Tag: Igun Wicaksono

  • Asosiasi Ojol Minta Potongan Komisi 10%, Begini Respons Maxim

    Asosiasi Ojol Minta Potongan Komisi 10%, Begini Respons Maxim

    Bisnis.com, JAKARTA — Maxim Indonesia merespons usulan sejumlah asosiasi pengemudi ojek online (ojol) untuk membatasi potongan komisi aplikasi maksimal sebesar 10%. 

    Government Relation Specialist Maxim Indonesia, Muhammad Rafi Assagaf mengatakan pihaknya menolak penurunan komisi aplikasi hingga 10%. Pasalnya hal tersebut menurutnya dapat menimbulkan konsekuensi lain, seperti meningkatnya biaya perjalanan dan potensi penurunan akses layanan bagi masyarakat.

    “Mengenai tuntutan pengemudi untuk menurunkan komisi aplikasi 10%, dapat kami sampaikan bahwa Maxim tidak sejalan terhadap usulan untuk menurunkan komisi aplikasi di bawah standar yang telah ditetapkan karena penurunan komisi aplikasi dapat menyebabkan kenaikan biaya perjalanan karena pengoperasian secara fungsional dan penyediaan layanan yang tersedia menjadi semakin sulit,” kata Rafi dalam keterangan resmi dikutip Kamis (3/7/2025).

    Dia juga mengingatkan potensi penyempitan layanan dan penurunan permintaan akan membuat pengemudi kehilangan kesempatan kerja. Rafi menambahkan keputusan terkait tarif dan komisi harus melibatkan diskusi bersama seluruh pihak, baik pelanggan, mitra pengemudi, maupun aplikator, dengan mengedepankan kajian yang mendalam.

    Dia pun menekankan pihaknya mendukung keseimbangan dan motivasi yang akan membantu mitra untuk membuat pesanan dengan sukses.

    “Ini adalah ide utama yang didukung Maxim. Keputusan dalam menentukan tarif, biaya komisi, dan sebagainya, hendaknya didasarkan pada kajian yang mendalam, serta mempertimbangkan dan berdiskusi dengan semua pihak, mulai dari pelanggan, mitra pengemudi, dan aplikator,” katanya.

    Rafi menyebut Maxim telah menerapkan komisi aplikasi sesuai dengan ketentuan Keputusan Kementerian Perhubungan No. 1001 Tahun 2022, dengan kisaran 5% hingga 15% tergantung jenis layanan dan wilayah.

    Untuk layanan Maxim Bike, komisi aplikasi adalah sebesar 9%–15% dan untuk Maxim Car, komisi aplikasi adalah sebesar 8%–15%. 

    “Pengemudi Maxim juga bisa mendapatkan komisi yang lebih rendah dengan bekerja secara aktif dengan rating yang baik dan dengan memberikan stiker khusus pada mobil mereka,” katanya.

    Maxim juga memiliki program motivasi untuk mitra pengemudi yang memungkinkan mereka mendapatkan potongan lebih rendah berdasarkan performa kerja. Pihaknya menghormati mitra pengemudi dan menciptakan kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan utama maupun penghasilan tambahan. 

    “Untuk memberikan kemudahan bagi pengemudi, Maxim juga memiliki ‘motivation program for drivers’ yang merupakan program khusus yang memungkinkan pengemudi mendapatkan potongan aplikasi yang lebih rendah berdasarkan aktivitas dan performa mereka,” tuturnya.

    Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menilai kebijakan komisi saat ini belum berpihak kepada pengemudi. 

    Garda mengajukan tuntutan pembatasan potongan maksimal hanya 10% dan menolak adanya kenaikan tarif tanpa melibatkan mitra pengemudi dalam proses kajian.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dihubungi Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Igun mengatakan sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja. Hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara.  Garda mengajukan lima tuntutan, yakni pembentukan UU atau Perppu Transportasi Online, pembatasan potongan aplikasi maksimal 10%, diskresi tarif layanan barang dan makanan, audit investigatif terhadap pelanggaran potongan, serta penghapusan skema kerja eksploitatif. 

    Garda mengancam akan menggelar aksi mematikan aplikasi oleh 500.000 pengemudi secara serentak pada 21 Juli 2025 jika tidak ada respons.

    Senada, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menyatakan bahwa potongan platform masih terlalu tinggi dan melebihi batas maksimal yang ditetapkan pemerintah.

    “Potongan platform saat ini tidak mengikuti aturan maksimal 20% yang telah ditentukan pemerintah untuk layanan angkutan penumpang roda dua,” katanya.

    Lily juga menyoroti ketimpangan dalam pembagian pendapatan layanan pengantaran makanan dan barang.

    “Pengemudi hanya menerima Rp5.200 dari biaya Rp18.000 yang dibayarkan pelanggan, belum termasuk beban operasional lainnya,” ujar Lily. 

    SPAI mendesak agar potongan platform dihapus atau setidaknya diturunkan ke 10%, serta mendorong pemberlakuan sistem upah berdasarkan UMP. Mereka juga meminta pengakuan terhadap pengemudi sebagai “pekerja platform”, bukan sekadar mitra, sesuai hasil forum International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa.

    Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah mengkaji rencana kenaikan tarif ojek online berdasarkan pembagian zona wilayah. 

    Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan menyebut kajian telah dilakukan untuk menentukan besaran kenaikan tarif di masing-masing zona.

    “Sudah kami buat, kami kaji sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Bervariasi kenaikan tersebut, ada [yang naik] 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan ada 3, Zona 1, 2, dan 3,” kata Aan dalam rapat bersama Komisi V DPR RI, Senin (30/6/2025).

  • Ini Dampak Buruk Andai Tarif Ojol Naik 8-15 Persen di Indonesia

    Ini Dampak Buruk Andai Tarif Ojol Naik 8-15 Persen di Indonesia

    Jakarta

    Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia mengungkap dampak buruk seandainya tarif jasa benar-benar naik 8-15 persen. Menurut mereka, akan ada inflasi besar-besaran dan penurunan minat konsumen menggunakan jasa ‘pasukan hijau’.

    Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono menegaskan, pihaknya menolak keras rencana kenaikan ojol yang digaungkan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dia berharap, rencana tersebut tak benar-benar direalisasikan.

    “Berdasarkan pernyataan dari Wamenhub bahwa Kementerian Perhubungan RI akan menaikkan tarif penumpang (ride hailing) ojol mulai 8% sampai 15% sesuai zona wilayah yang tercantum dalam Permenhub PM Nomor 12 tahun 2019,” ujar Igun kepada detikOto, dikutip Rabu (2/7).

    “Sebaiknya itu dikaji lebih mendetail lebih dahulu sebelum memberikan keputusan konkret karena pastinya akan berdampak pada para pengemudi maupun kepada para pelanggan dan merchant UMKM yang masuk pada ekosistem transportasi online ini,” tambahnya.

    Driver ojol Grab di Tendean, Jakarta Selatan. Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Selain itu, seperti yang telah disampaikan di awal, keputusan menaikkan tarif ojol juga akan berdampak ke inflasi di sektor transportasi. Bahkan, dampaknya bisa ke mana-mana jika tetap dibiarkan.

    “Jika tarif penumpang yang akan diputuskan naik terlebih dahulu maka dampak signifikan akan sangat dirasakan pelanggan dan pastinya juga akan terjadi efek domino, dampak ekonomi dan inflasi khususnya pada transportasi dan UMKM,” ungkapnya.

    Berkaca dari kenyataan tersebut, Igun menolak keras rencana pemerintah menaikkan tarif ojol di Indonesia.

    “Kami menolak adanya kenaikan tarif, kenaikan tarif seharusnya melibatkan seluruh pihak yang ada pada ekosistem transportasi online agar mendapatkan suatu keputusan yang berkeadilan bagi semua pihak,” tuturnya.

    “Harus dibuka ruang kajian terbuka dan survei sampling apabila terjadi kenaikan tarif sehingga akan menghasilkan prosentase kenaikan yang tepat tidak memberatkan salah satu pihak khususnya pelanggan pengguna jasa penumpang ojek online ride hailing,” kata dia menambahkan.

    Ojol Foto: Agung Pambudhy

    Sebelumnya, rencana pemerintah menaikkan tarif ojol disampaikan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan pada rapat bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta. Menurutnya, rencana tersebut sudah masuk babak final.

    “Kami sudah melakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif, terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan. (Besarannya) bervariasi, kenaikan yang disebut ada 15 persen, ada 8 persen tergantung dari zona yang kami tentukan,” kata Aan.

    Sebagai catatan, tarif ojol saat ini masih merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 564/2022. Tarif layanan tersebut ditentukan berdasarkan tiga zona.

    Zona I meliputi Sumatra, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali. Tarif di zona ini Rp 1.850 hingga Rp 2.300 per kilometer.

    Zona II meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Tarif di zona ini Rp 2.600 hingga Rp 2.700 per kilometer.

    Zona III meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua dengan tarif Rp 2.100 hingga Rp 2.600 per kilometer.

    (sfn/din)

  • Grab Pastikan Biaya Komisi Platfrom Tak Lebih dari 20%

    Grab Pastikan Biaya Komisi Platfrom Tak Lebih dari 20%

    Bisnis.com, JAKARTA — Grab Indonesia memastikan pihaknya tidak pernah mengenakan komisi lebih dari 20% pada platformnya kepada mitra pengemudi atau ojek online (ojol). 

    Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi.

    Dia bilang Grab membutuhkan struktur komisi seperti saat ini untuk mempertahankan kualitas layanan, keamanan, dan dukungan yang menjadi ‘jiwa’ platform sejak awal. 

    “Komisi ini bukan angka semata, tetapi cerminan dari investasi berkelanjutan kami dalam teknologi, perlindungan mitra, pelatihan, dan layanan pelanggan yang andal,” kata Tirza saa dihubungi Bisnis pada Selasa (2/7/2025).

    Tirza menambahkan pihaknya menyayangkan adanya kesalahpahaman dalam perhitungan biaya komisi yang terjadi saat ini. Dia pun memastikan bahwa terkait pembagian 20% biaya komisi hanya berlaku atas tarif dasar, bukan total keseluruhan biaya yang dibayarkan konsumen yang mana mencakup biaya jasa aplikasi (platform fee) dan biaya tambahan lainnya seperti biaya emisi karbon.

    Adapun, biaya komisi dimanfaatkan untuk berbagai inisiatif yang mendukung mitra pengemudi dalam menjalankan pekerjaannya. Beberapa inisiatif di antaranya pengembangan dan pemeliharaan platform. Hal tersebut mencakup biaya operasional aplikasi, termasuk server, fitur keamanan, serta inovasi teknologi agar mitra dapat bekerja dengan lebih efisien dan nyaman. 

    Kemudian dukungan operasional, termasuk layanan pengaduan GrabSupport 24/7, tim cepat tanggap kecelakaan 24/7, pusat edukasi GrabAcademy, Grab Driver Center, Grab Excellence Center, biaya transaksi non-tunai. 

    Tirza menambahkan inisiatif lainya adalah program strategis untuk pengembangan kapasitas mitra pengemudi. Program tersebut seperti GrabBenefits, program beasiswa GrabScholar, apresiasi dana abadi, insentif & bonus, program kelas terus udaha dan lain-lain,” kata Tirza. 

    Tirza mengungkapka asuransi kecelakaan juga diberikan untuk melindungi mitra pengemudi. 

    “Jika struktur komisi ini dipaksa turun secara signifikan, maka Grab tidak lagi dapat menjadi aplikasi yang dikenal dan disayangi masyarakat baik oleh penumpang yang mengandalkan layanan yang aman dan nyaman, maupun oleh mitra pengemudi yang selama ini menerima dukungan, insentif, dan perlindungan menyeluruh,” kata Tirza. 

    Dia menyebut dampaknya bukan hanya pada kualitas layanan, tetapi juga pada keberlangsungan ekosistem yang melibatkan jutaan orang di dalamnya.

    Lebih lanjut, Tirza mengatakan Grab percaya menjaga keseimbangan antara pendapatan mitra pengemudi, keterjangkauan bagi konsumen, dan keberlanjutan operasional platform adalah kunci untuk mendukung keberlangsungan ekosistem industri transportasi daring di tanah air. 

    “Kami senantiasa terbuka untuk terus berdialog dan meninjau kebijakan dengan instansi pemerintah terkait agar tercipta keberlanjutan ekosistem transportasi daring yang tetap relevan dan bermanfaat bagi Mitra dan masyarakat Indonesia,” tutupnya. 

    Di tengah rencana kenaikan tarif ojol, Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia memilih menolak. Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, mengatakan rencana tersebut belum melalui proses kajian yang melibatkan pengemudi secara langsung.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8%–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dihubungi Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Pihaknya justru menyoroti permasalahan utama yang perlu segera diselesaikan adalah besarnya potongan biaya aplikasi yang dinilai tidak adil dan merugikan mitra pengemudi. Dia menyebut aplikator telah melampaui batas maksimal potongan yang telah ditetapkan pemerintah.

    “Sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja. Hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara, mohon agar pemerintah pro rakyat, jangan pro kepada pengusaha atas nama kestabilan dan keadilan,” katanya.

    Garda mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah, termasuk pembentukan UU atau Perppu Transportasi Online, pembatasan potongan aplikasi maksimal 10%, diskresi tarif layanan barang dan makanan, audit investigatif atas pelanggaran potongan, serta penghapusan skema kerja yang dianggap eksploitatif. Jika tidak direspons, Garda mengancam akan melakukan aksi serentak mematikan aplikasi oleh 500.000 pengemudi pada 21 Juli 2025.

    Senada, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) juga menyatakan bahwa kenaikan tarif tidak akan memberikan dampak signifikan jika potongan platform masih tinggi. Ketua SPAI, Lily Pujiati, menegaskan bahwa potongan saat ini bahkan melebihi batas maksimal 20% yang telah diatur pemerintah.

    “Potongan platform saat ini tidak mengikuti aturan maksimal 20% yang telah ditentukan pemerintah untuk layanan angkutan penumpang roda dua,” ujar Lily dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

    Dia menyoroti ketimpangan dalam layanan pengantaran makanan dan barang, di mana pengemudi hanya menerima Rp5.200 dari biaya Rp18.000 yang dibayarkan pelanggan, belum termasuk beban operasional lainnya.

    SPAI juga mendesak penghapusan potongan platform atau setidaknya penurunan hingga 10%, serta pemberlakuan sistem upah berbasis UMP. Selain itu, mereka mendorong agar istilah “kemitraan” diubah menjadi “pekerja platform”, sebagaimana hasil forum International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa.

  • Grab Indonesia Buka Suara soal Wacana Tarif Ojol Naik

    Grab Indonesia Buka Suara soal Wacana Tarif Ojol Naik

    Bisnis.com, JAKARTA— Grab Indonesia buka suara terkait rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) yang tengah dikaji oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

    Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan bahwa pihaknya menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan kerja sama dalam membangun komunikasi yang konstruktif dengan pemerintah termasuk penyesuaian tarif. 

    “Kami terus menjalin koordinasi dan siap berdialog secara terbuka terkait berbagai rencana kebijakan, termasuk yang menyangkut penyesuaian tarif transportasi daring,” kata Tirza kepada Bisnis pada Rabu (2/7/2025).

    Tirza mengatakan, pihaknya menyadari kebijakan tarif yang baru dapat memengaruhi banyak aspek mulai dari penghasilan mitra hingga sensitivitas harga di kalangan konsumen. 

    Dalam konteks persaingan yang ketat di sektor ini, menurutnya, penting untuk menjaga keseimbangan antara keberlangsungan pendapatan mitra dan risiko menurunnya permintaan akibat berkurangnya daya tarik harga layanan dalam penyesuaian tarif ini. 

    Grab, kata Tirza, juga rutin mengadakan dialog dengan mitra pengemudi melalui kegiatan seperti Kopdar dan Forum Diskusi Mitra (Fordim), baik secara langsung maupun virtual.

    “Forum-forum ini menjadi wadah penting untuk berdialog, menyampaikan aspirasi, dan membahas isu-isu aktual di lapangan secara bersama-sama,” katanya. 

    Pihaknya pun memahami perubahan seperti ini tidak mudah dan akan menimbulkan tantangan bagi semua pihak. 

    “Namun, kami percaya dengan semangat kolaborasi dan keterbukaan, kita dapat mencari solusi terbaik yang mendukung keberlanjutan ekosistem transportasi digital di Indonesia,” tandasnya, 

    Adapun, rencana kenaikan tarif ojol mendapat penolakan dari Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia. Ketua Umum Garda Raden Igun Wicaksono menilai kebijakan ini belum melalui proses kajian yang melibatkan pengemudi secara langsung.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dihubungi Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Menurut Igun, permasalahan utama yang perlu segera diselesaikan adalah besarnya potongan biaya aplikasi yang dinilai tidak adil dan merugikan mitra pengemudi. Dia menyebut, aplikator telah melampaui batas maksimal potongan yang telah ditetapkan pemerintah.

    “Sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja. Hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara, mohon agar pemerintah pro rakyat, jangan pro kepada pengusaha atas nama kestabilan dan keadilan,” katanya.

    Garda mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah, termasuk pembentukan UU atau Perppu Transportasi Online, pembatasan potongan aplikasi maksimal 10%, diskresi tarif layanan barang dan makanan, audit investigatif atas pelanggaran potongan, serta penghapusan skema kerja yang dianggap eksploitatif. Jika tidak direspons, Garda mengancam akan melakukan aksi serentak mematikan aplikasi oleh 500.000 pengemudi pada 21 Juli 2025.

    Senada, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) juga menyatakan bahwa kenaikan tarif tidak akan memberikan dampak signifikan jika potongan platform masih tinggi. Ketua SPAI Lily Pujiati menegaskan bahwa potongan saat ini bahkan melebihi batas maksimal 20% yang telah diatur pemerintah.

    “Potongan platform saat ini tidak mengikuti aturan maksimal 20% yang telah ditentukan pemerintah untuk layanan angkutan penumpang roda dua,” ujar Lily dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

    Dia menyoroti ketimpangan dalam layanan pengantaran makanan dan barang, di mana pengemudi hanya menerima Rp5.200 dari biaya Rp18.000 yang dibayarkan pelanggan, belum termasuk beban operasional lainnya.

    SPAI juga mendesak penghapusan potongan platform atau setidaknya penurunan hingga 10%, serta pemberlakuan sistem upah berbasis UMP. Selain itu, mereka mendorong agar istilah kemitraan diubah menjadi pekerja platform, sebagaimana hasil forum International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa.

    Sementara itu, pemerintah melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Aan Suhanan, mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah mengkaji rencana kenaikan tarif ojol berdasarkan tiga zona wilayah.

    “Sudah kami buat, kami kaji sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Bervariasi kenaikan tersebut, ada [yang naik] 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan ada 3, Zona 1, 2, dan 3,” ujar Aan dalam rapat bersama Komisi V DPR RI, Senin (30/6/2025).

  • Gojek (GOTO) Kaji Rencana Kenaikan Tarif Ojol, Pastikan Sesuai Regulasi

    Gojek (GOTO) Kaji Rencana Kenaikan Tarif Ojol, Pastikan Sesuai Regulasi

    Bisnis.com, JAKARTA —  PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) memastikan seluruh kebijakan tarif layanan ojek online (ojol) yang diterapkannya akan tetap mengikuti regulasi pemerintah. 

    Hal tersebut disampaikan menyusul rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang berencana akan menaikkan tarif ojol roda dua (2W) sebesar 8–15%. 

    Director of Public Affairs and Communications GoTo, Ade Mulya, menegaskan perusahaan tengah melakukan kajian menyeluruh bersama kementerian guna memastikan keputusan yang diambil memberikan dampak positif terhadap ekosistem.

    “Saat ini kami sedang melakukan kajian menyeluruh bersama kementerian untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil membawa dampak positif bagi keseluruhan ekosistem,” kata Ade kepada Bisnis pada Selasa (1/7/2025).

    Ade memastikan Gojek berkomitmen untuk menyediakan tarif yang kompetitif serta mempertimbangkan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi saat ini.

    Menurutnya, hal tersebut penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem, memastikan peluang order atau permintaan tetap tinggi, sehingga mendukung penghasilan mitra secara jangka panjang. 

    “Kami akan terus berkoordinasi dan bekerjasama dengan pemerintah dalam menjalankan kebijakan yang sesuai dengan aturan yang berlaku,” tutup Ade. 

    Namun demikian, rencana kenaikan tarif ini mendapat penolakan dari Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia. Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, menilai kebijakan ini belum melalui proses kajian yang melibatkan pengemudi.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dihubungi Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Menurut Igun, fokus utama saat ini bukan pada besaran tarif, melainkan besarnya potongan biaya aplikasi yang dinilai sangat merugikan pengemudi. Dia menyebut aplikator telah melanggar batas maksimal potongan yang telah diatur oleh pemerintah tanpa mendapat sanksi tegas.

    Dengan demikian, lanjut Igun, sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja. 

    “Hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara, mohon agar pemerintah pro rakyat, jangan pro kepada pengusaha atas nama kestabilan dan keadilan, karena aplikator sudah tidak adil namun didiamkan begitu saja,” ujarnya.

    Driver ojol menjadi salah satu tulang punggung bisnis ride hailing di Indonesia

    Garda pun mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah, mulai dari pembentukan UU Transportasi Online atau Perppu, pembatasan potongan aplikasi maksimal 10%, diskresi tarif layanan barang dan makanan, audit investigatif atas potongan yang tidak sesuai aturan, serta penghapusan berbagai skema sistem kerja yang dinilai eksploitatif. Jika tuntutan tidak direspons, Garda mengancam akan melakukan aksi lanjutan pada 21 Juli 2025, termasuk aksi serentak mematikan aplikasi oleh 500.000 pengemudi.

    Senada dengan Garda, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) juga menilai kenaikan tarif tidak akan berdampak signifikan jika potongan platform masih tinggi. Ketua SPAI, Lily Pujiati, menyebutkan potongan saat ini bahkan melebihi batas maksimal 20% yang telah ditetapkan.

    “Potongan platform saat ini tidak mengikuti aturan maksimal 20% yang telah ditentukan pemerintah untuk layanan angkutan penumpang roda dua,” kata Lily dalam keterangan resmi pada Selasa (1/7/2025).

    Lily juga menyoroti ketimpangan dalam layanan pengantaran makanan dan barang, di mana perusahaan platform masih menentukan tarif sepihak. SPAI mencatat bahwa pengemudi hanya menerima Rp5.200 dari biaya Rp18.000 yang dibayarkan pelanggan kepada platform, dan itu belum termasuk beban operasional lainnya.

    Oleh karena itu, SPAI mendesak agar potongan platform diturunkan hingga 10% atau dihapuskan sama sekali, serta mendorong pemberlakuan sistem upah berbasis UMP untuk menggantikan skema pembayaran per order.

    Lebih lanjut, SPAI juga meminta pemerintah menghapus istilah “kemitraan” dalam aturan transportasi online dan menggantinya dengan istilah “pekerja platform”, sebagaimana disepakati dalam forum International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa. SPAI berharap hal ini diakomodasi dalam RUU Ketenagakerjaan yang sedang disusun.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, memberi sinyal pemerintah bakal segera merevisi penetapan tarif per kilometer ojek online atau ojol.

    Aan menyebut pihaknya telah mengkaji rencana kenaikan tarif tersebut. Nantinya, besaran kenaikan akan bervariasi sesuai dengan zona yang telah ditentukan

    “Sudah kami buat, kami kaji sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Bervariasi kenaikan tersebut, ada [yang naik] 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan ada 3, Zona 1, 2, dan 3,” kata Aan dalam rapat dengan Komisi V DPR RI pada Senin (30/6/2025).

  • Driver Gojek-Grab Cs Tolak Kenaikan Tarif Ojol, Desak Potongan Aplikasi jadi 10%

    Driver Gojek-Grab Cs Tolak Kenaikan Tarif Ojol, Desak Potongan Aplikasi jadi 10%

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia menolak rencana Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan menaikkan tarif ojek online (ojol). 

    Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, mengatakan pihaknya menolak kenaikan tarif sebesar 8–15% karena tidak pernah dilibatkan dalam kajian tersebut dan menilai pemerintah belum menyentuh persoalan utama yang dikeluhkan para pengemudi.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dikonfirmasi Bisnis pada Selasa (1/7/2025).

    Dia menegaskan fokus utama asosiasi bukan pada besaran tarif, melainkan pada potongan biaya aplikasi yang selama ini dirasa sangat merugikan pengemudi. 

    Selama bertahun-tahun, kata Igun, aplikator telah melanggar batas maksimal potongan yang diatur pemerintah dan belum pernah mendapat sanksi tegas dari regulator. Dia pun meminta potongan biaya aplikasi menjadi 10%. 

    “Sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja dan hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara, mohon agar pemerintah pro rakyat, jangan pro kepada pengusaha atas nama kestabilan dan keadilan, karena aplikator sudah tidak adil namun didiamkan begitu saja,” katanyq. 

    Igun mengatakan peningkatan tarif juga dapat menimbulkan efek domino yang tidak diinginkan. Dia pun menegaskan ada lima poin utama tuntutan Garda kepada pemerintah, yang telah disampaikan baik melalui demonstrasi maupun surat resmi. 

    Pertama, Negara menghadirkan Undang-Undang (UU) Transportasi Online atau minimal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Kedua, penetapan potongan biaya aplikasi maksimal 10%. Ketiga, diskresi tarif untuk layanan pengantaran barang dan makanan.

    Keempat, audit investigatif terhadap perusahaan aplikasi terkait potongan 5% dari pengemudi sesuai Kepmenhub KP No.1001 Tahun 2022. Kelima penghapusan skema-skema sistem kerja seperti member, prioritas, hemat, slot, aceng, multi-order, dan biaya layanan lain yang dianggap mengkotak-kotakkan pengemudi

    Igun juga mengultimatum apabila tuntutan tersebut tidak segera ditindaklanjuti, Garda akan menggelar aksi lanjutan pada 21 Juli 2025.

    “Selain aksi demonstrasi kami juga akan melakukan aksi mematikan aplikasi massal serentak seluruh platform aplikasi di seluruh Indonesia dengan target pengemudi yang akan mematikan aplikasi hingga 500.000 pengemudi seluruh Indonesia,” katanyq. 

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyampaikan keputusan untuk merevisi tarif ojol sudah final dan telah melalui kajian zonasi. Besaran kenaikan bervariasi antara 8—15%, tergantung zona yang telah ditetapkan.

    “Sudah kami buat, kami kaji sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Bervariasi kenaikan tersebut, ada [yang naik] 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan ada 3, Zona 1, 2, dan 3,” ujar Aan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI, pada Senin (30/6/2025).

  • Gojek Cs Disebut Telah Restui Usulan Tarif Baru Driver

    Gojek Cs Disebut Telah Restui Usulan Tarif Baru Driver

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan pihak aplikator, seperti Gojek, Grab, Maxim dan lain sebagainya, telah menyetujui usulan tarif baru bagi mitra driver. 

    Dirjen Hubda Kemenhub Aan Suhanan mengatakan dalam usulan tarif baru, Kemenhub melakukan kajian sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. 

    Kenaikan bervariasi kenaikan mulai dari 8% hingga 15%, tergantung dari zona yang ditentukan. Total ada 3 zona.

    “Pada prinsipnya kenaikan tarif ini sudah disetujui oleh aplikator,” kata Aan dalam RDP bersama Komisi V DPR RI, Senin (30/6/2025). 

    Dia menjelaskan bahwa keputusan perubahan tarif itu sudah final. Bakal terdapat kenaikan tarif pada Ojol roda dua.

    Terkait pemotongan 10 persen, kata Aan, Kemenhub sedang mengkaji dan mensurvei mengingat ekosistem yang terbangun dari Ojek Online ini sudah sangat banyak sekali. 

    Untuk mitra total ada lebih dari 1 juta driver sementara itu UMKM yang sudah ada di dalam ekosistem tersebut ada sekitar 25 juta.

    “Insyaallah dalam waktu dekat kami akan menyampaikan hasil kajian tersebut. Dan tentu ini akan disosialisasikan sehingga ekosistem atau yang terlibat dalam Ojek Online ini juga tidak ada yang dirugikan,” kata Aan.

    Aan menegaskan pihaknya berhati-hati dalam menentukan kebijakan ini. Kemenhub menginginkan ekosistem ini tetap terpelihara. 

    Sebelumnya, Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyampaikan aksi demo ojol tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan driver lantaran pemerintah dinilai pasif dalam menindak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aplikator.

    Ketika dikonfirmasi Bisnis terkait dengan pelanggaran regulasi yang dimaksud, Igun menjelaskan bahwa hal tersebut terkait dengan pemotongan tarif yang mencapai 50%. 

    “Potongan tarif yang mencapai sampai 50%, maka kami tuntut agar Kemenhub merevisi biaya aplikasi menjadi 10%,” ujar Igun.

    Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati. Dia menjelaskan, dalam aksi itu para driver ojol akan menuntut aplikator untuk segera melakukan revisi biaya aplikasi. Di mana, saat ini biaya aplikasi yang ditanggung oleh para driver ojol mencapai 70%. 

    “Kondisi kerja yang jauh dari layak itu termanifestasi dalam bentuk potongan platform yang selangit hingga mencapai 70%,” tegasnya kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025).  

    Dalam penjelasannya, biaya aplikasi itu menyebabkan pengemudi ojol hanya mendapat upah sebesar Rp5.200 dari hasil kerjanya mengantarkan makanan. Padahal, pelanggan melakukan pembayaran ke platform sebesar Rp18.000. 

  • Kemenhub: Pembahasan Kenaikan Tarif Gojek

    Kemenhub: Pembahasan Kenaikan Tarif Gojek

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberi sinyal bahwa pemerintah bakal segera merevisi penetapan tarif per kilometer ojek online atau Ojol.

    Dirjen Hubda Kemenhub Aan Suhanan menjelaskan bahwa keputusan perubahan tarif itu sudah final. Dia menjelaskan, bakal terdapat kenaikan tarif pada Ojol roda dua.

    “Untuk tuntutan terkait tarif, kami sudah lakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif. Terutama roda dua itu ada beberapa kenaikan,” jelasnya dalam RDP bersama Komisi V DPR RI, Senin (30/6/2025).

    Aan melanjutkan, pihaknya juga telah mengkaji rencana kenaikan tarif tersebut. Nantinya, besaran kenaikan akan bervariasi sesuai dengan zona yang telah ditentukan.

    Aan juga memastikan, usulan kenaikan tarif ini telah mendapat persetujuan dari pihak aplikator.

    “Sudah kami buat, kami kaji sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Bervariasi kenaikan tersebut, ada [yang naik] 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan ada 3, Zona 1, 2, dan 3,” tegasnya.

    Untuk diketahui, keputusan untuk merevisi tarif Ojol ini dilakukan sebagai tindakan lanjutan usai sejumlah pengemudi Ojol melakukan demonstrasi pada 20 Mei 2025.

    Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyampaikan aksi demo ojol tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan driver lantaran pemerintah dinilai pasif dalam menindak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aplikator.

    Ketika dikonfirmasi Bisnis terkait dengan pelanggaran regulasi yang dimaksud, Igun menjelaskan bahwa hal tersebut terkait dengan pemotongan tarif yang mencapai 50%. 

    “Potongan tarif yang mencapai sampai 50%, maka kami tuntut agar Kemenhub merevisi biaya aplikasi menjadi 10%,” ujar Igun.

    Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati. Dia menjelaskan, dalam aksi itu para driver ojol akan menuntut aplikator untuk segera melakukan revisi biaya aplikasi. Di mana, saat ini biaya aplikasi yang ditanggung oleh para driver ojol mencapai 70%. 

    “Kondisi kerja yang jauh dari layak itu termanifestasi dalam bentuk potongan platform yang selangit hingga mencapai 70%,” tegasnya kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025).  

    Dalam penjelasannya, biaya aplikasi itu menyebabkan pengemudi ojol hanya mendapat upah sebesar Rp5.200 dari hasil kerjanya mengantarkan makanan. Padahal, pelanggan melakukan pembayaran ke platform sebesar Rp18.000. 

    Tak hanya itu, tambahnya, SPAI juga menuntut dihapuskannya skema atau program diskriminatif yang membuat pesanan prioritas bagi sebagian pengemudi ojol. Dia menilai, program itu menimbulkan ketimpangan hak yang diterima pengemudi ojol.

    “Maka kami mendukung tuntutan potongan 10% dan bahkan kami menuntut potongan platform dihapuskan. Selain itu, harus ada kejelasan tarif penumpang, barang dan makanan yang setara dan adil,” pungkasnya.

  • Jam Kerja Lebih Lama, Pendapatan Lebih Kecil

    Jam Kerja Lebih Lama, Pendapatan Lebih Kecil

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengemudi Grab di Jakarta disebut memiliki jam kerja yang lebih lama dibandingkan dengan di Bali, tetapi dari sisi pendapatan lebih sedikit. Pemasukan yang minim kemudian harus menutup pengeluaran untuk biaya operasional, perbaikan mesin, hingga biaya aplikasi. 

    Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan mayoritas mitra driver aplikasi Grab, pengemudi roda dua dan roda empat, saat ini berada di Jakarta. Adapun data yang disajikan Grab beberapa waktu lalu, adalah data pengemudi di Bali yang tidak mencerminkan situasi penghasilan mayoritas pengemudi. 

    Berdasarkan data yang dimiliki SPAI dari keterangan para mitra di Jakarta, rerata penghasilan bulanan hanya Rp50.000 – Rp100.000 per hari, dengan dipotong biaya bensin Rp25.000 – Rp30.000 per hari, maka uang yang dikantongi hanya Rp70.000. Itu pun mereka harus bekerja hingga 12-16 jam per hari.  

    Sementara itu, untuk pengemudi roda empat atau taksi online, penghasilan yang dikantongi berkisar Rp300.000 – Rp350.000 dengan biaya bensin Rp150.000/hari dan biaya sewa kendaraan Rp150.000/hari. 

    Peraturan ganjil genap dan macet parah di Jakarta yang memakan waktu berjam-jam membuat kondisi mereka makin sulit untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi.   

    Oleh sebab itu, kata Lili, ketika Grab membawa data penghasilan pengemudi di Bali, sama sekali tidak relevan. 

    “Perbandingan dengan di Bali tidak relevan karena tidak mewakili kondisi kerja para pengemudi di  daerah lainnya seperti Jakarta yang mayoritas pengemudi ojol dan taksol bekerja di Jakarta,” kata Lili kepada Bisnis, dikutip Sabtu (21/6/2025). 

    Sebelumnya, Grab Indonesia mengatakan pendapatan tertinggi mitra driver Grab untuk roda dua dapat menyentuh Rp6,8 juta per bulan. Sementara itu untuk pengemudi roda empat dapat menyentuh Rp18 juta. Di sisi lain, pendapatan terendah sekitar Rp1,3 juta. 

    Grab Indonesia membagi kelas mitra pengemudi menjadi 4 kelas yaitu Jawara, Ksatria, Pejuang, dan Anggota. Untuk kelas Jawara, pendapatan yang dibukukan dapat menyentuh Rp6,8 juta per bulan di wilayah Bali. Jumlah hari menarik adalah 25 hari, dengan waktu sekitar 6 jam mereka mendapat 20  order per hari.

    Lili menambahkan peningkatan pendapatan mitra driver aplikasi dapat terjadi jika driver mendapat pengakuan sebagai pekerja tetap dari Kementerian Ketenagakerjaan agar mendapatkan jaminan upah minimum setiap bulan. 

    Dengan upah minimum per bulan maka waktu kerja driver dihargai sekaligus pengemudi mendapatkan waktu istirahat sesuai aturan ketenagakerjaan. 

    “Karena jam kerja yang tinggi sangat rawan terjadinya kecelakaan kerja di jalan raya yang dapat menimbulkan korban cacat tubuh maupun korban jiwa,” kata Lili.

    Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia Igun Wicaksono mengungkap rata-rata pendapatan kotor mitra ojol dari Grab dikisaran Rp5 juta per bulan. Pendapatan tersebut belum dipotong biaya aplikasi 20% bahkan lebih, biaya operasional 30%, dan biaya perawatan 20%. 

    Dengan rata-rata jam kerja 12-14 jam dan 24 hari bekerja dalam sebulan, lanjutnya, maka rata-rata pendapatan bersih setelah dipotong semua biaya tinggal tersisa 30%. 

    “Pendapatan bersih jadi senilai Rp1,5-3 juta per bulan, namun harus korbankan biaya perawatan kendaraan,” kata Igun. 

    Dia tidak menutup kemungkinan jika ada driver ojol yang berpendapatan Rp6,8 juta per bulan, tetapi itu menurutnya, hanya driver tertentu binaan dari perusahaan aplikator sendiri. 

    “Bagi driver ojol reguler pendapatan rata-rata kotor antara Rp4 – 5 juta saja, atau bersihnya Rp1,5-3 juta,” kata Igun. 

    Dia menekankan di tengah pendapatan yang kecil tersebut, mitra driver masih harus menghadapi program-program hemat dan member yang membuat pengemudi reguler jarang mendapat order dan hal ini menurunkan pendapatan secara signifikan.

    “Harapan kami Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia menginginkan semua driver ojol rata statusnya reguler semua agar ada pemerataan order dan pemerataan pendapatan,” kata Igun. 

  • Klaim Grab soal Pendapatan Driver Capai Rp6,8 Juta Tuai Kritikan, Data Tak Relevan

    Klaim Grab soal Pendapatan Driver Capai Rp6,8 Juta Tuai Kritikan, Data Tak Relevan

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi mitra pengemudi ojek online (ojol) mempertanyakan klaim Grab Indonesia soal penghasilan besar hingga Rp6,8 juta per bulan yang dikantongi oleh mitra driver roda dua. Data yang disajikan dinilai kurang relevan dan tidak mewakili kondisi mayoritas pengemudi.

    Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan mayoritas mitra driver aplikasi Grab, pengemudi roda dua dan roda empat, saat ini berada di Jakarta. Adapun data yang disajikan adalah data pengemudi di Bali yang tidak mencerminkan situasi penghasilan yang sebenarnya. 

    Berdasarkan data yang dimiliki SPAI dari keterangan para mitra di Jakarta, rerata penghasilan bulanan hanya Rp50.000 – Rp100.000 per hari, dengan dipotong biaya bensin Rp25.000 – Rp30.000 per hari, maka uang yang dikantongi hanya Rp70.000. Itu pun mereka harus bekerja hingga 12-16 jam per hari.  

    Sementara itu, untuk pengemudi roda empat atau taksi online, penghasilan yang dikantongi berkisar Rp300.000 – Rp350.000 dengan biaya bensin Rp150.000/hari dan biaya sewa kendaraan Rp150.000/hari. 

    Peraturan ganjil genap dan macet parah di Jakarta yang memakan waktu berjam-jam membuat kondisi mereka makin sulit untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi.   

    Oleh sebab itu, kata Lili, ketika Grab membawa data penghasilan pengemudi di Bali, sama sekali tidak relevan. 

    “Perbandingan dengan di Bali tidak relevan karena tidak mewakili kondisi kerja para pengemudi di  daerah lainnya seperti Jakarta yang mayoritas pengemudi ojol dan taksol bekerja di Jakarta,” kata Lili kepada Bisnis, Senin (16/6/2025). 

    Pengemudi Grab

    Lili menambahkan peningkatan pendapatan mitra driver aplikasi dapat terjadi jika driver mendapat pengakuan sebagai pekerja tetap dari Kementerian Ketenagakerjaan agar mendapatkan jaminan upah minimum setiap bulan. 

    Dengan upah minimum per bulan maka waktu kerja driver dihargai sekaligus pengemudi mendapatkan waktu istirahat sesuai aturan ketenagakerjaan. 

    “Karena jam kerja yang tinggi sangat rawan terjadinya kecelakaan kerja di jalan raya yang dapat menimbulkan korban cacat tubuh maupun korban jiwa,” kata Lili.

    Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia Igun Wicaksono mengungkap rata-rata pendapatan kotor mitra ojol dari Grab dikisaran Rp5 juta per bulan. Pendapatan tersebut belum dipotong biaya aplikasi 20% bahkan lebih, biaya operasional 30%, dan biaya perawatan 20%. 

    Dengan rata-rata jam kerja 12-14 jam dan 24 hari bekerja dalam sebulan, lanjutnya, maka rata-rata pendapatan bersih setelah dipotong semua biaya tinggal tersisa 30%. 

    “Pendapatan bersih jadi senilai Rp1,5-3 juta per bulan, namun harus korbankan biaya perawatan kendaraan,” kata Igun. 

    Dia tidak menutup kemungkinan jika ada driver ojol yang berpendapatan Rp6,8 juta per bulan, tetapi itu menurutnya, hanya driver tertentu binaan dari perusahaan aplikator sendiri. 

    “Bagi driver ojol reguler pendapatan rata-rata kotor antara Rp4 – 5 juta saja, atau bersihnya Rp1,5-3 juta,” kata Igun. 

    Driver ojol mendapat order

    Dia menekankan di tengah pendapatan yang kecil tersebut, mitra driver masih harus menghadapi program-program hemat dan member yang membuat pengemudi reguler jarang mendapat order dan hal ini menurunkan pendapatan secara signifikan.

    “Harapan kami Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia menginginkan semua driver ojol rata statusnya reguler semua agar ada pemerataan order dan pemerataan pendapatan,” kata Igun. 

    Sebelumnya, Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan pendapatan tertinggi mitra driver Grab untuk roda dua dapat menyentuh Rp6,8 juta per bulan. Sementara itu untuk pengemudi roda empat dapat menyentuh Rp18 juta. Di sisi lain, pendapatan terendah sekitar Rp1,3 juta. 

    Neneng menuturkan Grab Indonesia membagi kelas mitra pengemudi menjadi 4 kelas yaitu Jawara, Ksatria, Pejuang, dan Anggota. Untuk kelas Jawara, pendapatan yang dibukukan dapat menyentuh Rp6,8 juta per bulan di wilayah Bali. 

    “Kalau jawara pendapatan rata-rata ya ini 6,8 juta. Dia jumlah harinya dia narik tuh 25 hari. Dari 1-30 April. Jumlah jam nariknya dia itu sekitar 6 jam, jumlah orderannya sekitar 20 per hari,” kata Neneng, dikutip Senin (16/6/2025). 

    Neneng mengatakan pendapatan besar tersebut berhasil dibawa pulang karena driver bersangkutan sangat fokus dalam mengejar penumpang dan hanya menggunakan satu aplikasi. 

    Sementara itu yang terjadi di lapangan, kata Neneng, pengemudi driver memiliki banyak yang punya 4-5 aplikasi. 

    Adapun bagi driver yang mendapat pendapatan rendah Rp1,6 juta per bulan, menurut Neneng, karena statusnya mereka hanya Anggota, dengan waktu bekerja hanya 13 hari. 

    “Karena dia juga cuma nariknya rata-ratanya cuma 13 hari kok. Terus jumlah jam nariknya juga cuma 3 jam. Mungkin pagi-pagi dia narik sebentar sebelum ke kantor gitu ya. Terus siang dia narik sebentar sambil makan, sambil dia narik. Atau malam dia sambil pulang, sambil bawa penumpang juga gitu. Jumlah orderannya 9,” kata Neneng. 

    Sementara itu driver Grab pengemudi roda empat yang full time di Bali, bisa mengantongi pendapatan hingga Rp18 juta per bulan.

    “26 hari, 6 jam, 11 strip. Dia menggunakan satu aplikasi biasanya kan. Gak mungkin jawara itu dua aplikasi. 18 juta. Nah yang anggota kurang lebih 3,2 juta,” kata Neneng.