Tag: Irianto

  • Tren Mendadak Padel, Olahraga untuk Membangun Jaringan di Indonesia

    Tren Mendadak Padel, Olahraga untuk Membangun Jaringan di Indonesia

    JAKARTA – Jika olahraga sepeda dan lari sempat digandrungi berbagai kalangan saat pandemi COVID-19, kali ini giliran padel yang sedang naik daun.

    Sejak tahun lalu, tren olahraga padel mengalami lonjakan drastis. Tingginya peminat padel beriringan dengan meningkatnya jumlah lapangan pade di kota-kota besar, termasuk Jakarta, yang bahkan sampai memberlakukan waiting list atau daftar tunggu.

    Sebelum di Jakarta, padel lebih dulu menjadi tren di Bali dan kemudian merambah ke kota-kota lain seperti Surabaya dan Yogyakarta.

    Menurut Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), The International Padel Federation (FIP) menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-6 sebagai negara dengan perkembangan padel paling pesat di Asia Tenggara dan ke-29 di dunia.

    Di Indonesia senditi telah terbentuk Perkumpulan Besar Padel Indonesia (PBPI) yang tergabung dengan FIP. Berbagai kompetisi pade sudah digelar, termasuk dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 pada Februari lalu, meski statusnya hanya sebagai cabang olahraga eksibisi.

    Mantan pemain Barcelona Neymar ikut menjajal olahraga padel. (Instagram/@Neymarjr)

    Padel menjelma yang sebagai olahraga yang sangat populer di Indonesia. Menurut Bona Palma, selaku pendiri komunitas Padel Aja Udah (PAUD) di Jakarta, mengungkapkan beberapa faktor yang membuat padel digandrungi masyarakat, yaitu fleksibilitas, kemudahan, kesenangan, dan manfaat kesejatan.

    Sebagai olahraga baru di Indonesia, kata dia, padel memiliki karakteristik yang cukup menarik buat orang yang mencari alternatif olahraga baru.

    “Olahraga ini bisa jadi game yang super fun, dalam rentang waktu yang singkat calorie burn cukup banyak, dan mempunyai waktu main yang terukur, jadi banyak orang bisa menyesuaikan waktu dengan kegiatan lain atau pekerjaan mereka sehari-hari,” katanya.

    “Sebagai alternatif olahraga di tengah kesibukan warga Jakarta yang padat, ini tentunya sangat baik. Mau main sebelum jam kerja, banyak court sudah buka dari jam 6 pagi, mau main setelah jam kerja banyak court buka hingga jam 12 malam. Sangat fleksibel,” imbuh Bona.

    Populer di Spanyol

    Dilihat sekilas, olahraga ini memiliki kemiripan dengan tenis dalam hal raket, bola, dan lapangan. Karena itulah, padel juga sering disebut kombinasi tenis dan squash.

    Padel membutuhkan kombinasi antara ketangkasan, kecepatan, strategi, sekaligus kerja sama tim dalam memainkannya. Peraturan olahraga ini pun tergolong tidak rumit sehingga cukup mudah dimainkan oleh siapa saja.

    Meski terlihat mirip, ada perbedaan penting antara padel dan tenis. Raket padel berukuran lebih kecil, tidak memiliki senar seperti raket tenis, dan berlubang. Lubang-lubang dalam raket itu berfungsi untuk mengurangi hambatan udara sehingga lebih aerodinamis. Di sisi lain, lubang tersebut juga membantu mengurangi berat raket.

    Lapangan padel juga lebih kecil, hanya berukuran 20×10 meter, dan bolanya lebih ringan.

    Mengutip berbagai sumber, olahraga ini pertama kali dimainkan di Acapulco, Meksiko pada 1969. Adalah Enrique Corcueara yang menciptakan olahraga padel.

    Olahraga ini kemudinan berkembang di Spanyol dan Argentina pada awal 1970-an. Barulah pada 12 Juli 1991, olahraga padel mulai dikembangkan sebagai cabang olahraga resmi dengan mendirikan Federation International de Padel (FIP) di Madrid, Spanyol.

    Padel bahkan disebut lebih populer dibandingkan tenis di Spanyol, di mana terdapat lebih dari empat juta pemain dan menjadi satu-satunya olahraga yang lebih besar dari sepak bola.

    Di Asia Tenggara, selain Indonesia, Thailand menjadi negara dengan perkembangan padel terbesar. Data dari Thailand Padel Association menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan lebih dari 300 pemain aktif dan lebih dari 90 lapangan padel, terutama di kota-kota besar seperti Bangkok dan Phuket.

    Popularitas padel merambah ke hampir semua kalangan, termasuk selebritas dan para atlet dunia. Mantan pelatih Liverpool Jurgen Klopp, eks bintang Inggris dan Manchester United David Beckham, sampai dua mantan pemain Barcelona Lionel Messi dan Neymar juga ikut menjajal olahraga ini.

    Olahraga Networking

    Mereka yang telah menjajal padel menyebut olahraga ini lebih ramah pemula. Tak hanya itu, padel juga menawarkan aspek sosial. Pengamat olahraga Djoko Pekik Irianto mengatakan, padel ramai digemari karena masyarakat ingin menjajal hal baru. padel juga termasuk permainan dinamik yang digemari kaum muda.

    “Saat bermain, intensitas bisa terkontrol sehingga pemain dapat terhindar dari bahaya heart attack seperti yang sering terjadi pada tenis lapangan atau bulutangkis. Selain itu padel dipandang sebagai olahraga elit bergengsi menyerupai squash,” jelas Djoko.

    Lebih lanjut, Djoko juga menilai padel bisa menjadi sarana membangun jejaring secara inklusif. Ini karena biaya yang dikeluarkan tidak semahal olahraga networking lain seperti golf, sehingga bisa dimainkan oleh semua level.

    “Kalangan ekonomi menengah ke atas banyak berkumpul, karena kesan padel sebagai olahraga modern dan baru. Seputar venue disiapkan kafe-kafe (untuk) sarana komunikasi,” Djoko mengimbuhkan.

    Tak hanya tumbuh pesat di Indonesia, olahraga padel memang populer di seluruh dunia. Global Padel Report 2024 yang dirilis oleh aplikasi yang menghubungkan komunitas olahraga, Playtomic, mengungkap bahwa rata-rata 111 lapangan dibangun setiap pekan selama 2023.

    Raket padel berukuran lebih kecil, tidak memiliki senar seperti raket tenis, dan berlubang. (Unsplash)

    Jumlah total lapangan padel di seluruh dunia disebut tumbuh sebesar 16 persen pada tahun 2023. Pertumbuhannya pada tahun 2024 pun ditaksir bakal lebih besar. Sejumlah faktor yang mendorong ekspansi padel ini di antaranya aksesibilitas, komponen sosial, teknologi, dan profesionalisasi.

    Ketua Umum PBPI Galih Kartasasmita mengatakan pembinaan usia dini atlet padel di Indonesia bakal mulai digencarkan mulai tahun 2025 ini.

    “Pembinaan usia dini merupakan program yang akan saya gencarkan. Tahun depan (2025) pasti sudah mulai,” kata Galih, mengutip Antara. 

    Ia menjelaskan, pembinaan usia dini atlet padel sudah dirancang PBPI. Langkah pertama yaitu dengan melakukan sertifikasi pelatih dengan dukungan dari Federasi Internasional Padel (FIP) pada awal 2025. Dari hasil sertifikasi pelatih tersebut, nantinya PBPI akan menunjuk pelatih yang bisa membuat program untuk pembinaan usia dini.

  • Ada Larangan Studi Tour, Ketua Asosiasi Travel Agent Bilang Masih Ada Celah Pertumbuhan Industri Pariwisata

    Ada Larangan Studi Tour, Ketua Asosiasi Travel Agent Bilang Masih Ada Celah Pertumbuhan Industri Pariwisata

    PIKIRAN RAKYAT – Meski Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sudah melarang study tour, kegiatan wisata anak sekolah diperkirakan masih akan ramai. Terlebih, memasuki musim liburan panjang. 

    Hal ini karena kebijakan Gubernur Jawa Barat tersebut diutamakan bagi sekolah negeri. Sementara, bagi sekolah swasta yang pengelolaan keuangannya serba mandiri, aktivitas tersebut masih bisa diberlakukan.

    Hal ini diutarakan oleh Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Jawa Barat Josep Sugeng Irianto yang mempredikasikan industri pariwisata dari anak sekolah masih akan tetap tumbuh ke depannya. Apalagi, arus wisata yang masuk ke Jabar dari kegiatan studi tur juga terus menunjukkan peningkatan.

    “Kebijakan pelarangan studi tur mungkin hanya berdampak pada sebagian kecil pihak. Masih banyak pelaku usaha pariwisata yang memberangkatkan anak sekolah untuk studi tour, atau yang mengordinir kegiatan studi tour ke Jabar,” katanya ketika dihubungi, Minggu 29 Juni 2025.

    Bahkan, euforia lonjakan wisata sudah terjadi di akhir pekan kemarin. Joseph menganggap akhir pekan panjang kali ini mampu melonjakkan aktivitas pariwisata di Jabar, terutama yang memiliki destinasi populer.

    “Dari seantero Jabar, wilayah utara yang banyak didatangi wisatawan di Kabupaten Cirebon dan Kuningan, di pantai selatan ada Pangandaran yang masih jadi primadona, dan di wilayah barat daerah Puncak masih diminati,” ujarnya.

    Untuk kawasan Bandung Raya bisa jadi sedang marema. Indikasinya, banyak hotel dan penginapan yang full, juga dengan sewa kendaraan kecil. Length of stay di Bandung Raya juga menggembirakan yakni sekitar 3 malam. Joseph mengatakan untuk daerah lain rata-rata masih 2 hari 1 malam.

    Salah satu alasannya karena di wilayah Bandung Raya banyak tersebar destinasi wisata yang ingin dikunjungi wisatawan. Dia juga menuturkan jika kebijakan efisiensi besar dirasakan bagi pihak yang bersinggungan dengan instansi pemerintahan.

    “Bagi yang menargetkan kunjungan dari masyarakat umum kelihatannya masih akan tumbuh baik ke depannya. Meski memang di sektor pariwisata ini grafik pertumbuhannya akan sulit untuk rata,” kata Joseph yang juga pemilik Rex Tour tersebut.

    Meski demikian, dia melihat di momen libur panjang sekolah yang mulai pekan ini hingga pertengahan Juli tidak akan terlalu melonjak pertumbuhannya. Selain karena sudah tidak ada long weekend, juga yang libur di kelompok anak sekolah, sementara orangtuanya sudah kembali masuk kerja. (*)

  • Eks Direktur Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Juni 2025

    Eks Direktur Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan Nasional 25 Juni 2025

    Eks Direktur Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra Sukmono Aharrys bersama tiga terdakwa lainnya telah dinyatakan bersalah atas kasus
    korupsi

    pengadaan lahan
    program
    DP 0 Rupiah
    di Rorotan, Cilincing,
    Jakarta
    Utara.
    Dalam pertimbangannya, hakim menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan putusan, yakni Indra dan terdakwa lain tidak membantu program pemerintah yang sedang giat dalam pemberantasan korupsi.
    “Hal yang memberatkan, para terdakwa tidak membantu program pemerintah yang sedang giat dalam pemberantasan korupsi,” ujar hakim ketua Rios Rahmanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/6/2025).
    Sementara itu, hal yang meringankan vonis adalah para terdakwa bersikap sopan selama proses persidangan berlangsung.
    “Hal yang meringankan para terdakwa bersikap sopan di persidangan dan para terdakwa memiliki tanggungan keluarga,” kata Rios.
    Akibat perbuatannya yang merugikan negara, Indra dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta.
    “Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama 4 bulan,” ucap Hakim.
    Namun, Indra tidak dihukum untuk membayar uang pengganti seperti tiga terdakwa lainnya.
    Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Tbk, Donald Sihombing, divonis 6 tahun penjara.
    Komisaris PT TEP, Saut Irianto Rajagukguk, dijatuhi 5 tahun penjara, dan Direktur Independen PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo, selama 4 tahun penjara.
    Dalam perkara ini, Indra didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan lahan di Rorotan bersama-sama terdakwa lain.
    Mereka adalah Donald, Saut, Eko, dan eks Direktur Utama PPSJ, Yoory Corneles Pinontoan.
    “Mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 224.696.340.127,” kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025).
    Kasus pengadaan lahan di Rorotan ini hanya satu dari sekian perkara korupsi lainnya.
    Yoory, dalam kapasitasnya sebagai Dirut
    Perumda Sarana Jaya
    , telah didakwa dan dinyatakan bersalah dalam pengadaan lahan di Pulogebang.
    Yoory dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, terkait proyek Rumah DP Rp 0.
    Dalam kasus korupsi itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Yoory pada 24 Februari 2022.
    Ia juga dinyatakan bersalam dan dihukum 5 tahun dalam korupsi pengadaan lahan di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Seberapa Genting Pembentukan Badan Penerimaan Negara?

    Seberapa Genting Pembentukan Badan Penerimaan Negara?

    Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas mencoba sejumlah cara untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Terbaru, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Satuan Tugas Khusus atau Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sudah mengadakan joint programme alias program bersama antar lembaga di Kementerian Keuangan untuk menggenjot penerimaan negara. Tak hanya itu, Direktorat Jenderal Pajak membangun sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax untuk membuat basis data perpajakan.

    Hanya saja, hasil dari sejumlah taktik itu belum juga terlihat. Sejak awal tahun, penerimaan pajak terus turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Data terbaru, Sri Mulyani melaporkan penerimaan pajak Rp683,3 triliun per Mei 2025. Angka tersebut turun 10,13% secara tahunan (year on year/YoY) dari realisasi pajak Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

    Jika ditarik lebih jauh ke belakang maka terlihat rasio pajak terhadap PDB juga selalu di bawah 11% sejak 2014. Bank Dunia bahkan mencatat rasio pajak Indonesia menjadi yang terendah di antara negara-negara setara lainnya.

    Sejumlah pakar pun menilai perlunya perbaikan menyeluruh dari sistem perpajakan Indonesia. Wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara pun kembali mencuat ke permukaan sebagai solusi untuk meningkatkan rasio pajak.

    Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Haula Rosdiana menilai langkah pembentukan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara oleh Kapolri menunjukkan semakin gentingnya realisasi pembentukan Badan Penerimaan Negara.

    Haula menekankan bahwa dari sisi tata kelola kelembagaan, sebuah Satgassus bersifat ad-hoc alias tidak permanen dan tak memiliki struktur resmi. Oleh sebab itu, dia tidak meyakini kerja-kerja Satgassus bisa lebih efektif daripada institusi atau lembaga yang resmi atau permanen. 

    Apalagi, sambungnya, Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara akan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga lain seperti Direktorat Jenderal Pajak hingga Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Artinya, ada kerja sama lintas institusi.

    Padahal, Haula mengingatkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah pernah menyelenggarakan program bersama antarlembaga di Kemenkeu untuk mengoptimalisasi penerimaan negara. Hanya saja, hasilnya belum sesuai harapan karena rasio pajak masih cenderung stagnan dari tahun ke tahun.

    “Jadi semuanya ini harus dikembalikan kepada tadi, sekali lagi, bahwa ini adalah ad-hoc. Karena ad-hoc, tentu saja mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Apalagi ini lintas institusi,” ujar Haula kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).

    Adapun, program bersama antara Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara dengan Kemenkeu akan berfokus untuk memaksimalkan potensi pajak ataupun PNBP dari aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy) dan ekonomi bawah tanah (underground economy) seperti illegal fishing, illegal mining, illegal logging, dan sebagainya.

    Pemusnahan rokok ilegal. / dok Bea Cukai

    Hanya saja, Haula menilai bahwa permasalahan shadow economy tidak hanya bisa diatasi dari sisi penegakan hukum sebagaimana tujuan dari pembentukan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara oleh Kapolri. 

    “Bukan masalah dari sisi hukum saja, tetapi kita sendiri itu sistem perpajakannya belum siap,” jelasnya.

    Profesor perempuan bidang perpajakan pertama di Indonesia ini menjelaskan dua alasan utama wajib pajak tak patuh. Pertama, kebijakan perpajakan yang menyusahkan wajib pajak.

    Kedua, administrasi perpajakan yang belum kredibel hingga basis datanya belum relevan. Akibatnya, otoritas tak bisa memberi pelayanan dan sistem pengawasan perpajakan yang maksimal.

    Oleh sebab itu, daripada membentuk Satgassus yang bisa memperumit adminstratif dan birokrasi, Haula mendorong realisasi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang merupakan janji politik Presiden Prabowo Subianto.

    “BPN itu bukan hanya sekedar kelembagaan, tapi juga ada transformasi baik dari sisi kebijakan maupun transformasi dari segi administrasinya,” nilai Haula.

    Senada, Guru Besar Hukum Politik Perpajakan Nasional Universitas Islam Sultan Agung Edi Slamet Irianto menyampaikan bahwa shadow economy dan underground economy muncul akibat rumitnya peraturan antar lembaga dan banyaknya penguatan yang dibebankan kepada pelaku ekonomi.

    Edi tidak yakin pendekatan hukum seperti yang ditawarkan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara bisa memaksimalkan potensi penguatan shadow economy. Dia mencontohkan, lembaga pengawasan dan penegakan hukum yang sudah lama berdiri dengan bermacam nama tidak mampu mengeliminasi aktivitas ekonomi ilegal.

    “Harus ada pendekatan secara komprehensif dan holistik, terutama pada lembaga pemegang kewenangan perizinan dan pemungutan penerimaan negara,” ujar Edi kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).

    Dia meyakini Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN) yang berada di luar Kementerian Keuangan bisa menjadi jawabannya. Menurutnya, BOPN bisa memberikan kepastian hukum karena aturan dan kebijakan pemungutan tersentralisasi.

    Dengan begitu, sambungnya, pemerintah maupun masyarakat dapat menghitung berapa beban yang harus dipikul oleh masyarakat kepada negara. Diharapkan, masyarakat dapat menghitung dan merencanakan secara lebih baik pembayaran pajak/PNBP kepada negara.

    “Bila ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka rakyat akan lebih percaya kepada negara yang ujungnya penerimaan negara akan meningkat,” katanya.

    Oleh sebab itu, Edi menjelaskan tujuan utama pembentukan BOPN bukan untuk meningkatkan penerimaan negara secara langsung melainkan peningkatan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Peningkatan penerimaan negara merupakan hasil sampingan dari tumbuhnya kepercayaan dan kepatuhan masyarakat.

    Selain itu, mantan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran itu berpendapat bahwa BOPN juga bisa mempersingkat atau memperpendek birokrasi. 

    Wacana Badan Penerimaan Negara Ciptakan Ketidakpastian

    Pendapat berbeda disampaikan oleh Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar. Dia mengingatkan bahwa satu tahun belakangan muncul banyak ketidakpastian bagi pelaku usaha mulai dari pergantian pemerintahan hingga kebijakan tarif resiprokal AS.

    Dia mengatakan wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) hanya meningkatkan ketidakpastian yang sudah ada bagi pelaku usaha. Padahal, menurutnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memastikan tidak ada pembentukan BPN.

    “Menurut saya hal ini tidak baik bagi dunia usaha,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (15/6/2025).

    Apalagi, sambungnya, pembentukan BPN membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, pemerintah tidak perlu buru-buru membentuk BPN di tengah ketidakpastian yang belum pulih.

    Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pembentukan Badan Penerimaan Negara belum menjadi prioritas pemerintah.

    Dia menambahkan bahwa saat ini fokus utama pemerintah adalah memperkuat sistem dan kinerja instansi yang sudah ada, terutama Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai di bawah Kementerian Keuangan.

    “Bahwa dimungkinkan kita membentuk badan itu, iya. Tapi manakala memang diperlukan. Kalau tidak ya [tidak dibuat],” ujar Prasetyo sambil menggelengkan kepala beberapa kali di Kantor Presiden, Selasa (17/6/2025).

    Ketika ditanya apakah badan semacam itu sudah mendesak untuk dibentuk, Prasetyo menjawab tegas belum dibutuhkan. 

    Sementara itu dalam dokumen internal bertajuk Operasionalisasi Program Hasil Terbaik Cepat yang diterima Bisnis, tampak detail rancangan struktur organisasi BOPN.

    Mantan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Bidang Perpajakan Edi Slamet Irianto mengungkapkan bocoran struktur BOPN itu yang sudah dicek Presiden Prabowo Subianto.

    Dia mengungkapkan struktur BOPN itu sudah disusun dalam masa kampanye Pilpres 2024. Meski sudah dicek Prabowo, Edi mengungkapkan struktur BOPN tersebut masih bisa berubah. 

    “Bisa berubah, tergantung situasi nanti ya. Kan organisasi itu akan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan,” ujar Edi di Kantor PBNU, Rabu (11/5/2025).

    Bocoran Struktur Organisasi Badan Otorita Penerimaan Negara:

    Menteri Negara/Kepala BOPN, berada langsung di bawah Presiden RI
    Dewan Pengawas, yang diduduki Ex Officio Menko Perekonomian, Ex Officio Panglima TNI, Ex Officio Kapolri, Ex Officio Kejaksaan Agung, Ex Officio Kepala PPATK, dan 4 orang Independen.
    Dua wakil kepala: Wakil Kepala Operasi BOPN dan Wakil Kepala Urusan Dalam BOPN.
    Wakil Kepala Urusan Dalam BOPN dibantu dua pejabat yaitu Inspektorat Utama Badan dan Sekretaris Utama Badan
    Menteri Negara/Kepala BOPN juga akan dibantu enam deputi yaitu:

    Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan, yang berisi: Direktur Perencanaan Penerimaan; Direktur Potensi Penerimaan; Direktur Peraturan PPh; Direktur Peraturan PPN; Direktur Peraturan Cukai; Direktur Peraturan GST, Potput dan Final; Direktur Fasilitas dan Insentif Investasi; Direktur Kerjasama Perpajakan Internasional
    Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak, yang berisi: Direktur Penerimaan Pajak SDA; Direktur Penerimaan Pajak Industri dan Perdagangan; Direktur Penerimaan Pajak Telematika; Direktur Penerimaan Pajak Sektor Jasa, Keuangan & Bank; Direktur Penerimaan Cukai; Direktur Pemeriksaan Pajak & Cukai
    Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP, yang berisi: Direktur Peraturan Perencanaan dan Pengawasan PNBP; Direktur Peraturan PNBP Pengelolaan Dana; Direktur Peraturan PNBP Kekayaan Negara Dipisahkan; Direktur Peraturan PNBP Harta Milik Negara; Direktur Peraturan PNBP SDA dan Kekayaan Laut dst.
    Deputi Pengawasan Kepabeanan/Custom, yang berisi: Direktur Teknis Kepabeanan, Direktur Fasilitas Kepabeanan, Direktur Audit Kepabeanan, Direktur Informasi Kepabeanan, Direktur Penindakan Kepabeanan, Direktur Interdiksi Narkotika, Direktur Kerjasama Kepabeanan Internasional, Direktur Kapal dan Patroli
    Deputi Penegakan Hukum, yang berisi: Direktur Perencanaan dan Evaluasi Gakum; Direktur Pemeriksaan Terintegrasi; Direktur Keberatan, Banding & PK; Direktur Penagihan dan Lelang; Direktur Penyidikan; dan Direktur Penuntutan
    Deputi Intelejen, yang berisi: Direktur Intelijen Luar Negeri; Direktur Transaksi Keuangan; Direktur Intel Sumber Daya Alam; Direktur Intel Telematika & Cyber; Direktur Industri Mamin & Air; Direktur Obat dan Petro Kimia; Direktur Industri Textile & Garmen; Direktur Intel Sawit dan Perkebunan lainnya

    Di bawah deputi, ada dua lembaga lagi yaitu:

    Pusat Data Sains dan Informasi, yang berisi Divisi Data Analitik; Divisi Block Chain; Divisi Artificial Intelligence; Divisi Hardware & Software; Divisi Cyber Security; dan Divisi Info Grafis
    Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai, yang berisi Divisi Dik Pajak; Divisi Dik Kepabeanan; Divisi Riset Kebijakan; Divisi Latsar pegawai; Divisi Lat Keahlian Khusu; dan Divisi Pelatihan Komando

    Wakil Ketua Operasi BOPN dibantu Kepala Perwakilan Provinsi Setingkat eselon 1b
    5 Staf Ahli (Sahli) yang berisi Sahli Analis Intelijen Ekonomi; Sahli Komunikasi Politik; Sahli Telematika; Sahli Ekonomi Syariah; dan Sahli Hukum Kekayaan Negara.

  • Gemaharjo Pacitan Targetkan Sanitasi Sehat, Warga Dapat Bantuan Jamban Modern

    Gemaharjo Pacitan Targetkan Sanitasi Sehat, Warga Dapat Bantuan Jamban Modern

    Pacitan (beritajatim.com) – Puluhan warga Desa Gemaharjo, Kecamatan Tegalombo, Pacitan antusias mengikuti praktik pembuatan jamban sehat hemat air di halaman belakang Kantor Desa setempat, Selasa (17/6/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari program jambanisasi yang digagas Pemerintah Desa Gemaharjo demi peningkatan sanitasi dan kesehatan lingkungan.

    Sebanyak 30 warga yang menjadi penerima bantuan jamban sehat tampak bersemangat membuat jamban dengan bimbingan langsung dari ahli sanitasi, Dr. Koen Irianto Uripan. Turut hadir dan ikut serta dalam proses pembangunan, Kepala Desa Gemaharjo, Harmanto.

    Menurut Harmanto, masih ada warganya yang menggunakan jamban cemplung yang dinilai kurang sehat dan boros air. “Program kami ini adalah jamban sehat hemat air. Karena masih ada warga yang memakai jamban cemplung, kami berupaya mengganti dengan jamban yang lebih sehat dan hemat air, bekerja sama dengan pihak SATO,” jelasnya.

    Harmanto menyebutkan bahwa pengadaan jamban sehat ini dibiayai dari APBDes. Tahun ini baru 30 unit yang bisa direalisasikan, namun ia berkomitmen akan menganggarkan lebih banyak tahun depan. “Kami ingin secara bertahap menuntaskan sanitasi di masyarakat,” tambahnya.

    Sementara itu, Koen mengapresiasi langkah Desa Gemaharjo yang mulai beralih dari jamban cemplung ke sanitasi yang lebih baik. Menurutnya, teknologi SATO sangat cocok untuk wilayah seperti Pacitan yang masih mengalami keterbatasan air bersih.

    “Closet SATO hemat air, cukup satu gayung sudah bisa menyiram. Ini cocok untuk masyarakat pedesaan, perawatannya mudah dan ekonomis. Ini teknologi tepat guna,” ungkapnya.

    Ia juga menilai, meski Desa Gemaharjo sebelumnya sudah menerapkan jamban tertutup, peningkatan kualitas ke jamban sehat sangat penting. Terlebih, Jawa Timur baru saja mendapatkan predikat Provinsi Bebas BABS (Buang Air Besar Sembarangan) pada tahun 2025.

    “Desa ini juga sudah memenuhi lima pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), dan ini menjadi langkah lanjutannya. Tidak banyak daerah yang setelah ODF (Open Defecation Free) masih mau melakukan peningkatan kualitas seperti ini,” puji Dr. Koen.

    SATO merupakan perusahaan berskala internasional dari Jepang yang mengembangkan sekaligus menyediakan produk-produk sanitasi dan kebersihan yang terjamin. [tri/aje]

  • Wacana Panglima TNI jadi Pengawas Badan Penerimaan Negara, Militerisasi Jabatan Sipil?

    Wacana Panglima TNI jadi Pengawas Badan Penerimaan Negara, Militerisasi Jabatan Sipil?

    Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pengawasan dan penyelidikan pelanggaran HAM, Imparsial, mengkritisi wacana penunjukkan Panglima TNI sebagai pengawas di Badan Otorita Penerimaan Negara karena dianggap bertentangan dengan hukum.

    Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menjelaskan bahwa ketentuan Pasal 47 UU Nomor 3/2025 tentang TNI (UU TNI) hanya memungkinkan 14 jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif. Pengawas Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN) tidak termasuk di dalamnya.

    Oleh sebab itu, Ardi menekankan jika Panglima TNI menjadi dewan pengawas di BOPN maka akan bertentangan dengan hukum. Selain itu, sambungnya, tugas BOPN tidak ada kaitannya dengan urusan pertahanan.

    “Kami memandang wacana tersebut adalah wujud nyata militerisasi sipil yang sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi,” ujar Ardi saat ditanya Bisnis, Senin (16/6/2025).

    Menurutnya, pelibatan militer aktif untuk mengurusi urusan sipil dalam bidang penerimaan negara dapat merusak profesionalisme birokrasi sipil maupun TNI itu sendiri. Dia mengingatkan bahwa TNI didesain untuk menjadi alat pertahanan negara, bukan birokrat sipil.

    Ardi mencontohkan bahwa birokrasi sipil menjunjung tinggi pengawasan dan keseimbangan kekuasaan, transparansi, serta akuntabilitas. Dia berpendapat, nilai-nilai tersebut sangat mungkin terpinggirkan dalam struktur komando TNI yang menuntut kepatuhan absolut.

    Peneliti Imparsial Riyadh Putuhena menambahkan bahwa perubahan lingkungan strategis dan ancaman perang yang semakin kompleks belakangan ini juga menuntut TNI untuk fokus dan memiliki keahlian spesifik di bidang peperangan.

    Oleh karena itu, TNI tak seharusnya mengurusi hal di luar perang seperti penerimaan negara. Riyadh berpendapat, hal itu justru akan melemahkan dan membuat TNI menjadi tidak fokus pada tugas utamanya yaitu menghadapi ancaman perang itu sendiri.

    Dia pun meminta pemerintah berkaca pada alutsista dalam peperangan yang saat ini terjadi di Timur Tengah. Jika dibandingkan maka sistem pertahanan Indonesia masih sangat lemah.

    “Untuk itu, sebaiknya Panglima TNI fokus dalam mengawasi belanja alutsista nasional agar tidak disalahgunakan dalam rangka modernisasi memperkuat alutsista TNI, alih-alih menjadi pengawas Badan Otorita Penerimaan Negara,” tutup Riyadh.

    Bocoran Struktur BOPN

    Susunan organisasi Badan Otorita Penerimaan Negara atau BOPN terungkap. Salah satu detail menarik yaitu anggota Dewan Pengawas yang diisi oleh Panglima TNI hingga Kapolri.

    Dalam dokumen internal bertajuk Operasionalisasi Program Hasil Terbaik Cepat yang diterima Bisnis, tampak detail rancangan struktur organisasi BOPN.

    Mantan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Bidang Perpajakan Edi Slamet Irianto mengungkapkan bocoran struktur BOPN itu yang sudah dicek Presiden Prabowo Subianto.

    Dia mengungkapkan struktur BOPN itu sudah disusun dalam masa kampanye Pilpres 2024. Meski sudah dicek Prabowo, Edi mengungkapkan struktur BOPN tersebut masih bisa berubah. 

    “Bisa berubah, tergantung situasi nanti ya. Kan organisasi itu akan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan,” ujar Edi di Kantor PBNU, Rabu (11/5/2025).

    Baca bocoran struktur Badan Penerimaan Negara di halaman selanjutnya:

  • Pandangan Pengamat Soal Pembentukan Badan Penerimaan Negara

    Pandangan Pengamat Soal Pembentukan Badan Penerimaan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pajak memberikan beberapa poin catatan soal isu pembentukan Badan Penerimaan Negara yang kembali mencuat.

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar menilai bahwa satu tahun belakangan muncul banyak ketidakpastian bagi pelaku usaha mulai dari pergantian pemerintahan hingga kebijakan tarif resiprokal AS.  

    Dia mengatakan wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) hanya meningkatkan ketidakpastian yang sudah ada bagi pelaku usaha. Padahal, menurutnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memastikan tidak ada pembentukan BPN.

    “Menurut saya hal ini tidak baik bagi dunia usaha,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (15/6/2025).

    Apalagi, sambungnya, pembentukan BPN membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, pemerintah tidak perlu buru-buru membentuk BPN di tengah ketidakpastian yang belum pulih.

    Adapun, Mantan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Bidang Perpajakan Edi Slamet Irianto mengungkapkan bocoran struktur organisasi Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN). Menurutnya, struktur tersebut sudah dicek oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Dia mengungkapkan struktur BOPN itu sudah disusun pada masa kampanye Pilpres 2024. Meski sudah dicek Prabowo, Edi mengungkapkan struktur BOPN tersebut masih bisa berubah. 

    “Bisa berubah, tergantung situasi nanti ya. Kan organisasi itu akan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan,” ujar Edi di Kantor PBNU, Rabu (11/5/2025).

    Terkait sosok yang akan menjabat sebagai menteri/kepala BOPN, Guru Besar Bidang Hukum Politik Perpajakan Nasional Unissula itu menyatakan yang tahu hanya Prabowo. Sebelumnya, Edi sendiri sempat digadang-gadang menjadi calon Kepala BOPN.

    Dia pun menekan pentingnya BOPN segera terbentuk. Dia menegaskan pentingnya memisahkan fungsi penerimaan dan pengeluaran dalam pengelolaan keuangan di institusi negara, pendidikan, maupun organisasi masyarakat. 

    Menurutnya, pemisahan fungsi ini merupakan prinsip utama dalam membangun tata kelola keuangan yang bersih dan akuntabel.

    “Ketika satu pihak menerima sekaligus membelanjakan dana, di situlah benih penyimpangan tumbuh. Harus ada pengawasan silang. Ini bukan hanya prosedur teknis, tapi soal integritas dan pencegahan moral hazard,” tegas Edi.

    Dalam pandangannya, fungsi penerimaan (revenue collection) hanya bertugas mencatat, menyetorkan, dan melaporkan dana yang masuk tanpa ikut menentukan arah belanja. Sementara fungsi pengeluaran (expenditure) dilakukan oleh unit atau individu terpisah, berdasarkan persetujuan struktur organisasi dan mekanisme anggaran yang disepakati.

    Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengaku belum tahu kapan BOPN akan terbentuk karena keputusan ada di Prabowo. Hanya saja, legislator asal fraksi Partai Golkar itu mengaku bahwa Komisi XI DPR akan selalu mendukung keputusan presiden termasuk perihal pembentukan BOPN.

    “Apapun keputusan Presiden itu kan, ya kita harus mengamankan, apalagi Golkar itu kan bagian dari kekuasaan,” kata Misbakhun pada kesempatan yang sama.

    Berikut bocoran Susunan Organisasi Badan Otorita Penerimaan Negara:

    1. Menteri Negara/Kepala BOPN, berada langsung di bawah Presiden RI

    2. Dewan Pengawas, yang diduduki Ex Officio Menko Perekonomian, Ex Officio Panglima TNI, Ex Officio Kapolri, Ex Officio Kejaksaan Agung, Ex Officio Kepala PPATK, dan 4 orang Independen.

    3. Dua wakil kepala: Wakil Kepala Operasi BOPN dan Wakil Kepala Urusan Dalam BOPN.

    4. Wakil Kepala Urusan Dalam BOPN dibantu dua pejabat yaitu Inspektorat Utama Badan dan Sekretaris Utama Badan

    5. Menteri Negara/Kepala BOPN juga akan dibantu enam deputi yaitu:

    a. Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan, yang berisi: Direktur Perencanaan Penerimaan; Direktur Potensi Penerimaan; Direktur Peraturan PPh; Direktur Peraturan PPN; Direktur Peraturan Cukai; Direktur Peraturan GST, Potput dan Final; Direktur Fasilitas dan Insentif Investasi; Direktur Kerjasama Perpajakan Internasional

    b. Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak, yang berisi: Direktur Penerimaan Pajak SDA; Direktur Penerimaan Pajak Industri dan Perdagangan; Direktur Penerimaan Pajak Telematika; Direktur Penerimaan Pajak Sektor Jasa, Keuangan & Bank; Direktur Penerimaan Cukai; Direktur Pemeriksaan Pajak & Cukai

    c. Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP, yang berisi: Direktur Peraturan Perencanaan dan Pengawasan PNBP; Direktur Peraturan PNBP Pengelolaan Dana; Direktur Peraturan PNBP Kekayaan Negara Dipisahkan; Direktur Peraturan PNBP Harta Milik Negara; Direktur Peraturan PNBP SDA dan Kekayaan Laut dst.

    d. Deputi Pengawasan Kepabeanan/Custom, yang berisi: Direktur Teknis Kepabeanan, Direktur Fasilitas Kepabeanan, Direktur Audit Kepabeanan, Direktur Informasi Kepabeanan, Direktur Penindakan Kepabeanan, Direktur Interdiksi Narkotika, Direktur Kerjasama Kepabeanan Internasional, Direktur Kapal dan Patroli

    e. Deputi Penegakan Hukum, yang berisi: Direktur Perencanaan dan Evaluasi Gakum; Direktur Pemeriksaan Terintegrasi; Direktur Keberatan, Banding & PK; Direktur Penagihan dan Lelang; Direktur Penyidikan; dan Direktur Penuntutan

    f. Deputi Intelijen, yang berisi: Direktur Intelijen Luar Negeri; Direktur Transaksi Keuangan; Direktur Intel Sumber Daya Alam; Direktur Intel Telematika & Cyber; Direktur Industri Mamin & Air; Direktur Obat dan Petrokimia; Direktur Industri Textile & Garmen; Direktur Intel Sawit dan Perkebunan lainnya

    6. Di bawah deputi, ada dua lembaga lagi yaitu:

    a. Pusat Data Sains dan Informasi, yang berisi Divisi Data Analitik; Divisi Blockchain; Divisi Artificial Intelligence; Divisi Hardware & Software; Divisi Cyber Security; dan Divisi Info Grafis

    b. Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai, yang berisi Divisi Dik Pajak; Divisi Dik Kepabeanan; Divisi Riset Kebijakan; Divisi Latsar pegawai; Divisi Lat Keahlian Khusu; dan Divisi Pelatihan Komando

    7. Wakil Ketua Operasi BOPN dibantu Kepala Perwakilan Provinsi Setingkat eselon 1b

    8. 5 Staf Ahli (Sahli) yang berisi Sahli Analis Intelijen Ekonomi; Sahli Komunikasi Politik; Sahli Telematika; Sahli Ekonomi Syariah; dan Sahli Hukum Kekayaan Negara.

  • Impor beras versus pengadaan domestik

    Impor beras versus pengadaan domestik

    Petani memasukkan gabah ke dalam karung usai panen di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (5/6/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/bar

    Impor beras versus pengadaan domestik
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 15 Juni 2025 – 15:29 WIB

    Elshinta.com – Jika mau jujur, baru di zaman pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, para menteri atau pejabat yang bertanggung jawab terhadap produksi, pengadaan dan distribusi pangan utamanya beras, bisa bergerak satu irama dan tujuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan beras dari dalam negeri.

    Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional dan Badan Urusan Logistik, BPS satu kata, tidak ada impor beras tahun 2025 dan pengadaan beras bulog hanya dilakukan melalui penyerapan hasil panen petani.

    Menteri Pertanian dan Dirut Bulog beserta jajaran all out menyukseskan serapan gabah saat puncak panen 2025. Pemerintah melalui Keputusan Kepala Bapanas No 14/2025, memberlakukan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 6.500/kg tanpa syarat kualitas dan rafraksi.

    Inilah salah satu bentuk konkret kehadiran dan keberpihakan pemerintah terhadap petani di lapangan. Selama 20 tahun terakhir ini, pemerintah lebih banyak berbisnis dengan petani, melalui importasi beras dan menjualnya di dalam negeri.

    Paling tidak dalam dua puluh tahun ini dalam hal ini 10 tahun pemerintahan SBY dan 10 tahun pemerintahan Jokowi, pemerintah berbisnis dengan rakyatnya.

    Berbagai argumen dikemukakan antara lain produksi beras dalam negeri tidak mencukupi, cadangan beras untuk operasi pasar sangat terbatas, gejolak harga beras medium di pasaran, antisipasi terjadinya bencana, dengan berbagai data dan informasi pendukungnya.

    Data BPS, data dan informasi harga beras medium di pasaran, prediksi musim kemarau akan berdampak terhadap penurunan produksi padi.

    Pemerintah perlu stok beras untuk mitigasi kalau terjadi bencana. Opini media cetak maupun elektronik serta diskursus untuk membangun ketakutan akan pasokan beras dalam negeri terus didengungkan.

    Patut diduga selama dua puluh tahun tersebut, ada aktor intelektual dan para pemburu rente yang bermain dalam impor beras. Penggiringan opini tentang perlunya impor beras inilah yang akhirnya digunakan sebagai salah satu argumen pemerintah untuk melakukan impor beras.

    Kementerian yang bertanggung jawab terhadap monitoring harga dan cadangan beras bukannya meyakinkan pemerintah, tetapi cenderung tidak melakukan penguatan bahwa produksi padi dalam negeri mencukupi. Ultimate goalnya adalah impor beras. Pertanyaan fundamentalnya, mengapa ini terus terjadi dalam waktu lama dan rakyat utamanya petani terus dikorbankan?

     

    Politik dan bisnis

    Mengapa impor beras berlangsung lebih dari 20 tahun? Patut diduga banyaknya kepentingan yang bermain merupakan jawaban konkretnya.

    Negara produsen beras tentu menjadi magnet bagi para pemburu rente untuk mengeruk keuntungan yang sangat dahsyat.

    Sebagai ilustrasi, harga beras medium poles per 18 Mei 2025 mencapai Rp 62 500 per 5 kilogram (Rp12500/kg), sementara harga beras 5 persen broken bervariasi antara 500-550 dolar AS per ton di pasar internasional (dengan kurs 18 Mei 2025 Rp16488,59/dolar AS), maka harga beras impor per kilogram antara Rp8244-Rp9068.

    Terdapat selisih harga antara Rp3432-Rp4256 per kg dibandingkan harga beras medium domestik.

    Jika impor dilakukan sebanyak 2,25 juta ton, maka terdapat selisih harga antara Rp7699-Rp9576 triliun, suatu angka yang menggiurkan bagi banyak orang, tanpa berfikir dampak buruknya bagi petani dan ketahanan produksi nasional.

    Perbandingan tersebut makin lebih dahsyat, karena beras pecah 5 persen termasuk beras premium. Tentu harganya lebih tinggi dan menguntungkan bagi importir.

    Bukti bahwa kebijakan impor beras sarat dengan muatan kepentingan terlihat dari harga beras yang turun saat Indonesia tidak mengimpor beras pada 2025. Patut diduga, ada konspirasi antara pemburu rente dan pedagang beras di Vietnam atau Thailand.

    Fenomena ini menunjukkan kepada semua, bahwa impor beras lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya. Manfaat itu lebih dinikmati para pemburu rente yang tega mengorbankan petani sebagai pilar penyedia pangan negara.

    Keuntungan yang sangat dahsyat tersebut menjadikan banyak pihak berminat untuk melanggengkan impor beras.

    Itulah sebabnya, ketika jelang musim kemarau diskursus tentang kekeringan, el nino, gagal panen, puso dan harga beras medium naik menjadi topik aktual yang mengemuka di media masa.

     

    Importasi beras

    Kebijakan yang kurang berpihak pada petani mengutamakan importasi beras dibandingkan memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri secara kasat mata dan apriori merupakan bentuk konkretnya.

    Sebagai contoh kasus, bangsa ini mungkin bisa belajar dari situasi yang terjadi pada tahun 2018 dimana pemerintah melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton di luar beras khusus.

    Padahal pada tahun tersebut, produksi padi Indonesia mencapai angka tertinggi dalam sejarah. FAO melaporkan Indonesia memproduksi 56,54 Juta ton GKG (setara 33,94 juta ton).

    Tahun 2018 merupakan puncak produksi karena kinerja Upaya Khusus (UPSUS) bekerja sama dengan MABES Angkatan Darat dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai titik kulminasinya.

    Semua bergerak dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. Saat itu salah satu Penulis menjabat sebagai Direktur Jenderal Tanaman Pangan melihat dari citra satelit SPOT 5 maupun LANDSAT tutupan lahan didominasi oleh padi.

    Data dan Informasi ini tervalidasi di lapangan, sehingga saat itu penulis dengan percaya diri menjelaskan di depan DPR dalam hal ini Komisi IV sebagai mitra kerja.

    Sayang, meskipun DPR sudah yakin, tetapi Pemerintah tetap mengimpor beras medium 2,25 juta ton. Ironis memang, tetapi itulah realitanya yang harus dihadapi.

    Sebagai insan yang berkecimpung dengan petani untuk berproduksi, sakit rasanya dan sesak dada ini. Tapi apalah daya, pengambil kebijakan memutuskan untuk mengimpor beras. Importasi saat itu diputuskan sepihak, karena Menteri Pertanian saat itu tidak setuju.

    Dari situasi ini, paling tidak ada tiga implikasi yang harus diderita petani Indonesia yakni (i) harga gabah di tingkat petani anjlok saat panen raya; (ii) volume pembelian gabah petani oleh Bulog rendah; (iii) stok beras dalam negeri berlebih, sehingga beras Bulog yang disimpan terlalu lama mengalami penurunan mutu dan tidak layak dikonsumsi.

    Untuk memperkuat argumen impor beras, sejak awal dilakukan koreksi luas baku lahan sawah. Meskipun di lapangan banyak ditemukan ketidakakuratannya, tetapi luas baku lahan sawah BPN (2018) yang dipakai pemerintah saat itu untuk menentukan produksi, kecukupan beras, dan impor.

    Ada Kabupaten di Sumatra Selatan areal sawahnya hilang 6000 hektare lebih. Bahkan Jawa Timur waktu itu data luas sawahnya meningkat 300.000 hektare, suatu hal yang tidak masuk logika akal sehat. Selain tidak ada cetak sawah baru, juga alih fungsi lahan sawah untuk non sawah terus meningkat.

    Pemerintah saat Itu, melalui BPN dan atas masukan data dari BIG, Lapan, BPS, dan Bappenas memutuskan angka 7.105.145 hektare dari semula angka BPN (2013) 7.750.999 hektare.

    Provinsi dan Kabupaten/Kota saat itu mengajukan protes karena tidak sesuai kondisi lapangan. Akhirnya pada 2019 luas baku sawah yang tervalidasi oleh BPN menjadi 7,46 juta hektare.

    Fenomena ini menunjukkan bahwa data luas sawah baku rawan “digoreng” demi kepentingan pihak tertentu utamanya yang menginginkan impor beras secara berkelanjutan.

    Bukti lain bahwa kebijakan impor beras sarat dengan muatan kepentingan terlihat dari harga beras yang turun saat Indonesia tidak mengimpor beras tahun 2025.

    Walaupun, situasi dibuat heboh dengan data keluar masuk beras di Pasar Tjipinang yang diungkapkan oleh Mentan yang menyebabkan harga beras ada kenaikan walaupun Mentan juga mengumumkan bahwa stok beras 4 juta ton. Disinyalir ada permainan mafia beras.

    Pertanyaannya, bagaimana memutus jalur dan mafia lingkaran setan impor beras yang selama ini terus terjadi dan bahkan semakin merajalela?

    Diperlukan satu komando dalam pengadaan gabah dalam negeri dengan segala risikonya merupakan solusi mendasarnya.

    Serap gabah petani

    Keputusan fundamental untuk menyerap gabah petani at all cost merupakan keputusan satu komando yang perlu diapresiasi, karena tingkat ketidakpastian iklim sangat tinggi sebagai dampak perubahan iklim.

    Tentu ada risiko yang harus diambil pemerintah. Itu sangat wajar, begitulah bentuk konkret di lapangan bahwa Pemerintah hadir dan tidak membiarkan petani berjuang sendiri dipermainkan tengkulak.

    Faktanya, pemerintah mampu menyerap gabah secara maksimal, dan hampir tidak terdengar harga gabah anjlok di lapangan.

    Kalaupun Pemerintah dalam hal ini Bulog merugi sedikit, itu sangat wajar, karena selama 20 tahun lebih pemerintah menikmati keuntungan dari impor beras yang menyengsarakan petani.

    Mitigasi risiko Bulog harus dilakukan agar tidak mengalami kerugian lebih besar. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain, Bulog membeli gabah kering panen atau gabah kering giling dan dikeringkan sampai kadar air kering simpan, sehingga mutunya tidak akan turun sekalipun disimpan dalam waktu satu tahun.

    Bulog harus memaksimalkan silo silo yang dimiliki, sehingga kapasitas simpan gabah Bulog lebih besar. Secara bertahap Bulog harus menyerap langsung dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) atau kelompok tani (Poktan) agar harga beli Bulog dinikmati langsung petani bukan oleh pihak ketiga.

    Pengadaan penggilingan padi moderen yang mampu menghasilkan 6 derivat gabah, memungkinkan nilai tambah yang diperoleh Bulog lebih baik.

    Mengapa selama ini Bulog hanya menghasilkan beras, padahal Wilmar Padi Nusantara mampu menghasilkan menir, bekatul, sekam, oil rice brand dan masih banyak lagi, sehingga pendapatannya lebih baik dan bisa di share ke petani.

    Ingat rata rata lahan garapan petani hanya 0,3 hektare, sehingga tanpa ada tambahan pendapatan lain dari harga gabah, maka dipastikan petani akan sulit mencapai kesejahteraan hidup.

    *) Gatot Irianto adalah Analis Kebijakan Ahli Utama, Kementan; Muhrizal Sarwani adalah Peneliti/Analis Asosiasi Peneliti Pertanian Indonesia (APPERTANI); dan Destika Cahyana adalah Peneliti BRIN.

    Sumber : Antara

  • Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Jakarta – Sekitar 100 guru besar kembali menggelar orasi, menyuarakan keprihatinan tata kelola kesehatan di masa kepimimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menkes Budi dinilai mengambil terlalu banyak wewenang dalam proses program pendidikan dokter spesialis (PPDS), sekaligus dinilai melemahkan peran organisasi profesi.

    Pemerintah diminta lebih perlu fokus memastikan distribusi dokter dan ketersediaan alat juga tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil dan terluar, alih-alih terlalu banyak mengurusi susunan kepengurusan kolegium. Mengingat, kolegium menjadi ‘peran penting’ untuk menentukan kurikulum maupun kompetensi PPDS.

    Bila kolegium tak lagi independen, hal ini dikhawatirkan bisa berdampak pada ‘cetakan’ dokter yang tidak sesuai standar kompetensi, berujung pada buruknya pelayanan.

    “Kembalikan roh kami para ilmuwan yaitu kebebasan akademi, dengan demikian kami dapat mengelola pendidikan kedokteran dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat yang terus dimutakhirkan,” seru Prof Dr Sulistyowati Irianto, M, A, yang membuka orasi Jilid II Protes Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), di Aula Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Para guru besar juga menyesalkan keinginan Menkes Budi yang lebih banyak ingin PPDS berada di bawah rumah sakit pemerintah, alih-alih universitas. Hal ini dinilai menyalahi ketentuan dasar berjalannya PPDS dengan tiga entitas utama, yakni fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium.

    “Dengan ini kami menyerukan panggilan perhatian dan tindak nyata dari pemerintah atas keprhatinan yang telah kami sampaikan sebelumnya,” lanjutnya.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” tutup para guru besar dalam keterangan yang mengatasnamakan 372 Guru Besar FKUI.

    Dihubungi terpisah, juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), drg Widyawati, MKM, menegaskan Kemenkes RI sebelumnya sudah berupaya untuk mengundang dialog para guru besar terkait keprihatinan yang disampaikan.

    Ia menyesalkan ketidakhadiran para guru besar tersebut dengan alasan ketidakterbukaan. Pihaknya memastikan terbuka untuk diskusi bersama bila diundang pada sebuah forum terbuka sesuai dengan keinginan para guru besar.

    “Soal kolegium, tata kelola kolegium merupakan amanat undang-undang kesehatan. Mari kita mematuhi semua Undang Undang yang ada,” jelasnya saat dihubungi detikcom Kamis (12/6).

    (naf/up)

  • Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Jakarta – Sekitar 100 guru besar kembali menggelar orasi, menyuarakan keprihatinan tata kelola kesehatan di masa kepimimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menkes Budi dinilai mengambil terlalu banyak wewenang dalam proses program pendidikan dokter spesialis (PPDS), sekaligus dinilai melemahkan peran organisasi profesi.

    Pemerintah diminta lebih perlu fokus memastikan distribusi dokter dan ketersediaan alat juga tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil dan terluar, alih-alih terlalu banyak mengurusi susunan kepengurusan kolegium. Mengingat, kolegium menjadi ‘peran penting’ untuk menentukan kurikulum maupun kompetensi PPDS.

    Bila kolegium tak lagi independen, hal ini dikhawatirkan bisa berdampak pada ‘cetakan’ dokter yang tidak sesuai standar kompetensi, berujung pada buruknya pelayanan.

    “Kembalikan roh kami para ilmuwan yaitu kebebasan akademi, dengan demikian kami dapat mengelola pendidikan kedokteran dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat yang terus dimutakhirkan,” seru Prof Dr Sulistyowati Irianto, M, A, yang membuka orasi Jilid II Protes Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), di Aula Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Para guru besar juga menyesalkan keinginan Menkes Budi yang lebih banyak ingin PPDS berada di bawah rumah sakit pemerintah, alih-alih universitas. Hal ini dinilai menyalahi ketentuan dasar berjalannya PPDS dengan tiga entitas utama, yakni fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium.

    “Dengan ini kami menyerukan panggilan perhatian dan tindak nyata dari pemerintah atas keprhatinan yang telah kami sampaikan sebelumnya,” lanjutnya.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” tutup para guru besar dalam keterangan yang mengatasnamakan 372 Guru Besar FKUI.

    Dihubungi terpisah, juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), drg Widyawati, MKM, menegaskan Kemenkes RI sebelumnya sudah berupaya untuk mengundang dialog para guru besar terkait keprihatinan yang disampaikan.

    Ia menyesalkan ketidakhadiran para guru besar tersebut dengan alasan ketidakterbukaan. Pihaknya memastikan terbuka untuk diskusi bersama bila diundang pada sebuah forum terbuka sesuai dengan keinginan para guru besar.

    “Soal kolegium, tata kelola kolegium merupakan amanat undang-undang kesehatan. Mari kita mematuhi semua Undang Undang yang ada,” jelasnya saat dihubungi detikcom Kamis (12/6).

    (naf/up)