Tag: Imran Pambudi

  • Kaum Perempuan yang Punya Beban Ganda Harus Dijaga Kesehatan Mentalnya, Bagaimana Caranya? – Halaman all

    Kaum Perempuan yang Punya Beban Ganda Harus Dijaga Kesehatan Mentalnya, Bagaimana Caranya? – Halaman all

    Kaum Perempuan yang Punya Beban Ganda Harus Dijaga Kesehatan Mentalnya, Bagaimana Caranya? 

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), dr Imran Pambudi, MPHM menekankan, pentingnya kesehatan mental pada perempuan.

    Sering kali kesehatan mental perempuan terabaikan, namun berdampak besar pada kualitas hidup mereka.

    Kesehatan mental perempuan adalah fondasi  untuk kehidupan yang sehat dan bermakna.

    “Dengan peran beragam yang diemban perempuan baik sebagai pekerja, pengasuh keluarga, pemimpin, maupun anggota masyarakat kesehatan mental mereka memiliki dampak luas tidak hanya pada diri mereka sendiri, tetapi juga pada keluarga dan komunitas,” tutur dr Imran di Jakarta ditulis Jumat (21/3/2025).

    Kesehatan mental perempuan memengaruhi lebih dari individu, yang mana bisa berdampak pada keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.

    Perempuan yang sehat secara mental memiliki peluang lebih besar untuk berkontribusi pada pertumbuhan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.

    Karena itu, mendukung kesehatan mental perempuan adalah investasi dalam masa
    depan yang lebih inklusif dan sejahtera.

    Tema “Accelerate Action” ini dipilih untuk menyoroti kebutuhan mendesak akan langkah
    konkret dalam mendukung perempuan, terutama dalam menjaga dan meningkatkan
    kesehatan mental di antaranya:

    1. Tingginya Beban Gangguan Mental pada Perempuan.

    Menurut WHO, perempuan memiliki prevalensi dua kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki
    untuk mengalami depresi, yang merupakan salah satu penyebab utama disabilitas di seluruh
    dunia.

    Perempuan juga lebih rentan terhadap Penyakit Tidak Menular seperti Hipertensi dan
    Diabetes.

    Banyak perempuan di negara berkembang atau daerah terpencil kesulitan
    mengakses layanan kesehatan mental yang terjangkau.

    Pandemi telah meningkatkan prevalensi gangguan mental seperti kecemasan dan depresi hingga lebih dari 25 persen dalam tahun pertama pandemi.

    Perempuan, terutama mereka yang bekerja di sektor kesehatan atau sebagai pengasuh, menghadapi tekanan emosional yang lebih besar.

    2. Ketidaksetaraan Gender dalam Layanan Kesehatan Mental

    Masih banyak perempuan, terutama di negara berkembang, yang tidak memiliki akses
    memadai ke layanan kesehatan mental, baik karena hambatan ekonomi, stigma sosial,
    maupun ketimpangan struktural.

    Kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender meningkat selama pandemi, yang berdampak langsung pada kesehatan mental perempuan.

    Trauma yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi gangguan mental kronis.

    Jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat tiap tahunnya dan lebih 75 persen korbannya adalah Perempuan.

    Perempuan yang menghadapi stigma sosial, baik karena status sosial, pekerjaan, atau kondisi kesehatan mental mereka, sering kali merasa terisolasi.

    Hal ini memperburuk kondisi mental mereka dan menghambat pencarian bantuan.

    3. Dampak Stres Multi-Peran

    Beban ganda atau bahkan multi-peran yang dijalankan perempuan membuat mereka lebih
    rentan terhadap gangguan mental, termasuk kecemasan, depresi, dan kelelahan emosional.

    Ketidakpastian ekonomi global telah memperburuk stres pada perempuan, terutama mereka yang menjadi tulang punggung keluarga.

    Ketimpangan upah dan kehilangan pekerjaan juga meningkatkan risiko gangguan mental. Perempuan di komunitas rentan sering kali menjadi korban utama dampak perubahan iklim dan bencana alam.

    Trauma akibat kehilangan tempat tinggal atau sumber penghidupan dapat memicu gangguan stres pascatrauma (PTSD).

    Bencana banjir yang akhir-akhir ini terjadi di tanah air banyak berimbas pada ibu rumah tangga dengan segala kerepotannya selama banjir maupun pasca kejadian.

    Menyikapi beberapa hal diatas maka perlu adanya langkah-langkah untuk mendukung
    kesehatan mental perempuan di antaranya :

    1. Peningkatan Akses ke Layanan Kesehatan Mental

    Pemerintah dan organisasi non-pemerintah perlu menyediakan layanan kesehatan mental
    yang lebih mudah diakses, khususnya bagi perempuan di komunitas terpinggirkan.

    Pemerintah mempunyai target semua Puskesmas akan mampu memberikan layanan jiwa pada tahun 2027, saat ini baru 40 persen Puskesmas yang mampu memberikan layanan jiwa.

    2. Penghapusan Stigma

    Kampanye edukasi publik sangat penting untuk mengurangi stigma dan meningkatkan
    kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental perempuan.

    3. Pendekatan Holistik

    Memperkuat kesejahteraan perempuan tidak hanya melalui layanan kesehatan mental,
    tetapi juga melalui pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan penguatan hak-hak perempuan.

    4. Dukungan Sosial dan Komunitas

    Membentuk komunitas yang mendukung dan program pemberdayaan perempuan dapat
    membantu mengurangi rasa isolasi sosial dan mendukung kesehatan mental mereka.

    “Hari Perempuan Sedunia 2025 menggarisbawahi pentingnya percepatan aksi dalam mengatasi tantangan kesehatan mental perempuan. Dengan fokus yang lebih mendalam dan komprehensif pada isu ini, kita dapat membantu menciptakan dunia yang lebih setara dan berdaya bagi semua Perempuan di Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” tutur dia.

  • Viral Anak SMA di Cianjur Wajib Tes Kehamilan, POGI: Terlalu Mengada-ada

    Viral Anak SMA di Cianjur Wajib Tes Kehamilan, POGI: Terlalu Mengada-ada

    Jakarta

    Viral video ramai-ramai siswi SMA di Cianjur tengah mengantre mengikuti tes kehamilan. Salah satu siswi SMA terlihat memasuki toilet untuk melakukan tes urine. Hasil testpack disebut dikumpulkan kepada pihak sekolah.

    Alasan di balik tes kehamilan yang rupanya sudah berjalan selama dua tahun di sekolah tersebut, berkaitan dengan pencegahan seseorang. Kepala SMA Desa Padaluyu, Sarman, bercerita sempat ada satu anak SMA yang hamil dan terpaksa libur satu semester.

    “Jadi ada orang tua siswa yang datang, memberitahukan jika anaknya hamil. Kemudian tidak melanjutkan sekolah. Makanya kita jalankan program ini untuk memastikan para siswi terhindar dari pergaulan bebas,” kata Kepala SMA Desa Padaluyu, Sarman, Rabu (22/1/2025).

    Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof, Dr, dr, Yudi Mulyana Hidayat, SpOG, mengaku heran dengan pelaksanaan tes kehamilan tersebut. Menurutnya, banyak cara untuk mencegah siswi remaja SMA hamil.

    Salah satunya, dengan melakukan edukasi masif di sela kegiatan pembelajaran.

    “Tindakan ini kurang tepat, programnya terlalu mengada-ngada,” sebut Prof Yudi saat dihubungi detikcom Kamis (23/1/2025).

    Hal yang sama juga diutarakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pihaknya menilai tes kehamilan semacam itu malah terbilang diskriminatif dan terkesan menjadikan perempuan sebagai objek.

    “Prihatin dengan tindakan tersebut, sebab menempatkan anak perempuan sebagai objek seksual,” ujar Komisioner KPAI Ai Maryati.

    “Harusnya edukasi bagaimana mencegah, bukan melakukan tes kehamilan. Karena fokusnya malah menjadi ke perempuan,
    sehingga mempengaruhi psikologinya. Meskipun tujuannya baik, tetapi implementasinya menjadi lain,” kata dia.

    Efek yang bisa muncul terkait psikis remaja SMA menurut Direktur Jenderal Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, Imran Pambudi tidak main-main. Mereka bisa saja mengalami kecemasan yang berujung pada dampak psikis kesehatan jiwa lain termasuk depresi.

    Terlebih, pada siswi yang ternyata kedapatan positif hamil.

    “Masalah kesehatan jiwa yang mungkin timbul seperti, kecemasan, menarik diri dari sosial, di mana masalah tadi bila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan depresi dan gangguan jiwa yang lebih berat,” jelasnya kepada detikcom, Kamis (23/1).

    (naf/kna)

  • Heboh Tes Kehamilan Wajib di SMA Cianjur, Kemenkes Soroti Dampak Psikis

    Heboh Tes Kehamilan Wajib di SMA Cianjur, Kemenkes Soroti Dampak Psikis

    Jakarta

    Viral di media sosial siswi di SMA ramai-ramai mengikuti pemeriksaan kehamilan. Tampak dalam sebuah video, para siswi mengantre untuk tes urine menggunakan testpack yang kemudian hasilnya ditunjukkan kepada pihak sekolah. Hal ini kemudian mengundang sejumlah reaksi warganet.

    Konon, pemeriksaan dilakukan demi menghindari pergaulan bebas pada remaja. Ada yang mendukung, tetapi adapula yang menilai hal semacam ini malah mendiskriminasi wanita dan dikhawatirkan bisa berdampak pada psikis mereka.

    Alih-alih melakukan cara demikian, langkah edukasi reproduksi kesehatan dinilai lebih efektif.

    Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Imran Pambudi menyayangkan tes terkait. Menurutnya, banyak cara atau opsi lain yang bisa dilakukan untuk memastikan para siswi sehat secara reproduksi dan menghindari kehamilan dini.

    “Kegiatan ini berpotensi menimbulkan masalah kesehatan jiwa bagi siswi dan keluarga, terlebih untuk siswi yang hasilnya positif,” beber dr Imran saat dihubungi detikcom Kamis (23/1/2025). ⁠

    “Masalah kesehatan jiwa yang mungkin timbul seperti, kecemasan, menarik diri dari sosial, di mana masalah tadi bila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan depresi dan gangguan jiwa yang lebih berat,” sorotnya.

    Bila memang ingin tetap melakukan tes kehamilan, dr Imran menilai pihak sekolah biaa menawarkan tes tersebut bagi para siswi yang berkenan alias secara sukarela.

    “⁠Saya kira edukasi kesehatan reproduksi bagi remaja perlu dilakukan dengan metode-metode yang lebih sesuai dengan umurnya,” pungkas dia. Belakangan diketahui, video itu direkam di SMA Desa Padaluyu, Kecamatan Cikadu, Cianjur, Jawa Barat (Jabar).

    Ternyata, pihak sekolah sudah menjalankan rutinitas ini selama 2 tahun lamanya, dengan diterapkan setelah libur semesteran dan pada tahun ajaran baru. Pihak sekolah ingin mencegah siswinya mengalami kehamilan saat masih di usia sekolah. Sebab tiga tahun yang lalu, sekolah sempat dikagetkan dengan kabar ada seorang siswi yang hamil setelah libur semesteran.

    “Jadi ada orang tua siswa yang datang, memberitahukan jika anaknya hamil. Kemudian tidak melanjutkan sekolah. Makanya kita jalankan program ini untuk memastikan para siswi terhindar dari pergaulan bebas,” kata Kepala SMA Desa Padaluyu, Sarman, Rabu (22/1/2025).

    (naf/up)

  • Program Skrining Kesehatan Gratis Diluncurkan Februari, Warga yang Berulang Tahun Januari Bisa Ikut? – Halaman all

    Program Skrining Kesehatan Gratis Diluncurkan Februari, Warga yang Berulang Tahun Januari Bisa Ikut? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Program skrining kesehatan gratis saat ulang tahun bakal diluncurkan pada Februari mendatang.

    Lalu bagaimana dengan warga yang berulang tahun di bulan Januari?

    Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) Drg Widyawati memastikan, mereka akan tetap dapat mengikuti pemeriksaan kesehatan gratis.

    Nantinya pemeriksaan gratis untuk warga yang berulang tahun di bulan Januari akan berlangsung sampai bulan Maret.

    “Kalau yang ulang tahunnya bertepatan dengan hari libur, jadwal pemeriksaan akan digeser ke hari kerja terdekat,” ujar drg. Widyawati di Jakarta ditulis Sabtu (11/1/2025).

    Untuk dapat mengikuti program tersebut, warga diimbau mengunduh aplikasi SATUSEHAT Mobile (SSM).

    Warga diminta melengkapi data diri di dalam aplikasi, lalu pengguna hanya perlu menunggu notifikasi atau pemberitahuan terkait waktu dan lokasi pemeriksaan dari aplikasi tersebut.

    Pada tahap awal, pemeriksaan kesehatan gratis akan dilakukan di puskesmas, dengan target menjangkau 60 juta orang pada 2025.

    Dalam lima tahun ke depan, Kemenkes berharap program ini dapat melayani 200 juta warga Indonesia, sebagai bagian dari upaya transformasi layanan kesehatan.

    Pemeriksaan kesehatan gratis merupakan upaya mendeteksi secara lebih dini terkait kondisi kesehatan.

    Skrining Gratis

    Seperti diketahui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sediakan skrining kesehatan jiwa secara digital dalam aplikasi yang dapat diakses mandiri oleh masyarakat, salah satunya menggunakan aplikasi SATUSEHAT Mobile.

    Upaya ini mempermudah masyarakat yang ingin mengecek kesehatan jiwa mandiri.

    Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes RI dr Imran Pambudi, MPHM menyampaikan, penggunaan SATUSEHAT Mobile untuk skrining kesehatan jiwa mandiri dapat membantu meningkatkan deteksi dini terhadap masalah kesehatan jiwa.

    Skrining sebagai langkah mendeteksi dini kondisi kejiwaan individu, sehingga jika ditemukan tanda-tanda masalah mental dapat segera dilakukan intervensi yang lebih cepat dan tepat.

    Melalui aplikasi SATUSEHAT Mobile, masyarakat bisa melakukan skrining kesehatan jiwa secara mandiri. 

    “Aplikasi ini menjadi solusi digital yang membantu memperluas jangkauan skrining kesehatan jiwa dalam upaya meningkatkan deteksi dini masalah kesehatan jiwa di masyarakat,” kata Imran dilansir dari website resmi Kemenkes, Senin (2/12/2024). 

    Cara melakukan skrining kesehatan jiwa mandiri di SATUSEHAT Mobile, masyarakat cukup menjawab sejumlah pertanyaan yang tersedia. 

    Kemudian, hasil skrining yang diperoleh bisa ditindaklanjuti ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) apabila terdapat indikasi masalah kesehatan jiwa.

    Nantinya, hasil skrining dari individu yang menunjukkan adanya indikasi masalah kesehatan jiwa, akan diarahkan untuk mendapatkan tindak lanjut ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.

    “Yang bisa dijangkau oleh individu tersebut maupun menggunakan fitur telemedisin yang telah tersedia,” imbuh Imran.

    Akses Gratis di SATUSEHAT Mobile

    Chief of Technology Transformation Office (TTO) Setiaji, S.T, M.Si menambahkan, fitur skrining kesehatan jiwa dalam SATUSEHAT Mobile dapat diakses gratis oleh masyarakat.

    “Masyarakat sebagai pengguna dapat memanfaatkan layanan skrining kesehatan mental secara mandiri dan skrining awal gratis di SATUSEHAT Mobile,” tambah Setiaji. 

    Langkah-langkah untuk mengakses skrining kesehatan jiwa di SATUSEHAT Mobile, sebagai berikut:

    1. Akses SATUSEHAT Mobile melalui ponsel dengan mengunduhnya di Play Store atau App Store

    2. Pilih menu ‘Fitur’ lalu fitur ‘Kesehatan Mental’

    3. Pilih ‘Mulai Skrining’

    4. Jawab pertanyaan yang diajukan sesuai kondisi yang dialami dalam 30 hari terakhir

    5. Setelah selesai, hasil skrining akan muncul, termasuk edukasi kesehatan dan rekomendasi pelayanan kesehatan yang sesuai hasil skrining.

    Menurut Setiaji, hasil skrining kesehatan jiwa melalui SATUSEHAT Mobile dapat membantu psikolog atau psikiater untuk mengetahui kondisi awal kesehatan mental dari individu yang bersangkutan ketika melakukan pemeriksaan lanjutan ke fasyankes.

    “Hasil skrining dapat menjadi acuan dasar bagi psikolog atau psikiater untuk mengetahui kondisi pengguna pada saat mengakses pelayanan kesehatan jiwa di fasyankes,” ujar Setiaji. 

    Ini dikarenakan pertanyaan-pertanyaan pada fitur skrining ‘Kesehatan Mental’ di SATUSEHAT Mobile menggunakan standar kuesioner yang digunakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Yaitu Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) untuk pengguna berusia 10-17 tahun, dan Self-Reporting Questionnaire (SRQ) untuk usia 18 tahun ke atas.

  • Kenali Tanda-tanda Mengalami Luka Psikologis, Pentingnya Peduli Terhadap Kondisi Jiwa – Halaman all

    Kenali Tanda-tanda Mengalami Luka Psikologis, Pentingnya Peduli Terhadap Kondisi Jiwa – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tekanan hidup yang makin beragam seringkali menyebabkan kesehatan jiwa terganggu.

    Ditambah lagi dengan kehadiran media sosial.

    Saat ini, masih banyak individu yang belum menyadari mereka mungkin sedang mengalami luka psikologis.

    Apa saja tanda-tanda luka psikologis itu?

    Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI dr. Imran Pambudi mengatakan, ketika orang mengalami luka psikologis maka akan merasa sedih, kecewa, takut atau khawatir karena masalah sehari-hari yang tidak mengenakkan dan yang mengganggu aktivitas harian.

    “Atau melihat teman yang biasanya ceria tiba-tiba menjadi murung atau sikapnya berubah. Bisa jadi itu tanda bahwa kita atau rekan kita sedang mengalami luka psikologis,” kata dia beberapa waktu lalu.

    Luka psikologis bisa disebabkan karena tekanan hidup atau stres sehari-hari, misalnya perundungan, konflik dalam keluarga, kehilangan orang terdekat, penolakan, kegagalan dan lain-lain.

    Namun sayangnya, belum banyak masyarakat yang menyadari luka psikologisnya sejak dini, sehingga tidak mendapatkan penanganan awal yang baik dan menjadi masalah kejiwaan.

    Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis (P3LP) adalah bantuan atau dukungan psikologis paling dasar dan sederhana untuk orang-orang yang mengalami kejadian berat atau krisis, sehingga mengalami luka psikologis.

    Krisis adalah insiden atau peristiwa penuh tekanan yang dianggap luar biasa.

    Sementara itu, luka psikologis adalah perasaan tidak nyaman yang berlebihan dan mengganggu aktivitas keseharian.

    Pihaknya telah menyusun enam buku saku untuk First Aider, yang ditujukan untuk berbagai lingkungan seperti sekolah (PAUD, SD, SMP/SMA), kampus, tempat kerja, dan masyarakat umum.

    Buku saku ini bertujuan meningkatkan literasi masyarakat serta menjadi panduan bagi individu yang berperan sebagai penolong pertama dalam masalah kesehatan jiwa di masyarakat, sebelum penderita mendapatkan pertolongan profesional.

    Kemenkes mengingatkan, penting untuk peduli terhadap kondisi jiwa, dimulai dari tindakan kecil seperti memberikan pertolongan pertama pada masalah psikologis yang dihadapi.

    Jika masalah tersebut sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, masyarakat diimbau untuk melakukan deteksi dini melalui skrining kesehatan jiwa.

    dr. Farhan Zubedi, dokter sekaligus influencer turut menyuarakan pentingnya kesadaran kesehatan jiwa kepada masyarakat.

    “Kita sudah ada di penghujung 2024. Beberapa orang mungkin melalui perjalanan setahun ini dengan jatuh bangun dan menyisakan luka psikologis. Untuk mengatasi luka psikologis ini, diharapkan dalam setahun, dibentuk 1 juta first aider P3LP untuk membantu orang yang mengalami luka psikologis,” dr Imran.

  • 3 dari 4 Orang yang Akses ‘Hotline’ Bunuh Diri Lebih Pilih Curhat Lewat Teks

    3 dari 4 Orang yang Akses ‘Hotline’ Bunuh Diri Lebih Pilih Curhat Lewat Teks

    Jakarta

    Hanya 40 persen dari total puskesmas di Indonesia yang memiliki layanan kesehatan jiwa. Distribusinya juga relatif tidak merata, baru terpenuhi di banyak kota-kota besar.

    Padahal, kasus bunuh diri dalam kurun satu tahun terakhir meningkat. Mengacu data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 70 ribu kasus meninggal akibat bunuh diri dilaporkan setiap tahun. Sementara di Indonesia, tercatat sebanyak 1.350 kasus pada 2023, naik dari 826 laporan pada tahun sebelumnya.

    “Kasusnya bisa tiga kali lipat lebih banyak dari yang dilaporkan,” beber Direktur Jenderal Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, Imran Pambudi, Jumat (13/12/2023).

    Lebih dari 13 persen yang mengalami depresi disebut Imran tidak mendapatkan pengobatan atau pelayanan kesehatan jiwa. Salah satu faktor terbesar pemicu depresi kini mulai terlihat berawal dari lingkungan terdekat, yang semula kerap dianggap sebagai faktor pendukung yakni keluarga.

    “Ini mulai sama seperti tren di China, banyak anak yang depresi dengan tuntutan pendidikan, hingga S1, S2, dan S3, tetapi akhirnya mereka memilih tidak bekerja, dan meminta uang dari orangtuanya, sebagai bentuk depresi, karena mereka berpikir sudah menuruti semua keinginan orangtua mereka,” tandas dia.

    Hal ini sejalan dengan temuan riset WHO Indonesia yang menunjukkan lebih dari 50 persen responden pada sebuah survei, mengaku lebih nyaman menceritakan masalah mental secara daring ke profesional, alih-alih keluarga terdekat.

    “Kita juga melihat data orang-orang yang mencoba melakukan bunuh diri, jadi dia sempat masuk rumah sakit ya Itu tahun 2018 sampai 2023 itu ada yang tercatat ada hampir 5.850 kasus. Nah kemudian dari situ setelah dirawat di rumah sakit, ada sekitar 230 orang meninggal. Sempat tiba di rumah sakit kemudian meninggal,” lanjut Imran.

    Layanan Hotline 119 ext 8 Diperbarui

    Rencananya, mulai akhir Desember 2024, Kemenkes RI akan meresmikan pelayanan pengaduan atau hotline pencegahan bunuh diri secara daring, demi memudahkan pendataan. Di tengah keterbatasan SDM, layanan 119 ext 8 yang sempat tidak bisa berjalan, kini bisa diakses secara online dengan mengunjungi website Healing 119.id.

    “Jadi dulu 119 extension 8 sempat ditutup, ditutupnya karena kita beralih platform, sekarang beralih platformnya ke yang digital,” tuturnya.

    “Tapi mungkin di daerah-daerah yang memang terbatas, kesulitan mengakses daring, kita masih pakai nomor tersebut,” kata dia.

    Peralihan tersebut juga didasari dengan banyaknya pengaduan yang memilih texting, alih-alih menelepon secara langsung. “3 dari 4 yang menghubungi layanan hotline, memilih menceritakan masalahnya secara teks,” kata dia.

    (naf/kna)

  • Kasus Bunuh Diri RI Tinggi, Depresi Anak Muda Banyak Dipicu Faktor Orang Terdekat

    Kasus Bunuh Diri RI Tinggi, Depresi Anak Muda Banyak Dipicu Faktor Orang Terdekat

    Jakarta

    CATATAN: Depresi dan munculnya keinginan bunuh diri bukanlah hal sepele. Kesehatan jiwa merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan tubuh atau fisik. Jika gejala depresi semakin parah, segeralah menghubungi dan berdiskusi dengan profesional seperti psikolog, psikiater, maupun langsung mendatangi klinik kesehatan jiwa. Layanan konsultasi kesehatan jiwa juga disediakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) di laman resminya yaitu www.pdskji.org. Melalui laman organisasi profesi tersebut disediakan pemeriksaan secara mandiri untuk mengetahui kondisi kesehatan jiwa seseorang.

    Tercatat sekitar dua persen penduduk Indonesia berusia 19 tahun ke atas mengalami masalah mental. Terbanyak berkaitan dengan depresi, gangguan kecemasan, hingga lebih serius skizofrenia.

    Mengutip laporan kepolisian, Direktur Jenderal Kesehatan Jiwa Imran Pambudi menyebut sepanjang 2023 dilaporkan lebih dari 1.350 kasus bunuh diri. Namun, angkanya diprediksi lebih besar dari yang dilaporkan, bak fenomena gunung es.

    “Diperkirakan angkanya mungkin tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan yang tercatat,” beber Imran dalam konferensi pers, Jumat (13/12/2024).

    Data ini sejalan dengan temuan beberapa tahun terakhir sejak 2018 hingga 2023. Nyaris teridentifikasi enam ribu kasus orang yang memiliki riwayat mengakhiri hidup atau mencoba melakukan percobaan bunuh diri.

    “Dari total itu, 230 orang meninggal, meskipun setelah dirawat di RS, ada karena menenggak racun, dan lain sebagainya,” tandasnya.

    Banyak kelompok muda disebutnya menghadapi persoalan depresi yang dilatarbelakangi faktor keluarga dan orang terdekat. “Jadi triggernya, seperti kasus kemarin, anak bunuh orangtua, karena mereka sendiri mengaku mendapat penekanan-penekanan,” imbuh dia.

    Luka psikologis yang tidak teratasi ditekankan Imran berdampak pada otak.

    “Orang lagi stres, saat di CT-scan otaknya berkabut,” tutur dia.

    Karenanya, diperlukan ‘stress relief’ dengan beragam media termasuk kegiatan menulis, menggambar, mewarnai. Terlebih, yang bersangkutan perlu pendampingan teman bicara.

    (naf/kna)