Bisnis.com, SURABAYA — Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Badrodin Haiti angkat suara mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tentang larangan bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar institusi kepolisian atau jabatan sipil selama masih berstatus aktif.
Badrodin menjelaskan bahwa implementasi atau pelaksanaan atas putusan yang menghapus Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002–yang menurut MK bertentangan dengan UUD 1945 tersebut menjadi kewenangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sepenuhnya
“Ini [Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025] sangat tergantung dari pada penilaian Kapolri,” ungkap Badrodin kepada Bisnis usai diskusi publik dan penyampaian aspirasi agenda reformasi kepolisian di Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (27/11/2025).
Mantan Kapolri periode 2015-2016 ini juga menegaskan bahwa putusan MK tersebut sudah sepatutnya untuk segera dilaksanakan sepenuhnya oleh instansi kepolisian. Dia menyebut, sudah banyak pakar hukum yang telah membahas mengenai putusan MK tersebut, hingga mendesak agar kepolisian aktif untuk segera menanggalkan jabatannya di institusi sipil.
“Kalau secara hukum kan sudah ada banyak pakar-pakar yang sudah berbicara tentang keputusan MK itu, dan sudah memang bunyinya seperti itu, dan harus dilaksanakan, tetapi dilaksanakan atau tidak, bukan dari kami, tapi dari Kapolri sendiri,” tegasnya.
Badrodin juga menerangkan, pasca Reformasi 1998 saat institusi TNI dan Polri secara resmi dipisahkan, pada tahun 2000 terbit beleid yang menyatakan bahwa polisi merupakan bagian dari sipil.
Walau polisi sudah dinyatakan sebagai bagian dari sipil sejak 25 tahun silam, tetapi Badrodin menegaskan bahwa jajaran aparat kepolisian belum sepenuhnya menunjukkan sifat sebagai seorang “civilian police”.
Menurutnya, hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih kentalnya kultur militeristik yang terjadi pada tubuh kepolisian hingga saat ini. Apalagi, sebut Badrodin, budaya tersebut yang justru menghambat usaha pelayanan dan pengayoman yang dilakukan polisi kepada masyarakat.
“Kalau tadi ada penilaiannya bahwa polisi itu memang sudah sipil sejak tahun 2000, tetapi perilakunya yang masih belum menunjukkan civilian police. Jadi, masih kultur militernya itu masih cukup kental, sehingga ini yang seringkali menjadi problem yang dihadapi oleh masyarakat,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri mengungkap data anggota polisi yang saat ini menduduki jabatan sipil mencapai 300 orang.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan ratusan orang itu menduduki jabatan manajerial di kementerian maupun lembaga. Hanya saja, Sansi tidak memerinci ratusan orang yang menjabat di luar struktur itu.
“Ada sekitar 300 orang yang [anggota duduki jabatan sipil],” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).
Dia menambahkan, ratusan orang itu berasal dari 4.132 anggota yang terdiri dari staf, ajudan, pengawal hingga pendukung di Kementerian/Lembaga terkait.
Adapun, kata Sandi, ribuan orang ini tidak dilibatkan dalam manajerial pada struktur kementerian maupun lembaga. “Sisanya adalah jabatan-jabatan pendukung non-manajerial. Seperti yang saya sampaikan,” imbuhnya.
Sementara itu, Sandi menegaskan bahwa selama ini penugasan anggota Polri di luar struktur merupakan permintaan dari kementerian maupun lembaga terkait.
Setelah permintaan itu, Kapolri menunjuk AS SDM untuk melakukan asesmen pejabat yang relevan dengan permintaan kementerian/lembaga. Selanjutnya, Kapolri mengeluarkan surat perintah terkait penugasan itu.
Khusus anggota Polri dengan pangkat bintang dua ke atas, maka harus diusulkan terlebih dahulu ke Presiden. Sementara, anggota Polri di bawah bintang dua maka akan diusulkan ke pejabat setingkat menteri.
“Selama ini pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota Polri yang bekerja di luar struktur didasarkan pada mekanisme yang ditentukan undang-undang. Jadi, penentuan untuk penugasan di luar struktur, itu karena adanya permintaan dari kementerian lembaga terkait,” pungkasnya.








