Tag: Igun Wicaksono

  • Puluhan Ribu Ojol Bakal Turun ke Jalan, Ini Tuntutannya

    Puluhan Ribu Ojol Bakal Turun ke Jalan, Ini Tuntutannya

    Jakarta: Sekitar 50 ribu pengemudi ojek online (ojol) berencana menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta pada tanggal 21 Juli 2025. Menurut informasi yang beredar, aksi demo massal tersebut akan dimulai pada pukul 13.00 Wib. 

    Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono mengatakan aksi pada esok hari akan berlangsung lebih besar dari aksi-aksi sebelumnya. Selain di depan Istana Merdeka, aksi  korban aplikator juga akan dilakukan di sekitar gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jalan Medan Merdeka Selatan.

    “Sebagai bentuk akumulasi kekecewaan para pengemudi online dan kurir online atas tidak tegas dan tidak responsifnya Kementerian Perhubungan serta Menteri Perhubungan yang membiarkan persoalan tuntutan aksi sebelumnya secara berlarut-larut,” kata dia di Jakarta, Minggu, 20 Juli 2025.

    Selain itu, saat aksi berlangsung ada imbauan kepada seluruh peserta demo untuk mematikan aplikasi secara massal. Artinya, konsumen akan kesulitan untuk memesan layanan ojol pada esok hari. 
     

     

    Tuntutan ojol

    Menurut Igun, aksi demo dilakukan karena pemerintah membuat suatu keputusan kontra produktif yaitu menaikkan tarif ojol hingga 15%. Tuntutan pada demonstrasi yang diberi nama “Aksi 217 Istana” itu antara lain agar pemerintah menghadirkan undang-undang transportasi online dan membuat peraturan tarif antar dan makanan.

    Kemudian, mereka juga meminta dilakukan audit investigatif aplikator dan menghapuskan sejumlah hal seperti multi-order atau pesanan dalam satu transaksi.

    “Patut dipertanyakan pemerintah saat ini pro kepada rakyat atau pro kepada pebisnis aplikator sehingga lima tuntutan dasar dari para pengemudi diabaikan berlarut-larut,” tegas dia.

    Igun mengatakan peserta aksi meliputi pengemudi online, kelompok pengguna transportasi online seperti pekerja, buruh, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum lainnya serta kelompok usaha UMKM.

    Jakarta: Sekitar 50 ribu pengemudi ojek online (ojol) berencana menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta pada tanggal 21 Juli 2025. Menurut informasi yang beredar, aksi demo massal tersebut akan dimulai pada pukul 13.00 Wib. 
     
    Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono mengatakan aksi pada esok hari akan berlangsung lebih besar dari aksi-aksi sebelumnya. Selain di depan Istana Merdeka, aksi  korban aplikator juga akan dilakukan di sekitar gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jalan Medan Merdeka Selatan.
     
    “Sebagai bentuk akumulasi kekecewaan para pengemudi online dan kurir online atas tidak tegas dan tidak responsifnya Kementerian Perhubungan serta Menteri Perhubungan yang membiarkan persoalan tuntutan aksi sebelumnya secara berlarut-larut,” kata dia di Jakarta, Minggu, 20 Juli 2025.

    Selain itu, saat aksi berlangsung ada imbauan kepada seluruh peserta demo untuk mematikan aplikasi secara massal. Artinya, konsumen akan kesulitan untuk memesan layanan ojol pada esok hari. 
     

     

    Tuntutan ojol

    Menurut Igun, aksi demo dilakukan karena pemerintah membuat suatu keputusan kontra produktif yaitu menaikkan tarif ojol hingga 15%. Tuntutan pada demonstrasi yang diberi nama “Aksi 217 Istana” itu antara lain agar pemerintah menghadirkan undang-undang transportasi online dan membuat peraturan tarif antar dan makanan.
     
    Kemudian, mereka juga meminta dilakukan audit investigatif aplikator dan menghapuskan sejumlah hal seperti multi-order atau pesanan dalam satu transaksi.
     
    “Patut dipertanyakan pemerintah saat ini pro kepada rakyat atau pro kepada pebisnis aplikator sehingga lima tuntutan dasar dari para pengemudi diabaikan berlarut-larut,” tegas dia.
     
    Igun mengatakan peserta aksi meliputi pengemudi online, kelompok pengguna transportasi online seperti pekerja, buruh, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum lainnya serta kelompok usaha UMKM.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Ojol Demo Besar-besaran & Offbid Massal Besok, Ini Tuntutannya

    Ojol Demo Besar-besaran & Offbid Massal Besok, Ini Tuntutannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia mengungkap lima tuntutan utama yang akan disuarakan dalam aksi demonstrasi driver ojol yang bakal digelar besok Senin, 21 Juli 2025. 

    Aksi yang dinamakan Aksi 217 Korban Aplikator itu rencananya akan berlangsung di depan Istana Presiden dan beberapa titik di Jakarta. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyampaikan aksi ini merupakan akumulasi kekecewaan dari para pengemudi transportasi online terhadap tidak adanya tindak lanjut konkret dari pemerintah atas permasalahan yang telah disampaikan sejak dua bulan terakhir.

    “Patut dipertanyakan pemerintah saat ini pro kepada rakyat atau pro kepada pebisnis aplikator sehingga lima tuntutan dasar dari para pengemudi diabaikan berlarut-larut,” kata Igun dalam keterangan resmi pada Minggu (20/7/2025). 

    Berikut 5 tuntutan ojol pada Aksi 217 Korban Aplikator:

        1.    Negara Hadirkan UU Transportasi Online/PERPPU

        2.    Driver 90% Aplikator 10% HARGA MATI

        3.    Pemerintah Buat Peraturan Tarif Antar Barang dan Makanan

        4.    Audit Investigatif Aplikator

        5.    Hapus Aceng, Slot, Hub, Multi Order, Member, Pengkotak-Kotakan dll. SEMUA DRIVER REGULER KEMBALI,”_ kata Igun.

    Igun menjelaskan, aksi tersebut rencananya melibatkan sekitar 50.000 pengemudi dari berbagai platform, mencakup ojek online roda dua (R2), taksi online roda empat (R4), serta kurir daring. 

    Lebih lanjut, dia menuturkan demo besar dan offbid massal besok dilakukan sebagai bentuk protes terhadap ketidakjelasan sikap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan dan Presiden Prabowo Subianto.

    Menurutnya, aksi yang akan dilakukan besok berpotensi lebih besar dari sebelumnya dan mengundang berbagai elemen masyarakat yang terdampak oleh ketidakpastian aturan transportasi daring.

    Dia menyebut kelompok pengguna transportasi online seperti pekerja, buruh, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum lainnya serta kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan bersatu pada Aksi 217. 

    Igun juga menyayangkan sikap Menteri Perhubungan yang dinilai tidak sigap dan membiarkan isu ini berlarut hingga menyasar Presiden Prabowo Subianto. 

    “Sehingga masyarakat menilai bahwa kepemimpinan Presiden Prabowo dibuat tidak konkret dalam menyelesaikan permasalahan transportasi online yang seharusnya sudah dapat diselesaikan oleh Menteri Perhubungan pada l Mei 2025 lalu,” katanya.

    Lebih lanjut, Igun menyampaikan bahwa aksi 21 Juli besok bukan yang terakhir. Jika tidak ada tanggapan dari pemerintah, aksi lanjutan akan terus bergulir.

    “Selama Menteri Perhubungan serta Presiden tidak menanggapi tuntutan kami maka Aksi 217 bukan aksi terakhir, Agustus hingga Desember 2025 kami akan turun aksi massa secara bergelombang di seluruh Indonesia dengan berbagai aliansi pengemudi online se-Nusantara,” tutup Igun.

  • Besok, 50.000 Ojol Bakal Demo di Depan Istana Merdeka
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        20 Juli 2025

    Besok, 50.000 Ojol Bakal Demo di Depan Istana Merdeka Megapolitan 20 Juli 2025

    Besok, 50.000 Ojol Bakal Demo di Depan Istana Merdeka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia berencana menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada Senin (21/7/2025) pukul 13.00 WIB.
    Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono mengatakan,
    demo ojol
    itu akan diikuti 50.000 pengemudi transportasi online, baik roda dua, roda empat dan kurir online.
    “(
    Demo ojol
    ) ini sebagai bentuk akumulasi kekecewaan pengemudi online dan kurir online atas tidak tegas dan tidak responsifnya Kementerian Perhubungan,” ujar Igun saat dikonfirmasi, Minggu (20/7/2025).
    Ia menilai pemerintah terkesan membiarkan keputusan aplikator yang dianggap merugikan pengemudi, seperti kenaikan tarif hingga 15 persen yang dinilai kontra-produktif.
    “Patut dipertanyakan pemerintah saat ini pro kepada rakyat atau pro kepada pebisnis aplikator sehingga 5 tuntutan dasar dari para pengemudi diabaikan berlarut-larut,” ucap Igun.
    Igun juga menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah yang belum menunjukkan langkah konkret untuk menyelesaikan masalah transportasi daring.
    “Menuntut lima point tuntutan kepada Presiden Prabowo selama Menteri Perhubungan serta Presiden tidak menanggapi tuntutan kami maka Aksi 217 bukan aksi terakhir,” tuturnya.
    Adapun lima tuntutan pada demo ojol besok adalah sebagai berikut:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Driver Ojol Demo Besar-besaran Besok 21 Juli, Bakal Offbid Massal!

    Driver Ojol Demo Besar-besaran Besok 21 Juli, Bakal Offbid Massal!

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengemudi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia mengungkap ribuan pengemudi transportasi online dari berbagai platform akan kembali turun ke jalan dalam aksi unjuk rasa besar-besaran pada Senin, 21 Juli 2025. 

    Aksi yang dinamakan “Korban Aplikator Kepung Istana Presiden dan Lumpuhkan Aplikasi Massal (Offbid Massal) Aksi 217” ini akan melibatkan sekitar 50.000 pengemudi ojek online roda dua (ojol), pengemudi mobil daring (R4), hingga kurir online.

    Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk akumulasi kekecewaan para driver ojolterhadap pemerintah yang dinilai tidak kunjung menindaklanjuti tuntutan mereka sejak aksi damai pada 20 Mei 2025 dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI.

    “Aksi 217 akan berlangsung lebih besar dari aksi-aksi sebelumnya sebagai bentuk akumulasi kekecewaan para pengemudi online dan kurir online atas tidak tegas dan tidak responsifnya Kementerian Perhubungan serta Menteri Perhubungan mewakili pemerintah dan Presiden Prabowo yang membiarkan persoalan tuntutan aksi sebelumnya secara berlarut-larut bahkan membuat suatu keputusan kontraproduktif yaitu menaikkan tarif ojol hingga 15%,” kata Igun dalam keterangan resmi pada Minggu (20/7/2025). 

    Igun mengimbau para pengguna layanan ojek online, taksi online, serta jasa kurir untuk menyesuaikan rencana aktivitas pada hari aksi, karena sebagian besar pengemudi akan melakukan mogok massal.

    Dia menjelaskan aksi tersebut dilakukan karena hingga saat ini tidak ada tindak lanjut konkret dari pihak pemerintah maupun aplikator terkait lima tuntutan utama yang selama ini mereka nilai diabaikan. 

    Berikut lima tuntutan driver Ojol:

    1. Pemerintah diminta segera menghadirkan regulasi dalam bentuk Undang-Undang atau Perppu tentang Transportasi Online. 

    2. Pembagian hasil yang lebih adil, yakni 90% untuk pengemudi dan 10% untuk aplikator

    3. Penetapan regulasi tarif pengantaran barang dan makanan oleh pemerintah

    4. Dilakukannya audit investigatif terhadap aplikator. 

    5. Penghapusan sistem-sistem yang disebut merugikan pengemudi, seperti sistem aceng, slot, hub, multi order, membership, serta pengkotak-kotakan.

    Igun juga mendesak agar seluruh pengemudi dikembalikan sebagai driver reguler. Dia juga mempertanyakan posisi pemerintah yang menurutnya belum menunjukkan keberpihakan terhadap rakyat kecil.

    Aksi ini tak hanya melibatkan pengemudi online, tetapi juga sejumlah elemen masyarakat lain yang merasa terdampak oleh kondisi transportasi daring saat ini, seperti pekerja, buruh, mahasiswa, hingga pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

    Jika dalam waktu dekat tidak ada tanggapan konkret dari pemerintah, Igun memastikan aksi serupa akan terus berlanjut secara nasional hingga akhir tahun.

    “Selama Menteri Perhubungan serta Presiden tidak menanggapi tuntutan kami maka Aksi 217 bukan aksi terakhir, Agustus hingga Desember 2025 kami akan turun aksi massa secara bergelombang di seluruh Indonesia dengan berbagai aliansi pengemudi online se-Nusantara,” kata Igun.

  • Picu Konflik Pengguna dan Driver, Garda Minta Double Order ShopeeFood-Grab Cs Dihapus

    Picu Konflik Pengguna dan Driver, Garda Minta Double Order ShopeeFood-Grab Cs Dihapus

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi pengemudi ojek online Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) menyorot ihwal algoritma double order pada aplikasi milik perusahaan penyedia layanan on-demand yang disinyalir memicu masalah antara konsumen dan mitra ShopeeFood di Yogyakarta.

    Ketua Umum Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono mengatakan kerawanan terjadinya konflik akibat multi atau double order sangat besar, sehingga algoritma tersebut harus dihapus dan tak diterapkan oleh semua perusahaan aplikator.

    “Garda menyatakan algoritma ini harus dihapus jangan lagi diterapkan oleh semua aplikator,” kata Raden kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).

    Algoritma double order dinilai sangat merugikan. Sebab, kata Raden, pembayaran order kedua yang diterima mitra pengemudi hanya 50% dari nilai pemesanan pertama. 

    Di sisi lain, akibat keterlambatan pengiriman order juga merugikan konsumen.

    Raden berharap negara segera turun tangan mengatasi permasalahan ini. Pemerintah, sambungnya, diharapkan membuat regulasi menyoal tarif serta mekanisme pemesanan makanan dan antaran barang.

    “Sampai dengan saat ini regulasi tarif pengantaran barang dan pemesanan makanan tidak ada regulasinya sehingga menimbulkan kerawanan terjadinya konflik antara driver dengan konsumen,” kata dia.

    Selain itu, Raden menyayangkan masalah antara konsumen dengan pengemudi Shopee yang mengakibatkan kekisruhan massal di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

    Algoritma double order disebut membuat akhirnya membuat waktu tunggu pemesanan makanan menjadi lebih lama 20-45 menit dari waktu normal.

    “Apabila hanya melayani satu order saja, hal inilah yang dikeluhkan kawan-kawan driver pada beberapa aplikator yang juga menerapkan algoritma multi order atau double order lainnya,” jelasnya.

    Diketahui, beberapa waktu lalu ratusan pengemudi ShopeeFood menggeruduk salah satu pengguna Shopee dengan inisial TTW lantaran TTW berlaku kasar kepada salah satu driver.

    Adapun kekesalan TTW terjadi karena driver Shopee lama mengantarkan makanan yang sudah TTW pesan. 

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia menduga lamanya pesanan tersebut karena algoritma yang diterapkan oleh aplikator dalam hal ini ShopeeFood. 

    Permasalahan serupa dapat ditemukan juga, tidak hanya di Shopee, di Grab dan Gojek. Bisnis coba menghubungi Gojek dan Shopee mengenai fitur Double Order. Hingga berita ini diturunkan keduanya tidak memberi tanggapan.

  • Picu Konflik Pengguna dan Driver, Garda Minta Double Order ShopeeFood-Grab Cs Dihapus

    Picu Konflik Pengguna dan Driver, Garda Minta Double Order ShopeeFood-Grab Cs Dihapus

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi pengemudi ojek online Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) menyorot ihwal algoritma double order pada aplikasi milik perusahaan penyedia layanan on-demand yang disinyalir memicu masalah antara konsumen dan mitra ShopeeFood di Yogyakarta.

    Ketua Umum Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono mengatakan kerawanan terjadinya konflik akibat multi atau double order sangat besar, sehingga algoritma tersebut harus dihapus dan tak diterapkan oleh semua perusahaan aplikator.

    “Garda menyatakan algoritma ini harus dihapus jangan lagi diterapkan oleh semua aplikator,” kata Raden kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).

    Algoritma double order dinilai sangat merugikan. Sebab, kata Raden, pembayaran order kedua yang diterima mitra pengemudi hanya 50% dari nilai pemesanan pertama. 

    Di sisi lain, akibat keterlambatan pengiriman order juga merugikan konsumen.

    Raden berharap negara segera turun tangan mengatasi permasalahan ini. Pemerintah, sambungnya, diharapkan membuat regulasi menyoal tarif serta mekanisme pemesanan makanan dan antaran barang.

    “Sampai dengan saat ini regulasi tarif pengantaran barang dan pemesanan makanan tidak ada regulasinya sehingga menimbulkan kerawanan terjadinya konflik antara driver dengan konsumen,” kata dia.

    Selain itu, Raden menyayangkan masalah antara konsumen dengan pengemudi Shopee yang mengakibatkan kekisruhan massal di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

    Algoritma double order disebut membuat akhirnya membuat waktu tunggu pemesanan makanan menjadi lebih lama 20-45 menit dari waktu normal.

    “Apabila hanya melayani satu order saja, hal inilah yang dikeluhkan kawan-kawan driver pada beberapa aplikator yang juga menerapkan algoritma multi order atau double order lainnya,” jelasnya.

    Diketahui, beberapa waktu lalu ratusan pengemudi ShopeeFood menggeruduk salah satu pengguna Shopee dengan inisial TTW lantaran TTW berlaku kasar kepada salah satu driver.

    Adapun kekesalan TTW terjadi karena driver Shopee lama mengantarkan makanan yang sudah TTW pesan. 

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia menduga lamanya pesanan tersebut karena algoritma yang diterapkan oleh aplikator dalam hal ini ShopeeFood. 

    Permasalahan serupa dapat ditemukan juga, tidak hanya di Shopee, di Grab dan Gojek. Bisnis coba menghubungi Gojek dan Shopee mengenai fitur Double Order. Hingga berita ini diturunkan keduanya tidak memberi tanggapan.

  • Nasib Kenaikan Tarif Ojol 15% Usai Ramai Ditolak Driver Gojek-Grab Cs

    Nasib Kenaikan Tarif Ojol 15% Usai Ramai Ditolak Driver Gojek-Grab Cs

    Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah menaikkan tarif ojol (ojek online) sebesar 8% hingga 15% menuai penolakan dari beberapa pihak, termasuk dari kalangan pengemudi atau driver. Lantas, bagaimana nasib wacana kebijakan tersebut?

    Penolakan terhadap rencana kenaikan tarif ojol diutarakan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI). Mereka meminta pemerintah kembali mengkaji rencana kenaikan tarif dasar ojol.

    Ketua SPAI, Lily Pujiati bahkan mengatakan apabila memungkinkan kebijakan itu untuk dibatalkan saja. Alasannya, dikhawatirkan bakal mengganggu ekosistem transportasi online.

    “Menurut kami lebih baik dibatalkan saja,” kata Lily kepada Bisnis, Kamis (3/7/2025).

    Alih-alih menaikkan tarif dasar ojek online, Lily menyebut pemerintah justru perlu menggodok kejelasan status mitra ojol menjadi pekerja. Dengan demikian, mitra ojol dapat tergolong sebagai pekerja formal yang pembayaran gajinya dibayarkan mengacu pada ketentuan upah minimum provinsi (UMP).

    “Sehingga tidak lagi tergantung pada tarif dan potongan platform yang regulasinya sepotong-potong dan diserahkan pada harga pasar,” ujarnya.

    Terlebih, apabila rencana kenaikan tarif 8%-15% itu tidak dibarengi dengan ketegasan memutuskan batas potongan platform. Maka, dia memastikan keputusan penyesuaian tarif tidak akan berdampak pada kesejahteraan driver.

    Senada, penolakan terhadap wacana kenaikan tarif juga diutarakan Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia.

    Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, mengatakan pihaknya menolak kenaikan tarif sebesar 8–15% karena tidak pernah dilibatkan dalam kajian tersebut dan menilai pemerintah belum menyentuh persoalan utama yang dikeluhkan para pengemudi.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dikonfirmasi Bisnis pada Selasa (1/7/2025).

    Dia menegaskan fokus utama asosiasi bukan pada besaran tarif, melainkan pada potongan biaya aplikasi yang selama ini dirasa sangat merugikan pengemudi. 

    Selama bertahun-tahun, kata Igun, aplikator telah melanggar batas maksimal potongan yang diatur pemerintah dan belum pernah mendapat sanksi tegas dari regulator. Dia pun meminta potongan biaya aplikasi menjadi 10%. 

    “Sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja dan hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara, mohon agar pemerintah pro rakyat, jangan pro kepada pengusaha atas nama kestabilan dan keadilan, karena aplikator sudah tidak adil namun didiamkan begitu saja,” ujarnya.

    Belum Final

    Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan menjelaskan bahwa rencana mengerek tarif dasar ojol memang belum final karena saat ini masih dilakukan kajian secara mendalam.

    Adapun, salah satu hal yang masih menjadi pertimbangan yakni besaran dampaknya terhadap aspek ekonomi nasional. 

    “Itu kan dari sisi ekonomi kami perhitungkan, bagaimana nanti kalau ini diterapkan berakibat pada inflasi atau tidak? Jadi semua perspektif kami pertimbangkan,” kata Aan saat ditemui di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Rabu (2/7/2025).

    Aan menjelaskan, Kemenhub masih akan melakukan diskusi dengan beberapa pihak mulai dari akademisi hingga ekonom untuk memproyeksi dampak dari kenaikan tarif itu. 

    Selain itu, dia juga menyebut terus berkomunikasi dengan intens, baik dengan aplikator maupun driver ojol selaku mitra. 

    “Nanti hasil kajiannya apa, sebelum memutuskan nanti ada semacam harmonisasi, ada pertimbangan-pertimbangan. Jadi ini [regulasi terkait kenaikan tarif] belum final, seperti itu,” pungkasnya.

    Untuk diketahui, kenaikan tarif ojol terakhir kali terjadi pada 10 September 2022. Kala itu, Kemenhub menaikkan tarif ojol dengan pertimbangan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), upah pegawai, dan jasa lainnya.

    Adapun, komponen penentuan biaya jasa untuk ojol ini terdiri atas biaya langsung dan tak langsung, di antaranya yakni penaikan UMR, asuransi pengemudi, biaya minimal order 4 km pertama, dan penaikan harga BBM.

    Kala itu, tarif ojol untuk Zona I dan Zona III terjadi kenaikan sebesar 6%-10% untuk biaya jasa batas bawah dan batas atas biaya jasa ojol. Adapun, untuk zona II terjadi penaikan biaya batas bawah sebesar 13,33% dan batas atas sebesar 6% dari KP No.548/2020.

    Saat ini, penetapan tarif ojol masih diatur dalam Keputusan Menteri (KM) Perhubungan No.KP 564 Tahun 2022 yang menggantikan KM No. KP348 Tahun 2019.

    Mengacu pada tarif yang masih berlaku saat ini, jika terjadi kenaikan sebesar 8%-15% maka tarif ojol yang dikenakan bakal berkisar dari Rp9.990 hingga yang tertinggi Rp15.525.

    Berikut simulasi kenaikan tarif ojol 8% – 15% per zona:

    Zona I

    Rentang biaya jasa minimal: Rp9.250 – Rp11.500
    Asumsi naik tarif 8%: Rp9.990 – Rp12.420
    Asumsi naik tarif 15%: Rp10.637 – Rp13.225

    Zona II

    Rentang biaya jasa minimal: Rp13.000 – Rp13.500
    Asumsi naik tarif 8%: Rp14.040 – Rp14.580
    Asumsi naik tarif 15%: Rp14.950 – Rp15.525 

    Zona III Rentang biaya jasa minimal: Rp10.500 – 13.000

    Asumsi naik tarif 8%: Rp11.340 – Rp14.040 
    Asumsi naik tarif 15%: Rp12.075 – Rp14.950

    Respons Aplikator

    Perusahaan aplikator layanan transportasi online seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO), Grab Indonesia dan Maxim Indonesia merespons rencana kenaikan tarif ojol sekitar 8%-15%.

    PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) menyebut saat ini pihaknya masih melakukan kajian mendalam bersama Kemenhub mengenai rencana pemberlakuan penyesuaian tarif ojol.

    Director of Public Affairs and Communications GOTO, Ade Mulya menjelaskan bahwa hingga saat ini pengenaan tarif masih mengikuti regulasi yang berlaku dan belum ada kenaikan tarif.

    “Gojek memastikan bahwa seluruh penerapan tarif mengikuti regulasi yang berlaku dari pemerintah,” kata Ade kepada Bisnis, Selasa (2/7/2025).

    Pada saat yang sama, Ade memastikan bahwa tarif baru yang saat ini tengah digodok tidak akan memberatkan konsumen. Dia juga berkomitmen untuk menghadirkan tarif yang kompetitif. 

    Hal tersebut diklaim penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem, memastikan peluang order atau permintaan tetap tinggi, sehingga mendukung penghasilan Mitra secara jangka panjang.

    “Gojek berkomitmen untuk terus memberikan tarif yang kompetitif dan sesuai dengan regulasi yang berlaku dengan mempertimbangkan tingkat daya beli masyarakat sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini,” tegasnya.

    Grab Indonesia turut menanggapi rencana kenaikan tarif ojol. Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan bahwa pihaknya menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan kerja sama dalam membangun komunikasi yang konstruktif dengan pemerintah termasuk penyesuaian tarif. 

    “Kami terus menjalin koordinasi dan siap berdialog secara terbuka terkait berbagai rencana kebijakan, termasuk yang menyangkut penyesuaian tarif transportasi daring,” kata Tirza kepada Bisnis pada Rabu (2/7/2025).

    Tirza mengatakan, pihaknya menyadari kebijakan tarif yang baru dapat memengaruhi banyak aspek mulai dari penghasilan mitra hingga sensitivitas harga di kalangan konsumen. 

    Dalam konteks persaingan yang ketat di sektor ini, menurutnya, penting untuk menjaga keseimbangan antara keberlangsungan pendapatan mitra dan risiko menurunnya permintaan akibat berkurangnya daya tarik harga layanan dalam penyesuaian tarif ini.

    Sementara itu, Government Relation Specialist Maxim Indonesia, Muhammad Rafi Assagaf menuturkan bahwa rencana mengerek tarif itu dinilai masih perlu melalui pengkajian ulang.

    “Kami melihat bahwa rencana kenaikan tarif pada layanan transportasi daring harus dikaji ulang secara komprehensif dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk pada perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi dan masyarakat selaku konsumen,” kata Rafi dalam keterangan resmi, Kamis (3/7/2025).

    Bukan tanpa alasan, Maxim berpandangan bahwa rencana untuk menaikkan tarif layanan transportasi online memiliki risiko kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekosistem digital.

    Di samping itu, tambah Rafi, kenaikan tarif transportasi online juga akan memberikan dampak destruktif yang dapat dirasakan masyarakat, mitra pengemudi, dan juga industri e-hailing di Indonesia.

    Meski demikian, Rafi mengaku selama proses penggodokan kenaikan tarif Kemenhub memang telah melibatkan aplikator. Hingga saat ini, kata dia, pihaknya masih melakukan diskusi insentif dengan Kemenhub.

  • Asosiasi Ojol Minta Potongan Komisi 10%, Begini Respons Maxim

    Asosiasi Ojol Minta Potongan Komisi 10%, Begini Respons Maxim

    Bisnis.com, JAKARTA — Maxim Indonesia merespons usulan sejumlah asosiasi pengemudi ojek online (ojol) untuk membatasi potongan komisi aplikasi maksimal sebesar 10%. 

    Government Relation Specialist Maxim Indonesia, Muhammad Rafi Assagaf mengatakan pihaknya menolak penurunan komisi aplikasi hingga 10%. Pasalnya hal tersebut menurutnya dapat menimbulkan konsekuensi lain, seperti meningkatnya biaya perjalanan dan potensi penurunan akses layanan bagi masyarakat.

    “Mengenai tuntutan pengemudi untuk menurunkan komisi aplikasi 10%, dapat kami sampaikan bahwa Maxim tidak sejalan terhadap usulan untuk menurunkan komisi aplikasi di bawah standar yang telah ditetapkan karena penurunan komisi aplikasi dapat menyebabkan kenaikan biaya perjalanan karena pengoperasian secara fungsional dan penyediaan layanan yang tersedia menjadi semakin sulit,” kata Rafi dalam keterangan resmi dikutip Kamis (3/7/2025).

    Dia juga mengingatkan potensi penyempitan layanan dan penurunan permintaan akan membuat pengemudi kehilangan kesempatan kerja. Rafi menambahkan keputusan terkait tarif dan komisi harus melibatkan diskusi bersama seluruh pihak, baik pelanggan, mitra pengemudi, maupun aplikator, dengan mengedepankan kajian yang mendalam.

    Dia pun menekankan pihaknya mendukung keseimbangan dan motivasi yang akan membantu mitra untuk membuat pesanan dengan sukses.

    “Ini adalah ide utama yang didukung Maxim. Keputusan dalam menentukan tarif, biaya komisi, dan sebagainya, hendaknya didasarkan pada kajian yang mendalam, serta mempertimbangkan dan berdiskusi dengan semua pihak, mulai dari pelanggan, mitra pengemudi, dan aplikator,” katanya.

    Rafi menyebut Maxim telah menerapkan komisi aplikasi sesuai dengan ketentuan Keputusan Kementerian Perhubungan No. 1001 Tahun 2022, dengan kisaran 5% hingga 15% tergantung jenis layanan dan wilayah.

    Untuk layanan Maxim Bike, komisi aplikasi adalah sebesar 9%–15% dan untuk Maxim Car, komisi aplikasi adalah sebesar 8%–15%. 

    “Pengemudi Maxim juga bisa mendapatkan komisi yang lebih rendah dengan bekerja secara aktif dengan rating yang baik dan dengan memberikan stiker khusus pada mobil mereka,” katanya.

    Maxim juga memiliki program motivasi untuk mitra pengemudi yang memungkinkan mereka mendapatkan potongan lebih rendah berdasarkan performa kerja. Pihaknya menghormati mitra pengemudi dan menciptakan kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan utama maupun penghasilan tambahan. 

    “Untuk memberikan kemudahan bagi pengemudi, Maxim juga memiliki ‘motivation program for drivers’ yang merupakan program khusus yang memungkinkan pengemudi mendapatkan potongan aplikasi yang lebih rendah berdasarkan aktivitas dan performa mereka,” tuturnya.

    Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menilai kebijakan komisi saat ini belum berpihak kepada pengemudi. 

    Garda mengajukan tuntutan pembatasan potongan maksimal hanya 10% dan menolak adanya kenaikan tarif tanpa melibatkan mitra pengemudi dalam proses kajian.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dihubungi Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Igun mengatakan sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja. Hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara.  Garda mengajukan lima tuntutan, yakni pembentukan UU atau Perppu Transportasi Online, pembatasan potongan aplikasi maksimal 10%, diskresi tarif layanan barang dan makanan, audit investigatif terhadap pelanggaran potongan, serta penghapusan skema kerja eksploitatif. 

    Garda mengancam akan menggelar aksi mematikan aplikasi oleh 500.000 pengemudi secara serentak pada 21 Juli 2025 jika tidak ada respons.

    Senada, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menyatakan bahwa potongan platform masih terlalu tinggi dan melebihi batas maksimal yang ditetapkan pemerintah.

    “Potongan platform saat ini tidak mengikuti aturan maksimal 20% yang telah ditentukan pemerintah untuk layanan angkutan penumpang roda dua,” katanya.

    Lily juga menyoroti ketimpangan dalam pembagian pendapatan layanan pengantaran makanan dan barang.

    “Pengemudi hanya menerima Rp5.200 dari biaya Rp18.000 yang dibayarkan pelanggan, belum termasuk beban operasional lainnya,” ujar Lily. 

    SPAI mendesak agar potongan platform dihapus atau setidaknya diturunkan ke 10%, serta mendorong pemberlakuan sistem upah berdasarkan UMP. Mereka juga meminta pengakuan terhadap pengemudi sebagai “pekerja platform”, bukan sekadar mitra, sesuai hasil forum International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa.

    Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah mengkaji rencana kenaikan tarif ojek online berdasarkan pembagian zona wilayah. 

    Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan menyebut kajian telah dilakukan untuk menentukan besaran kenaikan tarif di masing-masing zona.

    “Sudah kami buat, kami kaji sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Bervariasi kenaikan tersebut, ada [yang naik] 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan ada 3, Zona 1, 2, dan 3,” kata Aan dalam rapat bersama Komisi V DPR RI, Senin (30/6/2025).

  • Ini Dampak Buruk Andai Tarif Ojol Naik 8-15 Persen di Indonesia

    Ini Dampak Buruk Andai Tarif Ojol Naik 8-15 Persen di Indonesia

    Jakarta

    Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia mengungkap dampak buruk seandainya tarif jasa benar-benar naik 8-15 persen. Menurut mereka, akan ada inflasi besar-besaran dan penurunan minat konsumen menggunakan jasa ‘pasukan hijau’.

    Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono menegaskan, pihaknya menolak keras rencana kenaikan ojol yang digaungkan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dia berharap, rencana tersebut tak benar-benar direalisasikan.

    “Berdasarkan pernyataan dari Wamenhub bahwa Kementerian Perhubungan RI akan menaikkan tarif penumpang (ride hailing) ojol mulai 8% sampai 15% sesuai zona wilayah yang tercantum dalam Permenhub PM Nomor 12 tahun 2019,” ujar Igun kepada detikOto, dikutip Rabu (2/7).

    “Sebaiknya itu dikaji lebih mendetail lebih dahulu sebelum memberikan keputusan konkret karena pastinya akan berdampak pada para pengemudi maupun kepada para pelanggan dan merchant UMKM yang masuk pada ekosistem transportasi online ini,” tambahnya.

    Driver ojol Grab di Tendean, Jakarta Selatan. Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Selain itu, seperti yang telah disampaikan di awal, keputusan menaikkan tarif ojol juga akan berdampak ke inflasi di sektor transportasi. Bahkan, dampaknya bisa ke mana-mana jika tetap dibiarkan.

    “Jika tarif penumpang yang akan diputuskan naik terlebih dahulu maka dampak signifikan akan sangat dirasakan pelanggan dan pastinya juga akan terjadi efek domino, dampak ekonomi dan inflasi khususnya pada transportasi dan UMKM,” ungkapnya.

    Berkaca dari kenyataan tersebut, Igun menolak keras rencana pemerintah menaikkan tarif ojol di Indonesia.

    “Kami menolak adanya kenaikan tarif, kenaikan tarif seharusnya melibatkan seluruh pihak yang ada pada ekosistem transportasi online agar mendapatkan suatu keputusan yang berkeadilan bagi semua pihak,” tuturnya.

    “Harus dibuka ruang kajian terbuka dan survei sampling apabila terjadi kenaikan tarif sehingga akan menghasilkan prosentase kenaikan yang tepat tidak memberatkan salah satu pihak khususnya pelanggan pengguna jasa penumpang ojek online ride hailing,” kata dia menambahkan.

    Ojol Foto: Agung Pambudhy

    Sebelumnya, rencana pemerintah menaikkan tarif ojol disampaikan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan pada rapat bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta. Menurutnya, rencana tersebut sudah masuk babak final.

    “Kami sudah melakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif, terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan. (Besarannya) bervariasi, kenaikan yang disebut ada 15 persen, ada 8 persen tergantung dari zona yang kami tentukan,” kata Aan.

    Sebagai catatan, tarif ojol saat ini masih merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 564/2022. Tarif layanan tersebut ditentukan berdasarkan tiga zona.

    Zona I meliputi Sumatra, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali. Tarif di zona ini Rp 1.850 hingga Rp 2.300 per kilometer.

    Zona II meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Tarif di zona ini Rp 2.600 hingga Rp 2.700 per kilometer.

    Zona III meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua dengan tarif Rp 2.100 hingga Rp 2.600 per kilometer.

    (sfn/din)

  • Grab Pastikan Biaya Komisi Platfrom Tak Lebih dari 20%

    Grab Pastikan Biaya Komisi Platfrom Tak Lebih dari 20%

    Bisnis.com, JAKARTA — Grab Indonesia memastikan pihaknya tidak pernah mengenakan komisi lebih dari 20% pada platformnya kepada mitra pengemudi atau ojek online (ojol). 

    Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi.

    Dia bilang Grab membutuhkan struktur komisi seperti saat ini untuk mempertahankan kualitas layanan, keamanan, dan dukungan yang menjadi ‘jiwa’ platform sejak awal. 

    “Komisi ini bukan angka semata, tetapi cerminan dari investasi berkelanjutan kami dalam teknologi, perlindungan mitra, pelatihan, dan layanan pelanggan yang andal,” kata Tirza saa dihubungi Bisnis pada Selasa (2/7/2025).

    Tirza menambahkan pihaknya menyayangkan adanya kesalahpahaman dalam perhitungan biaya komisi yang terjadi saat ini. Dia pun memastikan bahwa terkait pembagian 20% biaya komisi hanya berlaku atas tarif dasar, bukan total keseluruhan biaya yang dibayarkan konsumen yang mana mencakup biaya jasa aplikasi (platform fee) dan biaya tambahan lainnya seperti biaya emisi karbon.

    Adapun, biaya komisi dimanfaatkan untuk berbagai inisiatif yang mendukung mitra pengemudi dalam menjalankan pekerjaannya. Beberapa inisiatif di antaranya pengembangan dan pemeliharaan platform. Hal tersebut mencakup biaya operasional aplikasi, termasuk server, fitur keamanan, serta inovasi teknologi agar mitra dapat bekerja dengan lebih efisien dan nyaman. 

    Kemudian dukungan operasional, termasuk layanan pengaduan GrabSupport 24/7, tim cepat tanggap kecelakaan 24/7, pusat edukasi GrabAcademy, Grab Driver Center, Grab Excellence Center, biaya transaksi non-tunai. 

    Tirza menambahkan inisiatif lainya adalah program strategis untuk pengembangan kapasitas mitra pengemudi. Program tersebut seperti GrabBenefits, program beasiswa GrabScholar, apresiasi dana abadi, insentif & bonus, program kelas terus udaha dan lain-lain,” kata Tirza. 

    Tirza mengungkapka asuransi kecelakaan juga diberikan untuk melindungi mitra pengemudi. 

    “Jika struktur komisi ini dipaksa turun secara signifikan, maka Grab tidak lagi dapat menjadi aplikasi yang dikenal dan disayangi masyarakat baik oleh penumpang yang mengandalkan layanan yang aman dan nyaman, maupun oleh mitra pengemudi yang selama ini menerima dukungan, insentif, dan perlindungan menyeluruh,” kata Tirza. 

    Dia menyebut dampaknya bukan hanya pada kualitas layanan, tetapi juga pada keberlangsungan ekosistem yang melibatkan jutaan orang di dalamnya.

    Lebih lanjut, Tirza mengatakan Grab percaya menjaga keseimbangan antara pendapatan mitra pengemudi, keterjangkauan bagi konsumen, dan keberlanjutan operasional platform adalah kunci untuk mendukung keberlangsungan ekosistem industri transportasi daring di tanah air. 

    “Kami senantiasa terbuka untuk terus berdialog dan meninjau kebijakan dengan instansi pemerintah terkait agar tercipta keberlanjutan ekosistem transportasi daring yang tetap relevan dan bermanfaat bagi Mitra dan masyarakat Indonesia,” tutupnya. 

    Di tengah rencana kenaikan tarif ojol, Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia memilih menolak. Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, mengatakan rencana tersebut belum melalui proses kajian yang melibatkan pengemudi secara langsung.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8%–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dihubungi Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Pihaknya justru menyoroti permasalahan utama yang perlu segera diselesaikan adalah besarnya potongan biaya aplikasi yang dinilai tidak adil dan merugikan mitra pengemudi. Dia menyebut aplikator telah melampaui batas maksimal potongan yang telah ditetapkan pemerintah.

    “Sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja. Hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara, mohon agar pemerintah pro rakyat, jangan pro kepada pengusaha atas nama kestabilan dan keadilan,” katanya.

    Garda mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah, termasuk pembentukan UU atau Perppu Transportasi Online, pembatasan potongan aplikasi maksimal 10%, diskresi tarif layanan barang dan makanan, audit investigatif atas pelanggaran potongan, serta penghapusan skema kerja yang dianggap eksploitatif. Jika tidak direspons, Garda mengancam akan melakukan aksi serentak mematikan aplikasi oleh 500.000 pengemudi pada 21 Juli 2025.

    Senada, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) juga menyatakan bahwa kenaikan tarif tidak akan memberikan dampak signifikan jika potongan platform masih tinggi. Ketua SPAI, Lily Pujiati, menegaskan bahwa potongan saat ini bahkan melebihi batas maksimal 20% yang telah diatur pemerintah.

    “Potongan platform saat ini tidak mengikuti aturan maksimal 20% yang telah ditentukan pemerintah untuk layanan angkutan penumpang roda dua,” ujar Lily dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

    Dia menyoroti ketimpangan dalam layanan pengantaran makanan dan barang, di mana pengemudi hanya menerima Rp5.200 dari biaya Rp18.000 yang dibayarkan pelanggan, belum termasuk beban operasional lainnya.

    SPAI juga mendesak penghapusan potongan platform atau setidaknya penurunan hingga 10%, serta pemberlakuan sistem upah berbasis UMP. Selain itu, mereka mendorong agar istilah “kemitraan” diubah menjadi “pekerja platform”, sebagaimana hasil forum International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa.