Tag: Idham Holik

  • Formulir C1 sudah sesuai ketentuan UU Pilkada

    Formulir C1 sudah sesuai ketentuan UU Pilkada

    Anggota KPU RI Idham Holik. ANTARA/Narda Margaretha Sinambela

    KPU: Formulir C1 sudah sesuai ketentuan UU Pilkada
    Dalam Negeri   
    Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 16 November 2024 – 08:21 WIB

    Elshinta.com –  Anggota KPU RI Idham Holik menegaskan bahwa Formulir (Form) C1 sudah sesuai dengan aturan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

    Hal itu disampaikan Idham ketika respons temuan Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) terkait dengan dokumen Form C1 yang telah dicetak dan diterima petugas KPU di sejumlah daerah memuat kesalahan karena tidak sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

    “Sudah sesuai Pasal 95 UU Nomor 8 Tahun 2015,” kata Idham saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.

    Form C1 juga sudah sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

    “PKPU Nomor 17 Tahun 2024 sudah sesuai dengan UU Pilkada,” ujarnya.

    Adapun aturan tersebut termuat dalam Pasal 1 ayat (21) dan (22) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 yang berbunyi, “Pemilih pindahan adalah pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap, namun karena keadaan tertentu pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar dan memberikan suara di TPS lain dan dicatat dalam daftar pemilih pindahan.”

    Dijelaskan pula dalam PKPU tersebut bahwa pemilih tambahan adalah pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam daftar pemilih tetap, namun memenuhi syarat dilayani penggunaan hak pilihnya pada hari dan tanggal pemungutan suara, dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan.

    Sebelumnya, Jumat (15/11), peneliti SPD Dian Permata mengungkapkan bahwa kesalahan tersebut berkaitan dengan penggunaan terminologi pemilih dalam Form C1 tidak sesuai dengan yang diamanatkan UU Pilkada.

    “KPU tidak konsisten dalam menggunakan istilah DPT (daftar pemilih tetap), DPTb (daftar pemilih tambahan), DPK (daftar pemilih khusus), dan seterusnya,” kata Dian di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Jumat.

    Dikatakan pula oleh Dian bahwa istilah DPK tidak dikenal dalam pelaksanaan pilkada karena hal itu hanya terdapat pada pemilihan umum (pemilu) yang di dalamnya melaksanakan 5 jenis pemilihan, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) serta pemilihan anggota legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota).

    “Pada rezim pemilu memang ada tiga jenis klaster (pemilih yang didata KPU), yaitu pemilih DPT, DPTb, dan DPK, sedangkan pada pilkada itu pemilih DPT, DPTb, dan pemilih pindahan,” ujarnya.

    Hanya saja dalam Form C1 yang ditemukannya seperti di Banten menjadi masalah lantaran memuat istilah jenis pemilih Pilkada 2024 yang salah. Istilah daftar pemilih khusus atau DPK masuk ke dalam Form C1, padahal seharusnya daftar pemilihan pindahan (DPP).

    Sementara itu, daftar pemilih pindahan dalam Form C1 yang tercetak disingkat DPTb dan daftar pemilih tambahan disingkat DPK. Selain itu, istilah DPK yang sudah tercetak di dalam Form C1 ikut masuk atau termuat di dalam peraturan KPU (PKPU) terkait penyusunan data pemilih dan juga penghitungan dan pemungutan suara (tungsura), termasuk rekapitulasi Pilkada 2024.

    Oleh karena itu, SPD mendorong agar Form C1 yang akan digunakan di ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) dapat diperbaiki supaya tidak terjadi kebingungan di tingkat kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dalam menghitung hasil perolehan suara pasangan calon kepala daerah.

    “Nah solusinya apa? Mau tidak mau karena ada kesalahan cetak, KPU harus bikin cetak Form C se-Indonesia. Karena dikhawatirkan tingkat pemahaman para penyelenggara pemilu di level bawah itu tidak sama,” pungkasnya.

    Sumber : Antara

  • Jelang Pilkada serentak, KPU RI ajak semua pihak cegah politik uang

    Jelang Pilkada serentak, KPU RI ajak semua pihak cegah politik uang

    ANTARA – Menjelang pemungutan suara Pilkada serentak 2024, KPU RI mengajak berbagai pihak untuk ikut aktif menghentikan praktik politik uang selama masa kampanye. Hal itu dikatakan Anggota KPU RI Idham Holik saat dijumpai di Jakarta, Selasa (5/11). (Aria Cindyara/Pradanna Putra Tampi/Sandy Arizona/Farah Khadija)

  • Grafik Data Perolehan Suara Sirekap Dihapus, KPU Dikritik

    Grafik Data Perolehan Suara Sirekap Dihapus, KPU Dikritik

    Jakarta

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak lagi menampilkan grafik data perolehan suara Pilpres dan Pileg pada Pemilu 2024 di Sirekap. Pakar siber pun turut merespon hal tersebut.

    Sebelumnya, sistem Sirekap sering jadi sorotan karena terkait perbedaan pembacaan Optical Character Recognition (OCR) & Optical Mark Reader (OMR), lokasi server, serta penggelembungan suara.

    Chairman lembaga riset siber CISSReC Pratama Persadha mengatakan, jika KPU memang menyadari jika sistem Sirekap bermasalah, maka yang perlu dilakukan oleh KPU adalah memperbaiki masalah yang ada tersebut, bukan menghapus beberapa fungsi sirekap seperti yang dilakukan oleh KPU pada saat ini.

    “Penghapusan fungsi tersebut bahkan dapat menimbulkan sebuah isu baru, dimana KPU menghilangkan fungsi transparansi kepada publik dan ingin secara diam-diam menggelembungkan atau menggeser suara, karena dengan dihilangkannya fitur rekapitulasi serta grafik perolehan suara, maka masyarakat tidak dapat melakukan crosscheck hasil perhitungan sementara dan tidak mungkin masyarakat harus menghitung secara manual 823 ribu TPS untuk memastikan hasil rekapitulasi KPU tidak ada penyelewengan,” tutur Pratama.

    Meskipun hasil yang ditampilkan oleh Sirekap bukanlah hasil yang dijadikan acuan hasil akhir namun kata Pratama, fungsi dasar dari sirekap adalah KPU melakukan transparansi dengan menampilkan hasil perhitungan kepada publik.

    “Dengan menghilangkan fitur rekapitulasi dan grafik dari sistem Sirekap, maka Sirekap tidak akan berjalan sesuai dengan desainnya, dan akan menimbulkan isu baru kenapa sebuah sistem yang dibuat dengan biaya tinggi bisa dibilang hampir tidak terpakai karena fungsi dasarnya, yaitu transparansi serta rekapitulasi yang dihilangkan,” ucap Pratama.

    Diberitakan sebelumnya, Dilihat detikcom, per pukul 23.40 WIB, Selasa (5/3/2024), situs pemilu2024.kpu.go.id tidak lagi menampilkan grafik data perolehan suara Pilpres dan Pileg. Dalam website tersebut hanya terdapat foto formulir model c hasil plano. Sebelumya, situs di situs KPU menampilkan grafik data persentase perolehan suara Pilpres 2024 maupun Pileg.

    Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya saat ini memang menetapkan kebijakan untuk menampilkan formulir model c hasil plano saja dalam Sirekap. Idham menyebut dengan kebijakan itu, KPU tidak lagi menampilkan data numerik perolehan suara sementara.

    “Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti otentik perolehan suara peserta Pemilu,” kata Idham kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).

    Idham mengatakan fungsi utama Sirekap yakni untuk publikasi foto dan formulir model c hasil plano. Idham menilai selama ini publik jarang melihat foto formulir model C hasil.

    Padahal, kata dia, formulir model c hasil plano merupakan bukti otentik yang ditulis oleh KPPS di setiap TPS. Di mana, penulisan formulir model c hasil disaksikan oleh para saksi dari pasangan calon dan partai politik, serta diawasi oleh Panwas.

    “Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka,” ujarnya.

    (agt/afr)