Ribuan Pengunjung Nikmati Kehangatan Festival Ngopi Sepuluh Ewu Banyuwangi
Tim Redaksi
KOMPAS.com –
Suasana hangat terasa di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu malam (8/11/2025).
Ribuan warga dan wisatawan, termasuk turis mancanegara, memadati desa adat yang dihuni masyarakat Osing itu untuk menikmati Festival Ngopi Sepuluh Ewu (Ngopi Sewu). Tradisi minum sepuluh ribu kopi ini telah berlangsung selama 12 tahun.
Sejak pertama kali digelar pada 2014, festival tersebut menjadi salah satu agenda tahunan paling dinanti wisatawan. Sepanjang jalan utama Desa Kemiren disulap menjadi warung kopi dadakan.
Deretan rumah warga berubah menjadi tempat ngopi yang ramai, lengkap dengan meja, kursi, hingga lesehan, serta ditemani kudapan khas Banyuwangi.
Warga Osing menyambut pengunjung dengan ramah sembari menyuguhkan kopi robusta khas Banyuwangi dalam cangkir-cangkir warisan turun-temurun.
Tak hanya kopi, pengunjung juga disuguhi aneka camilan tradisional, seperti kucur, tape ketan dalam bungkus daun kemiri, hingga pisang goreng hangat. Semuanya disajikan dengan penuh keakraban.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani turut hadir dan berbaur bersama warga serta menikmati kopi serta berbincang santai dengan para pengunjung.
“Momentum malam ini, selain mengenalkan kopi Banyuwangi yang telah dikenal luas hingga ke luar negeri, juga menjadi sarana mempererat kebersamaan dan persaudaraan antarwarga Banyuwangi,” ujar Ipuk, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (9/11/2025).
Ia juga mengapresiasi capaian Desa Kemiren yang tahun ini meraih dua penghargaan internasional, yakni The 5th ASEAN Homestay Award dan The Best Tourism Villages Upgrade Programme 2025 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Tourism).
“Pemerintah daerah selalu mendukung semua warga Banyuwangi untuk bisa menjaga budaya secara bersama-sama,” tambahnya.
Suasana akrab terasa di antara pengunjung. Sepasang wisatawan asal Republik Ceko, Adela dan Ardek, tampak menikmati secangkir kopi sembari berbincang dengan warga.
“Kami disambut sangat ramah. Kopinya enak sekali dan semuanya diberikan gratis,” kata Adela tersenyum.
Ia juga mengaku jatuh cinta pada kuliner tradisional.
“Kue kucur di sini rasanya manis dan nikmat, apalagi dimakan hangat bersama kopi,” ujarnya.
“Banyuwangi sangat ramah. Banyak festival menarik seperti ini. Saya pasti merekomendasikan teman-teman saya datang ke sini,” imbuh Ardek.
Tak hanya wisatawan, selebgram Winona Araminta juga turut hadir bersama keluarganya. Ia mengaku baru pertama kali menikmati suasana Ngopi Sepuluh Ewu karena kesibukannya di Jakarta.
“
Vibes
-nya menyenangkan, ramai banget, enggak
nyangka
. Terus makanannya enak-enak dan murah-murah,” ujarnya.
Kepala Desa Kemiren M Arifin menjelaskan, keberlangsungan festival ini selama 12 tahun tak terlepas dari kekompakan warga. Ia menyebut tradisi tersebut berakar dari filosofi masyarakat Osing, yakni “
suguh, gupuh, lungguh
”, dalam menerima tamu.
“
Suguh
berarti suguhan atau hidangan,
gupuh
artinya antusias, dan
lungguh
bermakna menyiapkan tempat terbaik bagi tamu. Ngopi Sepuluh Ewu adalah wujud nyata dari nilai-nilai itu,” ujar Arifin.
Festival tersebut, lanjutnya, bukan sekadar ajang wisata budaya, melainkan juga sarana pemberdayaan ekonomi warga serta bentuk pelestarian warisan leluhur masyarakat Osing.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Ipuk Fiestiandani
-
/data/photo/2025/11/09/69107244415de.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ribuan Pengunjung Nikmati Kehangatan Festival Ngopi Sepuluh Ewu Banyuwangi Regional 9 November 2025
-

Car Free Day Banyuwangi, Wujudkan Gaya Hidup Sehat dan Layanan Publik di Tengah Keramaian
Banyuwangi (beritajatim.com) – Setiap Minggu pagi, Jalan A. Yani di Banyuwangi berubah menjadi pusat aktivitas yang penuh semangat. Car Free Day (CFD) yang digelar rutin setiap akhir pekan, kini tidak hanya menjadi ajang rekreasi, tetapi juga wadah untuk memperkenalkan gaya hidup sehat serta layanan publik yang bermanfaat bagi masyarakat.
Kegiatan yang berlangsung di depan Kantor Pemkab Banyuwangi ini semakin ramai dikunjungi oleh warga. Tak hanya menjadi tempat yang cocok untuk berolahraga atau menikmati kuliner, CFD juga menjadi sarana edukasi kesehatan yang penting.
Dalam gelaran CFD Minggu (9/11/2025), Pemkab Banyuwangi mengadakan kampanye kesehatan dengan fokus pada penyakit Tuberkulosis (TBC), sebuah penyakit menular yang dapat dicegah dan diobati dengan deteksi dini.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, mengajak masyarakat untuk tidak takut melakukan screening TBC. “Bapak dan Ibu sekalian, TBC adalah penyakit menular namun bisa dicegah dan diobati. Jangan takut melakukan screening, bila terdeteksi bisa segera ditindaklanjuti,” ujar Ipuk dengan tegas.
Kampanye ini juga menyediakan layanan screening TBC gratis bagi pengunjung yang ingin melakukan pengecekan kesehatan.
Selain edukasi tentang TBC, Dinas Kesehatan Banyuwangi juga merencanakan berbagai kegiatan edukasi lainnya di setiap CFD, termasuk skrining penyakit stroke dalam rangka memperingati World Stroke Day yang akan datang.
Bagi pengunjung yang tertarik dengan cek kesehatan lainnya, berbagai layanan kesehatan dasar seperti cek gula darah, kolesterol, dan tekanan darah tersedia secara cuma-cuma.
Salah seorang pengunjung, Dwi Haryanto, menilai CFD Banyuwangi sebagai tempat yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. “Jalan-jalan di sini sangat menyenangkan bersama keluarga. Bisa belanja makanan sekaligus bisa cek kesehatan. Bahkan juga bisa urus dokumen kependudukan,” ungkap Dwi dengan antusias.
Tak hanya itu, layanan publik lainnya juga bisa ditemukan di CFD. Misalnya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menyediakan pelayanan administrasi kependudukan, sementara Badan Pendapatan Daerah memfasilitasi masyarakat untuk melakukan konsultasi pembayaran PBB.
Selain itu, berbagai komunitas seperti komunitas lari, senam, dan sepatu roda turut meramaikan CFD, menjadikan acara ini lebih berwarna.
Tak ketinggalan, puluhan stan kuliner yang menawarkan berbagai macam makanan, mulai dari yang khas Banyuwangi hingga makanan luar daerah, menambah semarak suasana CFD. “Di sini kulinernya lengkap, mau cari yang khas Banyuwangi atau lainnya ada, baik buat anak-anak dan dewasa semuanya lengkap, makanya saya sering ajak keluarga ke sini,” ujar Satria, salah seorang pengunjung yang tak ingin melewatkan acara ini.
CFD Banyuwangi tak hanya sekadar tempat untuk berolahraga atau menikmati makanan. Lebih dari itu, acara ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi kesehatan dan layanan publik yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat Banyuwangi.
Aktivitas positif seperti ini patut diapresiasi dan diikuti oleh kota-kota lain sebagai contoh dalam menciptakan masyarakat yang sehat dan peduli dengan kesejahteraan umum. [alr/suf]
-

Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Banyuwangi dipadati ribuan warga
Banyuwangi (ANTARA) – Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Jalan Desa Adat Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada Sabtu (8/11) malam, dipadati ribuan warga dari berbagai daerah dalam agenda.
Ngopi Sepuluh Ewu (minum kopi sepuluh ribu) yang sudah berlangsung sejak 2014 itu menjadi salah satu agenda tahunan yang dinanti oleh wisatawan dari berbagai daerah maupun wisatawan mancanegara.
“Momentum ini selain mengenalkan kopi Banyuwangi yang telah dikenal luas hingga ke luar negeri, juga menjadi sarana mempererat kebersamaan dan persaudaraan antarwarga,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Ipuk mengapresiasi Desa Kemiren yang tahun ini meraih dua penghargaan bergengsi di tingkat dunia, yaitu Internasional The 5th ASEAN Homestay Award dan salah satu desa wisata terbaik dunia The Best Tourism Villages Upgrade Programme 2025 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Tourism (UN Tourism).
“Pemerintah daerah selalu mendukung untuk bisa menjaga budaya Banyuwangi secara bersama-sama,” katanya.
Kepala Desa Kemiren M Arifin mengatakan festival itu telah berlangsung selama 12 tahun berkat dukungan dan kekompakan warga desa setempat.
Ia mengatakan kegiatan itu tak lepas dari filosofi yang dipegang masyarakat Osing yakni suguh, gupuh lungguh dalam menerima tamu.
Suguh berarti suguhan atau hidangan, gupuh artinya antusias dalam menerima tamu, dan lungguh (duduk) memiliki filosofi menyiapkan tempat sebaik-baiknya bagi setiap tamu yang datang.
“Ngopi sepuluh ewu ini adalah bentuk nyata dari suguh, gupuh, lungguh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Kegiatan ini juga menjadi sarana pemberdayaan ekonomi warga, sekaligus menjaga warisan budaya,” kata Kades Arifin.
Sepanjang jalan utama desa adat itu diubah menjadi warung kopi dadakan, dan deretan depan rumah warga diubah jadi tempat ngopi, disediakan meja kursi hingga lesehan beserta kudapan dan menu utama kopi khas Banyuwangi.
Dan di sepanjang jalan itu pula, warga Osing Kemiren menyambut para pengunjung dengan ramah sembari menyuguhkan kopi robusta khas Banyuwangi dalam wadah cangkir yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Selain kopi gratis, pengunjung juga disuguhi aneka kudapan tradisional masyarakat Osing seperti kucur, tape ketan yang dibungkus daun kemiri, hingga pisang goreng yang disajikan dengan penuh keakraban.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani turut hadir menikmati kopi bersama warga dan tampak berbaur tanpa sekat, mengobrol santai bersama pengunjung dan warga setempat.
Festival Ngopi Sepuluh Sewu tahun ini juga dihadiri selebgram Winona Araminta yang datang bersama keluarganya.
Pewarta: Novi Husdinariyanto
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5407006/original/079046700_1762659071-Kopi.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ribuan Pengunjung Nikmati Hangatnya Festival Ngopi Sepuluh Ewu Banyuwangi
Liputan6.com, Banyuwangi – Selama 12 tahun sejak pertama digelar pada 2014, Festival Ngopi Sepuluh Ewu (minum sepuluh ribu kopi) telah menjadi salah satu agenda tahunan yang paling ditunggu wisatawan.
Seperti Sabtu malam 8 November 2025, ribuan pengunjung dari berbagai kota dan turis asing terlihat menikmati suasana Ngopi Sewu di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Setiap tahun ribuan orang memadati Desa Adat Kemiren yang banyak dihuni warga Osing, untuk menikmati suasana hangat sambil menyeruput kopi khas Banyuwangi.
Sepanjang jalan utama desa adat disulap menjadi warung kopi dadakan. Deretan depan rumah warga berubah jadi tempat ngopi, disediakan meja kursi hingga lesehan beserta kudapan dan menu utama kopi khas Banyuwangi.
Di sepanjang jalan itu, warga Osing Kemiren menyambut para pengunjung dengan ramah sembari menyuguhkan kopi robusta khas Banyuwangi dalam wadah cangkir yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Selain kopi gratis, pengunjung juga disuguhi aneka kudapan tradisional masyarakat Using seperti kucur, tape ketan yang dibungkus daun kemiri, hingga pisang goreng yang disajikan dengan penuh keakraban.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani turut hadir menikmati kopi bersama warga. Ia tampak berbaur tanpa sekat, mengobrol santai bersama pengunjung dan warga setempat.
“Momentum malam ini selain mengenalkan kopi Banyuwangi yang telah dikenal luas hingga ke luar negeri, juga jadi sarana mempererat kebersamaan dan persaudaraan antar warga Banyuwangi,” ujar Ipuk, Sabtu 8 November 2025.
Bagi para pencinta minuman manis, deretan minuman manis, seperti segelas teh boba, segelas kopi susu, atau sebotol minuman bersoda mungkin bukan hanya melegakan dahaga, tapi juga menambah semangat. Namun, tahukah Anda, kenikmatan yang didapat terlalu…
-

Digelar Malam Ini, Keramahtamahan Suku Osing Diwujudkan Melalui Event Ngopi Sepuluh Ewu
Banyuwangi (beritajatim.com) – Festival Ngopi Sepuluh Ewu dihelat kembali oleh Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, malam ini (8/11/2025). Event tahunan ini, tak semata menyajikan bercangkir-cangkir kopi bagi para pengunjung yang datang. Namun, ngopi sewu ini menggambarkan bentuk keramahtamahan masyarakat Suku Osing.
Diketahui, Desa Kemiren merupakan desa adat Suku Osing yang masih kental dalam memegang teguh adat dan ajaran leluhur. Salah satu ajaran tersebut adalah menyambut para tamu dengan ramah tamah dan sebaik-baiknya.
“Kita diajarkan suguh, gupuh, lungguh dalam menerima tamu,” ungkap Suhaimi, Ketua Adat Osing di Desa Kemiren.
Suhaimi menjelaskan, suguh, gupuh, lungguh adalah etika yang harus dimiliki oleh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Suguh berarti suguhan atau hidangan. Setiap tamu yang datang tak elok jika tak mendapat suguhan, walau sekadar minuman.
Sedangkan gupuh yang secara literatur berarti tergopoh-gopoh, memiliki makna antusias dalam menerima tamu. Pantangan bagi masyarakat Osing menerima tamu dengan ogah-ogahan. Adapun lungguh (duduk) memiliki filosofi menyiapkan tempat sebaik-baiknya bagi setiap tamu yang datang.
“Ngopi sepuluh ewu ini adalah bentuk nyata dari suguh, gupuh, lungguh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Kearifan ini perlu kita rawat dan kita wariskan ke anak cucu,” jelas pria yang akrab disapa Mbah Imik itu.
Ketua Panitia Festival Ngopi Sepuluh Ewu M. Edy saputro mengatakan, festival Ngopi Sepuluh Ewu yang digelar tiap tahun tersebut, berangkat dari filosofi tersebut.
Meskipun Desa Kemiren bukan daerah penghasil kopi, namun berkat kegiatan tersebut, menjadikan Kemiren menjadi destinasi ngopi yang paling didambakan oleh para pengunjung.
Ada banyak gerai kopi tradisional di Desa Kemiren. Setiap harinya dikunjungi oleh para penikmat kopi dari berbagai daerah.
“Untuk acara Festival Ngopi Sepuluh Ewu tahun ini, kami menyiapkan satu kuintal kopi robusta asli Banyuwangi,” ungkap Edy.
Bubuk kopi tersebut nantinya akan didistribusikan ke warga Kemiren yang rumahnya berada di ruas utama desa. Masing-masing rumah nantinya akan menyiapkan tempat duduk (lungguh) dan hidangan (suguh), bagi setiap orang yang datang.
“Kopinya disajikan di cangkir khusus yang telah diwariskan secara turun temurun di kalangan warga Kemiren. Bentuknya khas. Sehingga menambah eksotisnya ngopi sepuluh ewu,” ujar Edy.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyebutkan jika Festival Ngopi Sepuluh Ewu tersebut merupakan bentuk nyata bagaimana memadukan unsur tradisi dan pengembangan pariwisata.
“Ini adalah triger untuk mengenalkan kearifin tradisi Osing di Desa Kemiren. Kemudian berkembang menjadi destinasi wisata yang menarik,” terang Ipuk.
Untuk itu, Pemkab Banyuwangi terus mendorong berbagai bentuk pelestarian budaya dan pengembangan potensi lokal. Dengan berbagai kreasi tersebut, akan memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi setempat.
“Saya kira tidak hanya di Kemiren. Inisiatif positif ini, perlu terus didorong di berbagai desa atau tempat lain di Banyuwangi,” pungkas Ipuk. [tar/ian]
-

Bupati Banyuwangi Raih Penghargaan Pembina Siskamling Terpadu Terbaik III Jogo Jatim
Banyuwangi (beritajatim.com) – Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani meraih penghargaan sebagai Kepala Daerah Terbaik III Pembina Siskamling Terpadu Merah Putih Jogo Jawa Timur 2025. Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam Rapat Koordinasi Forkopimda Provinsi, Kabupaten/Kota, serta Forkopimcam se-Jatim yang digelar di Surabaya, Selasa (4/11/2025).
Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada kepala daerah yang aktif membina dan mengembangkan sistem keamanan lingkungan (Siskamling) secara terpadu di wilayahnya.
Bupati Ipuk menyampaikan terima kasih atas penghargaan yang diberikan, sekaligus menegaskan komitmen Banyuwangi dalam memperkuat sistem keamanan berbasis masyarakat.
“Upaya untuk memperkuat Siskamling dilakukan pemerintah daerah dengan sinergi berbagai pihak. Mulai dari Kepolisian, TNI, hingga melibatkan tokoh agama dan masyarakat setempat,” ujar Ipuk.
Selain penghargaan untuk Bupati Banyuwangi, Kepala Desa Sumbermulyo Kecamatan Pesanggaran juga meraih predikat Pelaksanaan Siskamling Terbaik III, sementara Babinsa dan Bhabinkamtibmas Desa Sumbermulyo dinobatkan sebagai Pembina Siskamling Terbaik III Tingkat Desa/Kelurahan.
Ipuk menjelaskan, penguatan Siskamling bukan sekadar menjaga keamanan, tetapi juga menjadi bentuk deteksi dini terhadap potensi gangguan sosial serta mempererat solidaritas antarwarga.
“Siskamling bukan hanya menjaga keamanan, tetapi juga menumbuhkan budaya gotong royong dan kepedulian sosial di masyarakat. Terima kasih atas peran kepala desa, Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan masyarakat yang berkolaborasi menjalankan Siskamling dengan baik,” imbuhnya.
Kepala Satpol PP Banyuwangi, Wawan Yadmadi, menjelaskan bahwa penilaian Siskamling dilakukan berdasarkan berbagai indikator seperti kesiapan pos kamling, partisipasi warga, keterlibatan Satlinmas, TNI, dan Polri, serta inovasi dan keberlanjutan program keamanan lingkungan.
“Pemerintah daerah melalui kecamatan terus melakukan pembinaan dan monitoring terhadap kegiatan Siskamling di desa-desa agar program ini terus berjalan berkesinambungan,” kata Wawan.
Sementara itu, Kepala Desa Sumbermulyo, Suhardi, menjelaskan bahwa Siskamling di desanya tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga aktif dalam kegiatan sosial dan penanganan bencana.
“Pengurus Siskamling aktif melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat. Setiap tahun kami juga mengadakan peringatan ulang tahun Pos Kamling dengan berbagai acara yang bermanfaat bagi warga,” ujar Suhardi.
Ia menambahkan, pos Siskamling di desanya dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai, termasuk kendaraan operasional untuk patroli lingkungan. “Peran Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga sangat aktif dalam pendampingan serta kegiatan warga,” pungkasnya. [alr/beq]
-

Banyuwangi Gali Kembali Sejarah: Ekskavasi Situs Macan Putih Libatkan Sejarawan UGM
Banyuwangi (beritajatim.com) – Dalam upaya melestarikan warisan sejarah Kerajaan Blambangan, Pemkab Banyuwangi berenacana melakukan ekskavasi penyelamatan Situs Macan Putih di Kecamatan Kabat. Penggalian situs purbakala tersebut menggandeng sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Sri Margana.
Situs Macan Putih dikenal sebagai lokasi ibu kota Kerajaan Blambangan pada masa pemerintahan Prabu Tawang Alun II, sekitar tahun 1655 hingga 1691 Masehi.
Namun seiring waktu, sebagian kawasan situs telah beralih fungsi menjadi permukiman penduduk, sehingga diperlukan langkah penyelamatan agar peninggalan sejarahnya tidak semakin hilang.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyambut baik rencana ekskavasi tersebut. Ipuk mengatakan pelestarian situs sejarah merupakan bagian dari upaya menjaga identitas masyarakat Banyuwangi.
Ipuk berharap selain menjadi sumber pengetahuan sejarah, situs ini juga dapat berkembang menjadi destinasi wisata edukatif di Banyuwangi.
“Kami tidak hanya ingin melestarikan benda bersejarah, tetapi juga menjaga memori kolektif masyarakat Banyuwangi. Situs Macan Putih merupakan salah satu jejak penting kejayaan Blambangan yang harus dilestarikan,” ujar Ipuk, Rabu (5/11/2025).
Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (DPU CKPP) Banyuwangi, Suyanto Waspo Tondo Wicaksono menambahkan, ekskavasi ini bertujuan mengidentifikasi ulang dan melindungi keberadaan situs bersejarah tersebut.
“Kami ingin melakukan peninjauan kembali terhadap struktur yang telah ditemukan di Situs Macan Putih, sekaligus menyiapkan langkah konservatif agar keberadaan situs ini tetap terjaga,” ujar Yayan, panggilan akrab Suyanto.
Ekskavasi adalah penggalian yang dilakukan secara sistematis dan terkontrol untuk keperluan arkeologi. Dalam arkeologi, ekskavasi adalah metode penelitian untuk menggali situs purbakala demi menemukan dan mempelajari sisa-sisa peradaban masa lalu
Yayan menjelaskan, hasil ekskavasi ini nantinya akan disusun dalam bentuk naskah akademik dan kajian budaya lengkap.
“Output akhirnya berupa rekomendasi dari para ahli cagar budaya, termasuk arahan pembatasan kawasan hingga kemungkinan pemugaran situs,” jelasnya.
Menurut Yayan, kondisi situs saat ini cukup mengkhawatirkan karena sebagian struktur telah rusak atau hilang. Ekskavasi terakhir dilakukan pada 2015 dan belum pernah dilanjutkan.
“Jika tidak segera ditangani, peninggalan sejarah ini akan terus berkurang. Karena itu, Pemkab berencana memulai kembali kajian penyelamatan ini,” tambahnya.
Sementara itu, Dr. Sri Margana bersama tim arkeolog UGM sebelumnya juga terlibat dalam ekskavasi Situs Macan Putih pada 2015. Dari penggalian di 13 titik, ditemukan sejumlah struktur arkeologis seperti pondasi bangunan, tembok keliling istana, serta berbagai artefak peninggalan Kerajaan Blambangan abad ke-17 berupa gerabah, pecahan keramik, dan tulang.
“Saat ini kami menyiapkan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi situs-situs penting dan menentukan langkah konservasi agar Situs Macan Putih tetap terjaga,” terang Sri Margana.
Selain penelitian lapangan, tim juga menelusuri arsip Belanda, toponimi, serta kesaksian masyarakat lokal guna memperkuat data sejarah.
“Tujuan akhirnya, kami ingin menjadikan Macan Putih sebagai laboratorium sejarah sekaligus destinasi wisata edukatif,” ungkapnya.
Sri Margana menilai langkah Pemkab Banyuwangi sangat tepat karena pelestarian situs bersejarah akan memperkaya daya tarik wisata daerah.
“Banyuwangi memiliki narasi sejarah panjang. Jika dapat direkonstruksi dan ditampilkan, akan menjadi daya tarik wisata budaya yang luar biasa,” ujarnya.
Untuk tahap awal, fokus penelitian difokuskan pada kawasan Macan Putih, sebelum dikembangkan ke situs-situs lain di Banyuwangi.
“Situs Macan Putih termasuk yang terancam secara konservasi, sehingga perlu segera dilindungi,” pungkas Margana. [alr/aje]
-

Ijen Golden Route, Strategi Banyuwangi Angkat Pesona Wisata di Kaki Gunung Ijen
Banyuwangi (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus berinovasi dalam mengembangkan potensi pariwisata alam dan budaya lokal. Terbaru, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani meluncurkan Ijen Golden Route, sebuah konsep perjalanan wisata yang menelusuri deretan destinasi hidden gem di kawasan kaki Gunung Ijen. Inisiatif ini menjadi strategi baru untuk memperluas daya tarik wisata Banyuwangi sekaligus memperkuat ekosistem pariwisata berkelanjutan.
Menurut Bupati Ipuk, kawasan Gunung Ijen merupakan harmoni sempurna antara keindahan alam, kearifan lokal, dan budaya masyarakat Osing yang ramah. “Sejatinya kita sedang mempromosikan berbagai potensi wisata yang berkembang pesat di sekitar kaki Gunung Ijen,” ujarnya, Selasa (4/11/2025).
Kawasan Ijen selama ini dikenal dengan pesona kawah birunya dan fenomena api biru (blue fire) yang mendunia. Namun, Ipuk menegaskan, keindahan Ijen tidak berhenti di puncaknya saja. Di kaki gunung, wisatawan dapat menikmati kesejukan udara pegunungan, lanskap hijau, serta aktivitas wisata yang menenangkan. “Beragam destinasi hidden gem ini wajib dicoba bagi yang ingin merasakan berwisata dengan kualitas yang eksklusif, namun dengan budget yang terjangkau,” tambahnya.
Beberapa destinasi unggulan di rute ini antara lain Sendang Seruni di Desa Tamansari dan Banyu Kuwung yang memiliki sumber air alami jernih. Ada pula Air Terjun Kalibendo dengan jalur tracking di kawasan perkebunan cengkeh dan karet yang rindang, serta Air Terjun Jagir yang mempesona dengan tiga aliran air kembar yang menjadi ciri khasnya.
Selain wisata alam, Ijen Golden Route juga menawarkan pengalaman kuliner dan lifestyle tourism. Di kawasan Licin, wisatawan bisa menikmati kuliner khas seperti ayam kesrut di Warung Kanggo Riko, Desa Segobang, atau bersantai di Taman Gandrung Terakota yang memadukan seni, kopi, dan panorama alam. Sejumlah café bernuansa instagrammable juga hadir, menambah daya tarik generasi muda untuk berkunjung.
Sektor staycation pun berkembang pesat di sekitar Ijen. Mulai dari villa bernuansa rustic, homestay dengan sentuhan budaya Osing, hingga eco-resort modern di tengah kebun kopi — semua menawarkan kenyamanan berpadu dengan keindahan alam. Banyak di antaranya dikelola langsung oleh masyarakat lokal, sehingga wisatawan dapat merasakan pengalaman otentik dengan keramahan khas Banyuwangi.
“Kami juga menyiapkan sejumlah atraksi wisata yang bisa dinikmati para wisatawan. Wisatawan bisa bersepeda di jalur pedesaan, berjalan santai di perkebunan kopi atau teh, hingga menyusuri jalur trekking ringan di sekitar kaki gunung,” jelas Ipuk.
Kawasan sekitar Ijen juga dikenal sebagai tuan rumah berbagai event budaya dan sport tourism berskala nasional maupun internasional. Di antaranya Tour de Banyuwangi Ijen, Ijen Green Trail Run, Ijen Geopark Downhill, Ngopi Sepuluh Ewu, Sendratari Meras Gandrung, Jazz Gunung Ijen, hingga Musik Tepi Sawah. Semua ini memperkuat posisi Banyuwangi sebagai destinasi wisata yang tidak hanya indah, tetapi juga hidup dan berkarakter. [alr/beq]

