Tag: Ida Fauziyah

  • KPK Panggil 4 Agen TKA Jadi Saksi Kasus Pemerasan RPTKA Kemenaker – Page 3

    KPK Panggil 4 Agen TKA Jadi Saksi Kasus Pemerasan RPTKA Kemenaker – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil empat orang agen yang mengurus izin kerja tenaga kerja asing (TKA) untuk menjadi saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Aasing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama SH, AS, AP, dan AN,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi Antara, Jumat (13/6/2025).

    Budi menjelaskan bahwa empat agen TKA tersebut adalah staf di PT Wijaya Nusa Sukses berinisial SH, direktur di PT Fasqindo Mandiri Bersama berinisial AS, kustodi di PT Tunas Artha Gardatama tahun 2009-2012 berinisial AP, dan eksekutor di PT Aneka Jasa Lima Benua berinisial AN.

    Sebelumnya, KPK memanggil empat orang sebagai saksi pada Kamis (12/6/2025), yakni pekerja lepas jasa pengurusan RPTKA berinisial EY, staf operasional di PT Indomonang Jadi berinisial EN, staf operasional di PT Lamindo Inter Service berinisial MS, dan staf operasional di PT Dienka Utama berinisial PW.

    Pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

    Para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

    KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

    Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

    Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah kantor Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Nomor 51, Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Selasa 20 Mei 2025.

  • KPK usut besaran tarif tidak resmi untuk urus izin kerja TKA

    KPK usut besaran tarif tidak resmi untuk urus izin kerja TKA

    Arsip – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/6/2025). ANTARA/Rio Feisal

    KPK usut besaran tarif tidak resmi untuk urus izin kerja TKA
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 13 Juni 2025 – 07:16 WIB

    Elshinta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut besaran tarif tidak resmi untuk pengurusan izin kerja tenaga kerja asing (TKA) terkait kasus dugaan pemerasan di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan bahwa pengusutan itu dilakukan terhadap tiga orang agen pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang menjadi saksi dan diperiksa pada Kamis.

    “Ketiganya diperiksa terkait besaran tarif tidak resmi yang diminta oleh para tersangka agar proses pengurusan RPTKA dipercepat, serta apa yang akan dilakukan oleh para tersangka jika uang tarif tidak resmi tersebut tidak diberikan oleh para agen TKA,” ujar Budi dilansir dari ANTARA, Kamis.

    Lebih lanjut dia mengatakan bahwa ketiga saksi tersebut adalah pekerja lepas jasa pengurusan RPTKA Erwin Yostinus, staf operasional di PT Indomonang Jadi Ety Nurhayati, dan staf operasional di PT Dienka Utama Purwanto.

    KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

    Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

    KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

    Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

    Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.

    Sumber : Antara

  • KPK Buka Peluang Periksa Cak Imin hingga Ida Fauziyah pada Kasus Pemerasan TKA

    KPK Buka Peluang Periksa Cak Imin hingga Ida Fauziyah pada Kasus Pemerasan TKA

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk turut memeriksa mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan terkait dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah sebelumnya menyebut praktik pemerasan terhadap pengurusan RPTKA diduga telah terjadi sejak 2012. Saat itu, Menaker dijabat oleh Cak Imin (saat itu bernama Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi atau Menakertrans). Saat ini, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu tengah menjabat sebagai Menko Pemberdayaan Masyarakat di Kabinet Merah Putih. 

    Saat ditanya mengenai peluang pemeriksaan terhadap Cak Imin, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pihaknya bakal memeriksa seluruh pihak yang diduga mengetahui dugaan aliran dana pemerasan di lingkungan Kemnaker itu. 

    “Pihak-pihak yang diduga mengetahui dugaan aliran pemerasan terkait dengan perkara RPTKA ini, nantinya akan dimintai keterangan oleh penyidik sehingga membuat terang perkara ini. Dan tentu kita semua berharap penanganan perkara ini juga bisa tuntas diselesaikan,” ujar Budi kepada wartawan, Rabu (11/6/2025). 

    Adapun lembaga antirasuah sebelumnya telah menyebut akan memeriksa dua mantan Menaker setelah Cak Imin, yaitu Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah. Mereka akan dimintai keterangan ihwal dugaan pemerasan di Kemnaker yang sudah resmi diusut untuk periode sejak 2019. 

    Terkait dengan hal tersebut, penyidik pun telah memanggil tiga orang mantan staf khusus Hanif dan Ida, Selasa (10/6/2025), yaitu Caswiyono Rusydie Cakrawangsa, Risharyudi Triwibowo serta Luqman Hakim. Namun, hanya Caswiyono dan Risharyudi yang sudah memenuhi panggilan pemeriksaan. 

    Menurut Budi, penyidik sudah mendalami dugaan aliran dana hasil pemerasan terhadap agen TKA itu hingga ke pihak-pihak selain delapan orang yang sudah ditetapkan tersangka. 

    “Penyidik juga mendalami kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang juga turut menikmati hasil dugaan pemerasan tersebut termasuk bagaimana peran-perannya dalam konstruksi perkara ini,” katanya. 

    Sebelumnya, KPK menyebut praktik pemerasan terkait dengan RPTKA di Kemnaker sudah terjadi sejak 2012. 

    “Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012,” terang Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers, Kamis (5/6/2025). 

    Budi memastikan penyidik akan meminta klarifikasi apabila aliran uang hasil korupsi itu mencapai level paling atas Kemnaker. Penegak hukum juga akan mengklarifikasi semua bukti temuan saat penggeledahan. 

    Dia mengatakan pimpinan tertinggi kementerian bakal diklarifikasi guna mengusut apabila praktik pemerasan maupun penerimaan gratifikasi itu berdasarkan sepengetahuan mereka atau tidak. 

    Adapun delapan orang tersangka yang dimaksud adalah:

    1. SH (Suhartono), Dirjen Binapenta dan PKK 2020-2023;

    2. HY (Haryanto), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) 2019-2024 kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta dan PKK 2024-2025;

    3. WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur PPTKA 2017-2019;

    4. DA (Devi Angraeni), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA 2020-Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025;

    5. GTW (Gatot Widiartono), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK 2019-2021, Pejabat Pembuat 

    Komitmen (PPK) PPTKA 2019-2024, serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA 2021-2025.

    6. PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024;

    7. JMS (Jamal Shodiqin), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024; serta 

    8. ALF (Alfa Eshad), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024.

    Lembaga antirasuah menduga kedelapan tersangka itu melakukan pemerasan untuk pengurusan calon TKA yang ingin melakukan pekerjaan di Indonesia. 

    Untuk diketahui, agar bisa bekerja di Indonesia, calon pekerja migran dari luar negeri itu harus mendapatkan RPTKA. Sementara itu, RPTKA dikeluarkan oleh Ditjen Binapenta dan PKK. 

    Sampai dengan saat ini, terang Budi, KPK menduga jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA Ditjen Binapenta dan PKK dari pemohonan RPTKA mencapai Rp53,7 miliar.

    “Bahwa penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan,” terang Budi.

  • Eks Anak Buah Hanif Dhakiri Diperiksa KPK Soal Pemerasan TKA Rp 53,7 M

    Eks Anak Buah Hanif Dhakiri Diperiksa KPK Soal Pemerasan TKA Rp 53,7 M

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus pemerasan dan gratifikasi dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) senilai Rp 53,7 miliar.

    Terbaru, KPK memeriksa dua pejabat era eks Menaker Hanif Dhakiri, yaitu Ruslan Irianto Simbolon (RIS) dan Heri Sudarmanto (HS) sebagai saksi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (11/6/2025).

    RIS diketahui pernah menjabat sebagai staf ahli menaker bidang hubungan antarlembaga, sementara HS merupakan sekjen Kemenaker dan pernah menjadi direktur PPTKA sebelum 2017.

    Penyidikan Meluas

    Kasus ini tidak hanya berhenti pada era Hanif Dhakiri. KPK juga telah memeriksa staf khusus Menaker era Ida Fauziyah, yaitu Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharuydi Triwibowo terkait aliran dana hasil pemerasan terhadap pihak asing yang ingin mempekerjakan TKA di Indonesia.

    KPK menduga praktik pemerasan TKA di Kemenaker sudah berlangsung sejak 2012, dimulai saat Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjabat menakertrans pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    Praktik ini terus berlanjut ke era Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024), yang keduanya berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

    Eks Menaker Segera Dipanggil KPK

    Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo menegaskan, Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah akan dipanggil dalam waktu dekat untuk mengklarifikasi dan mengonfirmasi manajerial mengingat keduanya merupakan pimpinan tertinggi di Kemenaker saat kasus berlangsung.

    “Jika pimpinannya bersih, maka ke bawah juga akan bersih. Namun, harus dibuktikan dengan alat bukti dan pemeriksaan mendalam,” tegas Budi Sukmo.

    Dalam kasus pemerasan TKA di Kemenaker ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka yang diketahui telah membagi hasil pemerasan kepada berbagai pihak, termasuk 85 pegawai Direktorat PPTKA dengan total nilai Rp 8,94 miliar. Sisa dana lainnya digunakan dan dibagi ke beberapa pihak dengan proporsi yang masih didalami penyidik.

  • 2 Stafsus Ida Fauziyah Saat Jabat Menaker Diduga Tahu Aliran Duit Pemerasan TKA

    2 Stafsus Ida Fauziyah Saat Jabat Menaker Diduga Tahu Aliran Duit Pemerasan TKA

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga dua staf khusus Ida Fauziyah saat menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan periode 2019-2024 mengetahui aliran duit pemerasan terkait perizinan tenaga kerja asing (TKA).

    Permintaan keterangan sudah dilakukan terhadap keduanya pada Selasa, 10 Juni.

    Adapun dua staf khusus yang diperiksa adalah Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo. Mereka dimintai keterangan penyidik di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. 

    “Saksi didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa, 10 Juni.

    Budi tidak memerinci lebih lanjut perihal pemeriksaan yang dilakukan penyidik. Tapi, informasi sumber VOI menyebut penyidik KPK sudah mengendus peran staf khusus (stafsus) Menteri Tenaga Kerja (Kemnaker) periode 2019-2024 dalam kasus ini.

    Diketahui, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hanif Dhakiri menjabat sebagai Menaker pada periode 2013-2019. Posisi ini kemudian ditempati Ida Fauziyah dari partai yang sama pada 2019-2024.

     

     

    Diberitakan sebelumnya, KPK secara resmi mengumumkan delapan tersangka kasus pemerasan pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) periode 2019-2024.

    Dua di antaranya adalah Suhartono dan Haryanto yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka diduga ikut merasakan aliran duit pemerasan dari agen TKA yang nilainya mencapai Rp53,7 miliar. 

    Sementara untuk tersangka lainnya adalah Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA Kemnaker; Devi Anggraeni selaku Koordinator Uji Kelayakan PPTKA periode 2020-Juli 2024 kemudian jadi Direktur PPTKA periode 2024-2025; Gatot Widiartono selaku Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Ketenagakerjaan; serta Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad yang merupakan staf di Ditjen Binapenta dan PPK.

    Kasus ini bermula ketika perintah memeras pemohon disampaikan oleh Suhartono dan Haryanto selaku eks Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker serta dua eks Direktur PPTKA Kemnaker Wisnu Pramono dan Devi Angraeni. Permintaan ini kemudian dieksekusi Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad selaku verifikator.

    Modusnya disebut KPK dengan mengutamakan agen TKA yang memberi uang untuk mengurus berkas Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sedangkan mereka yang tidak memberi uang diulur pengajuannya bahkan tidak diproses.

     

  • KPK Cecar Eks Stafsus Menaker Ida Fauziyah Soal Aliran Dana Kasus Pemerasan TKA

    KPK Cecar Eks Stafsus Menaker Ida Fauziyah Soal Aliran Dana Kasus Pemerasan TKA

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa dua dari tiga orang mantan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) 2014-2019 dan 2019-2024, ihwal kasus dugaan pemerasan terkait dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    Dua orang itu adalah mantan Staf Khusus Menaker Ida Fauziyah, yakni Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Trwiwibowo. Keduanya dikonfirmasi hadir pada pemeriksaan, Selasa (10/6/2025).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut kedua saksi itu diperiksa terkait dengan pengetahuan mereka atas dugaan pemerasan yang tengah diusut, serta aliran dana hasil rasuah dimaksud.

    “Saksi didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan,” ujar Budi kepada wartawan, Selasa (10/6/2025).

    Sementara itu, masih ada satu orang saksi yang belum hadir yakni Luqman Hakim. Dia merupakan mantan Stafsus Menaker era Hanif Dhakiri (2014-2019). Budi menyebut Luqman berhalangan hadir karena sakit.

    Sebelumnya, KPK menyebut bakal memeriksa dua mantan Menaker sebagai saksi dalam kasus tersebut yakni Ida Fauziyah dan Hanif Dhakiri. Keduanya kini merupakan anggota DPR periode 2024-2029 dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

    Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo mengakui, kedua mantan menteri itu bakal dimintai klarifikasi lantaran adanya dugaan penerimaan gratifikasi secara berjenjang dari staf hingga pimpinan tertinggi kementerian. Para tersangka yang ditetapkan mulai dari staf hingga selevel direktur jenderal (dirjen).

    Untuk diketahui, KPK menjerat sebanyak delapan orang tersangka dari internal Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK) Kemnaker, dengan pasal pemerasan dan gratifikasi.

    “Tadi sudah saya sampaikan juga ya berjenjang dari Menteri HD sampai IF pasti akan kita klarifikasi terhadap beliau-beliau terhadap praktik yang ada di bawahnya, karena secara manajerial, beliau-beliau adalah pengawasnya,” terang Budi pada konferensi pers, Kamis (5/6/2025).

    Budi memastikan penyidik akan meminta klarifikasi apabila aliran uang hasil korupsi itu mencapai level paling atas Kemnaker. Penegak hukum juga akan mengklarifikasi semua bukti temuan saat penggeledahan.

    Dia mengatakan pimpinan tertinggi kementerian bakal diklarifikasi guna mengusut apabila praktik pemerasan maupun penerimaan gratifikasi itu berdasarkan sepengetahuan mereka atau tidak.

    “Apakah praktik ini sepengetahuan atau seijin atau apa, perlu kami klarifikasi. Hal tersebut sangat penting untuk dilaksanakan sehingga nanti apa yang kita lakukan ke depan upaya pencegahan juga in line dari atasnya sampai bawah satu perintah bahwa itu menteri bersih, insyallah bawahnya bersih,” ujarnya.

    Menurut Budi, penegak hukum turut menjerat para tersangka dengan pasal gratifikasi guna menjaga-jaga apabila bukti yang diperoleh tidak cukup untuk dugaan pemerasan. Pengenaan pasal gratifikasi juga diharapkan bisa menyasar ke pimpinan tertinggi kementerian apabila bukti terkait berhasil ditemukan.

    “Sehingga nanti kalau bisa sampai ke level paling tinggi di kementerian tersebut bisa mencakup unsur-unsur pasal yang dikenakan,” papar Budi.

    Adapun delapan orang tersangka yang dimaksud adalah:

    SH (Suhartono), Dirjen Binapenta dan PKK 2020-2023;
    HY (Haryanto), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) 2019-2024 kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta dan PKK 2024-2025;
    WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur PPTKA 2017-2019;
    DA (Devi Angraeni), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA 2020-Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025;
    GTW (Gatot Widiartono), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK 2019-2021, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA 2019-2024, serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA 2021-2025;
    PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024;
    JMS (Jamal Shodiqin), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024; serta
    ALF (Alfa Eshad), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024.

    Lembaga antirasuah menduga kedelapan tersangka itu melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang ingin melakukan pekerjaan di Indonesia.

    Untuk diketahui, agar bisa bekerja di Indonesia, calon pekerja migran dari luar negeri itu harus mendapatkan RPTKA. Sementara itu, RPTKA dikeluarkan oleh Ditjen Binapenta dan PKK.

    Sampai dengan saat ini, terang Budi, KPK menduga jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA Ditjen Binapenta dan PKK dari pemohonan RPTKA mencapai Rp53,7 miliar.

    “Bahwa penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan,” terang Budi.

  • Stafsus Eks Menaker Ida Fauziah Diduga Tahu soal Aliran Dana Hasil Pemerasan TKA 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 Juni 2025

    Stafsus Eks Menaker Ida Fauziah Diduga Tahu soal Aliran Dana Hasil Pemerasan TKA Nasional 10 Juni 2025

    Stafsus Eks Menaker Ida Fauziah Diduga Tahu soal Aliran Dana Hasil Pemerasan TKA
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) menduga dua Staf Khusus (Stafsus) eks Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, mengetahui aliran dana hasil pemerasan pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
    Hal tersebut didalami KPK saat memeriksa keduanya sebagai saksi kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) Kemenaker di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
    “Saksi 1 (Caswiyono Rusydie Cakrawangsa) dan 2 (Risharyudi Triwibowo) didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa.
    Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Kamis (5/6/2025).
    “Harus saya sampaikan bahwa per tanggal 19 Mei 2025, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait dengan tindak pidana
    korupsi
    yang saya sebutkan tadi di atas,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
    Kedelapan tersangka adalah Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK); Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025.
    Kemudian Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019; Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA; Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja; dan Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), Alfa Eshad (ALF) selaku staf.
    KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
    Budi merinci uang yang diterima para tersangka di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Panggil 3 Eks Staf Khusus Menaker di Kasus Pemerasan TKA

    KPK Panggil 3 Eks Staf Khusus Menaker di Kasus Pemerasan TKA

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga orang mantan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) era Ida Fauziyah (2019-2024) dan Hanif Dhakiri (2014-2019) sebagai saksi kasus dugaan pemerasan terkait dengan Rencana Penggunanan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    Ketiganya dipanggil oleh tim penyidik hari ini, Selasa (10/6/2025). Dua dari tiga mantan staf khusus Menaker itu menjabat di era Ida Fauziyah. Mereka adalah Caswiyono Rusydie Cakrawangsa serta Risharyudi Triwibowo.

    Kemudian, satu orang lagi yakni Luqman Hakim yang menjabat Staf Khusus Menaker era sebelumnya, yakni Hanif Dhakiri. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama: CRCS Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, RT Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan dan LM Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Hanif Dhakiri),” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (10/6/2025). 

    Sebelumnya, KPK menyebut bakal memeriksa dua mantan Menaker sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan di lingkungan kementerian tersebut.

    Dua orang mantan menteri itu yakni Hanif Dhakiri, yang menjabat Menaker 2014-2019, serta Ida Fauziyah, yang menjabat selama 2019-2024. Keduanya kini merupakan anggota DPR periode 2024-2029 dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

    Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo mengakui, kedua mantan menteri itu bakal dimintai klarifikasi lantaran adanya dugaan penerimaan gratifikasi secara berjenjang dari staf hingga pimpinan tertinggi kementerian.

    Para tersangka yang ditetapkan mulai dari staf hingga selevel direktur jenderal (dirjen). 

    Untuk diketahui, KPK menjerat sebanyak delapan orang tersangka dari internal Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK) Kemnaker, dengan pasal pemerasan dan gratifikasi. 

    “Tadi sudah saya sampaikan juga ya berjenjang dari Menteri HD sampai IF pasti akan kita klarifikasi terhadap beliau-beliau terhadap praktik yang ada di bawahnya, karena secara manajerial, beliau-beliau adalah pengawasnya,” terang Budi pada konferensi pers, Kamis (5/6/2025). 

    Budi memastikan penyidik akan meminta klarifikasi apabila aliran uang hasil korupsi itu mencapai level paling atas Kemnaker.

    Penegak hukum juga akan mengklarifikasi semua bukti temuan saat penggeledahan. 

    Dia mengatakan pimpinan tertinggi kementerian bakal diklarifikasi guna mengusut apabila praktik pemerasan maupun penerimaan gratifikasi itu berdasarkan sepengetahuan mereka atau tidak. 

    “Apakah praktik ini sepengetahuan atau seijin atau apa, perlu kami klarifikasi. Hal tersebut sangat penting untuk dilaksanakan sehingga nanti apa yang kita lakukan ke depan upaya pencegahan juga in line dari atasnya sampai bawah satu perintah bahwa itu menteri bersih, InsyaAllah bawahnya bersih,” ujarnya. 

    Menurut Budi, penegak hukum turut menjerat para tersangka dengan pasal gratifikasi guna menjaga-jaga apabila bukti yang diperoleh tidak cukup untuk dugaan pemerasan.

    Pengenaan pasal gratifikasi juga diharapkan bisa menyasar ke pimpinan tertinggi kementerian apabila bukti terkait berhasil ditemukan. 

    “Sehingga nanti kalau bisa sampai ke level paling tinggi di kementerian tersebut bisa mencakup unsur-unsur pasal yang dikenakan,” papar Budi.

    Delapan orang tersangka yang dimaksud :

    1. SH (Suhartono), Dirjen Binapenta dan PKK 2020-2023;

    2. HY (Haryanto), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) 2019-2024 kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta dan PKK 2024-2025;

    3. WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur PPTKA 2017-2019;

    4. DA (Devi Angraeni), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA 2020-Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025;

    5. GTW (Gatot Widiartono), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK 2019-2021, Pejabat Pembuat 

    Komitmen (PPK) PPTKA 2019-2024, serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA 2021-2025; 

    6. PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024;

    7. JMS (Jamal Shodiqin), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024; serta 

    8. ALF (Alfa Eshad), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024.

    Lembaga antirasuah menduga kedelapan tersangka itu melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang ingin melakukan pekerjaan di Indonesia. 

    Untuk diketahui, agar bisa bekerja di Indonesia, calon pekerja migran dari luar negeri itu harus mendapatkan RPTKA. Sementara itu, RPTKA dikeluarkan oleh Ditjen Binapenta dan PKK. 

    Sampai dengan saat ini, terang Budi, KPK menduga jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA Ditjen Binapenta dan PKK dari pemohonan RPTKA mencapai Rp53,7 miliar.

    “Bahwa penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan,” terang Budi.

  • KPK Dalami Dugaan Gratifikasi di Tingkat Menteri Sejak Era Cak Imin hingga Ida Fauziyah di Kemnaker

    KPK Dalami Dugaan Gratifikasi di Tingkat Menteri Sejak Era Cak Imin hingga Ida Fauziyah di Kemnaker

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih melakukan pendalaman terkait dugaan penerimaan gratifikasi terhadap calon Tenaga Kerja Asing (TKA). 

    Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo alias Busok mengatakan, tim penyidik akan melakukan klarifikasi kepada menteri-menteri di era terjadinya tindak pidana korupsi, yaitu sekitar 2012-2024, di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    “Ini adalah gratifikasinya diterima secara berjenjang. Apakah ada petunjuk ke arah yang paling atas di kementerian tersebut? Sedang kami perdalam dalam proses penyidikan,” kata Busok seperti dikutip RMOL, Senin, 9 Juni 2025.

    Busok memastikan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan dan pendalaman keterlibatan hingga ke pejabat paling atas di Kemnaker. 

    “Itu akan pasti kami laksanakan. Tentu akan kami klarifikasi itu semua terkait dengan temuan-temuan kami pada proses penggeledahan yang telah kami laksanakan. Untuk dugaan pasti kami akan menduga hal tersebut, dan tentunya akan kita buktikan nanti dengan alat-alat bukti yang kita temukan dalam proses penyidikan,” tutur Busok.

    Busok mengakui, bahwa terjadinya tindak pidana korupsi di Kemnaker ini bukan baru terjadi pada 2019, melainkan sudah berlangsung sejak 13 tahun yang lalu.

    “Praktik ini bukan dari 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang kami laksanakan, KPK laksanakan, bahwa memang praktik ini sudah berlangsung sejak tahun 2012,” pungkas Busok.

    Seperti diketahui, Menaker yang menjabat sejak 2012-2024, yakni Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang sudah menjabat sejak 2009-2024, lalu ada Hanif Dhakiri sejak 2014-2019, dilanjutkan Ida Fauziyah sejak 2019-2024.

    Pada Kamis, 5 Juni 2025, KPK secara resmi mengumumkan identitas delapan orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) di Kemnaker.

    Mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Suhartono (SH) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) tahun 2020-2023, Haryanto (HY) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025.

    Selanjutnya, Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur PPTKA tahun 2017-2019, Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA tahun 2020-Juli 2024 yang juga Direktur PPTKA tahun 2024-2025, Gatot Widiartono (GW) selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Direktorat Jenderal (Ditjen) Binapenta dan PKK tahun 2019-2021 yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA tahun 2019-2024 serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA Direktorat PPTKA tahun 2021-2025.

    Kemudian 3 orang staf pada Direktorat PPTKA tahun 2019-2024, yakni Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF)

  • Fakta Terkait Dugaan Praktik Pemerasan TKA Kemnaker, Sudah Sejak 2012

    Fakta Terkait Dugaan Praktik Pemerasan TKA Kemnaker, Sudah Sejak 2012

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut praktik pemerasan terkait dengan Rencana Pengurusan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sudah terjadi sejak 2012. 

    Penyidik KPK saat ini tengah mengusut dugaan pemerasan ihwal pengurusan RPTKA di lingkungan Kemnaker pada periode sekitar 2019-2024. Terdapat delapan pegawai hingga pejabat Kemnaker yang telah ditetapkan tersangka. 

    “Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012,” terang Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers, Kamis (5/6/2025). 

    Budi menyebut penyidik masih terus melakukan pendalaman terhadap fakta informasi bahwa praktik pemerasan itu sudah terjadi sejak 2012. 

    Sekadar informasi, Menaker pada era 2012 dijabat oleh Muhaimin Iskandar. Dia merupakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang selanjutnya menjabat sebagai Wakil Ketua DPR pada 2019-2024, dan kini menjadi Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM). 

    Di sisi lain, Budi telah memastikan tim penyidik akan memeriksa dua mantan Menaker yakni Hanif Dhakiri, yang menjabat 2014-2019, serta Ida Fauziyah, yang menjabat selama 2019-2024. Keduanya kini merupakan anggota DPR periode 2024-2029 dari PKB.

    Menurut Budi, kedua mantan menteri itu bakal dimintai klarifikasi lantaran adanya dugaan penerimaan gratifikasi secara berjenjang dari staf hingga pimpinan tertinggi kementerian. Para tersangka yang ditetapkan mulai dari staf hingga selevel direktur jenderal (dirjen). 

    “Tadi sudah saya sampaikan juga ya berjenjang dari Menteri HD sampai IF pasti akan kita klarifikasi terhadap beliau-beliau terhadap praktik yang ada di bawahnya, karena secara manajerial, beliau-beliau adalah pengawasnya,” ujar pria yang juga penyidik KPK itu.

    Budi memastikan penyidik akan meminta klarifikasi apabila aliran uang hasil korupsi itu mencapai level paling atas Kemnaker. Penegak hukum juga akan mengklarifikasi semua bukti temuan saat penggeledahan.

    Dia mengatakan pimpinan tertinggi kementerian bakal diklarifikasi guna mengusut apabila praktik pemerasan maupun penerimaan gratifikasi itu berdasarkan sepengetahuan mereka atau tidak.