Tag: Ikhsan Yosarie

  • UU TNI Digugat Lagi ke MK, Apa yang Dipersoalkan?

    UU TNI Digugat Lagi ke MK, Apa yang Dipersoalkan?

    UU TNI Digugat Lagi ke MK, Apa yang Dipersoalkan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) digugat secara materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK).
    Gugatan bernomor 197/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh sejumlah lembaga dan koalisi masyarakat sipil, antara lain Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK Jakarta.
    Bukan hanya itu, sebanyak tiga warta sipil turut mengajukan gugatan ke MK.
    Mereka adalah Ikhsan Yosarie, Mochamad Adli Wafi, dan Muhammad Kevin Setio Haryanto.
    Dalam permohonan, ada beberapa pasal yang digugat.
    Pertama, Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan angka 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
    TNI
    .
    Pasal ini mengatur tugas TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), termasuk membantu pemerintah di daerah, menangani bencana, pengamanan wilayah, hingga tugas baru terkait keamanan siber dan perlindungan warga negara di luar negeri.
    Angka 9 termaktub, tugas membantu pemerintahan di daerah, misalnya stabilisasi wilayah dan dukungan administrasi dalam kondisi tertentu.
    Angka 15 disebutkan salah satu tugas baru hasil perubahan UU?3/2025, yaitu membantu menanggulangi ancaman siber atau melindungi warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri.
    Para pemohon menyoroti sejumlah
    tugas dan kewenangan TNI
    untuk melakukan operasi militer selain dalam keadaan perang, yaitu (9) membantu tugas pemerintahan di daerah dan (10) membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber.
    Selain itu, para pemohon juga mengajukan gugatan terhadap Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
    Pasal ini mengatur tentang Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10.
    Para pemohon juga menggugat Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
    Pasal ini berbunyi prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/ atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
    Selain itu, para pemohon juga menggugat Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, dan e Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mengatur batas usia pensiun prajurit.
    Adapun Pasal 53 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengatur bahwa batas usia pensiun perwira tinggi bintang empat paling tinggi 63 tahun, yang dapat diperpanjang maksimal dua kali sesuai kebutuhan melalui Keputusan Presiden.
    Selain itu, Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan: ayat (1) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan; ayat (2) selama undang-undang Peradilan Militer yang baru belum dibentuk, ketentuan tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
    Markas Besar (Mabes) Tengah Nasional Indonesia (TNI) menghormati langkah hukum Koalisi Masyarakat Sipil yang kembali menggugat beberapa pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI ke ke
    Mahkamah Konstitusi
    (MK).
    “TNI menghormati langkah hukum yang ditempuh Koalisi Masyarakat Sipil melalui Mahkamah Konstitusi,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Mayor Jenderal (Mar) Freddy Ardianzah, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/11/2025).
    Kendati demikian, TNI menilai upaya tersebut justru mencerminkan ketidakpahaman terhadap hakikat, fungsi, dan peran TNI sebagaimana diatur dalam konstitusi serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004.
    “Pasal-pasal yang mereka persoalkan justru merupakan fondasi penting agar TNI dapat menjalankan tugas-tugas pertahanan secara profesional dan terkendali di bawah otoritas sipil yang sah,” tegas dia.
    Freddy meyakini bahwa TNI selalu berada dalam koridor konstitusi karena setiap langkah dan kebijakan dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku.
    Menurut dia, pelaksanaan operasi militer selain perang pun diatur secara rinci untuk memastikan keterlibatan TNI hanya didasarkan pada kepentingan nasional, bukan kepentingan politik atau kelompok tertentu.
    “TNI akan tetap fokus pada tugas pokoknya menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa, tanpa terpengaruh oleh dinamika yang justru dapat melemahkan fondasi pertahanan nasional,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Koalisi Sipil Gugat UU TNI, Ini Empat Poin yang Berpolemik

    Koalisi Sipil Gugat UU TNI, Ini Empat Poin yang Berpolemik

    Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi masyarakat sipil di Indonesia kompak menggugat UU Tentara Negara Indonesia (TNI), karena berpotensi melemahkan hak asasi manusia.

    Kelompok masyarakat menilai bahwa peran ganda yang dimiliki militer, bahkan bisa masuk ke ranah teknologi, hingga keamanan teknologi dan keamanan siber, membahayakan kebebasan berpendapatan, terutama ketika ada masyarakat yang menyampaikan pendapatnya di media sosial. Kondisi ini juga bisa menimbulkan pemerintahan yang antikritik dan pelanggaran HAM dalam menyampaikan pendapat.

    Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara permohonan uji materiil Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Selasa (04/11/2025) siang, bersama perwakilan masyarakat sipil.

    Permohonan perkara yang diajukan oleh Mochamad Adli Wafi melalui Kuasa Hukum Daniel Winarta, dengan nomor perkara 197/PUU-XXIII/2025 memperkarakan UU TNI terbaru karena dinilai tidak sesuai dengan Konstitusi UUD 1945, serta berpotensi melemahkan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), dan semangat reformasi di bidang keamanan. 

    Menurut pemohon, UU TNI yang menjadi isu hangat di awal tahun 2025 dinilai bermasalah pada empat aspek utama, yakni tugas pokok TNI, hubungan sipil-militer, usia pensiun perwira tinggi TNI, dan akuntabilitas pelanggaran hukum yang melibatkan anggota TNI.  

    Sidang terbuka yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan didampingi Ridwan Mansyur beserta Arsul Sani turut dihadiri oleh para prinsipal Annisa Yuda dari Perkumpulan Imparsial, Bayu Wardana dari Aliansi Jurnalis Indonesia, Mochamad Adli Wafi, dan Ikhsan Yosarie.

    Empat Pokok Perkara dalam UU TNI terbaru:

    1. Keterlibatan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

    Para pemohon menilai, dalam UU TNI terbaru mengatur TNI dalam operasi militer selain perang, khususnya membantu tugas pemerintah di daerah dan menanggulangi ancaman siber dinilai bertentangan dengan UUD 1945. 

    Aturan tersebut akan membuka TNI semakin terlibat dalam ranah keamanan sipil, seperti urusan teknis keamanan siber, dan penanganan konflik sosial seperti pemogokan dan konflik komunal yang bersimpangan dengan aturan konflik sosial dalam UU Nomor 7 Tahun 2012. Di sini, pemogokan adalah salah satu kebebasan ekspresi yang dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28E. Sedangkan konflik komunal yang terdapat dalam UU TNI terbaru dinilai pemohon tidak memiliki batasan yang jelas. Konflik sosial yang diatur dalam UU 7/2012 mengatur bantuan TNI hanya bisa dilakukan berdasarkan pengajuan dari Pemda ke Presiden.

    2. Pelanggaran Prinsip Check and Balance dari DPR RI

    UU TNI yang terbaru dinilai pemohon akan melanggar prinsip check and balance antara eksekutif (Presiden) sebagai penguasa tertinggi TNI, dan legislatif (DPR) sebagai pengontrol pembuatan kebijakan. UU TNI yang baru disebut dapat menghilangkan kontrol DPR dalam pelaksanaan OMSP, yang melanggar UUD 1945 pasal 10 dan 11.

    3. Keterlibatan Prajurit Aktif di Lembaga Sipil

    Sidang ini mempersoalkan UU TNI terbaru yang membolehkan prajurit aktif untuk menduduki jabatan Sekretariatan Presiden, Kejaksaan RI, dan BNN. Ketiga jabatan tersebut berpotensi membuka kembali Dwifungsi ABRI dan menyimpang dari fungsi pertahanan negara. Terlebih, Kejaksaan diatur sebagai lembaga penegak hukum sipil yang tidak bisa diintervensi militer. Keterlibatan TNI dalam Kejaksaaan akan mengancam independensi Kejaksaan dan supremasi sipil.

    4. Penambahan Usia Pensiun Perwira Tinggi

    UU TNI yang terbaru dinilai para pemohon akan membuat diskriminasi terhadap perwira pertama dan menengah karena menyempitkan peluang jabatan strategis. Hal ini berlawanan dengan UUD 1945 pasal 27(1) dan 28D(3) yang menjunjung kesetaraan dalam hukum dan pemerintahan serta kesempatan yang sama dalam pemerintahan atau militer.

    Dalam persidangan ini, para hakim memberikan tanggapan kepada para pemohon berupa nasehat perbaikan untuk membangun kembali tuntutan yang lebih rinci dan lebih kuat argumentasinya dalam berkas permohonan.

    Hakim Saldi Isra, menyampaikan perihal yang kurang dielaborasikan. Salah satunya adalah bagian apa saja dalam undang-undang yang menyimpang dari semangat reformasi. Beliau juga menambahkan penjelasan berupa perbandingan karakteristik TNI dengan tentara negara-negara lain.

    Selain itu, majelis hakim menilai petitum permohonan, yaitu harapan para pemohon, turut mendapatkan komentar dari para hakim. Para hakim meminta untuk beberapa petitum digabungkan, dan ditambahkan beberapa berita negara yang relevan.

    Para hakim juga memperhatikan legal standing para pemohon yang dinilai belum cukup kuat. Legal standing para pemohon masih kurang tersambung, yaitu antara pasal-pasal yang ingin diuji dengan kejadian inkonstitusional, karena membuat permohonan menjadi kurang jelas. (Stefanus Bintang)

  • Mayor Teddy Indra Wijaya Naik Pangkat Jadi Letkol: Apa Alasannya? – Halaman all

    Mayor Teddy Indra Wijaya Naik Pangkat Jadi Letkol: Apa Alasannya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Mayor Teddy Indra Wijaya, Sekretaris Kabinet (Seskab), baru-baru ini resmi naik pangkat menjadi Letnan Kolonel (Letkol) setelah mendapatkan penghargaan dari Markas Besar TNI (Mabes TNI).

    Hal ini disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak dalam sebuah konferensi pers.

    Maruli menjelaskan bahwa kenaikan pangkat Teddy didasarkan pada penghargaan yang diterimanya dari Mabes TNI.

    “Sebaiknya tanya langsung ke Mabes TNI,” ungkap Maruli saat ditanya lebih lanjut mengenai alasan di balik keputusan tersebut, dalam wawancara dengan Kompas.com pada Sabtu, 8 Maret 2025.

    Kenaikan pangkat Teddy juga telah dibenarkan oleh Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana.

    Menurutnya, proses kenaikan pangkat ini telah sesuai dengan aturan dan administrasi yang berlaku di TNI.

    “Itu sudah sesuai ketentuan yang berlaku di TNI dan dasar perundang-undangan Perpres,” jelas Wahyu pada Kamis, 6 Maret 2025.

    Kritikan Terhadap Kenaikan Pangkat

    Meski demikian, keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk SETARA Institute dan pensiunan Perwira Tinggi TNI AD, TB Hasanudin.

    Peneliti senior SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, meminta TNI untuk transparan mengenai kenaikan pangkat Teddy.

    Ia khawatir bahwa keputusan ini berpotensi dipengaruhi oleh unsur politik, mengingat Teddy saat ini menjabat di posisi sipil, bukan dinas kemiliteran.

    “Penjelasan ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kenaikan pangkat ini tidak diwarnai unsur politik dan kekuasaan,” ujar Ikhsan.

    Ia juga menekankan pentingnya transparansi untuk mengurangi kecemburuan di antara perwira menengah TNI.

    Senada dengan itu, TB Hasanudin meragukan keabsahan kenaikan pangkat Teddy.

    Ia menyoroti istilah “Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan” yang baru pertama kali didengarnya. “Kenaikan pangkat untuk Mayor Teddy sepertinya tidak sesuai dengan aturan yang biasa,” ungkapnya pada Jumat, 7 Maret 2025.

    Tudingan Politisasi Kenaikan Pangkat

    Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, juga menilai bahwa kenaikan pangkat Teddy lebih bersifat politis.

    Ia mengeklaim bahwa Teddy tidak pernah melaksanakan tugas sebagai prajurit TNI di lapangan dan justru melanggar netralitas TNI saat Pilpres 2024 dengan menggunakan atribut pasangan calon tertentu.

    “Jangan salahkan apabila publik menilai bahwa kenaikan pangkat Mayor Teddy bukanlah berdasarkan prestasi, tetapi cenderung berdasarkan politis,” tegas Ardi.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Setara: Demi Transparansi TNI, Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Jadi Letkol Harus Dijelaskan ke Publik – Halaman all

    Setara: Demi Transparansi TNI, Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Jadi Letkol Harus Dijelaskan ke Publik – Halaman all

    Setara: Demi Transparansi TNI, Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Harus Dijelaskan kepada Publik

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kenaikan pangkat satu tingkat Seskab Teddy Indra Wijaya dari mayor menjadi letnan kolonel (letkol) mendapatkan kritikan, salah satunya dari SETARA Institute.

    Peneliti senior SETARA Institute Ikhsan Yosarie memahami bahwa kenaikan pangkat bagi prajurit TNI sangat wajar.

    “Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) PP No. 39 tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI,” kata Ikhsan dalam keterangannya, Sabtu (8/3/2025).

    Namun, Ikhsan mencatat terdapat ketentuan yang eksplisit dalam pasal a quo, yakni berdasarkan prestasinya sesuai dengan pola karier yang berlaku dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. 

    “Dalam konteks ini, kenaikan pangkat dari mayor ke letkol yang dialami Teddy Indra Wijaya perlu dijelaskan kepada publik. Penjelasan ini sangat diperlukan bukan hanya sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi tata kelola di TNI, tetapi juga untuk memastikan bahwa kenaikan pangkat ini tidak diwarnai unsur politik dan kekuasaannya, mengingay Teddy Indra Wijaya ini tengah berada di jabatan sipil, bukan dinas kemiliteran. Sehingga berbagai unsur kenaikan pangkat ini tentu berpotensi minim unsur kemiliterannya,” kata dia.

    Ikhsan mengatakan keterbukaan TNI atas kenaikan jabatan Letkol Teddy juga dinilai perlu dilakukan mengurangi adanya kecemburuan di tengah para perwira menengah (pamen) TNI. 

    “Sebab kenaikan pangkat yang dipermudah karena dekat dengan kekuasaan, tentu akan berdampak negatif terhadap pamen lainnya yang selama ini lebih akrab dengan medan lapangan atau hal-hal berbasis kemiliteran lainnya,” kata dia.

    Ikhsan juga mempertanyakan kenaikan pangkat Seskab Teddy dalam segi masa dinas perwira. 

    Berdasarkan Perpang Nomor 40/2018 Pasal 13 huruf c, terdapat sejumlah rentang waktu kenaikan pangkat dari mayor ke letkol mulai dari 18-25 tahun, sesuai pendidikan yang dijalani.

    “Kondisi ini perlu dijelaskan TNI kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan merit system, tetapi politik dan kekuasaan,” ucapnya.

    Selanjutnya, dalam PP Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI juga dijelaskan Pasal 27 ayat (1) bahwa kenaikan pangkat terdiri atas reguler dan khusus. 

    Pada ayat (2) dijelaskan bahwa kenaikan pangkat khusus terdiri atas kenaikan pangkat luar biasa dan kenaikan pangkat penghargaan.

    “Beragamnya jenis kenaikan pangkat ini semakin menegaskan diperlukannya transparansi dan akuntabilitas institusi TNI, untuk memastikan merit system dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kenaikan pangkat di internalnya,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya Markas Besar TNI Angkatan Darat mengonfirmasi foto salinan dokumen yang beredar di kalangan wartawan terkait kenaikan pangkat satu tingkat Sekretaris Kabinet Mayor Inf Teddy Indra Wijaya menjadi Letnan Kolonel (Letkol) Inf pada Kamis (6/3/2025).

    Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan informasi yang beredar tersebut benar adanya.

    “Saya sampaikan kepada rekan-rekan media, bahwa informasi tersebut memang betul ya,” kata Wahyu saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (6/3/2025).

    “Dan itu sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di TNI dan dasar perundang – undangan (Perpres), secara administrasi juga semua sudah dipenuhi,” lanjut dia.

    Dokumen Beredar

    Sebelumnya beredar salinan surat perintah dengan Kop dan Logo Markas Besar TNI Angkatan Darat nomor Sprin/674/II/2025 yang menyatakan kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet Mayor Inf Teddy Indra Wijaya satu tingkat menjadi Letnan Kolonel pada Kamis (6/3/2025).

     

    Foto salinan surat yang beredar di kalangan wartawan tersebut menyebutkan satu poin di bagian Menimbang.

     

    “bahwa untuk kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP) dari Mayor ke Letkol, perlu dikeluarkan surat perintah,” dikutip dari salinan surat bereda tersebut pada Kamis (6/3/2025).

     

    Pada bagian Dasar di foto salinan dokumen tersebut terdapat enam poin yang tertulis:

     

    1. Peraturan Panglima TNI Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penggunaan Prajurit Tentara Nasional Indonesia;

     

    2. Peraturan Panglima TNI Nomor 87 Tahun 2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Panglima TNI  Nomor 50 Tahun 2015 tentang Kepangkatan Tentara Nasiona Indonesia;

     

    3. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/238/II/2025 tanggal 25 Februari 2025 tentang Penetapan Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP) dari Mayor ke Letkol a.n. Mayor Inf Teddy Indra Wijaya, S.ST. Han., M.Si NRP 11110010020489, Sekretaris Kabinet RI;

     

    4. Peraturan Kasad Nomor 21 Tahun 2019 tentang Kepangkatan Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat;

     

    5. Keputusan Kasad Nomor Kep/462/VIII/2021 tanggal 4 Agustus 2021 tentang Petunjuk Teknis Pembinaan Karier Perwira TNI AD; dan 

     

    6. Pertimbangan Pimpinan Angkatan Darat.

     

    “Seterimanya surat perintah ini, segera menggunakan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari Mayor ke Letkol terhitung mulai 25 Februari 2025,” dikutip dari salinan dokumen tersebut.

  • Kenaikan Pangkat Mayor Teddy Menjadi Letkol Dipertanyakan, TNI Diminta Beri Penjelasan Terbuka – Halaman all

    Kenaikan Pangkat Mayor Teddy Menjadi Letkol Dipertanyakan, TNI Diminta Beri Penjelasan Terbuka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setara Institute menilai kenaikan pangkat bagi prajurit TNI, pada dasarnya, merupakan hal yang wajar dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

    Peneliti Senior Setara Institute Ikhsan Yosarie menjelaskan, berdasarkan Pasal 26 ayat (1) PP No. 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI, setiap prajurit memiliki kesempatan untuk mendapatkan kenaikan pangkat berdasarkan prestasi yang dicapai, sesuai dengan pola karier yang berlaku, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.

     “Namun, meskipun hal tersebut merupakan bagian dari regulasi yang ada, proses kenaikan pangkat tetap perlu mendapat perhatian publik, terutama jika terdapat kondisi yang menimbulkan keraguan,” kata Ikhsan dikutip dari keterangan yang diterima, Sabtu (8/3/2025).

    Menurutnya, contoh kasus yang belakangan menjadi sorotan adalah kenaikan pangkat Mayor Teddy Indra Wijaya menjadi Letnan Kolonel (Letkol).

    “Proses kenaikan pangkat ini memunculkan sejumlah pertanyaan, mengingat saat ini Teddy Indra Wijaya menjabat di bidang sipil, bukan di dinas kemiliteran,” ujarnya.

    Ikhsan mengatakan, dengan adanya faktor non-kemiliteran, banyak pihak merasa penting untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai latar belakang kenaikan pangkat tersebut, apakah terdapat unsur politik atau kekuasaan tertentu yang memengaruhi keputusan tersebut.

    “TNI diminta untuk memberikan penjelasan yang transparan mengenai proses kenaikan pangkat Mayor Teddy Indra Wijaya agar publik dapat memahaminya dengan lebih jelas,” katanya.

    Penjelasan terbuka ini juga diharapkan dapat meminimalisir potensi kecemburuan di kalangan perwira menengah (Pamen) TNI lainnya, yang mungkin merasa lebih berfokus pada tugas lapangan dan aspek kemiliteran, namun merasa bahwa kenaikan pangkat lebih mudah diperoleh karena kedekatan dengan kekuasaan.

    Dia menjelaskan, aspek yang juga patut menjadi perhatian adalah masa dinas prajurit tersebut.

    Berdasarkan Perpang No. 40/2018, pada Pasal 13 huruf c, kenaikan pangkat dari Mayor ke Letkol umumnya membutuhkan waktu antara 18 hingga 25 tahun, tergantung pada pendidikan yang dijalani. 

    “Jika kenaikan pangkat ini terjadi dalam waktu yang jauh lebih singkat, maka hal tersebut dapat menimbulkan pertanyaan besar mengenai kesesuaian dengan regulasi yang ada. Oleh karena itu, TNI diharapkan dapat memberikan penjelasan terkait masa dinas dan proses pendidikan yang dilalui oleh Teddy Indra Wijaya,” ujarnya.

    Ikhsan juga menilai penting juga untuk memahami jenis-jenis kenaikan pangkat yang ada dalam regulasi, yakni kenaikan pangkat reguler dan kenaikan pangkat khusus.

    Kenaikan pangkat khusus ini dapat dibagi lagi menjadi kenaikan pangkat luar biasa dan kenaikan pangkat penghargaan.

    “Penjelasan mengenai jenis kenaikan pangkat yang diterima oleh Teddy Indra Wijaya menjadi sangat penting agar publik dapat menilai apakah keputusan tersebut sesuai dengan mekanisme yang berlaku, dan untuk menghindari spekulasi terkait dengan adanya kepentingan lain di luar regulasi yang sah,” ungkapnya.

    Dirinya berharap TNI perlu memastikan bahwa proses kenaikan pangkat prajurit dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.

    “Penjelasan yang terbuka tidak hanya akan menjaga kepercayaan publik, tetapi juga memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan integritas dan profesionalisme dalam institusi militer,” katanya.

    Respons TNI AD

    Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI Angkatan Darat (AD) Brigjen Wahyu Yudhayana menyebutkan bahwa alasan utama kenaikan pangkat Mayor Teddy Indra Wijaya tidak perlu diungkapkan kepada publik.

    Mayor Teddy naik pangkat satu tingkat menjadi Letnan Kolonel (Letkol) Infanteri.

    Dalam hal ini, Wahyu menegaskan sudah banyak pertimbangan dari pimpinan mengenai kenaikan pangkat tersebut.

    Wahyu juga mengatakan kenaikan pangkat Mayor Teddy ini sudah sesuai dengan ketentuan TNI.

    Karena itu, menurutnya, alasan kenaikan pangkat itu tidak perlu dibeberkan ke publik dan cukup di internal saja.

    “Ya, pertimbangan pimpinan kan kita enggak harus kasih tahu kan. Pimpinan itu kan punya pertimbangan karena suatu prestasi, kinerja, atau pertimbangan pimpinan lain. Banyak pertimbangannya. Yang juga mungkin tidak perlu kita sampaikan (menjadi) konsumsi publik.”

    “Yang jelas pasti ada pertimbangannya dan sesuai ketentuan, kan gitu. Internal di kita,” ujar Wahyu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/3/2025).

    Mayor Teddy menerima kenaikan pangkat itu lewat Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP).

    Hal tersebut tercantum dalam salinan surat perintah dengan Kop dan Logo Markas Besar TNI Angkatan Darat nomor Sprin/674/II/2025 yang menyatakan kenaikan pangkat Mayor Teddy, pada Kamis (6/3/2025).

    Tentang dengan ini, Wahyu mengatakan bahwa KPRP yang diterima Mayor Teddy itu bukanlah hal yang baru di TNI.

    “Ya, beda (dengan kenaikan pangkat luar biasa), itu kan ada aturannya, di kita ada aturannya semua, KPLB apa, kenaikan pangkat reguler percepatan itu juga apa, juga semua di ketentuan militer ada. Dan itu sudah berlaku lama,” tuturnya.

    “Ya ada, ada. Kan kita enggak melakukan sesuatu hal yang baru. Itu sudah ada ketentuannya diatur dalam peraturan TNI itu sudah ada,” sambung Wahyu.

    Mayor Teddy merupakan perwira TNI Angkatan Darat yang ditugaskan menjadi Sekretaris Kabinet (Seskab) pada Kabinet Merah Putih.

    Sebelumnya, dia merupakan ajudan Presiden Prabowo Subianto saat masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan pernah menjadi asisten ajudan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    Purnawirawan TNI Pertanyakan Kenaikan Pangkat Mayor Teddy

    Sementara itu, purnawirawan perwira tinggi (pati) TNI Angkatan Darat (AD) sekaligus anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn.), T.B. Hasanuddin, mempertanyakan kenaikan pangkat Mayor Teddy.

    Hasanuddin menyebut kenaikan pangkat militer itu tidak seperti aturan biasanya.

    Menurutnya, kenaikan pangkat militer pada umumnya dilakukan dua periode dalam satu tahun.

    Kenaikan itu pada tanggal 1 April dan 1 Oktober, kecuali untuk para perwira tinggi TNI dapat dinaikkan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. 

    Sementara itu, Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) biasanya diberikan kepada para prajurit yang berprestasi dan menunjukan keberanian yang luar biasa di medan pertempuran. 

    “Kenaikan pangkat untuk Mayor Teddy menjadi Letkol itu, sepertinya tidak sesuai dengan aturan yang biasa,” kata Hasanuddin kepada wartawan, Jumat.

    Hasanuddin juga mengatakan baru kali ini dia mendengar istilah KPRP tersebut.

    Dia pun mempertanyakan apakah kenaikan pangkat reguler percepatan ini hanya berlaku kepada Mayor Teddy saja atau berlaku untuk seluruh prajurit TNI juga.

    “Lalu kenaikan pangkat reguler percepatan ini hanya berlaku kepada Mayor Teddy atau berlaku kepada seluruh prajurit?” ujarnya.

    Tentang hal ini, Hasanuddin menegaskan pentingnya keterbukaan kepada masyarakat mengenai proses pengangkatan dan kenaikan pangkat di lingkungan TNI supaya tidak menimbulkan tanda tanya di lingkungan masyarakat.

    6 Pertimbangan Kenaikan Pangkat Mayor Teddy

    Berikut enam poin pertimbangan kenaikan pangkat Mayor Teddy yang tertulis pada salinan surat perintah dengan Kop dan Logo Markas Besar TNI Angkatan Darat nomor Sprin/674/II/2025.

    1. Peraturan Panglima TNI Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penggunaan Prajurit Tentara Nasional Indonesia.

    2. Peraturan Panglima TNI Nomor 87 Tahun 2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Panglima TNI  Nomor 50 Tahun 2015 tentang Kepangkatan Tentara Nasional Indonesia.

    3. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/238/II/2025 tanggal 25 Februari 2025 tentang Penetapan Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP) dari Mayor ke Letkol a.n. Mayor Inf Teddy Indra Wijaya, S.ST. Han., M.Si NRP 11110010020489, Sekretaris Kabinet RI.

    4. Peraturan Kasad Nomor 21 Tahun 2019 tentang Kepangkatan Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

    5. Keputusan Kasad Nomor Kep/462/VIII/2021 tanggal 4 Agustus 2021 tentang Petunjuk Teknis Pembinaan Karier Perwira TNI AD; dan 

    6. Pertimbangan Pimpinan Angkatan Darat.

    “Seterimanya surat perintah ini, segera menggunakan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari Mayor ke Letkol terhitung mulai 25 Februari 2025,” dikutip dari salinan dokumen tersebut.