Tag: Immanuel Ebenezer

  • Polemik Driver Ojol Cuma Terima BHR Rp50 Ribu, Menaker Bakal Panggil Aplikator

    Polemik Driver Ojol Cuma Terima BHR Rp50 Ribu, Menaker Bakal Panggil Aplikator

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli siap memanggil aplikator terkait pembagian Bonus Hari Raya (BHR) sebesar Rp50.000 untuk pengemudi/driver ojek online (ojol). Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan surat edaran mengenai imbauan dan formula pemberian BHR bagi pengemudi ojek online.

    “Ya, kita harus lihat. Kan kita mengeluarkan surat edaran. Imbauan formulanya begini, tetapi yang lain kan kita katakan sesuai dengan kemampuan perusahaan. Kita sekali lagi nanti kita akan panggil dan coba gali mereka seperti apa sih implementasinya,” kata Yassierli dalam keterangan di Jakarta, Kamis (27/3/2025).

    Menaker mengaku masih menunggu laporan lengkap mengenai hal tersebut. “Kita juga lagi menunggu ya. Saya juga belum dapat laporan lengkap. Itu kan ada beberapa aplikator ya. Konkretnya, jadi mereka seperti apa, kita masih nunggu,” ujarnya.

    Yassierli juga menegaskan bahwa pihaknya siap menerima dan menampung aduan dari pengemudi ojol dan segera menindaklanjuti hal tersebut. “Enggak apa-apa, kita terima (jika ada aduan). Kita tampung dulu. Nanti kalau memang kita lihat ini sesuatu yang harus kita follow up, kita klarifikasi, nanti kita panggil nanti (aplikator),” kata Menaker.

    Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel menyebut driver ojol yang mendapat Rp50 ribu merupakan pekerja paruh waktu. “Jadi, kenapa mendapatkan Rp50 ribu itu? Karena pertimbangan mereka, sopir ojol itu pekerja part-time,” ujarnya

    Saat mendapat informasi driver ojol yang mendapat BHR Rp50 ribu, Noel langsung melakukan klarifikasi ke pihak aplikator. Pihak aplikator yang menerima Rp50 ribu itu disebabkan mereka masuk kategori paling bawah.

    “Jadi bukan mereka yang ngojek beneran lah. Jadi mereka cuma pekerja sambilan. Nah, sebetulnya kalau menurut mereka, dari platform digital sebelumnya mereka enggak dapat tetapi ya kami secara moral memberilah. Kita kan juga berharap, kawan-kawan ojek online ini bisa melihat itu juga,” kata Noel

    “Kita telepon Gojek, kita telepon Grab. Akhirnya mereka ceritakan, ada kategori 1, 2, 3, 4, 5. Akhirnya kita tanya, kenapa mendapatkan Rp50 ribu? Itu, Pak, mereka itu kategorinya yang 4 dan 5. Mereka itu kerja part-time. Banyak yang enggak aktif juga, pekerja sambilan,” bebernya.

    Meski begitu Noel menyebut ada juga ojol yang menerima BHR hingga Rp1 juta lebih. Ia juga mengingatkan pada dasarnya BHR untuk ojol baru bersifat imbauan.
    “Dan itu Maxim minimal Rp500 ribu. Sebetulnya juga banyak yang mendapatkan Rp1 juta lebih. Di Grab, di Gojek, di Maxim, dan semuanya banyak,” ujarnya.

    Garda Indonesia Mengecam

    Sementara, Ketua Umum Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Raden Igun Wicaksono mengecam pemberian BHR ojek untuk ojol yang hanya Rp50 ribu dari perusahaan aplikator. Nilai tersebut dianggap tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah.

    Aturan yang dimaksud mengenai pemberian 20 persen BHR dari pendapatan ojol per tahun sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir Pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi.

    “Kami protes keras dan mengecam aplikator yang kami anggap telah melakukan akal-akalan menipu presiden,” kata Igun.

    Dia menjelaskan rata-rata nilai BHR yang diterima mitra pengemudi sebagian besar Rp50 ribu. Padahal, banyak dari mereka dikatakan susah menjadi ojol di satu platform aplikator ojol lebih dari 5 tahun, tetapi tetap saja hanya terima Rp50 ribu.

    Igun menyebut hanya segelintir ojol yang menerima BHR sebesar Rp900 ribu. “Ini tidak sesuai ketentuan. Fakta pelaksanaannya jauh menyimpang dari SE Menaker BHR Online 2025,” katanya.

    Ditambahkan, BHR dicairkan penyalurannya kepada para ojol yang menerima melalui dompet digital dengan rata-rata hanya mendapatkan Rp50 ribu. Dia menyatakan kekecewaan akan implementasi BHR tersebut.

    “Kami sangat kecewa karena selama ini ojol dipotong biaya aplikasi saja hampir mencapai 50 persen setiap ordernya,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pemerintah Bongkar Alasan Mengapa Ojol Cuma Dapet ‘THR’ Rp 50 Ribu

    Pemerintah Bongkar Alasan Mengapa Ojol Cuma Dapet ‘THR’ Rp 50 Ribu

    Jakarta

    Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) membongkar alasan mengapa sejumlah driver ojek online (ojol) hanya menerima bonus hari raya (BHR) sebesar Rp 50 ribu dari aplikator. Kemnaker menjelaskan, angka tersebut hanya diberikan ke mitra yang kerjanya sambilan.

    “Jadi, kenapa mendapatkan Rp 50 ribu itu? Karena pertimbangan mereka, mereka itu pekerja part-time,” ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel, dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (27/3).

    Noel menjelaskan, setiap perusahaan punya kriteria masing-masing dan pertimbangan dalam penentuan nilai, di mana Gojek mempertimbangkan tingkat produktivitas, kontribusi, serta penyesuaian kapasitas finansial perusahaan. Pengemudi roda dua mendapat BHR Rp 50 ribu s/d Rp 900 ribu, serta roda empat di Rp 50 ribu s/d Rp 1,6 juta. Penerimanya ratusan ribu pengemudi.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Foto: Kemnaker

    Sementara Grab mempertimbangkan tingkat pencapaian mitra selama 12 bulan terakhir. Penentuan penerima ini mempertimbangkan kedisiplinan mitra dalam mematuhi kode etik Grab dengan nominal Rp 50 ribu s/d Rp 850 ribu untuk roda dua dan Rp 50 ribu s/d Rp 1,6 juta untuk roda empat. Penerimanya 500 ribu pengemudi.

    Saat mendapat informasi ada driver ojol yang mendapat BHR Rp 50 ribu, Noel langsung melakukan klarifikasi ke pihak aplikator. Dia memastikan, mitra yang menerima nominal tersebut berada di kategori paling bawah.

    “Karena memang kebanyakan narasinya bahwa mereka mendapatkan Rp 50 ribu. Kita tanya, kenapa mendapatkan Rp 50 ribu? Kita telepon Gojek, kita telepon Grab. Akhirnya mereka ceritakan, ada kategori 1, 2, 3, 4, 5. Akhirnya kita tanya, kenapa mendapatkan Rp 50 ribu? Itu, Pak, mereka itu kategorinya yang 4 dan 5. Mereka itu kerja part-time. Banyak yang nggak aktif juga, pekerja sambilan,” tuturnya.

    Meski begitu, Noel menyebut ada juga ojol yang menerima BHR hingga Rp 1 juta lebih. Ia juga mengingatkan pada dasarnya BHR untuk ojol baru bersifat imbauan.

    “Sebetulnya juga banyak yang mendapatkan Rp1 juta lebih. Di Grab, di Gojek, di Maxim, dan semuanya banyak,” kata Noel.

    Ojek online alias ojol. Foto: Grandyos Zafna

    Diberitakan sebelumnya, sejumlah driver ojol dan asosiasi terkait ramai-ramai komplain soal besaran BHR yang dianggap tak sesuai harapan. Mereka, yang merujuk pada pernyataan Presiden Prabowo Subianto, berharap angkanya bisa lebih banyak.

    “Rata-rata nilai BHR yang diterima ojol sebagian besar Rp 50 ribu, banyak dari rekan-rekan ojol yang sudah menjadi ojol di satu platform aplikator lebih dari 5 tahun, namun tetap saja hanya terima Rp 50 ribu,” ujar Ketua Umum (Ketum) asosiasi ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono kepada detikOto.

    “Hal ini kami protes keras dan mengecam aplikator yang kami anggap telah melakukan akal-akalan menipu Presiden RI, membangkang Menaker RI dan membohongi ojol seluruh Indonesia hanya demi menjaga citra baik di mata Presiden RI,” kata Igun menambahkan.

    (sfn/rgr)

  • Heboh BHR Ojol Rp 50 Ribu, Wamenaker Ungkap Alasan Grab-Gojek

    Heboh BHR Ojol Rp 50 Ribu, Wamenaker Ungkap Alasan Grab-Gojek

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah driver ojek online (ojol) protes terkait pencairan Bonus Hari Raya (BHR) Rp50 ribu yang dianggap terlalu kecil. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel menyebut driver ojol yang mendapat Rp50 ribu merupakan pekerja paruh waktu.

    “Jadi, kenapa mendapatkan Rp50 ribu itu? Karena pertimbangan mereka, mereka itu pekerja part-time,” ujarnya saat dimintai keterangan pada Selasa (25/3/2025).

    Dalam rilisnya, Noel mengungkapkan setiap perusahaan memiliki masing-masing kriteria dan pertimbangan dalam pemberian nilai upah, dimana Gojek mempertimbangkan Tingkat produktivitas, kontribusi, serta tetap disesuaikan dengan kapasitas finansial perusahaan. Pengemudi Roda Dua mendapat BHR Rp50.000 – Rp900.000, serta Roda Empat di Rp50.000 – Rp1.600.000. Penerimanya ratusan ribu pengemudi.

    Grab mempertimbangkan tingkat pencapaian mitra selama 12 bulan terakhir. Penentuan penerima ini juga mempertimbangkan kedisiplinan mitra dalam mematuhi kode etik Grab, dengan BHR Roda Dua sebesar Rp50.000 – Rp850.000 serta Roda Empat Rp50.000 – Rp1.600.000. Penerimanya 500 ribu pengemudi.

    Sedangkan Maxim persyaratannya untuk pengemudi aktif dalam menjalankan orderan secara regular dan bukan hanya pengemudi yang terdaftar. Kedua pengemudi yang memiliki rating tinggi dan ulasan positif, dan tidak memiliki pelanggaran atau keluhan dari customer. Nilai BHR untuk Roda Dua dan Roda Empat berkisar Rp500.000 – Rp1.200.000. Namun jumlah penerimanya hanya ribuan pengemudi.

    Saat mendapat informasi adanya driver ojol yang mendapat BHR Rp50 ribu, Noel langsung melakukan klarifikasi ke pihak aplikator. Pihak aplikator yang menerima Rp50 ribu itu disebabkan karena mereka masuk kategori paling bawah.

    “Karena memang kebanyakan narasinya bahwa mereka mendapatkan Rp50 ribu. Kita tanya, kenapa mendapatkan Rp50 ribu? Kita telepon Gojek, kita telepon Grab. Akhirnya mereka ceritakan, ada kategori 1, 2, 3, 4, 5. Akhirnya kita tanya, kenapa mendapatkan Rp50 ribu? Itu, Pak, mereka itu kategorinya yang 4 dan 5. Mereka itu kerja part-time. Banyak yang nggak aktif juga, pekerja sambilan,” bebernya.

    Meski begitu, Noel menyebut ada juga ojol yang menerima BHR hingga Rp1 juta lebih. Ia juga mengingatkan pada dasarnya BHR untuk ojol baru bersifat imbauan.

    “Dan itu Maxim minimal Rp500 ribu. Sebetulnya juga banyak yang mendapatkan Rp1 juta lebih. Di Grab, di Gojek, di Maxim, dan semuanya banyak,” ujar Noel.

    (fab/fab)

  • Soal BHR Ojol Kecil, Aplikator Bakal Diberi Peringatan Wamenaker, tapi Tak Bisa Disanksi – Halaman all

    Soal BHR Ojol Kecil, Aplikator Bakal Diberi Peringatan Wamenaker, tapi Tak Bisa Disanksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) mengeluhkan kecilnya Bonus Hari Raya (BHR) yang diterima.

    Mereka memprotes pemberian BHR oleh aplikator ojek online yang dianggap tidak sepadan dengan apa yang mereka berikan untuk perusahaan.

    Bahkan, diketahui ada driver ojol yang mendapat BHR senilai Rp 50 ribu. 

    Terkait hal ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, akan melakukan pengecekan. 

    Pihaknya akan memberikan peringatan kepada aplikator jika memang hal tersebut benar. 

    “Kita akan memberi peringatan, karena kalau itu beneran terjadi itu memalukan. Mending kita bikin seruan pulangin aja duitnya Rp 50 ribu,” kata Noel, Rabu (26/3/2025). 

    Noel menilai bahwa pemberian BHR senilai Rp 50 ribu itu memalukan. 

    Padahal, para Driver Ojol ini juga sosok patriotik-patriotik bangsa.

    “Negara ini mampu kok, saya juga mampu sebagai Wakil Menteri untuk mengembalikan Rp 50 ribu itu. Jangan dihina lah bangsa ini.”

    “Karena Driver Ojek Online adalah patriotik-patriotik bangsa ini,” kata Noel. 

    Noel mengatakan bahwa para driver ojol banyak yang sudah lama menjadi mitra. 

    Oleh karena itu, pemberian BHR Rp 50 ribu itu dinilai tak layak. 

    Disnaker Jakarta: Aplikator Tak Bisa Disanksi 

    Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengatakan bahwa aplikator tak bisa diberi sanksi imbas BHR kecil itu. 

    “BHR itu bukan THR ya, tidak ya. Bonus ini sifatnya hanya imbauan, bukan kewajiban,” ucapnya, Rabu (26/3/2025) dikutip dari TribunJakarta.com. 

    Sesuai ketentuan pemerintah pusat, Hari menuturkan bahwa bonus yang diberikan sebesar 20 persen dari rata-rata penghasilan pengemudi ojol dalam satu bulan.

    Oleh karena itu, besaran bonus yang diberikan akan berbeda antara pengemudi satu dengan yang lainnya.

    “Jadi masalah kecil tidaknya itu ya tergantung, kalau dia ojol males-malesan ya kecil. Kalau rajin ya kan lumayan dapat 20 persen,” ujarnya.

    “Kalau kewajiban seperti THR pasti ada sanksinya. Kalau imbauan, enggak ada sanksi. BHR sendiri juga diatur bahwasannya mereka yang kerja bagus dan produktif dalam setahun. Enggak ngojol ya enggak dapat,” tuturnya.

    Di sisi lain, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengaku kecewa ada driver ojol yang pendapatannya mencapai Rp 93 juta dalam setahun, tetapi hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu.

    Menurut dia, nilai BHR tersebut penghinaan terhadap driver ojol dan melanggar Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan.

    “Menurut kami itu diskriminasi dan penghinaan terhadap driver ojol. Mereka juga melanggar ketentuan yang sudah diterapkan di surat edaran menteri,” kata Lily ketika ditemui di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Selasa (25/3/2025).

    Lily mengatakan, dalam surat edaran itu mengatur mengenai besaran BHR yang didapat driver ojol.

    Dijelaskan bahwa bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik, Bonus Hari Raya Keagamaan diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai dengan perhitungan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.

    Jika ada driver ojol yang menerima pendapatan Rp 93 juta per tahun, per bulan mereka mendapatkan Rp 7,7 juta.

    Jika mengacu pada peraturan BHR, driver ojol berhak menerima 20 persen dari itu, berarti seharusnya Rp 1,5 juta.

    Lily pun meminta pemerintah hadir menyelesaikan masalah ini. Ia berharap para aplikator bisa diberikan sanksi.

    Berdasarkan dari 800 aduan yang SPAI terima terkait BHR driver ojol, ada 80 persen pengemudi yang hanya menerima sebesar Rp 50 ribu.

    “Enggak layak menurut kami. Rp 50 ribu adalah penghinaan bagi driver. Kami minta benar-benar pemerintah memberikan pantauan, imbauan, ataupun mempertegas bahwa aplikator harus memberikan sejumlah BHR tunai kepada driver. Itu ada ketentuan,” ujarnya.

    Sebagian Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Pengemudi Ojol Menjerit BHR Sedikit, Disnaker Jakarta Akui Tak Bisa Sanksi Aplikator. 

    (Tribunnews.com/Milani/Faryyanida Putwiliani/Endrapta Ibrahim) (TribunJakarta.com/ Dionisius Arya) 

  • Soal BHR Ojol Kecil, Aplikator Bakal Diberi Peringatan Wamenaker, tapi Tak Bisa Disanksi – Halaman all

    Ojol Menjerit Dapat BHR Kecil, Disnakertransgi DKI Ngaku Tak Bisa Sanksi Perusahaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Para pengemudi ojek online (ojol) berteriak karena kecilnya Bonus Hari Raya (BHR) yang diterima.

    Mereka memprotes pemberian BHR oleh aplikator ojek online yang dianggap tidak sepadan dengan apa yang mereka berikan untuk perusahaan.

    Terkait hal itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho mengaku tidak bisa memberikan sanksi atau teguran kepada pihak aplikator ojek online.

    Pasalnya, pemberian BHR sifatnya hanya imbauan.

    Sehingga sifatnya tidak wajib seperti Tunjangan Hari Raya (THR) yang wajib dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya.

    “BHR itu bukan THR ya, tidak ya. Bonus ini sifatnya hanya imbauan, bukan kewajiban.”

    “Kalau kewajiban seperti THR pasti ada sanksinya. Kalau imbauan, enggak ada sanksi. BHR sendiri juga diatur bahwasannya mereka yang kerja bagus dan produktif dalam setahun. Nggak ngojol ya enggak dapat,” jelas Hari dilansir TribunJakarta.com, Rabu (26/3/2025).

    Sesuai ketentuan pemerintah pusat, kata Hari, bonus yang diberikan kepada driver sebesar 20 persen dari rata-rata penghasilannya dalam satu bulan.

    Oleh karena itu, besaran bonus yang diberikan akan berbeda antara pengemudi satu dengan yang lainnya.

    “Jadi masalah kecil tidaknya itu ya tergantung, kalau dia ojol males-malesan ya kecil.”

    “Kalau rajin ya kan lumayan dapat 20 persen,” ujar Hari.

    Ojol Menjerit

    Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menceritakan jerian yang dirasakan pengemudi ojol.

    Ia mengaku kecewa ada pengemudi ojol yang pendapatannya mencapai Rp 93 juta dalam setahun, tetapi hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu.

    Menurutnya, nilai BHR tersebut adalah penghinaan terhadap pengemudi ojol dan melanggar Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan.

    “Menurut kami itu diskriminasi dan penghinaan terhadap driver ojol. Mereka juga melanggar ketentuan yang sudah diterapkan di surat edaran menteri,” kata Lily ketika ditemui di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Selasa (25/3/2025).

    Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pengemudi dan Kurir Pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi salah satunya mengatur mengenai besaran BHR yang didapat driver ojol.

    Di situ disebutkan bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik, Bonus Hari Raya Keagamaan diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai dengan perhitungan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.

    Jika ada driver ojol yang menerima pendapatan Rp 93 juta per tahun, per bulan mereka mendapatkan Rp 7,7 juta. Jika mengacu pada peraturan BHR, driver ojol berhak menerima 20 persen dari itu, berarti seharusnya Rp 1,5 juta.

    Lily pun meminta pemerintah hadir menyelesaikan masalah ini. Ia berharap para aplikator bisa diberikan sanksi.

    Respons Wamenaker

    Wakil Menteri Tenaga Kerja RI (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel ikut merespons terkait polemik BHR bagi pengemudi ojol.

    Noel menyatakan, sejatinya pengemudi ojol yang menerima BHR hanya Rp50 ribu hanya pekerjaan sambilannya.

    Kata Noel, aplikator atau perusahaan ojol sudah mengkategorikan beberapa jenis driver untuk mendapatkan besaran BHR Idul Fitri.

    Termasuk perhitungan penyesuaian waktu kerjanya pengemudi ojol.

    “Banyak yang nggak aktif juga, pekerja sambilan. Kadang-kadang masuk, kadang-kadang nggak,” kata Noel saat ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI, Selasa (25/3/2025).

    Noel mengatakan, aplikator telah menerapkan sistem keadilan dalam memberikan bonus.

    “Belum setahun, cuma 3 bulan. Kan nggak adil juga bagi mereka yang kerjanya full. Kayak begitu-gitu pertimbangan itu,” jelas Noel.

    Oleh karena itu, Noel memandang penting untuk pihaknya kembali melakukan komunikasi dengan pihak aplikator.

    Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Pengemudi Ojol Menjerit BHR Sedikit, Disnaker Jakarta Akui Tak Bisa Sanksi Aplikator

    (Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz/Rizki Sandi Saputra)(TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci)

  • Ormas Bergaya Preman Peras Pabrik, Wamenaker: Harus Segera Dihentikan

    Ormas Bergaya Preman Peras Pabrik, Wamenaker: Harus Segera Dihentikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer mengatakan semua instansi mengambil langkah konkret untuk menanggulangi tindakan premanisme terhadap pabrik. Hal ini dikatakan wamenaker menanggapi adanya tindakan premanisme berupa pemerasan terhadap pabrik-pabrik jelang Idulfitri 2025.

    “Kalau masalah ini tidak segera ditanggulangi akan mengganggu penyediaan lapangan kerja. Imbauan dan definisi masalah sudah cukup, saatnya pemberantasan,” ungkap Ebenezer dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/3/2025). 

    Kemenaker akan mengundang Himpunan Kawasan Industri, Kementerian Investasi, Kementerian Perindustrian, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat (Jabar) dan Daerah Khusus Jakarta (DKJ). 

    “Kita akan rumuskan langkah konkret. Kita harapkan, dengan koordinasi Kemendagri dan Polri, semua provinsi akan mengkuti langkah bersama memberantas premanisme yang meresahkan pabrik atau perusahaan. Kita terus berkoordinasi dengan para aparat hukum untuk bisa menyelesaikan itu,” pungkas wamenaker mengenai pemerasan yang dilakukan ormas.

  • Calo Rekrutmen Kerja Merajalela? Begini Cara Menghindarinya!

    Calo Rekrutmen Kerja Merajalela? Begini Cara Menghindarinya!

    Jakarta: Pernah dengar soal pencaloan kerja? Praktik ini kerap terjadi, terutama di daerah industri besar. 
     
    Alih-alih mendapat pekerjaan dengan mudah, banyak calon pekerja justru tertipu dan kehilangan uang akibat ulah calo. 
     
    Untuk itu, pemerintah kini semakin tegas dalam memberantas praktik ini.
    Deklarasi stop percaloan
    Pemerintah bersama berbagai pihak resmi mendeklarasikan komitmen untuk menghapus praktik percaloan dalam rekrutmen tenaga kerja. 

    Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan menghadiri acara deklarasi bertajuk “Stop Percaloan: Membangun Komitmen Bersama untuk Rekrutmen Tenaga Kerja yang Adil dan Transparan” di Karawang International Industry City (KIIC), Jawa Barat.
     
    Deklarasi ini ditandatangani oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan pemerintah daerah, kepolisian, pengusaha, serikat pekerja, serta perusahaan penempatan tenaga kerja swasta (PPTKS). Ini menjadi langkah konkret dalam menciptakan sistem rekrutmen yang lebih transparan.
     

    Mengapa praktik percaloan harus dihentikan?
    Menurut Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, sistem rekrutmen yang adil adalah hak setiap pencari kerja. 
     
    Ia menekankan bahwa rekrutmen harus didasarkan pada kompetensi, bukan campur tangan pihak ketiga yang mencari keuntungan pribadi.
     
    “Kita ingin proses rekrutmen yang adil dan transparan dan tak memberatkan pekerja. Rekrutmen harus dilakukan berdasarkan kompetensi, tanpa ada intervensi pihak ketiga yang tak bertanggung jawab,” ujar Yassierli dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 Maret 2025.
     
    Lebih lanjut, ia juga menyoroti peran lembaga penyalur tenaga kerja agar beroperasi secara profesional dan tidak justru menjadi bagian dari masalah.
     
    “Jangan sampai lembaga-lembaga ini justru menjadi bagian dari masalah dengan memfasilitasi praktik percaloan,” ucap dia.
     

    Langkah konkret untuk mencegah percaloan
    Pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi untuk mencegah praktik percaloan rekrutmen tenaga kerja. Beberapa di antaranya adalah:

    1. Pengawasan ketat

    Kementerian Ketenagakerjaan akan memperkuat pengawasan terhadap proses rekrutmen tenaga kerja. Perusahaan yang terbukti terlibat dalam praktik percaloan akan ditindak sesuai aturan hukum.

    2. Sosialisasi regulasi

    Edukasi kepada pencari kerja terus dilakukan agar mereka memahami mekanisme rekrutmen yang sesuai dengan aturan.

    3. Digitalisasi rekrutmen

    Pemanfaatan teknologi dalam proses rekrutmen akan diperkuat agar lebih transparan, efisien, dan meminimalkan potensi penyalahgunaan. Menaker Yassierli menekankan bahwa digitalisasi bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah pencaloan.
     
    “Melalui pemanfaatan teknologi,  proses seleksi tenaga kerja dapat dilakukan lebih transparan, efisiensi dan meminimalkan potensi penyalahgunaan, ” kata Yassierli
     
    Jangan sampai jadi korban calo kerja! Pastikan kamu melamar pekerjaan di jalur yang benar.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Wamenaker Kantongi Data ‘Diskriminasi’ BHR Ojol, Aplikator Segera Dipanggil

    Wamenaker Kantongi Data ‘Diskriminasi’ BHR Ojol, Aplikator Segera Dipanggil

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerima pengaduan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) terkait dengan besaran Bantuan Hari Raya (BHR) yang dinilai tidak adil dan diskriminasi.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menyampaikan laporan dari SPAI akan ditindaklanjuti, karena laporan yang diberikan berbasis data bukan omongan saja.

    “Laporan kawan-kawan driver ini akan kita lanjutkan. Karena kan mereka laporannya kan berbasis data bukan berbasis hoax atau kebohongan,” kata Noel sapaan akrabnya di Kemenaker, Selasa (25/3/2025).

    Noel menuturkan, setelah ini pihaknya bakal memanggil aplikator ojek online untuk meminta klarifikasi terkait dengan besaran perhitungan BHR bagi mitra ojek online.

    Selain masalah penghitungan BHR, Noel menyebut pihaknya juga bakal meminta klarifikasi tentang kategorisasi dalam pembagian BHR ini.

    “Nah nanti kita juga mau tahu soal kategorisasi itu. Kategorisasi ini seperti apa, ya kita butuh klarifikasi dari platform digitalnya,” ujarnya.

    Hal ini, kata Noel perlu dilakukan karena saat ini terdapat mitra ojek online yang berpenghasilan diatas Rp90 juta dalam satu tahun namun mendapat BHR hanya Rp50.000.

    “Kenapa kok mereka ada yang tadi kan Rp35 juta, ada yang Rp93 juta, ada yang Rp70 juta penghasilannya mereka dalam setahun. Tapi dikasihnya (BHR) cuma Rp50.000,” ucap Noel.

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendatangi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait dengan besaran Bantuan Hari Raya (BHR).

    Ketua SPAI Lily Pujiati menyampaikan, kedatangan ini dilakukan untuk melakukan pengaduan setelah aplikator ojek online tidak memberikan BHR sesuai dengan instruksi yang dikatakan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    “Makanya kami datang ke sini untuk mengadukan ke posko pengaduan BHR ini,” kata Lily di Kemenaker, Selasa (25/3/2025).

    Lily menuturkan, dalam kedatangan dirinya ke Kemenaker, pihak SPAI membawa 800 aduan dari seluruh Indonesia terkait dengan BHR yang tidak sesuai.

    Lily merinci dari 800 laporan yang dirinya pegang, sebanyak 80% laporan merupakan aduan dari mitra ojek online yang mendapatkan BHR hanya Rp50.000.

    “Contohnya lagi, kalau yang mereka khusus yanh infal, yang hari Sabtu minggu itu mereka tidak dapat. Tidak dapat BHR itu,” ujar Lily.

  • Driver Ojol Kerja 15 Tahun THR Rp 50 Ribu, Ramai-ramai ke Kemnaker

    Driver Ojol Kerja 15 Tahun THR Rp 50 Ribu, Ramai-ramai ke Kemnaker

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) berhasil menemui para driver ojek online (ojol) yang mendatangi kantor Kemnaker dalam aksi protes terkait pembayaran Bonus Hari Raya (BHR) yang tidak sesuai aturan.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau Noel mengatakan laporan para ojol terkait masalah ini sudah diterima dan tengah ditindaklanjuti.

    “Laporan kawan-kawan driver ini akan kita lanjutkan karena kan mereka laporannya berbasis data ya, bukan berbasis hoax atau kebohongan,” kata Noel saat konferensi pers dengan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) di Kemnaker, Selasa (25/3/2025).

    Selain itu, Noel juga akan meminta penjelasan kepada aplikator terkait permasalahan ini.

    “Biar imbang, kita akan coba cek juga ke para aplikator atau platform digital terkait permasalahan ini,” ujar Noel.

    Noel pun mengaku prihatin mendengar ada driver yang mendapatkan BHR hanya sebesar Rp 50.000. Padahal ada driver yang telah bekerja cukup lama hingga 15 tahun.

    “Penghasilan mereka dalam setahun bisa Rp 90 juta, tapi dikasih BHR-ya cuma Rp 50 ribu. Kenapa ini bisa terjadi, tega banget sih,” ungkapnya lagi.

    Setelah mendengar keluhan para ojol terkait pembayaran BHR oleh para aplikator, pihaknya akan meminta klarifikasi para aplikator.

    “Kita akan minta klarifikasi ke pihak aplikator Ini, dan menanyakan kenapa nih orang mereka-mereka ini dapatnya cukup besar, tetapi kok cuman dapetnya Rp 50.000 gitu Tapi ya gak apa-apa Kita juga kan butuh penyeimbangan,” pungkasnya.

    (fab/fab)

  • Alasan Pembagian Bonus Hari Raya Rp 50.000 untuk Driver Ojol

    Alasan Pembagian Bonus Hari Raya Rp 50.000 untuk Driver Ojol

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menjelaskan alasan di balik mekanisme pembagian bonus hari raya (BHR) sebesar Rp 50.00 kepada mitra driver ojek online (ojol). Pemberian BHR ini didasarkan pada tingkat keaktifan driver dalam mengambil orderan.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer mengatakan, dalam sistem aplikator ojek online terdapat lima kategori driver. Mereka yang hanya menerima BHR sebesar Rp 50.000 umumnya termasuk dalam kategori empat dan lima, yang berarti mereka bekerja sebagai driver ojol secara part time atau sekadar menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan.

    Menurut Noel, sebenarnya driver dalam kategori tersebut tidak berhak menerima BHR berdasarkan aturan perusahaan. Namun, aplikator tetap memberikan bonus sebagai bentuk pertimbangan moral.

    “Jadi, mereka sebenarnya tidak masuk dalam perhitungan penerima BHR, tetapi pihak aplikator tetap memberikan sebagai bentuk apresiasi,” ujarnya di Kantor Kemnaker, Jakarta, Selasa (25/3/2025).

    Meski begitu, Kemnaker tetap membuka ruang diskusi dengan para mitra driver terkait kebijakan bonus hari raya driver ojol.

    Kemnaker juga telah membuka posko tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja yang ingin mengajukan keluhan terkait pemberian THR maupun BHR.

    “Kami akan terus memantau dan mengecek data para driver ojol yang menerima BHR Rp 50.000 untuk memastikan kesesuaian dengan data platform digital,” tegas Noel terkait bonus hari raya driver ojol.