Mantan Jubir KPK Johan Budi Jadi Komisaris Transjakarta
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan juru bicara KPK
Johan Budi
Sapto Pribowo ditunjuk sebagai komisaris baru
Transjakarta
.
“Selamat bertugas Bapak Johan Budi Sapto Pribowo sebagai
Komisaris Transjakarta
,” mengutip postingan media sosial Instagram @pt_transjakarta, Sabtu (2/8/2025).
Selain Johan Budi, Transjakarta juga menunjuk dua komisaris baru lainnya, yaitu Zudan Arif Fakrulloh dan Muhammad Ainul Yakin.
Ketiga komisaris baru ini diharapkan memberikan perubahan baik untuk Transjakarta ke depannya demi menunjang Jakarta menjadi kota global.
“Selamat mengemban amanah baru. Terus hadirkan perubahan nyata demi transportasi publik yang lebih modern, aman, dan terjangkau. Bersama membangun Transjakarta semakin inklusif untuk menuju Jakarta kota global,” ujarnya.
Penggantian
komisaris Transjakarta
ini juga beriringan dengan selesainya masa tugas komisaris sebelumnya, yaitu Mashuri Masyhuda dan Bambang Eko Martono.
“Terima kasih atas dedikasi sebagai Komisaris Transjakarta untuk Bapak Mashuri Masyhuda dan Bapak Bambang Eko Martono,” tuturnya.
Kompas.com telah mencoba menghubungi Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta Ayu Wardhani terkait perombakan komisaris Transjakarta, tetapi belum mendapatkan jawaban.
Johan Budi pernah menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi sejak Januari 2016. Sebelum masuk Istana Kepresidenan, dia merupakan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi.
Johan bahkan sempat menjadi pimpinan KPK. Pada Pileg 2019, dia bergabung dengan PDI-P dan menjadi calon anggota legislatif dari partai berlambang banteng itu.
Johan yang maju di dapil Jawa Timur VII meraih 76.395 suara. Meski kini menjadi politisi dan sebelumnya menjadi “wajah” KPK, Johan memulai kariernya sebagai peneliti dan wartawan.
Ia pernah menjadi kolumnis Harian Media Indonesia dari 1994 hingga1999. Ia juga menyambi sebagai reporter dan editor Majalah Forum Keadilan pada 1995–2000.
Setelah itu, Johan Budi bergelut di Majalah Tempo sebagai editor desk Politik selama setahun, dari 2000 ke 2001. Di Majalah Tempo, ia menduduki posisi lainnya menjadi Kepala Biro Jakarta dan Luar Negeri, editor desk Nasional, dan editor desk Investigasi.
Tak hanya itu, ia sempat menjadi dosen di Fakultas Komunikasi Massa Universitas Indonusa Esa Unggul pada 2004–2005 sebelum akhirnya ditarik jadi juru bicara KPK pada 2006.
Ia menjadi juru bicara lembaga antirasuah itu selama delapan tahun. Pada 2014, Johan diangkat sebagai Deputi Pencegahan KPK.
Tahun berikutnya, ia dijadikan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK bersama dua pelaksana tugas lain, yaitu mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan akademisi Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Indriyanto Seno Adji
-
/data/photo/2024/07/31/66a9c94dbfaf4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mantan Jubir KPK Johan Budi Jadi Komisaris Transjakarta Megapolitan 2 Agustus 2025
-
/data/photo/2025/07/28/6886b016ea233.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Beda Abolisi dan Amnesti yang Diberikan Prabowo untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Nasional
Beda Abolisi dan Amnesti yang Diberikan Prabowo untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui permintaan pertimbangan Presiden
Prabowo
terkait pemberian
abolisi
terhadap
Tom Lembong
.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres072025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025).
Selain itu, Dasco mengumumkan bahwa DPR menyetujui pemberian
amnesti
untuk
Hasto
Kristiyanto.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara
Hasto Kristiyanto
,” ujar Dasco.
Abolisi dan amnesti
sama-sama merupakan hak prerogatif Presiden dalam bidang hukum. Keduanya merupakan bentuk pengampunan yang diberikan Presiden. Hal itu diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Guru Besar Hukum Pidana dan juga pengajar PPS bidang studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof., Dr. Indriyanto Seno Adji mengatakan, abolisi atau amnesti diberikan setelah mempertimbangkan kesatuan dan kedaulatan negara.
“Abolisi dan amnesti Ini biasa dilakukan bila masyarakat menilai hukum memiliki terstigma kriminalisasi politik dan hukum. Setiap era kekuasaan negara, pemberian
abolisi dan amnesti
pernah dilakukan di republik ini, antara lain juga bagi kepentingan kesatuan dan kedaulatan negara,” kata Indriyanto kepada
Kompas.com
, Kamis.
Lalu, apa perbedaan antara kedua hak tersebut? Diberitakan
Kompas.com
pada 7 September 2022, abolisi bisa diartikan sebagai suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara saat pengadilan belum menjatuhkan putusan atau vonis.
Dengan pemberian abolisi oleh Presiden, maka penuntutan terhadap orang atau kelompok orang yang menerima abolisi dihentikan dan ditiadakan.
Kemudian, menurut Marwan dan Jimmy dalam Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition (2009),
abolisi adalah
suatu hak untuk menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapus tuntutan pidana seseorang serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.
Sementara itu, menurut Kamus Hukum (Marwan dan Jimmy: 2009), amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-undang tentang pencabutan semua akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana.
Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi disebutkan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang tersebut dihapuskan.
Dengan diberikannya abolisi dan amnesti tersebut, Indriyanto mengatakan bahwa semua proses hukum terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dihentikan.
Kemudian, terhadap Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong harus dilepaskan atau dibebaskan.
Hanya saja, Indriyanto mengatakan, hal itu bisa dilakukan setelah Keputusan Presiden (Keppres) pemberian abolisi dan amnesti dikeluarkan.
“Semua proses hukum baik yang pra ajudikasi, ajudikasi maupun pasca ajudikasi harus dinyatakan berhenti dan tentunya setelah ada Keppres para penerima abolisi atau amnesti dilepaskan dari proses hukumnya,” kata Indriyanto.
Hal senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Dia menyebutkan, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dibebaskan usai mendapat abolisi dan amnesti.
“Harus dibebaskan,” kata Abdul Fickar kepada
Kompas.com
, Kamis.
Menurut Fickar, Tom Lembong harus dibebaskan karena abolisi berarti menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Kemudian, Fickar menyebutkan, abolisi boleh diberikan meski status hukumnya belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Boleh (diberikan sebelum
inkracht
), itu kewenangan kepala negara, mutlak dan konstitusional. Artinya, Presiden melihat kasusnya berlatar belakang politis,” ujarnya.
Namun, Fickar mengatakan bahwa pemberian abolisi itu juga memiliki dampak kepada aparat penegak hukum. Dalam kasus Tom Lembong adalah Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Konsekuensinya, Presiden juga harus mengevaluasi kerja pimpinan Kejaksaan Agung,” kata Abdul Fickar.
Diketahui, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong tengah mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara dalam perkara korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto juga sedang dalam proses banding atas vonis 3,5 tahun dalam kasus suap terkait penetapan anggota legislatif periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/28/6886b016ea233.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tom Lembong dan Hasto Harus Dilepaskan dari Proses Hukum Usai Dapat Abolisi dan Amnesti Nasional 31 Juli 2025
Tom Lembong dan Hasto Harus Dilepaskan dari Proses Hukum Usai Dapat Abolisi dan Amnesti
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Guru Besar Hukum Pidana dan juga pengajar PPS bidang studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof., Dr. Indriyanto Seno Adji, mengatakan, semua proses hukum terhadap
Tom Lembong
dan
Hasto
Kristiyanto harus berhenti setelah keluar Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemberian
abolisi
dan
amnesti
.
Kemudian, Indriyanto menyebut, terhadap
Hasto Kristiyanto
dan Tom Lembong harus dilepaskan atau dibebaskan.
Diketahui, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong tengah mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara dalam perkara korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto juga sedang dalam proses banding atas vonis 3,5 tahun dalam kasus suap terkait penetapan anggota legislatif periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
“Semua proses hukum baik yang pra ajudikasi, ajudikasi maupun pasca ajudikasi harus dinyatakan berhenti dan tentunya setelah ada Keppres para penerima abolisi/amnesti dilepaskan dari proses hukumnya,” kata Indriyanto kepada
Kompas.com
, Kamis (31/7/2025).
Lebih lanjut, Indriyanto menegaskan bahwa
abolisi dan amnesti
adalah hak prerogatif penuh Presiden dalam bidang hukum dan sama sekali bukan bentuk intervensi.
Kemudian, menurut mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, abolisi dan amnesti bisa diberikan jika dinilai ada kriminalisasi hukum dan politik.
”
Abolisi
dan amnesti Ini biasa dilakukan bila masyarakat menilai hukum memiliki terstigma kriminalisasi politik dan hukum. Setiap era kekuasaan negara, pemberian abolisi dan amnesti pernah dilakukan di republik ini, antara lain juga bagi kepentingan kesatuan dan kedaulatan negara,” ujar Indriyanto.
Amnesti adalah bentuk pengampunan sekaligus penghapusan akibat hukuman baik yang sudah dijatuhkan maupun yang akan dijatuhkan.
Sedangkan abolisi bisa diartikan sebagai suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara saat pengadilan belum menjatuhkan putusan atau vonis.
Dengan pemberian abolisi oleh Presiden, maka penuntutan terhadap orang atau kelompok orang yang menerima abolisi dihentikan dan ditiadakan.
Keduanya termasuk hak prerogratif atau hak istimewa Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Namun, dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa Presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR RI.
Selain itu, abolisi dan amnesti juga diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Sebagaimana diberitakan, DPR RI menyetujui permintaan Presiden Prabowo terkait pemberian abolisi terhadap Tom Lembong.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres072025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025).
Selain itu, Dasco mengumumkan bahwa DPR menyetujui pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Dasco.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.