ketenagakerjaan banyak memicu reaksi masyarakat sipil, termasuk buruh, sehingga parlemen dan pemerintah disebutnya juga perlu berbenah diri.
Oleh karena itu, dia menyebut bahwa DPR bakal duduk bersama kalangan buruh hingga pengusaha untuk membahas secara terperinci mengenai pokok-pokok rancangan beleid baru ini.
“Sehingga nanti undang-undang ini yang akan kami buat, itu justru undang-undang baru, ya, bukan revisi. Dan undang-undang ini akan dikerjakan secara komprehensif,” kata Irma dalam rapat.


/data/photo/2025/03/04/67c6d4f411eb5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




