Tag: Irjen Sandi Nugroho

  • Putusan MK Larang Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Badrodin: Eksekusinya Ada di Tangan Kapolri

    Putusan MK Larang Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Badrodin: Eksekusinya Ada di Tangan Kapolri

    Bisnis.com, SURABAYA — Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Badrodin Haiti angkat suara mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tentang larangan bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar institusi kepolisian atau jabatan sipil selama masih berstatus aktif.

    Badrodin menjelaskan bahwa implementasi atau pelaksanaan atas putusan yang menghapus Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002–yang menurut MK bertentangan dengan UUD 1945 tersebut menjadi kewenangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sepenuhnya

    “Ini [Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025] sangat tergantung dari pada penilaian Kapolri,” ungkap Badrodin kepada Bisnis usai diskusi publik dan penyampaian aspirasi agenda reformasi kepolisian di Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (27/11/2025).

    Mantan Kapolri periode 2015-2016 ini juga menegaskan bahwa putusan MK tersebut sudah sepatutnya untuk segera dilaksanakan sepenuhnya oleh instansi kepolisian. Dia menyebut, sudah banyak pakar hukum yang telah membahas mengenai putusan MK tersebut, hingga mendesak agar kepolisian aktif untuk segera menanggalkan jabatannya di institusi sipil.

    “Kalau secara hukum kan sudah ada banyak pakar-pakar yang sudah berbicara tentang keputusan MK itu, dan sudah memang bunyinya seperti itu, dan harus dilaksanakan, tetapi dilaksanakan atau tidak, bukan dari kami, tapi dari Kapolri sendiri,” tegasnya.

    Badrodin juga menerangkan, pasca Reformasi 1998 saat institusi TNI dan Polri secara resmi dipisahkan, pada tahun 2000 terbit beleid yang menyatakan bahwa polisi merupakan bagian dari sipil.

    Walau polisi sudah dinyatakan sebagai bagian dari sipil sejak 25 tahun silam, tetapi Badrodin menegaskan bahwa jajaran aparat kepolisian belum sepenuhnya menunjukkan sifat sebagai seorang “civilian police”. 

    Menurutnya, hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih kentalnya kultur militeristik yang terjadi pada tubuh kepolisian hingga saat ini. Apalagi, sebut Badrodin, budaya tersebut yang justru menghambat usaha pelayanan dan pengayoman yang dilakukan polisi kepada masyarakat. 

    “Kalau tadi ada penilaiannya bahwa polisi itu memang sudah sipil sejak tahun 2000, tetapi perilakunya yang masih belum menunjukkan civilian police. Jadi, masih kultur militernya itu masih cukup kental, sehingga ini yang seringkali menjadi problem yang dihadapi oleh masyarakat,” pungkasnya. 

    Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri mengungkap data anggota polisi yang saat ini menduduki jabatan sipil mencapai 300 orang. 

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan ratusan orang itu menduduki jabatan manajerial di kementerian maupun lembaga. Hanya saja, Sansi tidak memerinci ratusan orang yang menjabat di luar struktur itu. 

    “Ada sekitar 300 orang yang [anggota duduki jabatan sipil],” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Dia menambahkan, ratusan orang itu berasal dari 4.132 anggota yang terdiri dari staf, ajudan, pengawal hingga pendukung di Kementerian/Lembaga terkait.

    Adapun, kata Sandi, ribuan orang ini tidak dilibatkan dalam manajerial pada struktur kementerian maupun lembaga. “Sisanya adalah jabatan-jabatan pendukung non-manajerial. Seperti yang saya sampaikan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Sandi menegaskan bahwa selama ini penugasan anggota Polri di luar struktur merupakan permintaan dari kementerian maupun lembaga terkait. 

    Setelah permintaan itu, Kapolri menunjuk AS SDM untuk melakukan asesmen pejabat yang relevan dengan permintaan kementerian/lembaga. Selanjutnya, Kapolri mengeluarkan surat perintah terkait penugasan itu. 

    Khusus anggota Polri dengan pangkat bintang dua ke atas, maka harus diusulkan terlebih dahulu ke Presiden. Sementara, anggota Polri di bawah bintang dua maka akan diusulkan ke pejabat setingkat menteri.

    “Selama ini pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota Polri yang bekerja di luar struktur didasarkan pada mekanisme yang ditentukan undang-undang. Jadi, penentuan untuk penugasan di luar struktur, itu karena adanya permintaan dari kementerian lembaga terkait,” pungkasnya.

  • Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    JAKARTA – Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menggelar rapat khusus pada pagi hari untuk merumuskan langkah-langkah awal dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan anggota Polri rangkap jabatan sipil.

    “Polri tentu mengapresiasi dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tadi pagi Bapak Kapolri sudah mengumpulkan para pejabat terkait untuk membahas langkah-langkah yang harus dilaksanakan,” katanya kepada media di Mabes Polri, Senin, 17 November.

    Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut, Kapolri memerintahkan pembentukan tim pokja guna menyusun kajian cepat yang menjadi dasar pelaksanaan teknis putusan MK.

    “Polri akan membentuk tim pokja yang membuat kajian cepat terkait putusan MK tersebut, sehingga tidak menjadi multitafsir ke depan,” ucapnya.

    Tim pokja bakal bekerja secara intensif dan melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Bakan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta MK sendiri selaku pemutus perkara.

    Selain memastikan kepatuhan terhadap aturan, kajian cepat ini ditujukan untuk menyusun langkah implementasi yang tidak menimbulkan polemik. Sandi menegaskan bahwa Kapolri memberi instruksi agar pekerjaan ini diselesaikan secepat mungkin.

    “Bapak Kapolri menyampaikan agar ini diselesaikan secepat-cepatnya. Kita berpacu dengan waktu agar semua hal bisa terselesaikan,” tandasnya.

  • Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    JAKARTA – Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menggelar rapat khusus pada pagi hari untuk merumuskan langkah-langkah awal dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan anggota Polri rangkap jabatan sipil.

    “Polri tentu mengapresiasi dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tadi pagi Bapak Kapolri sudah mengumpulkan para pejabat terkait untuk membahas langkah-langkah yang harus dilaksanakan,” katanya kepada media di Mabes Polri, Senin, 17 November.

    Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut, Kapolri memerintahkan pembentukan tim pokja guna menyusun kajian cepat yang menjadi dasar pelaksanaan teknis putusan MK.

    “Polri akan membentuk tim pokja yang membuat kajian cepat terkait putusan MK tersebut, sehingga tidak menjadi multitafsir ke depan,” ucapnya.

    Tim pokja bakal bekerja secara intensif dan melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Bakan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta MK sendiri selaku pemutus perkara.

    Selain memastikan kepatuhan terhadap aturan, kajian cepat ini ditujukan untuk menyusun langkah implementasi yang tidak menimbulkan polemik. Sandi menegaskan bahwa Kapolri memberi instruksi agar pekerjaan ini diselesaikan secepat mungkin.

    “Bapak Kapolri menyampaikan agar ini diselesaikan secepat-cepatnya. Kita berpacu dengan waktu agar semua hal bisa terselesaikan,” tandasnya.

  • Respon Putusan MK, Kapolri Tarik Anggota Aktif dari Jabatan Sipil

    Respon Putusan MK, Kapolri Tarik Anggota Aktif dari Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menjelaskan kans anggota kepolisian yang menjabat di luar struktur ditarik dari jabatan sipil usai putusan MK.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan keputusan penarikan itu dilakukan setelah Kapolri mendapatkan laporan dari tim kelompok kerja (pokja).

    “Ya untuk masalah keputusan nanti Bapak Kapolri akan mendapatkan laporan khusus dari tim pokja tersebut tentang apa yang akan dikerjakan oleh polri,” ujar Sandi di Mabes Polri, dikutip Selasa (18/11/2025).

    Dia menambahkan, tim pokja bakal ditugaskan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menyamakan persepsi soal putusan MK nomor 114/PUU-XXIII/2025 agar tidak multitafsir.

    Pihak yang dilibatkan yaitu Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara, pokja Mabes Polri yang dilibatkan berasal dari tim As SDM dan Divisi Hukum.

    “Bahwa tim Pokja membuat kajian percepatan tadi bisa menjadi landasan kita dengan berkolaborasi, berkonsultasi, dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

  • Penugasan Anggota Polisi di Luar Struktur, Mabes Polri: Bukan Inisiatif Internal

    Penugasan Anggota Polisi di Luar Struktur, Mabes Polri: Bukan Inisiatif Internal

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menjelaskan soal mekanisme penugasan anggota kepolisian di luar struktur seperti kementerian maupun lembaga (K/L).

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengemukakan penugasan anggota di luar struktur selalu berdasarkan permintaan dari K/L terkait.

    “Jadi, penentuan untuk penugasan di luar struktur, itu karena adanya permintaan dari kementerian lembaga terkait,” ujar Sandi di Mabes Polri, dikutip Selasa (18/11/2025).

    Dia menambahkan, mulanya K/L meminta anggota kepolisian untuk menduduki jabatan tertentu kepada Kapolri. Setelah itu, Kapolri menunjuk As SDM untuk melakukan asesmen.

    Asesmen itu dilakukan untuk mencari pejabat yang relevan atau kompeten dalam menduduki jabatan di K/L terkait.

    “Kemudian, jika pejabat tersebut telah ditunjuk, maka Bapak Kapolri akan mengeluarkan surat perintah untuk diajukan kepada kementerian lembaga terkait untuk diajukan apakah diterima atau tidak,” imbuhnya.

    Namun, apabila anggota kepolisian itu tidak diterima, maka pihak kementerian maupun lembaga bisa mengembalikan anggota yang telah diajukan.

    Dalam hal ini, Sandi mengungkap ada dua mekanis berbeda dalam penugasan ini. Misalnya, untuk anggota Polri dengan pangkat bintang dua ke atas maka penugasannya harus melalui surat keputusan Presiden.

    Namun, apabila anggota Polri dengan pangkat bintang 1 ke bawah maka keputusan penugasan dilakukan oleh kepala lembaga atau menteri terkait.

    “Jadi keputusan untuk personil Polri duduk di kementerian lembaga yang terkait dengan tugas kepolisian adalah dengan keputusan Presiden [khusus bintang dua ke atas], bukan dengan surat penugasan Kapolri,” pungkasnya.

  • Telaah Dua Putusan Kontroversial MK, dari IKN hingga Rangkap Jabatan Polri

    Telaah Dua Putusan Kontroversial MK, dari IKN hingga Rangkap Jabatan Polri

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi akhir-akhir mengeluarkan dua putusan yang sangat kontroversial di Indonesia yakni terkait IKN dan rangkap jabatan Polri.

    Prinsip yang dipegang oleh MK merilis dua putusan baru adalah taat pada UUD 1945, patuh terhadap konstitusi negara, hingga memperhatikan hak-hak masyarakat adat yang selama ini sering sekali terpinggirkan. Sebab, UUD 1945 adalah pedoman tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintah.

    Adapun putusan pertama yakni MK menghapus hak 190 tahun atas hak guna usaha (HGU) di IKN, karena menentang UUD 1945. MK menilai bahwa UU IKN yang diteken oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo, khususnya pasal 16A telah melanggar UUD 1945.

    Kini, majelis hakim merilis mekanisme penggunaan Hak Atas Tanah (HAT), agar penggunaan tanah di IKN sesuai dengan konstitusi negara. Pembaruan ini juga bisa untuk menjaga hak-hak masyarakat adat yang berada di Kalimantan.

    Kali ini, MK memberikan tafsir baru atas pengaturan jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP). Tafsir yang dikeluarkan MK terkait IKN ini menegaskan bahwa mekanisme penggunaan HAT harus mengikuti tahapan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan, bukan diberikan sekaligus dalam dua siklus sebagaimana frasa yang tercantum dalam UU IKN.

    Ketua MK Suhartoyo menyatakan dalam sidang pembacaan bahwa amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 bertentangan dengan konstitusi. Dia juga mengatur bahwa HGU diberikan waktu paling lama menjadi 35 tahun, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun, sesuai dengan kriteria dan tahapan evaluasi.

    Suhartoyo juga membacakan dua amar serupa untuk HGB dan HP, masing-masing dengan jangka waktu maksimal 30 tahun untuk pemberian, 20 tahun untuk perpanjangan, dan 30 tahun untuk pembaruan.

    Ambiguitas 190 Tahun dan Respon Kepala BPN

    UU IKN yang menyebutkan bahwa angka 190 tahun, menimbulkan makna yang ambigu, sehingga bisa disalahartikan oleh pihak-pihak lain.

    Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Menurut dia, ketentuan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 menimbulkan ambiguitas karena menyebutkan HGU diberikan melalui satu siklus dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang jika dijumlahkan mencapai 190 tahun.

    “Sehingga hal demikian menimbulkan norma yang ambigu yang berpeluang disalahartikan,” ujarnya. 

    Kendati begitu, Enny menegaskan MK tetap mengakui mekanisme tiga tahapan yakni pemberian, perpanjangan, dan pembaruan yang selama ini menjadi praktik pertanahan nasional dan telah ditegaskan dalam putusan MK sebelumnya.

    Dia mengungkapkan bahwa pemberian HAT sekaligus dalam dua siklus tidak sesuai dengan prinsip evaluasi berkala yang wajib dilakukan negara. Karena itu, frasa tentang “siklus pertama” dan “siklus kedua” harus dibatalkan.

    “Artinya, batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi,” ujarnya.

    Dalam kesempatan terpisah, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengaku menghormati segala bentuk keputusan MK mengenai aturan tersebut.

    Menurutnya, keputusan ini bisa menjadi landasan penting dalam memperkuat kepastian hukum, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Penajam Paser Utara (PPU).

    “Kami menghormati dan siap melaksanakan sepenuhnya putusan MK. Ini adalah landasan penting untuk memperkuat kepastian hukum, transparansi, dan tata kelola pertanahan yang lebih baik dalam pembangunan IKN,” jelas Nusron dalam keterangannya, Minggu (16/11/2025).

    Pada saat yang sama, Nusron juga menilai ketetapan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 mengenai prinsip penguasaan negara atas sumber daya alam.

    Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa putusan MK menjadi momentum untuk memperkuat fungsi sosial tanah, terutama perlindungan terhadap masyarakat lokal dan adat. Dia berpandangan, keseimbangan antara pembangunan dan keadilan sosial menjadi prinsip utama yang terus dijaga pemerintah.

    “Presiden Prabowo memberi perhatian besar pada perlindungan masyarakat lokal dalam pembangunan IKN. Dengan putusan ini, negara semakin kuat dalam memastikan kepastian hukum sekaligus keadilan sosial,” tambahnya.

    Sebagai informasi, MK menetapkan untuk membatalkan Pemberian HAT lahan IKN Selama 190 tahun dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025). 

    Respon Putusan MK, Polri Bentuk Tim Pokja 

    Baru-baru ini, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

    Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 

    Meskipun MK berupaya untuk mengikuti UUD 1945, Polri kini malah menindaklanjuti putusan tersebut dengan membuat Pokja. Tim Pokja akan terlebih dahulu untuk menyamakan persepsi terkait putusan MK dengan sejumlah pihak itu agar tidak multitafsir.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk kelompok kerja untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri duduk di jabatan sipil.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan Kapolri Sigit telah menggelar rapat dengan pejabat utama untuk membahas putusan itu. Hasilnya, Sigit telah memutuskan untuk membuat tim pokja untuk menindaklanjuti putusan MK.

    “Bapak Kapolri berdasarkan hasil putusan rapat tersebut bahwa Polri akan membentuk tim Pokja yang bisa membuat kajian cepat terkait dengan putusan MK tersebut,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Pokja itu, kata Sandi, bakal berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Sehingga tidak menjadi multitafsir harapannya ke depannya. Karena hal ini juga menyangkut adanya beberapa hal yang berkaitan dengan kementerian lembaga lainnya,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

  • Kapolri Terima Audiensi Menhub, Bahas Persiapan Nataru 2025-2026

    Kapolri Terima Audiensi Menhub, Bahas Persiapan Nataru 2025-2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menerima audiensi dengan Menteri Perhubungan (Menhub) RI, Dudy Purwagandhi.

    Pertemuan itu dibenarkan Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho. Dia mengatakan, pertemuan Kapolri dengan Menhub itu dalam rangka membahas persiapan pengaman Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.

    “[Pertemuan Kapolri dan Menhub] sehubungan dengan adanya persiapan untuk PAM Natal dan Tahun Baru di tahun 2025,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Dia menambahkan, pertemuan ini memfokuskan soal bagaimana pengamanan jalur hingga moda transportasi yang bakal digunakan masyarakat dalam momen Nataru itu.

    Misalnya, jembatan penyeberangan yang akan digunakan masyarakat. Selain itu, pemetaan daerah rawan bencana alam akibat curah hujan tinggi maupun cuaca yang kurang kondusif.

    “Kemudian saat ini juga BMKG menyampaikan curah hujan tinggi dan cuaca kurang kondusif, maka daerah mana saja yang perlu kita antisipasi terhadap rawan bencana,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menyampaikan bahwa pembahasan persiapan libur panjang Nataru 2025 sejak dini ini diharapkan dapat memaksimalkan persiapan pengamanan nantinya.

    “Sehingga harapannya nantinya PAM Natal Tahun Baru yang dilaksanakan oleh pemerintah akan menjadi representasi bagi Polri dan lembaga nasional lainnya untuk bisa memastikan berjalan dengan aman, tertib, lancar,” pungkasnya.

  • Mabes Polri Catat 300 Orang Anggota Duduki Jabatan Sipil

    Mabes Polri Catat 300 Orang Anggota Duduki Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri mengungkap data anggota polisi yang saat ini menduduki jabatan sipil mencapai 300 orang.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan ratusan orang itu menduduki jabatan manajerial di kementerian maupun lembaga. Hanya saja, Sansi tidak memerinci ratusan orang yang menjabat di luar struktur itu.

    “Ada sekitar 300 orang yang [anggota duduki jabatan sipil],” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Dia menambahkan, ratusan orang itu berasal dari 4.132 anggota yang terdiri dari staf, ajudan, pengawal hingga pendukung di Kementerian/Lembaga terkait.

    Adapun, kata Sandi, ribuan orang ini tidak dilibatkan dalam manajerial pada struktur kementerian maupun lembaga.

    “Sisanya adalah jabatan-jabatan pendukung non-manajerial. Seperti yang saya sampaikan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Sandi menegaskan bahwa selama ini penugasan anggota Polri di luar struktur merupakan permintaan dari kementerian maupun lembaga terkait.

    Setelah permintaan itu, Kapolri menunjuk AS SDM untuk melakukan asesmen pejabat yang relevan dengan permintaan kementerian/lembaga. Selanjutnya, Kapolri mengeluarkan surat perintah terkait penugasan itu.

    Khusus anggota Polri dengan pangkat bintang dua ke atas, maka harus diusulkan terlebih dahulu ke Presiden. Sementara, anggota Polri di bawah bintang dua maka akan diusulkan ke pejabat setingkat menteri.

    “Selama ini pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota Polri yang bekerja di luar struktur didasarkan pada mekanisme yang ditentukan undang-undang. Jadi, penentuan untuk penugasan di luar struktur, itu karena adanya permintaan dari kementerian lembaga terkait,” pungkasnya.

  • Kapolri Bentuk Pokja untuk Kaji Putusan MK Soal Polisi Duduki Jabatan Sipil

    Kapolri Bentuk Pokja untuk Kaji Putusan MK Soal Polisi Duduki Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk kelompok kerja untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri duduk di jabatan sipil.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan Kapolri Sigit telah menggelar rapat dengan pejabat utama untuk membahas putusan itu. Hasilnya, Sigit telah memutuskan hntuk membuat tim pokja untuk menindaklanjuti putusan MK.

    “Bapak Kapolri berdasarkan hasil putusan rapat tersebut bahwa Polri akan membentuk tim Pokja yang bisa membuat kajian cepat terkait dengan putusan MK tersebut,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Pokja itu, kata Sandi, bakal berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

    Pada intinya, tim Pokja akan terlebih dahulu untuk menyamakan persepsi terkait putusan MK dengan sejumlah pihak itu agar tidak multitafsir.

    “Sehingga tidak menjadi multitafsir harapannya ke depannya. Karena hal ini juga menyangkut adanya beberapa hal yang berkaitan dengan kementerian lembaga lainnya,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

    Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 

  • Daftar Polisi Aktif yang Punya Jabatan di Luar Struktur Polri

    Daftar Polisi Aktif yang Punya Jabatan di Luar Struktur Polri

    Bisnis.com, JAKARTA — Polisi aktif dinilai sudah tidak boleh menduduki jabatan sipil usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.114/PUU-XXIII/2025.

    Dalam putusan MK itu, telah menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Pasal itu menyatakan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

    “Penambahan frasa tersebut memperluas makna norma dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri maupun bagi Aparatur Sipil Negara [ASN] di luar kepolisian,” ujar Hakim MK Ridwan Mansyur dalam sidang,

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

    Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho memastikan pihaknya bakal menghormati putusan MK itu. Namun, untuk saat ini putusan itu masih dipelajari.

    “Tentunya kalau memang sudah diputuskan dan kita sudah mempelajari apa yang sudah diputuskan tersebut, Polri akan selalu menghormati putusan pengadilan yang sudah diputuskan,” ujar Sandi saat ditemui di PTIK, Kamis (13/11/2025).

    Lantas, siapa saja polisi aktif yang menjabat posisi di luar struktur? Berikut daftar yang telah dirangkum Bisnis:

    Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Suyudi Aryo Seto
    Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho
    Komisaris di PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID, Komjen Fadil Imran
    Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Albertus Rachmad Wibowo
    Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Komjen M. Iqbal 
    Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Eddy Hartono 
    Irjen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Komjen I Ketut Suardana 
    Sekretaris Utama Lemhanas RI, Komjen R. Z Panca Putra 
    Sekjen Kemenkumham, Komjen Pol Nico Afinta
    Sekjen Kemendagri, Komjen Polisi Tomsi Tohir
    Irjen Kementerian UMKM, Irjen Raden Argo Yuwono 
    Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan, Irjen Pol. Djoko Poerwanto
    Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Brigjen Sony Sanjaya 
    Pelaksana tugas Direktur Jenderal Imigrasi di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Brigjen Yuldi Yusman  
    Staf Ahli di Kementerian Kehutanan, Brigjen Rahmadi
    Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Brigjen Edi Mardianto 
    Dirjen Pengawasan Ruang Digital di Komdigi, Brigjen Alexander Sabar,
    Tenaga Ahli di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Brigjen Raden Slamet Santoso 
    Ketua Badan Tim Nasional (BTN) PSSI, Kombes Sumardji
    Kementerian Haji dan Umrah, Kombes Jamaludin